• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Data 1. Pengolahan Data

TINJAUAN PUSTAKA

E. Pengolahan dan Analisis Data 1. Cara Pengambilan Sampel

2. Analisis Data 1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS dengan tingkat kepercayaan 95%, yang terlebih dahulu melalui beberapa tahap yaitu : a. Editing

Penyuntingan data dimulai di lapangan dan setelah data terkumpul, maka data diperiksa kelengkapannya

b. Koding

Apabila semua data telah terkumpul dan selesai di edit di lapangan, kemudian akan dilakukan pengkodean data berdasarkan kode lembar check list yang telah disusun sebelumnya dan telah dipindahkan ke format aplikasi program SPSS di komputer.

c. Entry Data

Data selanjutnya diinput ke dalam lembar kerja SPSS untuk masing-masing variabel.

Urutan input data berdasarkan nomor responden dalam lembar check list.

d. Cleaning Data

Cleaning data dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada semua variabel. Adapun data missing dibersihkan dengan menginput data yang benar.

2. Tekhnik analisa data

Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji sesuai tujuan dan skala ukur variabel yaitu Wicoxon. Hipotesis diterima apabila p < ɑ (0,05) (Sugiyono, 2013)

Untuk memudahkan perhitungan peneliti mengguna kan komputerisasi program Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows versi 16 dengan ketentuan; jika p-value < ɑ (0,05) maka menyatakan ada pengaruh pemberian tepung daun kelor terhadap kadar MDA ibu hamil. Pengolahan data dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan analisis bivariate untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah perakuan. Hasil analisisnya ditampilkan dalam bentuk narasi maupun table distribusi frekuensi.

Masalah etik dalam penelitian ini dapat meliputi:

1. Diberikan penjelasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penelitian 2. Diberikan kebebasan untuk memilih, apakah bersedia mengikuti penelitian

atau tidak

3. Diberikan penjelasan tentang cara pengambilan darah 3 cc sebanyak 2 kali pengambilan

4. Kepada ibu yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta mengisi surat persetujuan

5. Penelitian mengutamakan pelayanan dan selalu mengindahkan cara-cara yang berlaku

6. Semua biaya pemeriksaan ditanggung oleh peneliti

7. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh penelitian, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian

8. Tidak membedakan responden yang di berikan intervensi dengan responden kontrol.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo mulai tanggal 25 April – 25 Juni 2018 setelah mendapatkan Rekomendasi Persetujuan Etik yang telah dikeluarkan oleh Fakultas Pasca Sarjana Universitas Hasannuddin Makassar nomor:

326/H4.8.4.5.31/PP36-KOMETIK/2018.

Penelitian ini merupakan desain Randomized double blind pretest-postest controlled double blind dengan rancangan pretest-pretest-postest. Menilai besar perbedaan pengaruh kadar Malondialdehid (MDA) ibu hamil sebelum dan setelah di intervensi pada kelompok yang mengkonsumsi tepung daun kelor, menilai besar perbedaan berat badan bayi baru lahir pada kelompok yang mengkonsumsi tepung daun kelor dan kelompok kontrol. Total subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah 22 orang yang sesuai berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi,Sampel terdiri dari 2 kelompok yaitu pada kelompok intervensi yang diberikan tepung daun kelor sebanyak 11 responden dan kelompok kontrol diberikan fe sebanyak 11 responden.

Setelah dilakukan intervensi dengan pemberian tepung daun kelor pada ibu hamil dengan dosis 2 x 1000 pada kelompok kontrol dan pemberian fe selama 60 hari , kemudian pengambilan urine untuk dilakukan uji kadar

malondialdehyd di Laboratorium RSP Universitas Hasanuddin dan menimbang berat badan bayi lahir maka selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.

Hasil penelitian meliputi gambaran karakteristik responden dan distribusi variable kadar Malondialdehyde dan berat badan bayi baru lahir pada kelompok intevensi yang diberikan tepung daun kelor maupun pada kelompok kontrol yang diberikan fe. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun kelor terhadap kadar Malondialdehyde dan berat badan lahir bayi digunakan uji independent sampel test dan Paired Sampel Test.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel dan selanjutnya dilakukan cross tabulasi dan analisis data secara sistematis disajikan sebagai berikut :

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dan variabel penelitian. Distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1:

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik responden di Puskesmas Limboto

Variabel Kontrol Intervensi

P

N % N %

Umur

<20 6 60,0 4 40.0 0,475a

20-35 5 45,5 6 54,5

>35 0 1 100

Pendidikan

Rendah 5 50,0 5 50,0 0,665b

Tinggi 6 50,0 6 50,0

Pekerjaan

Bekerja 9 52,9 8 47,1 0,500b

Tidak Bekerja 2 40,0 3 60,1

Paritas

Primi 5 45,5 6 54,5 0,500b

Multi 6 54,5 5 45,5

Kepatuhan Konsumsi

Patuh 11 50,0 11 50,0 0,999a

Tidak Patuh 0 0 0 0

aChi-Square; bFisher Exact

Tabel 4.1 menunjukan bahwa umur responden pada kelompok intervensi yaitu diberikan intervensi berupa tepung daun kelor dari 11 orang responden sebanyak 2 orang (33,3%) berada pada kisaran umur < 20 tahun, 8 orang (57,1%) berada pada kisaran umur 20-35 tahun dan 1 orang (50%) berada pada kisaran umur > 35 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol, yaitu yang diberikan tablet Fe dari 11 orang responden sebanyak 4 orang (66,7%) berada pada kisaran umur < 20 tahun, 6 orang (42,9%) berada pada kisaran umur 20-35 tahun dan 1 orang (50%) berada pada kisaran umur > 35 tahun.

Berdasarkan karakteristik pendidikan, pada kelompok intervensi dari 11 orang responden berpendidikan < SMA berjumlah 5 orang (50,0

%), berpendidikan > SMA berjumlah 6 orang (50,0%), demikian pula pada kelompok kontrol 11 orang responden berpendidikan < SMA berjumlah 5 orang (50,0%), berpendidikan > SMA berjumlah 6 orang (50,0%) .

Berdasarkan karakteristik pekerjaan pada kelompok intervensi dari 11 orang responden yang bekerja berjumlah 8 orang (47,1%), yang tidak bekerja berjumlah 3 orang (60,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang bekerja berjumlah 9 orang (52,9%), yang tidak bekerja berjumlah 2 orang (40,0 %).

Berdasarkan karakteristik paritas pada kelompok intervensi dari 11 orang responden yang primipara berjumlah 6 orang (54,5%) yang

multipara dengan jumlah 5 orang (45,5%), sedangkan pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang primipara berjumlah 5 orang (45,5%), yang multipara dengan jumlah 6 orang ( 54,5%).

Berdasarkan karakteristik kepatuhan konsumsi pada kelompok intervensi yang diberikan tepung daun kelor dari 11 orang responden yang patuh mengkonsumsi berjumlah 11 orang( 50,0%) dan yang tidak patuh tidak ada (0), sedangkan pada kelompok yang diberikan fe dari 11 orang responden yang patuh mengkonsumsi berjumlah 11 orang ( 50,0%) dan yang tidak patuh tidak ada atau (0).

Berdasarkan karakteristik kadar MDA pre pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang normal ada 9 orang ( 69,2%), dan yang tidak normal sebanyak 2 orang (30,8%). Sedangkan kelompok intervensi dari 11 responden yang normal 4 orang (22,2%) dan yang tidak normal 7 orang (77,8%).

Berdasarkan karakteristik kadar MDA post pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang normal ada 3 orang ( 47,1%), dan yang tidak normal sebanyak 8 orang (60,1%). Sedangkan kelompok intervensi dari 11 responden yang normal 11 orang (100%) dan yang tidak normal tidak ada.

Berdasarkan karakteristik berat badan lahir bayi pada kelompok kontrol dengan berat badan lahir normal sebanyak 30 orang (50,0%) yang tidak normal tidak ada demikian pula pada kelompok intervensi

dengan berat badan lahir normal 30 orang (50,0%), yang tidak normal tidak ada.

Tabel 4.2 Perbedaan kadar MDA pada ibu hamil sebelum dan sesudah di berikan tepung daun kelor dan FE di Puskesmas Limboto

Kabupaten Gorontalo.

Variabel Fe Kelor P

N % N %

Kadar MDA Pre Normal

Tidak Normal

9 2

69,2 30,8

4 7

22,2 77,8

0,083a

Kadar MDA Post

Normal 6 35,3 11 100 0,042a

Tidak Normal 5 64,7 0

a Mann Witney, b Chi Square

Berdasarkan karakteristik kadar MDA pre pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang normal ada 9 orang ( 69,2%), dan yang tidak normal sebanyak 2 orang (30,8%). Sedangkan kelompok intervensi dari 11 responden yang normal 4 orang (22,2%) dan yang tidak normal 7 orang (77,8%).

Berdasarkan karakteristik kadar MDA post pada kelompok kontrol dari 11 orang responden yang normal ada 6 orang ( 35,3 %), dan yang tidak normal sebanyak 5 orang (64,7%). Sedangkan kelompok intervensi

dari 11 responden yang normal 11 orang (100%) dan yang tidak normal tidak ada.

Tabel 4.3 Perubahan Kadar Malondialdehid pada kedua kelompok

Suplement Pre Post Selisih P value

Fe 31.04 ± 1.49 32.57 ± 1.53 1.53±0.04 0,698b Tepung Kelor 24.89± 1.61 3.99± 2.32 -20,9 ± 0,71 0,001 b P Value 0,512 a, 0,001b 0.002b

a Independent- sampel tes, b paired sampel tes

Tabel 4.3 merupakan analisis data dengan menggunakan uji Paired sampel test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian kapsul tepung daun kelor dan fe.

Rerata kadar Malondialdehid 31.04 ± 1.49 pada kelompok kontrol sebelum diberikan fe 32.57 ± 1.53 dan pada kelompok kontrol sesudah diberikan fe . Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan p value 0,689 (α>0,05) pada kelompok kontrol sebelum diberikan fe dan sesudah diberikan fe.

Rerata kadar Malondialdehid pada kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daun kelor dan 24.89± 1.61 , dan pada kelompok intervensi sesudah diberikan tepung daun kelor 3.99± 2.32. Hasil statistik menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan p value 0,001 (α=< 0,05) antara kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daun kelor dan sesudah diberikan tepung daun kelor.

Rerata kadar malondialdehid 31,04 ± 1.49 pada kelompok kontrol setelah diberi fe dan 3,99 ± 2.32 pada kelompok intervensi setelah diberikan tepung daun kelor. Hasil statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,005) antara kelompok kontrol sesudah diberikan fe dan kelompok intervensi sesudah diberikan tepung daun kelor.

Tabel 4.4. Distribusi Berat Badan lahir berdasarkan kelompok perlakuan

Variabel Fe Kelor P

Value

N % N %

Berat Badan Normal 15 100 % 15 100 % 0,001

Berat Badan Tidak Normal

0 0 % 0 0 %

Berdasarkan karakteristik Berat Badan lahir Bayi kelompok kontrol yang diberikan fe sebanyak 15 responden dengan berat badan bayi lahir normal sebanyak 15 responden ( 100 %) dan berat badan lahir tidak normal tidak ada (0). Pada kelompok intervensi dari 15 responden yang diberikan tepung daun kelor dengan Berat badan lahir normal sebanyak 15

responden (100%) dan berat badan lahir tidak normal tidak ada (0). Hal ini menunjukkan bahwa baik fe maupun tepung daun kelor berpengaruh terhadap berat badan lahir bayi.

Tabel 4.5 Perbedaan rerata Berat badan lahir bayi pada kelompok yang diberikan fe dan diberikan tepung daun kelor.

Kelompok Kontrol Intervensi P value

Mean ± SD Mean ± SD

Berat Badan Lahir 28,13 ± 18,27 32,46± 21,25 0,001a

a Independent sampel test

Rerata berat badan lahir bayi 28, 133 ± 182,7 pada kelompok kontrol setelah diberikan fe dan 32,467 ± 212,52 pada kelompok kontrol sesudah diberikan tepung daun kelor. Hasil statistik menunjukkan hasil yang signifikan yakni p value 0,001 (α=< 0,005) antara kelompok kontrol sebelum di berikan fe dan kelompok kontrol sesudah diberikan tepung daun kelor.

B. Pembahasan

1. Perbedaan kadar Malondialdehid (MDA) ibu hamil sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi yang mengkonsumsi daun kelor

Berdasarkan hasil uji paired sampel tes diperoleh nilai P value 0.001 (<α=0,05). Nilai rerata kadar Malondialdehyde sebelum diberikan tepung daun kelor pada kelompok intervensi dengan nilai

mean 24.89± 1.61 rerata setelah diberikan tepung daun kelor dengan nilai mean 3.99 ± 2.32 di peroleh nilai selisih sebelum dan sesudah perlakuan – 20,9 ± 0,71 . Hal ini menunjukan terdapat pengaruh pemberian Tepung daun kelor pada kelompok intervensi terhadap penurunan kadar malondialdehyde.

Penurunan Kadar MDA karena pemberian daun kelor. Daun kelor Selain mengandung vitamin dan mineral juga mengandung semua asam amino essensial ( Iskandar, et al., 2015 ) Daun kelor sebagai antioksidan alami yang baik karena kandungan berbagai jenis senyawa antioksidan pada daun kelor seperti asam askorbat, flavonoid, felonik dan karotenoid. Flavonoid dikatakan antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan membebaskan atom hidrogen dari gugus hidroksinya,(Becker, K.,& Makkar, H.P.S. (1996)..

Daun kelor mengandung fenol yang merupakan salah satu flavonioda dalam jumlah yang banyak yang dikenal sebagai penangkal senyawa radikal bebas.Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6% ( Abdalla,M. 2013)

Tingginya konsentrasi vitamin C, zat estrogen dan β-sitosterol, besi, kalsium, fosforus, tembaga, vitamin A, B, α-tokoferol, riboflavin, nikotinik, asam folat, piridoksin, β-karoten, protein, dan khususnya asam amino esensial seperti metionin, sistin, triptofan dan lisin yang

terdapat dalam daun dan polong yang membuatnya menjadi suplemen makanan yang hampir ideal (Fahey, 2005).

Tepung daun kelor mengandung zat gizi yang lengkap dibanding dengan yang lain terutama Vitamin A 16,3 mg, vitamin C 17,3mg , dan vitamin E 113,0mg yang mampu menekan stress oksidatif. Dan pada 100 gr kapsul tepung daun kelor mengandung besi 28.8 mg, Ca 165,4 mg, Zn 5.2 g, vitamin A 16.3 g, vitamin E 113 mg, vitamin C 17.3 mg, lemak 2.3 g, protein 27.1 g, dan selenium 47 g. ( Zakaria,et al., 2015 ).

Pada penelitian terdahulu, kandungan vitamin E pada tepung daun kelor dapat melindungi PUFA ( Poly Unsaturafed Fatty Acid ) dalam membran agar tetap berfungsi optimal, PUFA merupakan kandungan dari kedua asam lemak fosfolipid dan glikolipid yang merupakan komponen pada membrane lipid yang rawan terhadap radikal bebas. Tingginya kadar malondialdehid diakibatkan oleh radikal bebas yang menyerang PUFA. Maka dengan adanya vitamin E diharapkan dapat melindungi PUFA dari radikal bebas ( Raederstorff, et al., 2015 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rerata kadar malondialdehid 31.04 ± 1.49 pada kelompok kontrol sebelum diberikan fe dan 24.89 ± 1.

kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daun kelor. Hasil statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p value

0,512 (p >0,05) antara kelompok kontrol sebelum diberikan fe dan kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daun kelor.

Vitamin E berfungsi sebagai donor ion hydrogen yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak dan vitamin C (asam askorbat) bertindak sebagai antioksidan pemutus reaksi rantai.

Sehingga dengan pemberian tepung daun kelor pada ibu hamil pada dosis 2x1000mg / hari selama 60 hari dapat menurunkan kadar MDA.

Penurunan kadar MDA berhubungan terhadap pemberian madu dosis 0,54 ml dan 0,9 ml, yang menandakan adanya penurunan kadar radikal bebas yang diakibatkan oleh proses hiperglikemi (Yang, 2011).

Pada Trimester ke III janin semakin besar dan kebutuhan gizi ibu hamil meningkat. Seperti protein 20g , kalori 300 kkal, dan Fe 13mg.

Tablet Fe merupakan mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Selain itu tablet Fe berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh yang sangat penting bagi kesehatan ibu hamil, diantaranya: mencegah terjadinya anemia defisiensi besi, mencegah

terjadinya perdarahan pada saat persalinan dan dapat meningkatkan asupan nutrisi bagi janin (Rukiah dkk, 2009). Kebutuhan Protein bisa mencapai 2g/kg berat badan/hari yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, plasenta, uterus, payudara, serta peningkatan volume darah ibu. Serta butuh bekal energi yang memadai sebagai cadangan energy untuk persalinan kelak dan pertumbuhan otak janin yang akan terjadi cepat pada dua bulan terakhir menjelang persalinan (Kristianto, 2014).

Sehingga dengan pemberian Fe pada ibu hamil dengan dosis 2x2mg/hari tidak mengalami penurunan kadar MDA karena disebabkan oleh umur dan kebutuhan zat gizi ibu hamil meningkat pada trimester ke III (tiga).

Nampak pada hasil penelitian dimana kelompok kontrol yang diberikan fe mengalami kenaikan kadar MDA pada pemeriksaan setelah diberikan fe dengan nilai mean pre 31.04 ± 1.49 dan nilai mean post 32.57 ± 1.53 terdapat selisih nilai pre dan nilai post 1.53 ±. 0.04

Berdasarkan nilai selisih 1.53 ± 0.04 pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi artinya terdapat perbedaan kadar MDA yang disebabkan pada pemberian tepung daun kelor dan pemberian fe. Sesuai hasil penelitian mengalami peningkatan kadar MDA setelah pemberian fe. Peningkatan kadar MDA tidak signifikan yang di dasarkan pada nila

(p>0,05). Namun terdapat perbedaan yang siginifikan (p<0,05) antara kelompok kontrol sebelum diberikan fe dan kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daung kelor. Demikian pula pada hasil statistik setelah pemberian perlakuan, sesuai hasil statistik pada kelompok kontrol sebelum diberikan fe nilai mean 31.04 ± 1,49 dan kelompok intervensi sebelum diberikan tepung daun kelor nilai mean 24.89 ± 1.61. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol sesudah di berikan fe dan kelompok intervensi yang diberikan tepung daun kelor. Selain vitamin dan mineral daun kelor juga mengandung semua asam amino essensial ( Iskandar, et al., 2015) Suplementasi dengan diet vitamin E yang terdapat dalam daun kelor sangat bermanfaat karena mengurangi kolesterol plasma dan lipid per- oksidasi dan meningkatkan kadar vitamin E.

(Oinam, et al., 2012 ), sehingga diharapkan antioksidan alami dapat menurunkan kadar MDA.

Selain itu pada tepung daun kelor terdapat senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh diantaranya Polyphenol. Kandungan Polyphenol didalam tepung daun kelor 2 kali lebih banyak dibanding red wine kandungan ini berperan sebagai antioksidan non enzimatik yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas sehingga kadar MDA normal (Kusnadi 2015). Penelitian Leone et al (2015) menyatakan bahwa tepung daun kelor adalah sumber polyphenol yang hebat. Kisarannya

dari 2090 sampai 12.200 mg AEG/100g DW atau 1600 – 3400 mgTae/100 g DW. Jumlah tersebut lebih besar daripada yang ditemukan pada buah dan sayur-sayuran.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kushwaha et al 2014) yang menggunakan tepung daun kelor pada wanita menopause dengan pemberian suplemen daun kelor moringa oleifera and amaranth (amaranthus tricolor) dan hasilnya terjadi penurunan penanda oksidatif stress yaitu MDA pada wanita menopause.

Sedangkan pada kelompok fe sesuai hasil penelitian mengalami peningkatan kadar MDA setelah pemberian perlakuan . Peningkatan kadar MDA tidak signifikan yang di dasarkan pada nila (p>0,05), hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian fe pada kelompok kontrol terhadap penurunan kadar malondialdehyde.

Berdasarkan hasil penelitian diatas tidak terjadi penurunan kadar MDA pada kelompok kontrol karena Fe hanya memiliki kandungan zat besi 60mg, asam folat 0,25mg dan vitamin C dalam jumlah sedikit per tablet. Sedangkan kebutuhan zat gizi pada trimester III meningkat terutama asam folat 200mg/hari. Dimana asam folat diketahui dapat menurunkan kadar MDA pada ibu hamil. Apabila pemasukan asam folat kurang maka akan terjadi peningkatan radikal bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) kurang stabil menyebabkan stress oksidatif

sehingga kadar MDA meningkat. Pada penelitian Hadjirah ( 2017 ) mengenai perbedaan pemberian ekstrak dan tepung daun kelor terhadap stress dan kadar 8- hydroxy-2’deoxyguanosin ( 8-ohdg ) ibu hamil, didapatkan kelompok yang diberikan ekstrak daun kelor memiliki nilai sress dan kadar 8-OhdG yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang diberikan tepung daun kelor dan suplemen zat besi.

Peningkatan stres oksidatif sesuai dengan peningkatan pembentukan MDA. Stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan dan kerusakan sel trofoblast yang akan berlanjut menjadi abortus dan penyulit lainnya. Dalam penelitiaan ini Kadar malondialdehyde menurun pada responden yang diberikan tepung daun kelor menandakan penurunan stress okisdatif pada ibu hamil.

2. Perbedaan berat badan lahir bayi dengan ibu hamil di berikan fe dan ibu hamil diberikan tepung daun kelor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat badan lahir (BBL) bayi pada kelompok intervensi yang diberikan tepung daun kelor dan diberikan fe keseluruhannya rata-rata normal .

Berdasarkan hasil uji independent sampel tes di peroleh nilai Rerata berat badan lahir bayi 21813 ± 182,7 pada kelompok kontrol setelah diberikan fe dan 324,67 ± 212,52 pada kelompok kontrol sesudah diberikan tepung daun kelor. Hasil statistik menunjukkan hasil

yang signifikan (p< 0,05) antara kelompok kontrol sebelum di berikan fe dan kelompok kontrol sesudah diberikan fe. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap berat badan lahir bayi pada kelompok yang diberikan fe dan kelompok yang diberikan tepung daun kelor.

Berdasarkan karakteristik responden menurut kelompok umur baik ibu yang usianya < 20 tahun dan > 35 tahun tidak berpengaruh terhadap berat badan lahir. Menurut Proverati 2009 Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan .

Berdasarkan karakteristik responden menurut kelompok paritas ibu yang primi dan yang multi tidak berpengaruh terhadap berat badan lahir. Paritas merupakan faktor merupakan yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi karena ibu yang pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, kemungkinan akan banyak ditemui antara lain kesehatan terganggu, anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan dinding rahim dan tampak ibu dengan perut menggantung, (Pantiawati, 2010).

Ibu hamil perlu memperhatikan asupan gizi yang cukup, agar janin yang dikandung tumbuh secara optimal dan ibu hamil harus mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi supaya pertumbuhan janin sempurna. Dan juga diberikan melalui konsumsi bahan formula khusus ibu hamil seperti susu dan suplemen, ( Anshor,et,al., 2010).

Suplemen merupakan kebutuhan mikronutrien yang meliputi vitamin larut air dan larut lemak serta makromineral dan mikromineral. Peranan mikronutrien pada masa perinatal sangat penting agar janin tumbuh dengan baik khususnya dapat mencegah berat badan lahir rendah, (Effendi et,al., 2011).

Fe merupakan mineral yang diperlukan oleh semua sistem biologi didalam tubuh. Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan sebagai komponen enzim – enzim tertentu yang diperlukan untuk produksi adenosin trifosat yang terlibat dalam respirasi sel. Fe disimpan dalam hepar, lien dan sumsum tulang. Sekitar 70 % fe yang ada dalam tubuh berada dalam hemoglobin dan 3 % dalam mioglobin sebagai simpanan oksigen intramuskuler, (Jordan, S, 2003).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manuntung 2016 pemberian suplemen zat besi (fe) pada ibu hamil dengan berat badan lahir rendah di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan hasil kesimpulan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi suplemen fe kurang dari 90 tablet mempunyai peluang 8,25 kali melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang mengkonsumsi lebih dari 90 tablet fe.

Berdasarkan nilai mean 324,67 ± 212,52 pada kelompok intervensi sesudah diberikan tepung daun kelor dan nilai mean

2813,33 ± 182,705 pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor pada ibu hamil lebih besar pengaruhnya terhadap berat badan lahir bayi.

Pemberian zat besi fe merupakan salah satu program untuk mencegah terjadinya BBLR. Namun pemberian fe tidak bisa berdiri sendiri untuk menyelesaikan masalah anemia, karena kekurangan zat besi biasanya terjadi bersamaan dengan kekurangan zat gizi mikro lainya, termasuk folat, vitamin C, dan vitamin E. Daun kelor mengandung unsur multi gizi mikro yang sangat dibutuhkan ibu hamil.

Enam sendok penuh dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan kalsium wanita hamil dan menyusui, (Fahey, 2005). B- caroten yang ditemukan dalam kelor merupakan prekusor retinol (Vitamin A). Terdapat 25 jenis B-caroten pad daun kelor juga mengandung asam amino yang essensial (asam amino yang tidak diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga harus disuplai dari luar tubuh dalam bentuk jadi, (Widjatmoko, 2012).

Tanaman kelor telah berhasil digunakan untuk mengatasi malnutrisi pada anak-anak dan wanita hamil. Pada wanita hamil menunjukkan produksi susu lebih tinggi bila mengkonsumsi daun kelor ditambahkan pada makanannya dan anak-anak menunjukkan pertambahan berat badan yang signifikan (Fuglie, 2001).

Hasil penelitian Hadju, et al (2013) menunjukkan bahwa berat badan lahir (BBL) bayi pada kelompok intervensi rata-rata 2980±22 gram sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata 3130±467 gram. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan untuk rerata berat badan lahir bayi (p=0,168) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dan hasil penelitian Suryanti (2017) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rerata berat badan lahir kelompok intervensi tepung daun kelor, ekstrak daun kelor, dan besi folat P(=0,674), namun pada kelompok intervensi tepung kelor umumnya memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan pada kedua kelompok intervensi yaitu dengan rerata berat lahir 3268,5484,991.

Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (Saifuddin, 2002). Pengaruh pada berat badan bayi ialah paritas, jarak kelahiran, frekuensi ANC, penyakit selama hamil, tingkat pendidikan ibu dan riwayat kehamilan juga mempengaruhi berat badan bayi lahir.

Memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memang menjadi tantangan sendiri bagi para ibu untuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang janin sebaiknya pastikan gizi ibu terpenuhi. Berat bayi lahir normal merupakan suatu hal yang sangat penting karena akan menentukan kemampuan bayi untuk dapat menyesuaikan diri terhadap

lingkungan hidup yang baru sehingga tumbuh kembang bayi akan berlangsung secara normal (Pantiawati 2009).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait