• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Perkembangan Tingkat Pembiayaan Bermasalah dan Tingkat Margin Pembiayaan pada Perbankan Syariah

Analisis dimulai dengan memberikan gambaran umum mengenai statistik deskriptif variabel internal perbankan yang digunakan dalam penelitian tahun 2010 hingga 2014. Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio yang menunjukkan kualitas pembayaran terhadap pembiayaan yang kurang lancar, diragukan, dan macet. Tingkat NPF yang tinggi menunjukkan kinerja bank yang tidak efisien dimana bank kurang hati-hati dalam mengeluarkan pembiayaan. Data NPF yang digunakan adalah data Non Performing Financing Gross, yaitu tanpa memperhitungkan penyisihan yang dibentuk untuk mengantispasi risiko kerugian. Kinerja bank syariah dalam mengelola pembiayaan yang disalurkan dapat terlihat dari perkembangan NPF.

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata NPF berdasarkan jenis penggunaan akad murabahah sebesar 2.115196 persen dengan nilai tertinggi sebesar 6.57 persen. Pada NPF jenis penggunaan akad musyarakah memiliki nilai rata-rata sebesar 2.445077 persen dengan nilai tertinggi sebesar 14.53 persen. NPF jenis penggunaan akad mudharabah memiliki nilai rata-rata sebesar 3.549429 persen. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum syariah menetapkan batas maksimum NPF netto sebesar 5 persen dari total pembiayaan. Berdasarkan statistik deskriptif tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga jenis NPF berdasarkan jenis penggunaan akad tersebut diatas nilai toleransi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Tabel 7 Statistik deskriptif variabel penelitian periode 2010 hingga 2014 Variabel Rata-rata Standar Deviasi Maksimum Nilai Minimum Nilai

NPF Murabahah 2.445077 1.759540 6.57 0.00 NPF Musyarakah 3.549429 3.557915 14.53 0.00 NPF Mudharabah 2.115196 2.560926 10.44 0.00 ERP Murabahah 15.49279 4.151907 26.80 9.20 ERP Mudharabah 39.13500 152.9508 18.09 10.25 ERP Musyarakah 10.74357 4.733742 16.00 0.00

Sumber : Output eviews 9

Penetapan tingkat margin pembiayaan berdasarkan jenis akad berbeda-beda tergantung karakteristik pembiayaan tersebut. Pada pembiayaan murabahah tingkat margin ditetapkan berdasarkan harga jual ditambah keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Penetapan tingkat margin pada jenis pembiayaan bagi hasil didasarkan pada proyeksi keuntungan dari hasil usaha yang dibiayai. Tingkat margin pembiayaan yang ditetapkan oleh perbankan syariah pada jenis pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata sebesar 15.49279 persen, PT Bank BRI Syariah memiliki tingkat margin tertinggi sebesar 26.80 persen, selain itu pada jenis tingkat margin pembiayaan mudharabah tingkat margin tertinggi dimiliki oleh PT Bank Muamalat Indonesia dengan tingkat margin sebesar 18.09 persen. Tingkat margin pada jenis pembiayaan musyarakah pada PT Bank BRI Syariah merupakan tingkat margin tertinggi sebesar 16.00

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 2014 R OA (Per sen tase ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah persen. Rata-rata penetapan tingkat margin tertinggi yaitu pada jenis pembiayaan mudharabah. Karakteristik pembiayaan mudharabah yang merupakan model pembiayaan berbasis profit loss sharing sehingga relatif lebih berisiko karena tingkat return yang dihasilkan bias positif atau negatif, tergantung pada hasil akhir bisnis yang dibiayai. Jika usaha yang dibiayai sedang mengalami penurunan maka jumlah bagi hasil ikut turun dan sebaliknya.

Perkembangan Return on Asset pada Perbankan Syariah periode 2010 hingga 2014

Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Jika ROA suatu bank semakin besar, maka semakin semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi pengamanan aset. ROA menunjukkan bahwa tingkat efisiensi laba dalam pengelolaan aset bank.

Gambar 4 Perkembangan Return on Asset pada Bank Umum Syariah di Indonesia 2010-2014

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat nilai rata-rata ROA pada bank umum syariah sebesar 1.011143 persen. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia tentang kesehatan bank nilai rata-rata ROA bank umum syariah berada pada peringkat 3 atau masuk dalam golongan kurang lancar. PT Bank Panin Syariah memiliki nilai ROA terendah sebesar -2.53 persen pada tahun 2010 dan nilai tersebut masuk kedalam peringkat lima atau macet. Pada tahun 2010 tersebut PT Bank Panin Syariah baru melakukan spin off dari induknya. Berdasarkan laporan tahunan PT Bank Panin Syariah dijelaskan bahwa PT Panin Bank Syariah membukukan laba Rp 61 milyar pada kuartal ke tiga 2014. Laba tersebut mengalami penurunan pada 2013 Rp 29 milyar dari laba pada 2012 yang mencapai Rp 50 milyar. Selain itu PT Bank Panin Syariah membukukan laba negatif Rp 10 milyar pada 2010. Panin Syariah mulai meraih untung Rp 15 miliar pada 2011. Kinerja year on year rata-rata tumbuh lebih dari 60 persen.

40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 2010 2011 2012 2013 2014 B OPO (p e rse n tas e ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2010 2011 2012 2013 2014 CAR (Per sen tase ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah

Perkembangan Rasio Efisiensi pada Perbankan Syariah Periode 2010 hingga 2014

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa PT Bank Panin Syariah memiliki tingkat efisiensi yang terendah pada tahun 2010 dengan rasio biaya operasional terhadap pendapan operasional sekitar 180 persen. Nilai tersebut diatas batas minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 83 persen. Pada tahun 2010 PT Bank Panin Syariah baru memisahkan diri dari bank induk. Berdasarkan Kodifikasi Bank Indonesia bank dinyatakan efisien dalam kegiatan operasional jika nilai rasio efisiensi di antara 85-87 persen. Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada perbankan syariah masih rendah.

Perkembangan Rasio Kecukupan Modal Minimum pada Perbankan Syariah Periode 2010 hingga 2014

Capital Adequancy Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja bank yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh bank untuk menunjang aktiva yang memiliki ataupun menyebabkan risiko. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001, bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8 persen dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Gambar 5 Perkembangan rasio efisiensi pada Bank Umum Syariah di Indonesia 2010-2014

Gambar 6 Perkembangan capital adequacy ratio pada Perbankan Syariah di Indonesia 2010-2014

Berdasarkan Gambar 6 Rasio kecukupan modal minimum perbankan syariah di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014 cenderung mengalami penurunan yang dimulai pada tahun 2011, akan tetapi rasio CAR tersebut masih berada diatas batas minimum yang sudah ditentukan untuk industri perbankan oleh Bank Indonesia yaitu 8 persen. Bank syariah diharapkan dapat terus mengendalikan nilai CAR untuk diatas 8 persen dengan cara bertahan untuk tidak menyalurkan pembiayaan yang akan menambah aset berisiko sehingga mengharuskan bank untuk menambah modal. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat CAR yang dimiliki oleh PT Bank BCA syariah pada tahun 2011 turun tajam, hal ini terjadi karena adanya penambahan modal yang berdampak pada meningkatnya CAR sebagai modal untuk ekspansi bisnis.

Perkembangan Kondisi Makroekonomi pada Perbankan Syariah Periode 2010 hingga 2014

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor kunci dalam makroekonomi yang mampu menjelaskan tingkat kesejahteraan. Nilai GDP growth rill tertinggi ditunjukkan pada tahun 2010 dengan rata-rata sebesar 0.060936 dan tingkat GDP growth rill terendah ditunjukkan pada tahun 2014 sebesar 0.050605. Kondisi inflasi dapat dikatakan stabil apabila tidak mencapai dua digit. Tingkat inflasi tertinggi ditunjukkan pada tahun 2013 dengan rata-rata tingkat inflasi yakni sebesar 6.358 persen dan tingkat inflasi terendah ditunjukkan pada tahun 2011 sebesar 3.79 persen. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD menunjukan nilai rata-rata sebesar 10 471.6 Selama periode 2010 hingga 2014 nilai tukar mencapai nilai tertinggi pada tahun 2014 sebesar 12 440 dan terendah pada tahun 2010 sebesar 8 991.

Tabel 8 Statistik deskriptif variabel makroekonomi 2010 hingga 2014 Variabel Rata-rata Standar Deviasi MaksimumNilai MinimumNilai GDPG 0.060936 0.010181 0.111408 0.050605

INF 6.358 1.992797 8.38 3.79

EXRATE 10471.6 0.005034 12440 8991

Sumber : Output eviews 9

Pertumbuhan GDP pada tahun 2014 tumbuh 5.0 persen lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5.6 persen. Kondisi perkembangan ekonomi global yang kurang kondusif mengakibatkan pelemahan kinerja ekspor merupakan sumber utama rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2014. Selain itu, adanya kendala dalam penerapan UU Minerba (Mineral dan Batu bara) semakin memperlemah kinerja ekspor. Kondisi ini berpengaruh terhadap permintaan domestik terutama pada kinerja investasi nonbangunan dan pendapatan masyarakat di wilayah penghasil tambang. Kinerja nilai tukar rupiah didukung oleh terjaganya persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia. Di sisi harga, inflasi tahun 2010 tercatat 6.96 persen, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 5%±1 persen. Inflasi tahun 2014 tetap terkendali single digit di tengah tekanan inflasi administered prices dan volatile food yang meningkat, didukung oleh kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makro dan koordinasi dengan Pemerintah.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 2010 2011 2012 2013 2014 N PF M u rab ah ah (% ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah Rata-rata tingkat NPF

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perkembangan Non Performing Financing berdasarkan Jenis Penggunaan Akad pada Perbankan Syariah di Indonesia

Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Murabahah

Akad murabahah merupakan salah satu jenis akad pembiayaan yang diberikan

bank kepada nasabahnya untuk membiayai keperluaan jangka pendek berbasis

piutang. Pembiayaan murabahah dicirikan dengan adanya penyerahan barang di

awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus) dengan harga asal dan keuntungan yang disepakati oleh penjualan dan pembeli (Warsono et al. 2011). Segmentasi pembiayaan murabahah selama ini adalah untuk pembiayaan produktif dan konsumtif. Bentuk pembiayaan produktif berupa pembiayaan pada sektor rill seperti project financing (pembiayaan perakitan kapal), investasi murni (ekspansi usaha) dan modal kerja. Sedangkan bentuk pembiayaan konsumtif seperti pembiayaan rumah, pembiayaan pembiayaan emas dan pembiayaan kendaraan bermotor.

Jika dilihat dari karakteristik pembiayaan, pembiayaan murabahah memiliki tingkat risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pembiayaan jenis akad lainnya. Hal tersebut dikarenakan pembiayaan murabahah termasuk pada jenis pembiayaan berbasis natural certainty contracts (NCC), yaitu kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Terkait hal tersebut, risiko yang dihadapi pembiayaan murabahah meliputi risiko pada saat penyediaan raw material, saat produksi, tahap finished good hingga pengelolaan piutang.

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa NPF pembiayaan akad murabahah pada bank umum syariah memiliki rata-rata tingkat NPF dikisaran 0 – 6 persen. Tingkat NPF akad murabahah tertinggi yaitu pada tahun 2014 dengan rasio 6.57 persen dan dikuasai oleh Bank Syariah Mandiri. Selain itu, Rasio NPF akad murabahah Bank Syariah Mandiri menunjukkan tren yang meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2010, tingkat NPF tertinggi dimiliki oleh Bank BRI

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2015 (diolah)

Gambar 7 Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad murabahah pada perbankan syariah

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 2010 2011 2012 2013 2014 N PF M u d h ar ab ah (% ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah Rata-rata tingkat NPF Syariah dengan nilai NPF sekitar 4 persen. Mayoritas nasabah Bank BRI Syariah adalah nasabah mikro dan ritel. Pada tahun 2013, Bank mandiri syariah mencatat tinggkat NPF tertinggi sekitar 5 persen. Pada tahun ini Bank Mandiri syariah melakukan ekspansi pembiayaan pada sektor UMKM, proporsi penyaluran pada pembiayaan UMKM tersebut mencapai 75 persen dari total pembiayaan. Tingginya margin usaha yang ditawarkan pada segmen kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dibandingkan segmen kredit lainnya menyebabkan kenaikan Non Performing Financing pada perbankan. hal ini menunjukan kemampuan bankir dalam mengelola segmen ini masih belum memadai. Selain itu, tingkat NPF yang terus meningkat pada Bank Syariah Mandiri salah satunya adalah kondisi kualitas aktiva dan kondisi makroekonomi yang kurang kondusif. Dalam menanggapi hal tersebut pada tahun 2014 Bank Syariah Mandiri telah melakukan penghapusbukuan (write off) sebesar Rp 985.25 milyar dari yang dianggarkan sebesar Rp1 triliun. Selain itu, NPF Bank Muamalat Indonesia memiliki nilai tertinggi kedua dengan tren yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 tingkat NPF pada Bank Muamalat Indonesia sebesar 5.8 persen. Salah satu penyebab tingginya tingkat NPF pada Bank Muamalat Indonesia adalah adanya kasus debitur yang bermasalah yaitu Batavia Air. Pada kasus tersebut, Bank Muamalat Indonesia melakukan pembiayaan Rp 120 milyar dengan outstanding pembiayaan saat Batavia bangkrut adalah Rp 186 milyar dan untuk kasus ini Bank Muamalat hanya berharap pada hasil penjualan aset pailit.

Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Mudharabah

Produk pembiayaan mudharabah sebagai core product bank syariah merupakan tulang punggung perbankan syariah (Darajat 2007). Dalam operasionalnya pembiayaan mudharabah pada perbankan Indonesia ditujukan untuk membiayai investasi, modal kerja dan penyediaan fasilitas. Salah satu bentuk pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan Kopkar “Koperasi Karyawan” pada setiap bank. Mekanisme penghitungan bagi hasil menggunakan metode revenue sharing. Pendapatan pemilik modal bergantung pada ketidakpastian usaha dan biaya-biaya yang ditimbulkan dalam proses tersebut (Ascarya 2011).

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2015 (diolah)

Gambar 8 Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad mudharabah pada Bank Umum Syariah

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 2010 2011 2012 2013 2014 N PF M u syar ak ah (% ) Tahun BNI Syariah Muamalat BSM BCA Syariah BRI Syariah Panin Syariah Bukopin Syariah Rata-rata tingkat NPF Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa NPF pembiayaan akad mudharabah pada bank umum syariah memiliki tingkat NPL dikisaran 0 – 10 persen dengan rata-rata tingkat NPF pembiayaan mudharabah selama lima tahun terakhir adalah 2.11 persen. Gambar 6 menunjukkan pada tahun 2010 tingkat NPF pembiayaan mudharabah merupakan tingkat NPF tetinggi dengan rasio mencapai 10.44 persen yang dikuasai oleh BNI Syariah. Pada tahun 2010 pembiayaan dengan akad mudharabah merupakan skim yang mendominasi kedua setelah pembiayaan murabahah dengan segmentasi di dominasi oleh pembiayaan ritel konsumtif. Pada akhir tahun 2014 tingkat NPF pembiayaan akad mudharabah paling tinggi dikuasai oleh Bank Muamalat dengan rasio 5.92 persen.

Umumnya pembiayaan mudharabah dalam Bank Muamalat Indonesia disalurkan dengan menerapkan linkage program. Linkage program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan. Dalam hal ini, bank syariah mengeluarkan pembiayaan ke UKM secara tidak langsung. Penerapan linkage program ini bertujuan untuk mengurangi tingginya risiko dari pembiayaan berbasis bagi hasil. Tingkat NPF yang tinggi pada pembiayaan mudharabah antara lain disebabkan oleh adanya asimetri informasi pada kontrak mudharabah karena mudharib sebagai agen memiliki lebih banyak informasi pada dua aspek yaitu; (1) mudharib men-desain kontrak dengan shahib al-maal, sehingga mudharib lebih memiliki kemampuan untuk mengobservasi permintaan maupun produktivitas usaha (2) hanya mudharib yang mampu mengobservasi tingkat usaha dan upaya yang telah dilakukan tanpa campur tangan shahib al maal.

Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Musyarakah

Teknis perbankan yang diterapkan pada pembiayaan ini adalah sama halnya dengan pembiayaan mudharabah, menggunakan metode revenue sharing dikarenakan risiko yang ditanggung kecil. Jika mengunakan metode ini, pemilik dana tidak pernah rugi atau minimal bagi hasil sama dengan nol. (Ascarya 2011)

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa NPF pembiayaan akad musyarakah pada bank umum syariah memiliki tingkat NPF dikisaran 0 – 14 persen dengan Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2015 (diolah)

Gambar 9 Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad musyarakah pada Bank Umum Syariah

rata-rata tingkat NPF selama lima tahun terkahir adalah 3.83 persen. Selama periode tahun 2010 hingga tahun 2014 tingkat NPF pembiayaan akad musyarakah tertinggi dikuasai oleh BNI syariah dengan rasio 14.53 persen pada tahun 2011. Salah satu faktor penyebab tingginya tingkat NPF pembiayaan akad musyarakah tersebut adalah jangka waktu pembiayaan yang panjang serta kondisi ekonomi yang kurang kondusif. Pada akhir tahun 2014 tingkat NPF pembiayaan akad musyarakah paling tinggi dikuasai oleh Bank Syariah Mandiri dengan rasio 11.16 persen.

Hasil Estimasi Model

Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Non Performing Financing berdasarkan jenis penggunaan akad pada Perbankan Syariah di Indonesia. Regresi data panel dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), Random Effect Model (REM). Hasil estimasi model dilakukan dengan melakukan uji Chow dan uji Hausman .

Pemilihan Model Terbaik

Dugaan model yang pertama dicari adalah model NPF berdasarkan jenis penggunaan akad murabahah yaitu model 1 dan Model 2. Hasil pengujian dapat dilihat dalam Tabel 9. Dari hasil pengujian pada model 1 diperoleh nilai P (0.0000) < taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan bahwa cukup bukti untuk menolak H0, yaitu menggunakan Pooled Least Square, sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai P (0.0011) < taraf nyata 5 persen maka hipotesis nol ditolak. Sehingga model yang digunakan dalam menduga model adalah Fixed Effect Model.

Tabel 9 Hasil Uji Chow dan Hausman pada model NPF jenis pengunaan akad murabahah, mudharabah dan musyarakah

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Sq Model NPF Jenis Penggunaan Akad Murabahah Model NPF Jenis Penggunaan Akan Mudharabah Model Jenis Penggunaan Akad Musyarakah Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Uji Chow 0.0000 0.0000 0.0048 0.0076 0.0000 0.0953

Uji

Hausman 0.0011 0.1478 0.1718 0.6257 1.0000 0.0000 Uji LM - - 0.2607 0.1107 0.0005 0.0052 Pendekata

n FEM REM REM REM REM FEM

Sumber : Output eviews 9

Model NPF jenis penggunaan akad murabahah dengan model 2 dengan pengujian Chow diperoleh nilai P (0.0000) < taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan bahwa cukup bukti untuk menolak H0, yaitu menggunakan Pooled Least Square, sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai P (0.1478) < taraf nyata 5 persen maka hipotesis nol diterima. Sehingga model yang digunakan dalam menduga model 3 adalah Random Effect Model. Model NPF jenis penggunaan akad

mudharabah dengan model A dengan pengujian Chow diperoleh nilai P (0.0048) < taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai P (0.1718) < taraf nyata 5 persen maka hipotesis nol diterima, yaitu menggunakan Random Effect Model, sehingga model yang digunakan dalam menduga model 3 adalah Random Effect Model. Model 4 untuk NPF jenis penggunaan akad mudharabah pada uji Chow diperoleh diperoleh nilai P (0.6257) < taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan bahwa cukup bukti untuk menolak H0, yaitu menggunakan Pooled Least Square, sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai P (0.1107) < taraf nyata 5 persen maka model yang digunakan dalam menduga model 5 adalah Random Effect Model.

Pada NPF jenis penggunaan akad musyarakah dengan model 5 dimana pengujian Chow diperoleh nilai P (0.0000) > taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0, yaitu menggunakan Pooled Least Square, berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai p (1.0000) > taraf nyata 5 persen maka hipotesis nol tidak ditolak, yaitu menggunakan Random effect model, sehingga model yang digunakan dalam menduga model 5 adalah Random Effect Model. Model 6 untuk NPF jenis penggunaan akad musyarakah pada uji Chow diperoleh diperoleh nilai P (0.0053) > taraf nyata 5 persen, Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0, yaitu menggunakan Pooled Least Square, berdasarkan hasil uji Hausman diperoleh nilai P (0.0000) > taraf nyata 5 persen maka hipotesis nol ditolak, yaitu menggunakan Fixed Effect Model, sehingga model yang digunakan dalam menduga model 6 adalah Fixed Effect Model.

Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika

Pengujian asumsi klasik harus dilakukan agar menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Dalam pengujian pelanggaran asumsi klasik terdiri dari uji multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Model dikatakan baik apabila terbebas dari pelanggaran asumsi klasik tersebut.

Tabel 10 Hasil estimasi terhadap pelanggaran asumsi klasik Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Squared Model NPF Jenis Penggunaan Akad Murabahah Model NPF Jenis Penggunaan Akad Mudharabah Model NPF Jenis Penggunaan Akad Musyarakah Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Durbin Watson 2.11978 2.01305 1.31335 2.13696 1.82021 2.10780 Sum Square Resid (Weighted) 16.0605 21.6342 162.059 93.4782 157.020 91.8583 Sum Square Resid (Unweighted) 20.0070 81.6181 174.514 125.716 382.033 129.549 Probabilitas Jarque Bera 0.70848 0.88009 0.229387 0.38910 0.25585 0.20630

Sumber : Output eviews 9

Berdasarkan hasil output pada Tabel 10 di atas terhadap uji pelanggaran asumsi klasi, diperoleh hasil sebagai berikut;

Uji Normalitas

Dari hasil uji Skewness/Kurtosis diperoleh nilai probabilitas untuk semua model NPF berdasarkan jenis penggunaan akad yaitu pada NPF jenis penggunaan akad murabahah, jenis penggunaan akad musyarakah dan jenis penggunaan akad mudharabah memiliki nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari taraf nyata 0.05 sehingga tidak cukup bukti untuk menolak H0. Dengan demikian, residual pada data penelitian menyebar normal.

Uji Multikolinearitas

Pengujian masalah multikolinieritas dapat lihat dari kriteria yang menujukkan nilai (R-square) R2 tinggi namun dari hasil estimasi banyak variabel penelitian yang tidak signifikan. Pada penelitian ini masalah multikolinieritas dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dengan menggunakan software e-views 9 yang menghasilkan output pada lampiran terakhir. Dengan melihat lampiran hasil output tersebut, dari semua model NPF berdasarkan jenis penggunaan akad yaitu pada NPF jenis penggunaan akad murabahah, jenis penggunaan akad musyarakah dan jenis penggunaan akad mudharabah tidak terdapat nilai korelasi yang melebihi 0.8 pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyaratan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi mutikolineritas.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weight Statistic dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid pada Weight Statistic lebih kecil dari Sum Squared Resid Unweighted Statistic, maka terjadi heteroskedastisitas. Model dalam penelitian menggunakan GLS Cross-Section sehingga masalah heteroskedastisitas langsung dapat terkoreksi sehingga model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga model NPF berdasarkan jenis penggunaan akad yaitu pada NPF jenis penggunaan akad murabahah, jenis penggunaan akad musyarakah dan jenis penggunaan akad mudharabah terbebas dari masalah heteroskedastisitas

Uji Autokorelasi

Pengujian untuk mendeteksi permasalahan autokorelasi dapat dilakukan

Dokumen terkait