HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
3. Analisis Data Tes Keterampilan Berpikir Kreatif
Penelitian ini menggunakan tes soal sebagai salah satu alat ukur untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Pengukuran keterampilan berpikir kreatif menggunakan tes soal yang dilakukan di akhir pertemuan pembelajaran (posttest). Tes di berikan kepada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang di berikan pada kedua kelas merupakan tes soal yang sama dengan jumlah dan bobot nilai soal yang sama pula.
Data tes keterampilan berpikir kreatif digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu uji t. Sebelum melakukan pengujian penelitian, dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat dalam penelitian meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data distributor normal atau tidak. Setelah diketahui data distributor normal maka dilakukanlah uji homogenitas yaitu untuk mengetahui data yang diperoleh memiliki varian yang homogen atau tidak. Adapun hasil analisis uji statistik menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas dapat dilihat pada uji t prasyarat pada tes keterampilan berpikir kreatif sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Tabel 13
Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Karakteristik Nilai Hasil Interpretasi Eksperimen Kontrol Lhitung 0,1428 0,1225 Lhitung < Ltabel Berdistribusi normal Ltabel 0,161 0,161
Sumber : Hasil Perhitungan Data Nilai Posttest Keterampilan Berpikir kreatif Biologi Peserta Didik Kelas X MAN 2 Bandar Lampung
Berdasarkan tabel 13 hasil uji normalitas Lilieforsposttest di atas, dari jumlah sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak 30 peserta didik dengan taraf
α = 0,05. Kolom keputusan dibuat berdasarkan pada ketentuan pengujian normalitas, yaitu Lhitung < Ltabel maka dinyatakan data berdistribusi normal. Sebaliknya jika
Lhitung > Ltabel maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal. Dari Tabel 13 uji normalitas di atas untuk kelas eksperimen diperoleh hasil uji normalitas Lhitung < Ltabel yaitu 0,1428 < 0,161 maka data berdistribusi normal sehingga H0 diterima. Pada kelas kontrol diperoleh hasil uji normalitas untuk Lhitung < Ltabel yaitu 0,1225 < 0,161 maka data berdistribusi normal sehingga H0 diterima.
b. Uji Homogenitas
Tabel 14
Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Karakteristik Hasil uji homogenitas Hasil Interpretasi
Fhitung 1,74
Fhitung < Ftabel Homogen
Ftabel 1.8608
Sumber : Hasil Perhitungan Data Nilai Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Biologi Siswa Kelas X MAN 2 Bandar Lampung
Nilai Ftabel diambil berdasarkan nilai pada tabel 14, F untuk uji Fisher pada taraf signifikan 5% (0,05). Kolom keputusan dibuat berdasarkan pada ketentuan pengujian homogenitas, yaitu jika Fhitung < Ftabel maka 1,74 < 1.8608 sehingga H0 diterima yang artinya data memiliki varians yang homogen.
c. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, maka selanjutnya dilanjutkan dengan uji t. Hasil analisis uji t independen menggunakan uji t. Hasil uji hipotesis t independen pengaruh penggunan model creative problem solving disertai teknik diagram vee terhadap keterampilan berpikir kreatif peserta didik materi fungi kelas X MAN 2 Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Tabel 15
Hasil Uji t Data Posttest
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Karakteristik Nilai Hasil
thitung 5,490
thitung > ttabel
ttabel 2,001
Sumber : Hasil Perhitungan Data Nilai Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Biologi Peserta Didik Kelas X MAN 2 Bandar Lampung
Nilai ttabel diambil berdasarkan nilai pada tabel 15 untuk uji t pada taraf signifikan 5% (0,05). Kolom keputusan dibuat berdasarkan pada ketentuan pengujian uji t, yaitu jika thitung > ttabel maka 5,490 > 2,001 dinyatakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Bandar Lampung pada kelas X MIA 3 dan kelas X MIA 4. Penelitian dilakukan pada tanggal 01 November – 24 November 2017. Penelitian ini dilakukan selama tiga kali pertemuan proses pembelajaran pada materi jamur. Pada penelitian ini kelas X MIA 3 adalah kelas kontrol dan X MIA 4 adalah kelas eksperimen. Kelas kontrol dan kelas eksperimen di pilih menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Cluster Random Sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan teknik acak kelas.
Kelas kontrol dan kelas eksperimen dalam proses pembelajarannya mendapatkan perlakuan yang berbeda. Kelas kontrol berjumlah sebanyak 30 peserta didik dan kelas eksperimen berjumlah sebanyak 30 peserta didik. Pada kelas kontrol
(X MIA 3) proses pembelajarannya berlangsung seperti biasanya dengan metode ceramah dan tanya jawab. Sedangkan pada kelas eksperimen (X MIA 4) proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran creative problem solving disertai teknik diagram vee. Pada kelas eksperimen, proses pembelajarannya dikaitkan dengan cara keterampilan berpikir kreatif dan terstruktur yang akan mempermudah peserta didik untuk memecahkan masalah.
Penelitian ini menitik beratkan pada penelitian keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Beberapa aspek yang diukur dalam keterampilan berpikir kreatif yaitu memprediksi, menentukan sebab-sebab, dan menerka akibat dari suatu sebab kejadian serta bertanya. Penilaian keterampilan berpikir kreatif peserta didik menggunakan soal tes. Soal tes keterampilan berpikir kreatif di berikan di akhir pertemuan (posttest).
Soal tes keterampilan berpikir kreatif sebelum digunakan saat penelitian berlangsung, terlebih dahulu di judgmen oleh para ahli dan selanjutnya di lakukan uji coba instrumen. Uji coba instrumen soal tes keterampilan berpikir kreatif dilakukan pada kelas kelas XII namun dilakukan di luar tempat penelitian untuk menghindari terjadinya pebocoran soal. Uji coba instrumen soal tes keterampilan berpikir kreatif di lakukan di sekolah MA Al-Muhajirin Lampung Utara. Berdasarkan hasil dari uji coba instrumen keterampilan berpikir kreatif, maka terdapat 6 soal yang dinyatakan valid dan reliabel dari 10 soal sebelumnya yang berisi pertanyaan terkait keterampilan berpikir kreatif. Hasil dari uji coba instrument inilah yang peneliti gunakan saat penelitian.
Penelitian dilakukan selama tiga kali pertemuan pada materi fungi. Peneliti saat penelitian berlangsung bertindak sebagai guru. Peneliti mengajarkan materi fungi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing tiga kali pertemuan, yaitu dua kali dilaksanakan untuk proses belajar mengajar dan di lanjutkan dengan kegiatan praktikum/pengamatan fungi dan satu kali digunakan untuk uji soal tes essay keterampilan berpikir kreatif.
Pertemuan pertama di kelas eksperimen, tahapan pembelajaran dimulai dengan guru memberikan apersepsi dengan mereview materi sebelumnya tentang
protista. Kemudian guru memberi pertanyaan “protista apa sajakah yang mirip dengan jamur?” dan memberikan motivasi “protista ternyata ada yang menyerupai
jamur, namun mereka bukan termasuk dalam jamur. Hanya saja mereka mirip dengan jamur. Ada dua protista yang mirip dengan jamur yaitu oomycota (jamur air)
dan myxomycota (jamur lendir).” Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai pada materi fungi. Langkah pertama guru membagi peserta didik ke dalam lima hingga enam kelompok dan membagikan LKK yang berisi beberapa pertanyaan tentang materi fungi diantaranya mengidentifikasi ciri-ciri fungi. Langkah kedua, peserta didik besama kelompok berdiskusi mencari fakta-fakta terkait pertanyaan identifikasi fungi yang ada pada LKK. Langkah ketiga, untuk mempermudah peserta didik mengidentifikasi fungi, maka guru memberikan diagram vee sebagai media untuk peserta didik agar lebih mudah dan kreatif dalam menjawab mengidentifikasi fungi. Langkah keempat, dari jawaban yang diperoleh peserta didik, guru mendaftar jawaban dari semua jawaban peserta didik. Langkah kelima, dari
semua jawaban yang telah di presentasikan peserta didik guru memilih jawaban terbaik dari semua jawaban peserta didik dan dijadikan jawaban dari identifikasi fungi. Langkah keenam, guru menambahkan atau meluruskan jawaban dari peserta didik. Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya tentang konsep-konsep yang belum jelas. Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan terhadap materi yang sudah di pelajari. Guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak peserta didik untuk berdoa sebagai penutup pembelajaran.
Pertemuan kedua. tahapan pembelajaran dimulai dengan guru memberikan apersepsi dengan mereview materi sebelumnya tentang ciri-ciri fungi. Kemudian guru
memberi pertanyaan “disebut apakah reproduksi jamur dengan memotong hifa yang terpisah kemudian menjadi jamur baru?” dan memberikan motivasi “reproduksi
jamur dengan cara fragmentasi, yaitu reproduksi jamur dengan cara pemotongan hifa
yang terpisah kemudian menjadi individu jamur baru.” Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada materi fungi. Langkah pertama, peserta didik duduk sesuai dengan kelompok yang telah dibagikan, dan guru membagikan LKK dengan pertanyaan diantaranya mengklasifikasikan fungi. Langkah kedua, peserta didik dan kelompok mencari informasi klasifikasi fungi dan menganalisis simbiosis fungi. Langkah ketiga, setelah mengetahui fakta-fakta atau informasi klasifikasi dan simbiosis fungi, guru memberikan diagram vee kepada peserta didik agar mudah mengetahui klasifikasi fungi beserta simbiosisnya. Dengan diagram vee, peserta didik akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan fungi beserta simbiosisnya. Langkah keempat, dari semua jawaban peserta didik yang telah dipresentasikan kemudian di
daftar oleh guru. Langkah kelima, dari semua jawaban tersebut guru beserta peserta didik memilih jawaban yang tepat untuk mengklasifikasikan dan simbiosis fungi yang tepat. Langkah keenam, guru menambahkan atau meluruskan jawaban peserta didik. Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya tentang konsep-konsep yang belum jelas. Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan terhadap materi yang sudah di pelajari. Kemudian guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak peserta didik untuk berdoa sebagai penutup pembelajaran.
Pertemuan terakhir guru memberikan soal posttest kepada peserta didik terkait materi fungi dengan menitik beratkan pada keterampilan berpikir kreatif. Soal-soal tersebut sebelumnya telah melalui beberapa proses seperti penilaian yang dilakukan oleh para pakar (experts judgment) yang ahli dalam bidangnya, kemudian melalui proses uji validitas, uji reabilitas, uji tingkat kesukaran, dan daya beda agar dapat digunakan sebagai instrumen yang layak di ujikan kepada peserta didik.
Proses pembelajaran pada kelas eksperimen berlangsung dengan baik, hal ini terlihat antusias dan peran aktif peserta didik dalam mengikuti pelajaran dan diskusi, mengemukakan pendapat, rasa ingin tahu, bersosialisasi atau berdiskusi dengan sesama peserta didik, dan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah. Pembelajaran menggunakan model CPS disertai teknik diagram vee memberikan dampak positif kepada peserta didik dalam pembelajaran, peserta didik yang sebelumnya jarang mengungkapkan pendapatnya menjadi aktif dan peserta didik yang aktif tetap aktif, sengga pembelajran menjadi aktif dan tujuan pembelajaran tercapai. Seperti yang telah diungkapkan Miftahul Huda “model CPS adalah suatu
model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan
pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan.”1
Kemudian penggunaan diagram vee sebagai media pemecahan masalah yang mempermudah peserta didik untuk memecahkan masalah seperti dalam buku Novak “diagram vee dapat mengajak peserta didik untuk berpikir ilmiah dan dapat mengajak peserta didik untuk menemukan konsep”.2
Walaupun saat proses pembelajaran berlangsung, masih terdapat beberapa kendala seperti peserta didik yang asik mengobrol sendiri dengan teman sebangku atau teman sekelompok, peserta didik yang diam dan kurang aktif dalam belajar. Untuk mengatasi kendala tersebut guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik yang bersangkutan dan menuntut peserta didik untuk memberikan jawaban. Dengan cara demikian guru dapat mengorganisasikan peserta didik untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sehingga peserta didik disetiap pertemuan-pertemuan dapat berperan aktif dalam belajar dan proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan pada kelas kontrol, pertemuan pertama, pembelajaran dimulai dengan pendidik memberikan apersepsi dan motivasi berupa pertanyaan-pertanyaan terkait materi fungi untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang materi fungi, kemudian guru memberikan penjelasan tentang identifikasi fungi. Peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru. Guru memberikan kesempatan peserta didik
1
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 297
2
Novak & Gowin, “Learning How To Learn”(New York: CAMBRIDGE UNIVERSITY
untuk bertanya tentang konsep-konsep yang belum jelas. Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan terhadap materi yang sudah di pelajari. Kemudian guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak peserta didik untuk berdoa sebagai penutup pembelajaran.
Pertemuan kedua, pembelajaran dimulai dengan pendidik memberikan apersepsi dan motivasi berupa pertanyaan-pertanyaan terkait materi fungi untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang materi fungi, kemudian guru memberikan penjelasan tentang klasifikasi fungi. Peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru. Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya tentang konsep-konsep yang belum jelas. Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan terhadap materi yang sudah di pelajari. Kemudian guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak peserta didik untuk berdoa sebagai penutup pembelajaran.
Pertemuan ketiga guru memberikan soal posttest kepada peserta didik terkait materi fungi dengan menitik beratkan pada keterampilan berpikir kreatif, dengan bobot, jumlah soal yang sama dengan kelas eksperimen. Pada kelas kontrol guru menggunakan pendekatan saintifik dengan metode ceramah dan tanya jawab. Proses pembelajaran berjalan cukup baik namun kurang kondusif dan kurang aktif. Guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah kepada peserta didik tentang materi jamur kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab jika peserta didik kurang jelas dengan materi yang disampaikan oleh guru. Kemudian di akhir pertemuan guru memberikan soal posttest kepada kelas kontrol dengan jumlah soal dan bobot nilai
yang sama dengan kelas eksperimen yaitu sebanyak 6 butir untuk mengetahui keterampilan berpikir peserta didik.
Proses pembelajaran pada kelas kontrol cukup baik namun kurang kondusif. Guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah kepada peserta didik dengan materi yang sama seperti kelas eksperimen yaitu materi fungi yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Saat guru memberikan penjelasan, peserta didik cenderung diam dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja. Sehingga rasa ingin tahu peserta didik kurang terpancing. Saat guru memberikan pertanyaan, hanya peserta didik yang aktif saja yang menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik yang lain cenderung diam, menyimak, rasa ingin tahunya hanya sedikit dan ada pula yang asik mengobrol dengan teman sebangkunya sendiri. Akibatnya peserta didik yang aktif dan mempunyai rasa ingin tahu cenderung aktif dan yang pasif tetap pasif. Sehingga saat proses tanya jawab berlangsung peserta didik yang aktif cenderung berperan sedangkan yang pasif hanya menjadi pendengar saja dan kurang memahami materi pelajaran. Namun secara keseluruhan proses pembelajaran kelas kontrol cukup baik karena peserta didik dapat dikondisikan oleh guru untuk mengikuti rangkaian proses pembelajaran.
Berdasarkan Tabel 12 persentase nilai posttest keterampilan berpikir kreatif peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, hasil nilai posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Persentase indikator pertama yaitu memprediksi pada kelas eksperimen 86% dengan kriteria sangat baik, sedangkan pada kelas kontrol pada indikator memprediksi persentasenya sebesar 76% dengan
kriteria sedang, lebih besar kelas eksperimen. Pada indikator kedua menemukan sebab-sebab kelas eksperimen 85% dengan kriteria baik, sedangkan kelas kontrol persentasenya 74% dengan kriteria sedang, lebih besar kelas eksperimen. Indikator ketiga menerka akibat dari suatu sebab kejadian pada kelas eksperimen 90%, dengan kriteria sangat baik. Pada kelas kontrol 75%, dengan kriteria sedang. Pada indikator terakhir yaitu bertanya kela eksperimen, 89,5% dengan kriteria sangat baik, pada kelas kontrol 78% dengan kriteria sedang. Perbedaan persentase nilai keterampilan berpikir kreatif peserta didik perindikator kelas ekperimen dan kelas kontrol nilai terendah terdapat pada indikator yang sama yaitu indikator menemukan sebab-sebab, dengan selisih 11% lebih tinggi kelas eksperimen. Perbedaan tinggi rendahnya nilai posttest peserta didik kelas eksperimen dan kontrol per indikator, kelas eksperimen lebih lebih cenderung memikirkan jawaban dengan solusi yang tepat untuk sebuah masalah. Sedangkan kelas kontrol mereka menjawab tanpa memikirkan solusi yang tepat dari masalah atau pemecahan masalah. Seperti pada indikator menemukan sebab-sebab peserta didik kelas eksperimen lebih tinggi nilai posttest-nya di banding kelas kontrol karena kelas eksperimen memiliki pemikiran lebih ke sistem mendekati masalah untuk menghasilkan tindakan yang efektif.
Selain itu dapat pula dilihat pada Tabel 11 bahwa pada kelas eksperimen memiliki rata-rata 83,46 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 72,49. Perbedaan tersebut dipengaruhi karena kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran creative problem solving disertai teknik diagram vee. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pendekatan saintifik dengan metode ceramah dan tanya jawab. Hal ini
berarti bahwa dengan menerapkan model pembelajaran creative problem solving disertai teknik diagram vee dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik pada materi fungi. Saat pembelajaran berlangsung guru menerapkan model pembelajaran creative problem solving, dimana model creative problem solving membuat peserta didik lebih berpikir secara nyata, membantu peserta didik memahamin masalah dan melatih peserta didik agar mampu menyelesaikan masalah-masalah secara kreatif. Hal ini menuntut peserta didik untuk aktif dalam berpikir, mengolah data, tidak hanya duduk, mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi saja. Kemudian dibantu dengan penggunaan diagram vee membantu peserta didik untuk berpikir secara terkonsep dan terstruktur dalam pemecahan masalah secara kreatif. Sehingga keduanya dapat memberikan peranan penting bagi peserta didik dalam keterampilan berpikir kreatif.
Setelah didapatkan data hasil penelitian, maka data tersebut dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu sebelum di lakukan uji hipotesis. Uji prasyarat dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan ui homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji liliefors. Sedangkan uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui data yang diperoleh memiliki variansi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan yaitu uji Fisher.
Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 13 yang menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, yaitu Lhitung < Ltabel posttest yaitu 0,1428 < 0,161 maka data berdistribusi normal sehingga H0 diterima. Pada kelas kontrol diperoleh hasil uji
normalitas untuk Lhitung < Ltabel yaitu 0,1225 < 0,161 maka data berdistribusi normal sehingga H0 diterima. Kemudian setelah melakukan uji normalitas maka uji selanjutnya adalah uji homogenitas yang dapat dilihat pada tabel 14 yaitu dengan Fhitung < Ftabel maka 1,74 < 1.8608 sehingga H0 diterima yang artinya data memiliki varians yang homogen. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa adanya perbedaan hasil tes keterampilan berpikir kreatif peserta didik kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran creative problem solving disertai teknik diagram vee dengan peserta didik yang menggunakan pendekatan saintifik dengan metode ceramah dan tanya jawab.
Diketahui data berdistribusi normal dan homogen, dengan demikian dapat dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji t independent. Kemudian dari hasil data uji normalitas dan uji homogenitas, maka kedua data tersebut di uji pada uji t yang dapat dilihat pada Tabel 15, didapatkan data yaitu thitung 5,490 dan ttabel 2,001 maka thitung ≥ ttabel, 5,490 ≥ 2,001 sehingga dinyatakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran creative problem solving disertai teknik diagram vee dapat dikatakan mempunyai pengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif peserta didik, selain itu penggunaan model creative problem solving disertai teknik diagram vee pada kelas eksperimen membuat peserta didik lebih aktif dalam pembelajarannya dibandingkan dengan kelas kontrol. Penggunaan model creative problem solving disertai teknik diagram vee memberikan pengalaman pengetahuan, keterampilan dalam pemecahan
masalah dengan cara yang kreatif, dan pemahaman pada materi pelajaran. Pada model tersebut guru membuat peserta didik berpikir kreatif dalam menemukan masalah dari materi pelajaran dan pemecahan masalah, baik pada saat proses pembelajaran, praktikum, berdiskusi presentasi dan tanya jawab. Hal ini menuntut peserta didik untuk aktif dalam berpikir, mengolah data, tidak hanya duduk, mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi saja. Kemudian dibantu dengan penggunaan diagram vee membantu peserta didik untuk berpikir secara terkonsep dan terstruktur dalam pemecahan masalah secara kreatif. Sehingga keduanya dapat memberikan peranan penting bagi peserta didik dalam keterampilan berpikir kreatif. Sedangkan pada kelas kontrol peserta didik kurang aktif, kurang antusias dalam belajar karena peserta didik hanya menerima materi yang disampaikan oleh guru saja tanpa adanya peranan peserta didik untuk berpikir kreatif dalam menemukan dan memecahkan masalah secara kreatif. Peserta didik kelas kontrol dalam proses pembelajaran cenderung mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi yang disampaikan guru saja. Oleh sebab itu peserta didik khususnya kelas eksperimen sudah terbiasa dihadapkan pada sebuah permasalahan dengan penyelesaian masalah menggunakan keterampilan berpikir kreatif.
Terkait pemaparan di atas, hasil penelitian Eka Fitriah mengatakan bahwa melalui penggunaan creative problem solving peserta didik dapat menyelesaikan soal
pemecahan masalah secara terbuka, logis, sistematis dan banyak ide.3 Hal tersebut membuat peserta didik memiliki kemampuan memandang permasalah dengan pemahaman atas solusi dari pemecahan masalah.
Pada penelitian Harum Yeni Rachmah, Nanang Supriadi, dan Sri Purwanti Nasution, Pengaruh Models Eliciting Activities Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Penggunakan Metode Scaffolding Terhadap Self Directed Learning Peserta Didik Kelas VII. Peserta didik menggunakan models eliciting activities lebih baik daripada self directed learning dengan tidak menggunakan models eliciting activities.4 Pada models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding peserta didik di ajak untuk membahas dan mengidentifikasi sifat-sifat bangun,