• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2 Analisis Data Wawancara

Suap merupakan salah satu tindak kriminal yang melanggar hukum. Namun dalam kepolisian hal tersebut merupakan suatu hal yang sering dilakukan, padahal kepolisian adalah salah satu lembaga hukum di Indonesia. Beberapa tahun ini polisi menggalakkan Gerakan Anti Suap dalam institusinya, dengan berbekal semboyannya sebagai pengayom masyarakat.

Tapi dalam kenyataan yang ada dilapangan, penggunaan suap dalam kepolisian masih ada. Baik di jalan maupun dalam institusi kepolisian, yang berurusan dengan administrasi atau hukum. Masih adanya tindakan suap menyuap yang dilakukan masyarakat pengguna hukum banyak diakui oleh masyarakat.

“ Aku pernah gitu!! Kasus itu Waktu itu tahun itukan, saya punya SIM kan udah lama ya. Saya pernah itu …wah iku sek isine sek top-top ‘e “mosok ngene ae gak isok!”, trus tak cobak … Ternyata Gagal. Ternyata gagal, saya pikir saya mampu, saya masih ini wes .. lek saiki lak wes teler wes males mikir mungkin, dulu masih top-top ‘e stre-stresnya akhirnya saya gagal Akhirnya lewat calo ” . (Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010)

“ Oh pernah, dulu pas belum tau bikin SIM pas SMP, aku dulu berumur 15 tahun”

Dalam statement diatas baik informan 1 dan informan 2, sama-sama menggunakan Calo dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan SIM. Calo yang dimaksud disini adalah merupakan salah satu kegiatan perantara untuk mempermudah pihak lain dalam mengurus administrasi ataupun kelulusan untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Calo memiliki kenalan atau hubungan kerjasama dengan pihak di dalam administrasi kepengurusan SIM atau surat lainnya di kepolisian.

Berdasarkan statement pertama yang telah diutarakan oleh informan 1, istri dari informan 1 menanyakan tentang persamaan antara calo dengan markus.

“Calo Vi, duduk anu, calo yek opo ngunu iku?” (Istri dari Informan 1, 39 tahun, 19 Mei 2010) “Yo lewat tangan, yo sama juga”

(Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010)

Pada statement kedua, informan 1 menyatakan adanya kesamaan antara calo dengan makelar kasus. Dalam hal ini layaknya makelar kasus, seorang calo menerima kasus-kasus yang berkaitan dengan kesulitan dalam kepengurusan mendapatkan SIM atau surat-surat yang lainnya.

Bukan hanya calo yang bisa dijadikan jalan untuk mencapai kemudahan, bahkan pihak kepolisianpun menawarkan jasanya untuk mempermudah dalam kepengurusan administrasi dalam mengeluarkan surat-surat kendaraan lain. Seperti yang dialami oleh Informan 4, yang

pada saat itu ditemui di sebuah pameran Informasi Teknologi (IT), di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya..

“ Waktu itu pembayaran STNK, waktu itu kena tilang di Jakarta terus, ya udah langsung kita ke Samsat nya dan di samsat itu sendiri langsung ke orangnya, dia bilang “mempermudah”, ya wis … cuman lebih mahal, biar lebih cepet gitu katanya”

“Ada jalan yang lebih mudah … ya kita pake yang lebih mudah”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Dalam pernyataan informan 4, menyatakan bahwa saat mengambil Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang dalam sebuah kegiatan operasi kendaraan, informan ditunjukkan untuk menghadap seseorang yang berada di Samsat. Disana informan ditawarkan untuk mempermudah dalam pengambilan STNK tersebut, yaitu melalui jalan pintas dengan memberikan sejumlah uang, agar dipermudah urusannya.

Padahal dalam proses hukum yang sebenarnya, setelah surat-surat tersebut ditahan oleh pihak kepolisian, maka surat-surat tersebut akan diserahkan ke pihak Komisi Pelayanan Publik yang berada di Samsat untuk di serahkan ke Pengadilan. Hal tersebut agar pemilik dari surat-surat tersebut menjalani proses hukum pengadilan karena pelanggaran yang dilakukan dan menyerahkan sejumlah uang kepada Negara untuk menebus kembali surat-surat tersebut, sesuai dengan undang-undang yang sudah diberlakukan.

Namun pada kasus yang diungkapkan diatas, informan 4 hanya sampai mehadap ke Samsat untuk mengambil STNK dengan memberikan sejumlah uang yang harusnya tidak dikeluarkan atau diberikan pada pihak yang berada Samsat tersebut. Jumlah uang tersebut lebih mahal dari denda dikenakan dalam undang-undang.

Praktek suap bukan hanya dilakukan pada saat administrasi saja. Bahkan pada saat melakukan pelanggaran dijalan polisi kerap menawarkan suatu pilihan mudah terhadap pelanggar marka dan banyak pula yang takut dengan adanya polisi semakin dijadikan kesempatan oleh pihak kepolisian.

“ Aku pernah kecekel kok salah jalan gitu. Itu …“yek opo iki” bahasa inggris ‘e yek opo, yaaes .. tambah ngunu e ..!! Gara-gara salah jalan gitu. Aku anterin temenku karena ga tau jalan, trsu njaluk tolong, aku tolong pengen ero suramadu, trus makan setelah makan, jalan , tiba-tiba priit wah aku salah iki. Begitu nunjukin SIM dan STNK, trus polisinya bilang “yek opo iki” .. wes bahasa inggris e ngunu wes, aa ngenekno kek ‘i dua puluh ribu .. lancar wes”

(Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010)

“ Pokok ‘e jek onok Vik, masih ada yang begitu-begitu” (Istri Informan, 39 tahun, 19 Mei 2010)

Dalam statement diatas, terdapat ungkapan dari seorang Polisi “Yek opo iki?”, yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “Gimana ini?”. Ungkapan “Gimana ini?” bagi masyarakat pengguna hukum adalah ungkapan bagi polisi untuk meminta atau mempermudah jalan pihak

pelanggar agar tidak terkena sidang di pengadilan. Hanya dengan memberikan uang sejumlah Rp. 20.000,- (Dua puluh ribu), keadaan pun membalik dan berubah menjadi lancar.

Dalam statement kedua, yang diungkapkan oleh istri dari informan 1, memberikan penegasan bahwa kegiatan suap masih sering dilakukan. Banyak ungkapan-ungkapan atau kata-kata kiasan lain yang dapat menggantikan kata suap didalamnya.

“Yang memintanya polisinya, dari pihak kepolisian. “Mas ini mau damai atau sidang? Sidang tempat apa sidang di pengadilan?”. Ya mungkin kita juga sama-sama membutuhkan, ya dia membutuhkan ya buat mungkin ya yang dinamakan uang, juga dan saya membutuhkan suatu waktu juga karna waktu itu saya terburu-buru juga”. (Informan 3, 24 tahun, 21 Mei 2010).

“Kena tilang dijalan, dia menawarkan apakah mau sidang lewat pengadilan atau langsung aja. Jadi atas penawaran dia, karena terburu-buru dan karena waktu, saya pilih yang kedua”

(Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010)

Maksud dari statement pertama dari informan 3 adalah saat melakukan suap dijalan, informan 3 dimintai oleh anggota polisi yang bertugas dengan menggunakan ungkapan damai atau sidang. Dalam pengertian damai disini adalah pihak kepolisian menawarkan untuk menutup kasusnya saat itu juga sehingga tidak akan ada tindakan terhadap

pelangar marka atau peraturan. Namun secara tidak langsung, sidang ditempat juga merupakan salah satu ungkapan lain dari kata damai.

Ungkapan kata damai atau sidang ditempat merupakan salah satu ungkapan untuk menggantikan kata suap, karena pihak polisi meminta sejumlah duit atau penawaran yang dilakukan oleh pelanggar, agar dibebaskan. Dalam kedua statement diatas juga dapat diketahui bahwa pihak kepolisianlah yang menawarkan diri kepada pihak pelanggar marka atau hukum untuk melakukan suap kepada dirinya. Dengan dalih akan mempermudah atau tidak terjadi pelanggaran apa-apa saat dijalan.

Namun, suap yang terjadi dapat juga dikarenakan sama-sama membutuhkannya, dari segi polisi memanfaatkan kondisi yang dialami oleh pelanggar yang sedang terburu-buru dan dari sisi pelanggar juga terburu-buru karena mengejar waktu.

“ Kalau saya yakin sudah tegas, cuman ya itu tadi yang kelihatan kan terlihat .. yang gak kelihatan ya tetep ada” “Ada jalan yang lebih mudah … ya kita pake yang lebih mudah”. (Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“Pada gertak sambel aja .. pada saat itu!! Tapi kalo orang pintar dia akan berpikir gitu loh .. ya itu tadi, trus “endi bantale rek”, eee lemek‘e kok bantale”.

(Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010)

Menurut statement yang telah diungkapkan diatas, kepolisian hanya melakukan gertak sambal atau dapat dibilang dengan omong kosong

belaka atau hanya teori. Hanya dalam prakteknya yang dapat dilihat oleh masyarakat saja yang diperlihatkan, namun masih banyak juga yang melakukan kegiatan suap menyuap didalamnya, yang tidak terlihat oleh mata masyarakat pengguna hukum yang awam dalam institusi kepolisian. Dalam arti disini, kepolisian tidak melakukan tindakan transparan kepada masyarakat dalam melakukan setiap kegiatannya.

“ Tindakan .. tegas!! upaya itu untuk membersihkan citra mereka ada memang … cuman dari mana nanti itukan gak selamanya ditransparasikan. Jadi paling nggak ada semacam yang ditutupin juga, nah itu kita gak tau masyarakat yang ditutupin itu eee.. ada tingkah apa sih didalamnya, itu kita gak tau”.

(Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Mudahnya kepengurusan dalam berurusan dengan kepolisian dikarenakan adanya uang, karena melanggar marka jalan atau kurangnya surat pengendara yang dimiliki akan menjadi ringan atau mudah.

“ Dari kebiasaan, ya dari mulut ke mulut .. kalo ada operasi atau apa gitu, disana prosesnya lebih cepet.. ya kitakan buat efisiennya aja, udah gak mau ribet.. damai yaa.. bisa ngelakuin itu deh!“.

(Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“Kesulitan kalau kita mematuhi aturan yang sudah ada. Pengalaman saya membuat SIM itu ada tes, praktekkan. Untuk tes tertulis sih bisa aja, untuk tes praktek itu gak

akan ada yang bisa lulus, karena kesempatannya hanya satu kali jalan. Itu gak ada, eee.. saya lihat sendiri itu gak ada yang lulus langsung, ataupun misalkan dia ngulang lagi untuk datang lagi dua minggu kemudian atau apa itu, gakkan bisa lulus karna kesempatannya hanya satu kali. Untuk prakteknya dan pada kenyataannya akhirnya orang pake jalan pintas. Apa itu dianggap mempersulit atau mempermudah, yaa.. kenyataannya seperti itu ”.

(Informan 5, 43 tahun, 22 Mei 2010)

“ Nggak juga! Ya itu tadi ada jalan yang lebih mudah ya kita pakek jalan yang lebih mudah”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Dalam statement diatas dimaksudkan bahwa, suap sudah menjadi suatu kebiasaan, sehingga bisa mempermudah masyarakat untuk lolos dari jeratan hukum. Bahkan dalam statement kedua menyatakan, bahwa kesulitan dalam melaksanakan aturan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan saat mengikuti prosedur yang dicontohkan dalam pembuatan SIM, banyak yang tidak dapat menyelesaikan tes dengan sempurna. Sehingga banyak yang memakai jalan pintas, yaitu dengan menggunakan uang untuk meminta jasa Calo ataupun langsung ke pihak terkait untuk mempermudah.

Kegiatan suap merupakan suatu kegiatan yang sudah membudaya di pihak kepolisian. Dengan budaya suap yang disandang tersebut, sejak dari dulu citra kepolisian pun buruk. Terlebih lagi dengan adanya

pemberitaan mengenai kasus Makelar Kasus yang telah dibongkar oleh Mantan Pejabat Tinggi kabareskrim Susno Duadji.

“ Adanya makelar kasus itukan menimbulkan suap” (Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010)

“ Pasti ada. Hubungannya kalo ada markus pasti mereka yang meminta untuk .. eee.. gimana suatu kasus itu biar cepet selesai, lancar tanpa.. sulit. Itu pasti akhirnya untuk menyuap lagi, ya kan seperti itu”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Statement diatas menjelaskan, bahwa hubungan antara makelar kasus dengan suap ada hubungannya atau saling berkaitan. Dengan adanya makelar kasus, yang pasti suap pasti dilakukan untuk memperlancar urusan agar tidak dipersulit dan cepat selesai.

“Citra kepolisian dari dulu itu sudah jelek, tergantung pribadi orang itu sendiri .. tapi kalo yang saya lihat itu emang jelek soalnya bahkan sampai orang tuanya bilang kalo nikah jangan sama polisi”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“Kalau dari segi masyarakat sih masih cukup baik, cuman kalo dari segi intern mereka pasti melindungi untuk aktifitas intern mereka dan jangan sampai berita itu keluar. Jadi kita taunya yang diluar institusi aja .. ya cukup baik sih Cuma hati-hati” . (Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“ Sebenarnya citra kepolisian itu udah gak bagus dari dulu, hanya sebenarnya beberapa tahun terakhir ini sudah membaik .. sejak Gus Dur itu mungkin ya yang menaikkan gaji para polisi. Itu lebih baik dari sebelumnya tapi ternyata juga masih tetap aja sih, ada juga kekurangannya lah .. ketidak jujurannya masih ada dan masalah Susno itu ya … saya gak menganggap Susno yang membongkar itu memang sudah jadi sebab akibat dari sebelumnya … Efek sebab akibat”.

(Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010)

Dalam statement diatas memberikan suatu keterangan, bahwa sebelum terjadinya suatu kasus yang melibatkan kepolisian, seperti Markus citra kepolisian dimata pengguna hukum atau masyarakat sangat buruk. Bahkan sampai-sampai beberapa orang tuapun berpendapat, untuk melarang anaknya menikahi seorang polisi.

Meskipun pada statement kedua, pada awalnya memandang baik, dalam hal ini yang dapat dilihat langsung oleh masyarakat. Namun tetap saja di dalam institusi kegiatan tersebut tetap dilindungi, sehingga masyarakat hanya dapat mengetahui luarnya saja.

“ Jelas memburuk, tidak lebih membaik malah lebih buruk lagi”

(Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010)

“ Pandangan saya terhadap kepolisian, saya sebagai masyarakat yang saya lihat semakin memburuk”

Dalam statement tersebut, meskipun kasus makelar kasus terbongkar membuat citra kepolisian semakin memburuk. Dengan terbongkarnya kasus tersebut, memberikan anggapan bahwa walaupun Polri sudah membuat Gerakkan Anti Suap dalam institusinya, ternyata masih dapat ditemui bahkan melibatkan atasan atau para petinggi Polri.

“ Harusnya memperbaiki citra kepolisian. Dia itu orang bagus kok, sebetulnya akan membongkar kasus.. iyakan? Karena banyak terlibat dan terkait dia dipojokkan oleh masalah Arwana (kasus lain). Hanya ya gitu kalo orang jujur akhirnya ya ndak duwe bolo, ndak duwe jabatan.” (Informan 1, 44 tahun, 19 mei 2010)

Namun, pada sisi lain, sesuai dengan statement dari informan diatas. Informan 1 memiliki pandangan bahwa dengan adanya kasus Markus tersebut dapat memperbaiki citra kepolisian. Dengan adanya orang seperti Mantan Kabareskrim Susno Duadji dapat memeprbaiki kepolisian di masa mendatang, dengan membongkar kasus yang ada dalam kepolisian. Dengan tindakan tersebut yang menglibatkan beberapa orang pejabat kepolisian lain membuat Susno Duadji dipojokkan, yang membuat mantan Kabareskrim tidak memiliki jabatan dan juga teman, karena telah membongkar sebuah kejelekan.

“ Nah itulah, patut diragukan. Karna tadi yang aku bilang, eee… kalo lagi luarkan kita slama ini baik-baik saja, tapi

dari segi intern ada pihak dari intern yang kemudian gak puas akan kinerja kepolisian sendiri, baru dia melakukan, baru masyarakat luar bisa tau. Maka dari itu citra kepolisian juga makin menurun kayaknya … meragukan juga”

(Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“ Sama saja tidak ada perubahan, maksudnya seberat dia … e seserius dia menaikkan citra tetap aja sih, sangat berat emang tantangannya karena udah seperti membudaya. Sebenernya bukan dikepolisian saja, secara umum sih budaya Indonesia sudah tercemar, jadi bukan karna dikepolisian saja, tapi secara umum”.

(Informan 5, 43 tahun, 22 Mei 2010)

Dalam statement informan 2 disebutkan, citra kepolisian diragukan karena hanya dari luar institusi saja terlihat baik-baik saja. Namun kenyataannya didalam atau intern institusi kepolisian membuat suatu ketidak puasan terhadap masyarakat saat masyarakat mengetahuinya, seperti terjadinya kasus Markus.

Sehingga pada statement kedua pun menegaskan, bahwa meskipun pihak kepolisian berusaha meningkatkan citra kepolisian pasti sangat berat. Pernyataan tersebut adalah pernyataan pesimis terhadap suatu institusi untuk menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan sudah merupakan suatu kebudayaan yang turun menurun dan menjadi citra yang turun menurun juga akhirnya. Sehingga membuat budaya Indonesia juga tercemar karenanya.

Makelar kasus merupakan suatu contoh yang ada dalam tubuh kepolisian, bahwa kepolisian belum mampu dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum yang bersih dari suap.

“ Pelajaran Ilmu Komunikasi. Komunikasi kepada sesama, semua terkomunikasikan dengan baik, jadi nggak tanpa ada yang terselubung”

(Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Maksud dari statement diatas adalah lebih terbukanya pihak kepolisian dengan melakukan komunikasi kepada masyarakat ataupun polisi lain, yang tidak ditutup-tutupi. Dengan melakukan komunikasi kapada masyarakat pengguna hukum, sehingga masyarakatpun dapat memantau kegiatan kepolisian yang dilakukan di dalam maupun diluar.

“Memang harus dibongkar, tidak semudah membalik telapak tangan. Semua kasus harus dibongkar tapi ya itu tadi, harus dibenahi”

“Kalo atasannya kenceng, bawahnya pasti takut .. apa kata atasan.” (Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010)

“ Kepolisian harus lebih tegas ajalah, lebih menjalankan peraturan dan lebih bijak aja ”.

(Informan 3, 24 tahun, 21 mei 2010)

Maksud dari statement diatas, dengan terbongkarnya kasus markus bagi informan 1 memang harus dilakukan untuk membenahi atau memperbaiki kepolisan, dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan

atasan. Atasan yang tegas akan membuat bawahan takut untuk melanggar ketentuan yang sudah di tetapkan oleh institusi kepolisian. Suatu ketegasan patut untuk dilaksanakan di dalam tubuh kepolisian dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh atasan atau petinggi dari kepolisian. Yang bisa dijadikan contoh bagi bawahan juga.

Masyarakat bergantung kepada kepolisian sebagai penegak hukum, segala hal yang berkaitan dengan keamanan dan juga administrasi dapat dibilang selalu berkaitan dengan pihak kepolisian. Namun jika banyaknya pelaku suap menyuap, hal ini dapat merugikan masyarakat dan Negara. Selain itu masyarakat pengguna hukum tidak percaya kepada peraturan yang dibuat sendri oleh polisi, masyarakatpun tidak akan mempercayai keberadaan polisi sebagai salah satu pengayom masyarakat.

“ Membuat suatu terobosan inovasi baru, entah berbuat apa yang akhirnya mengembalikan citra polisi lagi. Harus itu, apalagi kan sekarang kasusnya udah semakin, kayak susno-susno itukan.. sudah tinggi sekali itu wes .. sulit!! Tapi emang harus !!”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Maksud statement dari informan 4 adalah kepolisian harus mengambil pelajaran dengan membuat suatu terobosan baru untuk masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memandang bahwa citra kepolisian membaik, apalagi bila berkaitan dengan atasan seperti kasus makus. Kesulitan akan dilami oleh pihak kepolisian, tapi harus

menemukan terobosan atau cara baru untuk lebih berusaha meningkatkan itra kepolisian.

“ Citranya semakin membaik ada, soalnya kan ee..sekarang ini semacam kayak gudang itu dibersihkan semua. Yang beluk-beluk pakaian yang kotor-kotor dibersihkan semua, bisa juga nanti dalam proses berikutnya orang jadi takut kalo misalnya ini melakukan tindakan diluar hukum karna ibaratnya gudang itu sudah bersih ya udah kita bias melakukan tugasnya dengan baik lagi.”

(Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010)

“ Bisa dan itu memang berat dan memang harus bisa” (Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010)

Maksud statement diatas adalah citra kepolisian dimasa depan bisa mendapatkan citra yang baik bila melakukan pembersihan. Pada statement pertama, kepolisian diibaratkan seperti gudang, membersihkan gudang dari segala kotoran yang ada. Sehingga apabila sudah bersih gudang tersebut, maka dapat melakukan apapun untuk kebaikan terhadap gudang tersebut. Dalam arti, kepolisian dapat melakukan tugasnya dengan baik, meskipun itu berat untuk mengubah citra kepolisian lebih baik di mata masyarakat pengguna hukum. Pada statement kedua pun, menegaskan bahwa kepolisian di masa depan harus bisa membaik citranya, meskipun hal itu sangat sulit.

“ Harapan selalu menjadi lebih baik, dan saya tau itu bukan mudah dan itu bukan secara cepat masih membutuhkan waktu tapi harus dimulai”

(Informan 5, 43 Tahun, 23 Mei 2010)

“Harapan kepolisian, lebih banyak kejujuran lah.. ditingkat yang paling tinggi-tingi seperti atasan – atasan. Atasan sudah jujur pasti bawahnya juga ikut jujur. Kalo atasannya sudah memberikan contoh yang buruk, ya udah .. yang bawahnya apalagi gitu”

(Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010)

Statement diatas merupakan sebuah harapan dari masyarakat pengguna hukum terhadap kepolisan. Maksud dari statement pertama adalah berharap bahwa polisi selalu menjadi lebih baik secara keseluruhan, baik secara instirusi maupun secara perorangan (individu anggota polisi). Walaupun akan memakan waktu lama, namun harus segera dimulai dari sekarang untuk memperbaikinya.

Begitu juga ditegaskan dengan pernyataan informan 4, agar kepolisian lebih banyak kejujuran. Terutama untuk para pejabat tingginya, yang dapat dijadikan contoh oleh anggota polisi lainnya yang lebih rendah jabatannya.

“Harus memperhatikan kebutuhan masyarakat, kepentingan masyarakat supaya citra itu cepat baik”

Statement dari informan diatas adalah merupakan masukan yang menganjurkan kepada pihak kepolisian untuk lebih memeprhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Sehingga dari perhatian itulah kepolisiam mampu untuk menciptakan citra lebih baik di mata masyarakat pengguna hukum di Indonesia.

Dokumen terkait