• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat V. Ovari pada tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah siap memijah. Status Kelamin Penentuan status kelamin dari torsoro dilakukan dengan cara

4. Analisis Data

Data kegiatan maturasi gonad ikan Torsoro yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kegiatan ovulasi dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Jika terdapat perbedaan yang

nyata antar perlakuan (P<0.05) dilanjutkan dengan uji Tukey’s (Steel dan Torrie

1993).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan gonad ikan adalah proses berkembang folikel oosit sampai kemudian berhenti apabila telah mencapai ukuran maksimum (fase dorman). Untuk mempercepat perkembangan gonad ikan Torsoro, perlu adanya induksi hormonal, pada penelitian ini menggunakan kombinasi PMSG + antidopamin yang terdapat di dalam produk oodev dengan dosis tertentu.

1. Induksi Maturasi Gonad

Berdasarkan hasil percobaan pemberian oodev dengan dosis yang berbeda yaitu; oodev 0 ml, oodev 0,5 ml, oodev 1,0 ml, oodev 1,5 ml, diperoleh hasil sebagaimana berikut :

Konsentrasi Estradiol-17ß

Konsentrasi estradiol adalah banyaknya kandungan hormon estradiol (hormon betina) pada plasma darah untuk merangsang hati mensintesis vitelogenin. Pengambilan contoh darah diambil setiap minggu. Secara umum konsentrasi estradiol pada plasma darah ikan Torsoro yang diberikan induksi oodev terjadi peningkatan setiap kali pengamatan, kadar estradiol-17ß selama penelitian disajikan pada Gambar (3).

Perlakuan oodev 0 ml terlihat tingkat konsentrasi estradiolnya tidak banyak berubah selama perlakuan, sedangkan oodev 0,5 ml mengalami kenaikan signifikan dan menurun pada 2 minggu berikutnya. Konsentrasi estradiol pada perlakuan oodev 1 ml terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsentrasi estradiol pada perlakuan yang lain, konsentrasi pada perlakuan ini tinggi dikarenakan terjadi puncak kebuntingan hingga 60% pada minggu ke-1 (dapat dilihat pada Gambar 4. Tingkat kebuntingan ikan Torsoro). Hasil pengamatan pada perlakuan oodev 1,5 ml memperlihatkan konsentrasi estradiolnya meningkat pada minggu ke-2 dan menurun pada minggu ke-4.

Gambar 3. Konsentrasi estradiol-17ß plasma darah ikan Torsoro selama penelitian.

Peningkatan konsentrasi estradiol-17β yang tinggi menunjukkan ikan siap

untuk memulai tahap perkembangan gonad. Perubahan estradiol-17β yang terjadi

berhubungan dengan perkembangan oosit dan peningkatan gonadosomatik indeks (Lee &Yang 2002). Menurut Zairin (2003), estradiol-17ß akan merangsang hati mensintesis vitelogenin, selanjutnya dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan secara selektif akan diserap oleh lapisan folikel oosit akibat penyerapan vitelogenin, oosit akan tumbuh membesar sampai kemudian berhenti apabila telah mencapai ukuran maksimum.

Oodev sendiri mengandung PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) yang memiliki aktifitas ganda, yaitu FSH dan LH, tetapi lebih dominan FSH dalam tanggung jawabnya terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis), sedangkan diketahui LH sendiri memicu dalam proses kematangan oosit. FSH akan merangsang sel sel teka untuk memproduksi estradiol-17ß yang selanjutnya akan berperan dalam perkembangan oosit.

Gambaran konsentrasi estradiol-17ß setiap perlakuan per minggu disajikan pada Gambar 4 berikut ini :

Gambar 4. Konsentrasi estradiol-17ß plasma darah ikan Torsoro setiap minggu. Estradiol-17ß dapat merangsang proses vitelogenesis yang disekresikan oleh gonad ikan betina selama periode vitelogenesis. Rangsangan yang diberikan estradiol-17ß terhadap hipotalamus ialah memacu pelepasan gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang selanjutnya hormon ini merangsang hipofisa dalam melepaskan gonadotropin.

Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 5 Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 4

Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 3 Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 2

Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 5 Konsentrasi Estradiol-17ß minggu 4

Berg et al. (2004) mengemukakan bahwa hewan ovipar betina yang matang kelamin menghasilkan produksi vitelogenin dalam vitelogenesis yang sangat dipengaruhi oleh kontrol estrogen dari dalam hati. Penghubung kontrol estrogenik yang berada pada vitelogenin ini adalah suatu pengikat estrogen yang sangat kuat, yaitu estradiol-17ß, yang berada pada reseptor estrogen.

Tingkat Kebuntingan Ikan Torsoro

Untuk mempercepat perkembangan gonad ikan Torsoro, perlu adanya induksi hormonal, pada penelitian ini menggunakan produk oodev dengan dosis tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kebuntingan ikan Torsoro yang diamati setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tingkat kebuntingan ikan Torsoro per minggu.

Gambar di atas menunjukkan bahwa tingkat kebuntingan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan oodev 1 ml, kebuntingan terjadi pada minggu pertama sebesar 60%, minggu ke-2 sebanyak 10%, minggu ke-3 20%, minggu ke-4 0% dan minggu ke-5 sebanyak 10% dengan total tingkat kebuntingan 100%. Perlakuan oodev dosis 1,5 ml, kebuntingan dimulai pada minggu ke-2 memiliki hasil tingkat kebuntingan sebesar 50% , minggu ke-3 0%, minggu ke-4 30%, dan minggu ke-5 10% dengan total kebuntingan 90%. Perlakuan oodev dosis 0,5 ml kebuntingan juga mulai terjadi pada minggu ke-2 sebesar 40%, selanjutnya minggu ke-3 dan ke-4 sebesar 20%, minggu ke-5 tidak ada terjadi kebuntingan atau 0% dengan total tingkat kebuntingan yaitu 80%. Perlakuan kontrol oodev dosis 0 ml, tidak mengalami kebuntingan sama sekali hingga penelitian berakhir.

Setelah vitelogenesis, proses selanjutnya adalah pematangan akhir yang ditunjukkan dengan (a) penambahan kematangan oosit, (b) produksi maturation inducing hormone (MIH), (c) pembentukan maturation promoting factor (MPF) dan (d) pematangan sitoplasma yang menyebabkan perubahan protein dan lemak dalam kuning telur. Tahap-tahap ini diikuti dengan ovulasi yang ditandai dengan pecahnya folikel dan melepaskan telur ke dalam rongga ovari. Proses maturasi ini secara morfologi ditandai dengan pergerakan germinal vesicle (GV) menuju kutub/animal pole dan terjadi peleburan inti atau GV break down (GVBD) (Yaron & Sivan 2006).

Secara alami proses vitelogenesis memerlukan interaksi antara faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi vitelogenesis antara lain temperatur, curah hujan, debit air, feromon, dan pakan. Pakan

merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad karena proses vitelogenesis pada dasarnya adalah proses akumulasi nutrien dalam sel telur sehingga ketersediaan nutrien pada sel telur akan menentukan kualitas telur dan pada akhirnya juga pada perkembangan larva. Di pihak lain, faktor internal yang terpenting adalah tersedianya hormon-hormon steroid gonad terutama estradiol-17ß pada tingkat yang dapat merangsang vitelogenesis.

Diameter Telur Ikan Torsoro

Ukuran rata-rata diameter telur ikan Torsoro yang diamati selama penelitian menunjukkan adanya perkembangan. Vitelogenesis merupakan suatu penggabungan protein-protein vitelogenin oleh oosit dan memprosesnya menjadi protein kuning telur sehingga menyebabkan peningkatan ukuran gonad ikan betina hingga maturasi akhir (Glasser et al. 2004; Lubzens et al. 2010). Hasil pengamatan diameter telur ikan Torsoro disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Diameter telur ikan Torsoro a.) Sebelum penyuntikan oodev; b).Setelah penyuntikan oodev

Berdasarkan Gambar 6, hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran diameter telur rata rata sebelum dilakukan penyuntikan oodev adalah 0,633 ± 0,027 mm, sedangkan diameter telur setelah penyuntikan oodev adalah sekitar 3mm, dengan berat rata rata berkisar 0,0125 gram/butir.

Sebelum terjadi ovulasi, sel telur akan mengalami pembesaran. Folikel membentuk semacam benjolan yang semakin membesar sehingga menyebabkan dinding folikel pecah. Pecahnya dinding folikel terjadi pada bagian yang paling lemah (bagian membran) dengan bantuan enzim. Sel-sel teka secara faal bertindak sebagai otot halus yang dapat mendorong oosit keluar dari folikel. Hal ini disebabkan adanya semacam sel otot halus yang pipih dan serat kolagen yang terletak berdekatan dengan basal lamina.

Hasil pengamatan terhadap bentuk gonad serta tipe pemijahan ikan Torsoro memperlihatkan bahwa pada ikan Torsoro memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronous, hal ini terlihat dari ukuran telur yang berbeda beda di dalam satu gonad. Bentuk gonad ikan Torsoro tersaji pada Gambar 7 berikut ini :

Gambar 7. Bentuk gonad ikan Torsoro dengan ukuran telur yang berbeda yang terdapat di dalam satu gonad.

Berdasarkan gambar gonad ikan Torsoro tersebut, maka serupa dengan yang dikemukakan oleh Ingram et al. (2007) bahwa pada genus Tor memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronous. Menurut Wallace dan Selman (1981) ovarium dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu (1) sinkronisme total yaitu seluruh oosit berada pada tingkat perkembangan atau stadia yang sama, (2) sinkronisme per grup yaitu sedikitnya terdapat 2 populasi oosit yang berada dalam stadia yang sama

dan (3) asinkronisme yaitu oosit pada ovarium terdiri dari semua stadia.

Telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang sangat bergantung pada adanya hormon gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit telesotei ini umumnya disebabkan adanya akumulasi kuning telur. Pemahaman mengenai mekanisme proses pertumbuhan dan perkembangan oosit sangat penting diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan fertilisasi telur (Ismail

et al. 2011).

Evans (2000) menyatakan bahwa Pematangan oosit meliputi periode berakhirnya profase I dan berhentinya metafase II, secara morfologi adalah terjadinya perpindahan inti yang dikenal dengan istilah germinal vesicle migration. Gonadotropin hormon II (GtH II) merangsang produksi oocyte

maturation inducing substance (MIS) oleh folikel ovarium dalam dua tahapan. Tahapan pertama GtH merangsang sintesis 17α-hydroxy-4-pregnen-3-one oleh sel teka, tahapan kedua masih di bawah kontrol GtH, prekursor steroid yang diubah

oleh sel granulosa menjadi 17α-hydroxy-4-pregnen-3-one (Nagahama et al.,1995) 2. Induksi Ovulasi dan Pemijahan

Pada penelitian ini, kegiatan induksi ovulasi dan pemijahan diperoleh hasil bahwa induksi ovulasi ikan Torsoro dengan kombinasi hormon menghasilkan seluruh induk ikan Torsoro melakukan ovulasi. Pada perlakuan ini juga terlihat bahwa induksi hormon perlakuan memiliki pengaruh terhadap jumlah telur yang diovulasi, tingkat pembuahan, tingkat penetasan dan tingkat kelangsungan hidup larva 12 hari (Tabel 3).

Berdasarkan hasil percobaan, pemberian induksi ovulasi dan pemijahan dengan kombinasi hormon; ovaprim (LHRH+AD), ovaprim+HCG, ovaprim+AI, AI+oxytocin diperoleh hasil sebagaimana berikut :

Tabel 3. Nilai rataan masa laten, jumlah telur yang di ovulasi, tingkat pembuahan, tingkat penetasan, dan tingkat kelangsungan hidup larva (12 hari)

Perlakuan Masa laten (Jam) Rata rata jumlah yang diovulasi Tingkat Pembuahan (%) Tingkat penetasan (%) Tingkat Kelangsungan hidup Larva (12 hari) (%) O1 55.38±1.91 a 1092 ± 102.16 b 94.08 ± 0.12b 78.04 ± 0.24b 95.25 ± 0.52b O2 32 ± 2.05 b 1127 ± 95.12 b 93.95 ± 0.24b 77.84 ± 0.43b 97.13 ± 0.63ab O3 22 ± 1.05 c 1372 ± 85.63 ab 95.19 ± 0.11b 78.09 ± 0.61b 97.88 ± 0.13a O4 17.5 ± 0.52 d 1752 ± 69.01 a 96.60 ± 0.18a 81.05 ± 0.19a 98.88 ± 0.41a Keterangan :

Nilai dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (α = 0,05)

Masa Laten

Dari hasil pengamatan, perlakuan dengan penyuntikan ovaprim saja (kontrol) maupun penyuntikan dengan kombinasi hormon, mampu memberikan rangsangan sehingga terjadi ovulasi pada ikan Torsoro dengan tingkat keberhasilan hingga 100%.

Penghitungan masa laten pada penelitian ini adalah jarak waktu dari dilakukannya induksi kombinasi hormon perlakuan hingga terjadinya ovulasi yang dideteksi dengan adanya keberhasilan koleksi telur. Masa laten merupakan masa yang dibutuhkan agar terjadi ovulasi dari telur yang sudah matang.

Respon ikan setelah induksi hormon perlakuan terhadap kecepatan masa laten dapat dilihat pada Tabel 4. Masa laten tercepat diperoleh pada perlakuan AI+oxytocin yaitu 17.5 ± 0.52 jam. Pada perlakuan tersebut, induk betina yang diinduksi perlakuan AI+oxytocin berhasil memijah secara semi alami.

Tabel 4. Keberhasilan dan lama waktu ovulasi serta pemijahan pada ikan Torsoro Perlakuan Tingkat keberhasilan

ovulasi (%)

Rata rata waktu Ovulasi (Jam)

Pemijahan

Ovaprim 100 55.38 ± 1.91 a Stripping

Ovaprim+HCG 100 32 ± 2.05 b Stripping

Ovaprim+AI 100 22 ± 1.05 c Stripping

AI+oxytocin 100 17.5 ± 0.52 d Semi alami

Masa laten tercepat diperoleh pada perlakuan AI + Oxytocin dengan rata-rata masa laten 17.5 ± 0.52 jam. Perlakuan yang membutuhkan waktu laten yang paling lama adalah perlakuan ovaprim dengan rata-rata waktu laten 55.38 ± 1.91 jam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa induksi kombinasi hormon berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap lama waktu ovulasi ikan Torsoro. Berdasarkan hasil uji lanjut diketahui bahwa AI+Oxytocin berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan dengan seluruh perlakuan.

Ovulasi merupakan proses keluarnya sel telur (yang telah mengakhiri pembelahan miosis kedua) dari folikel ke dalam lumen ovarium atau rongga perut (Nagahama 1987). Proses ovulasi terdiri dari beberapa tahapan. Pada tahap awal lapisan folikel melepaskan diri dari oosit, pada saat akan terjadi ovulasi, mikrofili

pada kedua permukaan tersebut sedikit demi sedikit terpisah, hal tersebut dimungkinkan dilakukan oleh enzim proteolitik.

Dalam setiap perkembangan secara biologi termasuk oosit ikan, perkembangan antara satu fase ke fase yang berikutnya membutuhkan waktu tertentu. Brooks et al. (2003) menjelaskan bahwa pada oosit yang telah matang, sitoplasma akan menjadi bening, oil droplet bergabung menjadi satu dan berukuran besar serta terjadi breakdown germinal vesikel.

Menurut Nagahama et al. (1995), aktivitas aromatase pada ikan meningkat dan mencapai puncaknya pada pascavitelogenesis. Setelah mencapai pascavitelogenesis produksi estradiol-17β akan menurun drastis, demikian juga

aktivitas aromatase. Menurunnya produksi estradiol-17β dan aktivitas aromatase, ternyata diikuti peningkatan 17α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) sehingga oosit mengalami GVBD dan berakhir pada ovulasi.

Pada perlakuan AI+oxytocin menunjukkan bahwa induk ikan Torsoro yang di induksi dengan perlakuan ini dapat terjadi ovulasi dan pemijahan semi alami (tanpa stripping). Pemijahan semi alami pada ikan Torsoro dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pemijahan semi alami pada ikan Torsoro mengunakan perlakuan AI+Oxytocin. Keterangan : Anak panah menunjukkan telur yang dipijahkan (spawned egg) oleh ikan Torsoro.

Aromatase inhibitor (AI) mampu membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada hipothalamus-hipophisis-gonad axis dari umpan balik negatif estrogen, sehingga menyebabkan sekresi FSH meningkat dan menyebabkan rangsangan yang menghasilkan perkembangan ovari hingga terjadinya ovulasi (Casper and Mitwally 2006),

Menurut Basuki (2007), penambahan aromatase inhibitor (AI) juga memungkinkan kerja LH dalam menurunkan enzim aromatase tadi akan diperkuat atau digantikan oleh AI, sehingga peranan LH dalam proses pematangan dan ovulasi akan lebih efisien, sehingga menurut hasil penelitian ini, AI (aromatase inhibitor) terbukti dapat digunakan sebagai induksi ovulasi menggantikan peran LH yang terkandung di dalam ovaprim. Sedangkan penambahan oxytocin dapat menyebabkan induk ikan Torsoro melakukan pemijahan secara semi alami.

Jumlah Telur yang diovulasikan

Seluruh telur yang dikeluarkan oleh induk ikan Torsoro saat ovulasi dihitung dan diperoleh hasil sebagaimana di sajikan pada Gambar (9).

Jumlah telur yang diovulasikan tertinggi terjadi pada ikan Torsoro yang diberi perlakuan AI + Oxytocin yaitu 1752 ± 69.01 butir, terendah pada perlakuan ovaprim saja yaitu 1092 ± 102.16 butir. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa induksi kombinasi hormon pada perlakuan AI+oxytocin memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah telur yang diovulasikan. Selanjutnya, berdasarkan uji rentang Tukey diketahui bahwa perlakuan AI+oxytocin tidak berbeda nyata terhadap perlakuan ovaprim+AI tetapi berbeda nyata (P<0,05) terhadap kombinasi hormon yang lain yaitu perlakuan ovaprim+HCG dan perlakuan ovaprim serta menunjukkan perbedaan pengaruh yang signifikan.

Gambar 9. Jumlah telur ikan Torsoro yang diovulasikan .

Kemampuan dari LHRHa dalam merangsang pengeluaran hormon gonadotropin dibantu dengan adanya anti dopamin yang mampu menghambat kerja dopamin telah cukup terbukti untuk mempercepat dan memicu terjadinya ovulasi. Pemberian aromatase inhibitor juga dapat memicu terjadinya ovulasi. Hal ini dikarenakan, aromatase inhibitor memiliki peran dalam menurunkan aktivitas aromatase dalam gonad akibatnya produksi estrogen-17β turun dan meningkatkan

produksi testosteron, hal tersebut merupakan awal sinyal balik positif terhadap LH sehingga proses pematangan oosit akan berlangsung lebih cepat.

Banyaknya telur yang telah masak sebelum folikel pecah mempengaruhi kuantitas telur yang akan diovulasikan. Maka dari itu, pengaruh hormon dalam perkembangan dan pematangan oosit sangat berperan. LHRHa yang diberikan merangsang hipofisa untuk mensekresikan gonadotropin dan anti dopamin membantu memperlancar sekresi gonadotropin dalam hal ini yaitu LH, untuk permatangan oosit. Sedangkan pemberian aromatase inhibitor mengakibatkan kerja enzim aromatase terhambat, akibatnya sintesis estrogen dalam pengembangan oosit semakin menurun. Dengan turunnya produksi estrogen maka diikuti dengan meningkatnya produksi testosteron sehingga terjadilah umpan balik

positif terhadap gonadotropin terutama LH. Sehingga kerja LH dari pituitari ditambah dengan adanya efek aromatase inhibitor pada gonad yang juga menyebabkan terjadinya umpan positif pada LH akan semakin mempercepat pematangan oosit hingga nanti berakhir pada ovulasi.

Tingkat Pembuahan Telur Ikan Torsoro

Tingkat pembuahan telur ikan Torsoro tertinggi ditemukan pada induk ikan yang diinduksi dengan perlakuan AI + oxytocin yaitu sebesar 96.60 ± 0.18 % dan tingkat pembuahan terendah terjadi pada ikan yang diinduksi perlakuan ovaprim+HCG yaitu 94.08 ± 0.12 %, berdasarkan analisis sidik aragam diketahui bahwa induksi menggunakan perlakuan AI + oxytocin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap tingkat pembuahan telur. Selanjutnya, berdasarkan uji rentang Tukey diketahui bahwa perlakuan AI + oxytocin menunjukkan perbedaan pengaruh nyata terhadap seluruh perlakuan.

Hasil perlakuan AI + oxytocin berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan perlakuan ovaprim+AI, ovaprim+HCG dan perlakuan ovaprim. Rata-rata tingkat pembuahan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Tingkat pembuahan telur ikan Torsoro;

Pembuahan atau fertilisasi merupakan penggabungan gamet, dimana penggabungan ini merupakan mata rantai awal dan sangat penting pada proses fertilisasi. Penggabungan gamet biasanya disertai dengan pengaktifan telur. Selama fertilisasi dan pengaktifan, telur-telur ikan teleostei mengalami reaksi kortikal. Kortikal alveoli melebur, melepaskan cairan koloids, dan selanjutnya memulai pembentukan ruang periviteline (Kjorsvik E et al.1990).

Kortikal alveoli muncul setelah terjadinya fertilisasi dan reaksi kortikal yang tidak lengkap artinya menunjukkan kualitas telur yang buruk. Beberapa hal yang mempengaruhi pembuahan adalah berat telur ketika terjadi pembengkakan oleh air, pH cairan ovari, dan konsentrasi protein (Lahnsteiner et al. 2001).

Tingkat Penetasan Telur Ikan Torsoro

Perlakuan AI+ oxytocin memiliki nilai dengan tingkat penetasan tertinggi yaitu 81,05 ± 0,19 %. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa induksi

menggunakan perlakuan AI + oxytocin memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap tingkat penetasan telur. Selanjutnya, berdasarkan uji rentang Tukey diketahui bahwa perlakuan AI + oxytocin menunjukkan perbedaan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap seluruh perlakuan.

Menurut Blaxter (1969) penetasan terjadi karena menurunnya kekerasan khorion yang disebabkan oleh substansi enzim khorionase yang bersifat mereduksi. Di samping itu dapat pula disebabkan oleh gerakan-gerakan akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya atau penyerapan tekanan oksigen.

Oyen et al. (1991) menyatakan bahwa prosentase daya tetas telur selalu ditentukan oleh persentase fertilitas telur, dimana semakin tinggi persentase fertilitas telur maka akan semakin tinggi pula persentase daya tetas telur, kecuali bila ada faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti perubahan suhu yang mendadak, oksigen dan pH. Tingkat penatasan ikan Torsoro di sajikan pada Gambar 11 :

Gambar 11. Tingkat penetasan telur ikan Torsoro;

Telur dengan kualitas yang baik adalah telur yang memiliki kemampuan untuk difertilisasi dan berkembang menjadi embrio normal. Kualitas telur yang berubah-ubah adalah salah satu faktor pembatas produksi benih ikan. Kualitas telur ikan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain a) nutrisi, b) faktor lingkungan, c) perlakuan ikan yang meliputi induksi pemijahan, akhir ovulasi telur, dan pemeliharaan gamet setelah pengurutan perut, d) stress (Bobe & Labbé, 2010).

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva 12 Hari

Pengamatan kelangsungan hidup larva dilakukan selama 12 hari dan dipelihara di dalam akuarium. Kuning telur yang dibawa oleh larva sebagai sumber makanan biasanya habis setelah 5 - 6 hari, selanjutnya larva diberi pakan alami berupa artemia hingga berumur 12 – 15 hari. Tingkat kelangsungan hidup (SR) 12 hari larva ikan Tor soro disajikan pada Gambar 12 :

Gambar 12. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan Torsoro;

Hasil tingkat kelangsungan hidup larva 12 hari terbaik terjadi pada perlakuan AI+oxytocin yaitu 98.88 ± 0.41 %. Pengamatan tingkat kelangsungan hidup larva 12 hari diperoleh data bahwa menurut uji sidik ragam, induksi kombinasi hormon memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kelangsungan hidup larva ikan Torsoro. Setelah dilakukan uji lanjut, diketahui bahwa perlakuan AI+oxytocin hanya berbeda nyata (p<0,05) terhadap perlakuan ovaprim saja.

Penelitian ini menghasilkan larva yang normal hingga 99.8 % lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Subagja & Gustiano (2006), yaitu dengan Pemberian implantasi Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dengan dosis 500 IU/kg bobot badan, menghasilkan larva yang normal sebesar 90.12%.

Ukuran telur berkorelasi dengan ukuran larva. Larva yang besar lebih tahan tanpa pakan dibandingkan dengan larva berukuran kecil yang dipijahkan dari telur kecil.

Hubungan positif antara ukuran larva dan ukuran telur telah dilaporkan untuk Salmo salar, Onchorhynchus mykiss, Onchorhynchus keta, dan Clupea harengus (Kamler 1992). Keuntungan ukuran awal yang dimiliki larva yang menetas dari telur besar dapat kurang berarti selama perkembangan selanjutnya, atau bahkan hilang. Pada Salmo salar keuntungan ini hilang setelah 5 minggu pertama pertumbuhan; pada Oncorhynchus mykiss keuntungan ini hilang setelah 16 minggu (Kamler 1992).

Kemampuan larva yang kecil untuk bertumbuh sehingga mempunyai kecepatan yang sama dengan larva yang lebih besar sangat penting untuk tujuan komersial. Potensi yang sangat penting adalah menemukan kelangsungan hidup telur dan larva tidak dipengaruhi oleh ukuran telur (Kjorsvik et al. 1990).

Embriogenesis Larva

Pada ikan teleost, kuning telur menempati lebih dari 90% dari sel telur. Awalnya, selama embriogenesis, kuning telur ditutupi oleh lapisan tipis yang disebut dengan ektoplasma, tak lama setelah telur telah diaktifkan (dibuahi) dan terhidrasi karena adanya perubahan yang kompleks, maka sel telur tersebut mengembang menjadi gundukan yang nantinya akan berkembang menjadi seperti piringan embrio dan embrio itu sendiri (Winnicki et al. 2001)

Menurut Balon (1975) embriogenesis di bagi ke dalam tiga stadium yaitu pembelahan, embrionik dan eleutheroembrionik (stadium ikan menetas sampai ikan dapat mencari makanan sendiri dari luar). Nikolsky (1963) Embrionik adalah periode perkembangan mulai dari pembuahan sampai ikan mendapat makanan dari luar. Telur ikan Torsoro menetas setelah hari ke-4, pada kisaran suhu sekitar 22-24oC. Tahap embriogenesis hasil ovulasi ikan Torsoro pada penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Embriogenesis ikan Torsoro; a).1sel; b).2sel; c).Morula; d).Blastula; e).Gastrula; f).Organogenesis; g).Organ tubuh hampir sempurna sebelum menetas h).Penetasan embrio ikan Torsoro; i.) Larva ikan Torsoro.

Menurut Sukra et al (2000), cleavage yaitu tahapan proses pembelahan sel. Proses ini berjalan teratur dan berakhir hingga mencapai balastulasi. Bisa juga dikatakan proses pembelahan sel yang terus menerus hingga terbentuk bulatan, seperti bola yang di dalamnya berisi rongga. Gastrulasi merupakan proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini adalah terbentuknya tiga lapisan, yaitu ektoderrm, modeterm dan entoderm.

Organogenesis adalah tahapan terjadinya pembentukan organ-organ tubuh dari tiga lapisan diatas, yaitu ektoderm, metoderm dan entoderm. Setiap lapisan

Dokumen terkait