• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Tahap Refleksi (Reflection)

4.2. Analisis Data

Analisis data adalah tahapan yang dimulai dalam penelaahan berbagai sumber yang digunakan peneliti dalam penelitian ini. Diantaranya sebagai berikut: 1. Data Hasil Angket Siswa

Angket dalam penilitian ini digunakan pada pratindakan dan setelah pasca tindakan pada siswa. Berdasarkan data yang diperoleh dari lembar angket yang diberikan sebelum pemberian tindakan atau prasiklus, ditunjukkan bahwa sebagian siswa masih merasa malu, grogi, kurang berminat dan masih kesulitan dalam kegiatan bercerita. Terbukti pada jawaban siswa di angket nomor 4 tentang ketertarikan terhadap pembelajaran, hanya ada 12 siswa yang tertarik terhadap kegiatan cerita. Sedangkan pilihan jawaban pada angket nomor 8 yang berisi respon siswa ketika bercerita di depan kelas, ada 33 siswa memilih “Ya”, yang artinya, siswa masih merasa malu, grogi dan tidak mempunyai ide cerita. Angket Prasiklus dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15

Hasil Angket Pratindakan

No Pilihan Jawaban Siswa

Ya Tidak

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

1 34 89 4 11

2 38 100 0 0

78 4 12 32 26 68 5 6 16 32 84 6 30 79 8 21 7 11 29 27 71 8 33 87 5 13 9 27 71 11 29 10 24 63 14 37

Setelah diberikan tindakan pembelajaran model Talking Stick berbantuan media komik, siswa menunjukkan respon yang berbeda dari prasiklus, yaitu siswa merasa tenang, merasa antusias dan berminat dalam pembelajaran bercerita serta sebagian besar sudah tidak lagi merasa malu dan grogi. Hasil angket menunjukan bahwa 38 siswa atau 100% dari keseluruhan jumlah siswa kelas 5 menyatakan pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan model talking stick berbantuan media komik memberikan kesan positif bagi mereka. Terbukti pada pilihan jawaban siswa di angket nomor 3 yang berisi antusias siswa terhadap pembelajaran, sebanyak 30 siswa sudah antusias terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pilihan jawaban pada nomor 4 tentang respon siswa ketika bercerita di depan kelas, ada 33 siswa sudah memilih jawaban “tidak” yang berarti tidak lagi merasa grogi dan malu untuk bercerita di depan kelas. Hasil Angket Pascatindakan dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16

Hasil Angket Pascatindakan

No

Pilihan Jawaban Siswa

Ya Tidak

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

1 38 100 0 0 2 36 95 2 5 3 30 79 8 21 4 5 13 33 87 5 5 13 33 87 6 34 89 4 11 7 37 97 1 3 8 34 89 4 11 9 30 79 8 21 10 38 100 0 0

79 .

2. Data Hasil Observasi Pembelajaran

Dalam setiap pelaksanaan tindakan pembelajaran, guru mengajar didampingi oleh observer. Observer tersebut ialah peneliti yang menggunakan lembar observasi yang berfungsi sebagai alat pengamatan untuk mengetahui dan mengukur aktivitas guru dan siswa yang menerapkan inovasi pembelajaran. Kemudian observasi dilakukan untuk mengetahui dan mengukur aktivitas siswa saat proses pembelajaran dengan menggunakan model talking stick berbantuan media komik.

Setelah peneliti menelaah data hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II, terdapat peningkatan yang signifikan pada siklus II. Keadaan tersebut digambarkan oleh peneliti dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Gambar 4.10 Grafik Aktivitas Siswa Dengan Model Talking Stick Berbantuan Media Komik Siklus I

Sedangkan aktivitas siswa saat pembelajaran Bahasa Indonesia dengan model talking stick berbantuan media komik pada siklus II peneliti gambarkan pada grafik di bawah ini.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

80 Gambar 4.11 Grafik Aktivitas Siswa Dengan Model Talking Stick Berbantuan Media

Komik Siklus II

Dari kedua grafik tersebut menampilkan peningkatan pada aktivitas siswa. Aktivitas siswa pada siklus I memperlihatkan persentase 72% sedangkan aktivitas siswa pada siklus II memperlihatkan persentase 90%. Pada pertemuan ketiga tidak nampak peningkatan, hal ini dikarenakan pada pertemuan ketiga hanya melaksanakan penilaian saja tanpa adanya pembelajaran.

3. Data Hasil Penilaian Keterampilan Bercerita

Dari hasil analisis diperoleh tingkat keterampilan bercerita siswa nilai tertinggi, tingkat keterampilan bercerita siswa nilai terendah dan rata-rata keterampilan bercerita siswa yang dirangkumdalam tabel berikut:

Tabel 4.17

Rekapitulasi Hasil Penilaian Keterampilan Bercerita Tingkat Keterampilan

Bercerita Siswa

Hasil Penilaian Keterampilan Bercerita Pra Siklus Siklus I Siklus II

Tingkat Nilai Tertinggi 80 85 95

Tingkat Nilai Terendah 55 60 75

Rata-Rata Nilai 70 75,26 87 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

81 Gambar 4.12 Grafik Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa

Indikator keterampilan bercerita siswa dalam penelitian ini adalah jika siswa mendapatkan nilai rata-rata keseluruhan ≥ 75, maka penelitian dikatakan berhasil. Dilihat dari persentase tingkat keterampilan bercerita siswa mengalami peningkatan mulai dari penilaian keterampilan bercerita siklus I kemudian penilaian ketermapilan bercerita siswa siklus II mengalami peningkatan.

4.3. Pembahasan

Pembahasan dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi setelah pemberian tindakan model pembelajaran talking stick berbantuan media komik pada matapelajaran Bahasa Indonesia. Keberhasilan tindakan ditunjukan melalui keberhasilan dalam proses pembelajaran dan peningkatan keterampilan bercerita siswa. Perkembangan proses pembelajaran ditunjukan melalui adanya perubahan sikap siswa kearah yang lebih positif.

Pada hasil angket siswa sebelum pemberian tindakan atau prasiklus sebagian siswa masih merasa malu, grogi, kurang berminat dan masih kesulitan dalam kegiatan bercerita. Hasil ini ditunjukan melalui pihan jawaban siswa pada aspek ketertarikan siswa terhadap pembelajaran bercerita dan proses pembelajaran bercerita. Terbukti pada jawaban siswa pada angket nomor 4 tentang ketertarikan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Prasiklus Siklus I Siklus II

Nilai tertinggi Nilai Terendah Rata-Rata Nilai

82 terhadap pembelajaran siswa hanya 12 siswa yang tertarik terhadap kegiatan cerita. Sedangkan pilihan jawaban pada angket pada nomor 8 yang berisi respon siswa ketika bercerita di depan kelas sebanyak 33 siswa memilih “Ya” yang berarti masih merasa malu, grogi dan tidak mempunyai ide cerita. Setelah diberikan tindakan pembelajaran model talking stick berbantuan media komik, siswa mengalami peningkatan yaitu siswa merasa tenang, merasa antusias dan berminat dalam pembelajaran bercerita serta sebagian besar sudah tidak lagi merasa malu dan grogi. Terbukti pada pilihan jawaban siswa di angket pada nomor 3 yang berisi antusias siswa terhadap pembelajaran, sebanyak 30 siswa sudah antusias terhadap pembelajaran yang dilakukan. Serta pilihan jawaban pada nomor 4 tentang respon siswa ketika diharuskan bercerita di depan kelas, sebanyak 33 siswa sudah memilih jawaban “tidak” yang berarti tidak lagi merasa grogi dan malu.

Hasil peningkatan terlihat juga pada proses pembelajaran siswa. Berdasarkan observasi guru dan siswa siklus I masih terdapat beberapa aspek yang terlupakan ketika pembelajaran model talking stick berbantuan media komik berlangsung. Pada pertemuan pertama aktivitas pembelajaran tahap menutup buku dan membuat kesimpulan belum dilaksanakan oleh guru sehingga hanya terlaksana 72% pada aktivitas siswa dan guru. Dipertemuan kedua aktivitas pembelajaran tahap kedua tahap kegiatan menutup buku juga belum terlaksana tetapi sudah melaksanakan kegiatan menyimpulkan pembelajaran. Kegiatan menutup buku belum dilaksanakan oleh siswa dikarenakan siswa masih terkandala waktu yang disediakan oleh guru untuk membaca komik. Guru hanya memberi waktu selama 10 menit untuk membaca komik, sehingga siswa belum memahami secara penuh isi komik.

Peningkatan terjadi pada siklus II pada pertemuan pertama dan kedua. Aktivitas guru dan siswa mengalami peningkatan menjadi 90%. Kendala yang terjadi pada siklus I sudah tidak teradi lagi, dikarenakan proses perbaikan yang mengacu pada refleksi siklus I. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas guru dan siswa sudah terlaksana. Pada siklus I dan II pertemuan pertama dan kedua aktivitas pembelajaran pada tahap evaluasi memang tidak terlaksana, ini

83 dikarenakan kegiatan tersebut dilaksanakan pada pertemuan ketiga di siklus I dan II.

Penilaian keterampilan bercerita siswa dilakukan di pertemuan ketiga pada setiap siklus. Siswa diharuskan menceritakan kembali komik yang telah mereka baca sebelumnya. Adapun aspek yang dinilai dalam kegiatan penilaian yaitu aspek pelafalan, pilihan kata, kelancaran, gaya (ekspresi), dan penghayatan cerita. Kriteria penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai dari skala 1 sampai dengan 4. Skala 1 berarti kurang baik, skala 2 berarti cukup, skala 3 berarti baik dan skala 4 berarti sangat baik. Dari hasil penilaian keterampilan bercerita siswa pada siklus I siswa mendapatkan nilai rata-rata 75,26. Hasil ini sudah mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75 dan meningkat dari hasil prasiklus yaitu 70. Tetapi masih terdapat 5 siswa yang belum mencapai nilai KKM. Ini dikarenakan terdapat aspek yang belum dapat mereka capai dari kriteria baik. Aspek tersebut ialah gaya (ekspresi), pilihan kata dan penghayatan cerita. Pada aspek pilihan kata siswa masih cenderung tidak ada variasi dalam bercerita mereka hanya menghafal kalimat dalam cerita komik. Sedangkan aspek gaya (ekspresi), siswa kurang eksprektif dalam bercerita. Pada aspek penghayatan cerita siswa juga belum menunjukan menghayati cerita dengan baik, terbukti saat bercerita mereka kurang sesuai dengan isi cerita dan melupakan amanat pada isi cerita. Dilihat dari persentase menunjukan baru 86% siswa saja yang berhasil, sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 80%. Persentase tersebut memang sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti, namun masih terdapat beberapa aspek yang belum terpenuhi. Ini yang menjadi salah satu latar belakang dilakukan siklus II.

Pada penilaian keterampilan bercerita siklus II terdapat peningkatan pada kemampuan bercerita siswa. Hasil penilaian menunjukan rata-rata nilai siswa 87. Nilai rata-rata tersebut sudah mencapai KKM 75 dan meningkat dari hasil penilaian siklus I. Tidak ada siswa yang nilainya dibawah KKM. Aspek penilaian yang menjadi kendala di siklus I pun sudah teratasi. Terbukti dari nilai mereka dalam setiap aspek keterampilan bercerita yang dinilai. Ketika bercerita di depan kelas pun terdapat siswa yang berinisiatif menggunakan alat peraga yang mereka

84 buat sendiri. Ini menunjukan keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran model talking stick berbantuan komik.

Peningkatan keterampilan bercerita sangat berarti bagi perkembangan anak. Keterampilan bercerita merupakan salah satu aspek terpenting dalam berbicara. Vygotsky (dalam Crain, 2007) menyatakan ujaran memiliki banyak fungsi, namun yang paling fundamental adalah dia membebaskan pikiran dan perhatian kita dari situasi mendadak – dari stimulus yang meninmpa kita pada suatu momen.

Penggunaan model pembelajaran talking stick yang diterapkan oleh peneliti sangat berguna untuk meningkatkan keterampilan bercerita Bahasa Indonesia pada siswa kelas 5 SD Negeri Gendongan 02 Salatiga. Sejalan dengan pernyataan Huda (2015: 225) yang mengemukakan bahwa model Talking Stick bermanfaat bagi keterampilan membaca siswa, memungkinkan siswa mampu menguji kesiapannya sendiri untuk bercerita, serta memahami materi pelajaran dengan cepat dan mengajak mereka untuk terus siap dalam situasi apapun. Peneliti sendiri berpendapat bahwa keberhasilan model Talking Stick meningkatkan keterampilan bercerita siswa terpusat pada tahapan berdiskusi dan mempelajari materi. Tahap diskusi merangsang siswa untuk berbicara, membahas dan mempelajari jalan cerita serta merencanakan kegiatan bercerita. Ini sejalan dengan pernyataan Vygotsky (Dalam Crain, 2007: 341) yang menyatakan bahwa melalui ujaran, seseorang mampu merefleksikan masa lalunya dan merencanakan masa depan mereka. Dalam penerapan model talking stick peneliti mengkolaborasikan dengan media komik. Selain itu, dengan digunaannya media komik sebagai alat bantu, motivasi dan minat belajar siswa semakin meningkat. Daryanto (2016: 146) mengungkapkan bahwa ekspresi komik yang divisualisasikan membuat pembaca terlibat secara emosional sehingga mendorong pembaca untuk terus membacanya hingga selesai. Keadaan tersebut memungkinkan minat baca siswa meningkat sehingga pada akhirnya membantu meningkatkan keterampilan bercerita siswa juga. Maka dapat diketahui bahwa model pembelajaran talking stick berbantuan komik dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas 5 SD Negeri Gendongan 02 Salaltiga. Sejauh pengetahuan peneliti, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang mengunakan model pembelajaran talking stick, seperti penelitian Gadies

85 Farhana Pratitis (2014), I Nyoman Adi Susrawan (2014) dam Muhammad Farhan Abdurrahman (2015) belum ada yang menggunakan media komik untuk membantu peningkatan keterampilan bercerita. Ternyata dapat diketahui media komik yang dipadukan dengan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan keterampilan bercerita.

Dokumen terkait