• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif merupakan penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya bersifat sekadar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang ditekankan pada gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki.

commit to user

Untuk mengetahui tingkat sumbangan atau kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan PDRB secara sektoral yaitu dengan menggunakan teknik analisis:

a. Analisis Kontribusi Sektoral

Distribusi persentase sektoral dihitung berdasarkan perbandingan persentase antara besarnya nilai-nilai tiap sektor PDRB. ……….. (3.2) Keterangan: = nilai PDRB sektor i PDRB = total jumlah PDRB b. Analisis Pertumbuhan

Laju pertumbuhan sektoral digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan masing-masing sektor dari tahun ke tahun dengan memperbandingkan perubahan pendapatan suatu sektor dengan pendapatan sektor tersebut sebelumnya.

………...….. (3.3) Keterangan:

= nilai PDRB sektor i

commit to user 2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan adalah: a. Analisis Location Quotient

Analisis Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. (Tarigan, 2005: 82).

LQ digunakan untuk melihat keunggulan sektoral dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya atau wilayah studi dengan wilayah referensi. Alat analisis ini dipakai untuk mengetahui sektor basis dan non basis di suatu wilayah. Analisis LQ dilakukan dengan membandingkan distribusi prosentase masing-masing sektor di masing-masing-masing-masing wilayah kabupaten atau kota dengan provinsi. (Lincolin Arsyad: 1999).

Rumus yang dipakai untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut:

………...……... (3.4) Keterangan:

LQ = Location Quotient

= sektor ekonomi pembentuk PDRB wilayah analisis

= PDRB total di wilayah analisis

commit to user

referensi

= PDRB total di wilayah referensi Kriteria pengukuran LQ adalah sebagai berikut:

1. Bila nilai LQ = 1, maka sektor yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten maupun di tingkat provinsi memiliki tingkat spesialisasi atau dominasi yang sama.

2. Bila nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan di tingkat provinsi. Sektor ini dalam perekonomian daerah di kota/kabupaten memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor basis.

3. Bila nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan di tingkat provinsi. Sektor ini dalam perekonomian daerah di kota/kabupaten dikategorikan sebagai sektor non basis.

Metode LQ dibedakan menjadi dua, yaitu Static Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient(DLQ).

a) Static Location Quotient

Analisis SLQ digunakan untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah kabupaten/kota terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi

commit to user

potensi internal yang dimiliki suatu daerah yaitu membaginya menjadi dua golongan yaitu sektor basis dan sektor non basis. Analisis SLQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan PDRB sebagai indikator pertumbuhan wilayah (Warpani, 1984: 68 dalam Prima, 2011: 40).

SLQ dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

………..…………. (3.5) Keterangan:

= nilai produksi subsektor i pada wilayah analisis = total PDRB wilayah analisis

= nilai produksi subsektor i pada daerah referensi = total PDRB daerah referensi

Jika SLQ > 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah (sektor basis) atau sektor tersebut cenderung akan mengekspor keluaran produksinya ke wilayah lain atau mungkin mengekspor ke luar negeri. Dan, jika SLQ < 1 berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor ungggulan dan kurang potensial (sektor non basis) dan cenderung mengimpor dari wilayah lain atau dari luar negeri.

commit to user b) Dynamic Location Quotient

Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ, dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan keluaran sektor ekonomi dari waktu ke waktu. DLQ dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: (Tri Widodo, 2006:119)

……… (3.6)

Keterangan:

= laju pertumbuhan sektor i wilayah analisis

= rata-rata laju pertumbuhan sektor total di wilayah analisis

= laju pertumbuhan sektor i di wilayah referensi = rata-rata laju pertumbuhan sektor total di wilayah

referensi

= Indeks Potensi Pengembangan Sektor i di wilayah analisis

= Indeks Potensi Pengembangan Sektor i di wilayah referensi

Kriterianya, jika DLQ menunjukkan nilai lebih dari satu (DLQ > 1) maka perkembangan sektor pada wilayah analisis lebih lambat daripada di wilayah referensi. Hal ini

commit to user

menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah non basis.

b. Analisis Gabungan Statistic Location Quotient dan Dynamic

Location Quotient

Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang produktif.

Tabel 3.1

Analisis Gabungan SLQ dan DLQ

Kriteria DLQ > 1 DLQ < 1

SLQ > 1 Unggulan Prospektif

SLQ < 1 Andalan Tertinggal

Sumber: Tri Widodo, 2006: 120 dalam Akbar Prima: 2011, 43 c.Analisis Shift Share

Analisis Shift Share (SS) digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran dan peranan sektor perekonomian di suatu daerah. Analisis ini merupakan teknik yang berguna dalam menganalisa perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja perekonomian daerah yang reatif lebih besar serta menentukan sektor-sektor yang berkembang di suatu daerah.

Melalui analisis SS ini maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural perekonomian wilayah analisis ditentukan oleh tiga komponen yaitu:

commit to user

1. Provincial Share (PS) digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian wilayah analisis dengan melihat nilai PDRB wilayah analisis sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian wilayah referensi. Hasil perhitungan PS akan menggambarkan peranan wilayah referensi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian wilayah analisis. Jika pertumbuhan wilayah analisis sama dengan pertumbuhan wilayah referensi maka peranannya tetap.

2. Proportional Shift (P) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i pada wilayah analisis dibandingkan total sektor di wilayah referensi.

3. Differential Shift (D) adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi wilayah analisis dan nilai tambah bruto sektor yang sama di wilayah refensi.

Secara matematis, PS, P dan D dapat diformulasikan sebagai berikut: (Glasson, 1990 dalam Prima, 2011: 24)

……….……… (3.7) a) Provincial Share(PS)

………....… (3.8 a)

b) Proportional Shift (P)

commit to user

c)Differential Shift (D)

………. (3.8 c) Keterangan:

= Provincial Share wilayah analisis = Proportional Shift wilayah analisis = Differential Shift wilayah analisis PDRB = total wilayah analisis

= Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi jenjangnya

= Kota Administrasi Jakarta Selatan sebagai wilayah analisis

= sektor dalam PDRB = tahun 2010

= tahun awal (tahun 2007)

Jika > 0, maka wilayah analisis akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat provinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika < 0, maka wilayah analisis akan berspesialisasi pada sektor yang ditingkat provinsi lebih lambat. Jika > 0, maka pertumbuhan sektor i di wilayah analisis lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di provinsi dan bila < 0, maka pertumbuhan sektor i di

commit to user

wilayah analisis relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di provinsi.

Pergeseran proporsional (Proporsional Shift)

digunakan untuk mengukur perubahan relatif daya tumbuh perekonomian wilayah analisis dengan perekonomian provinsi. Sedangkan pergeseran diferensial (Differential Shift) digunakan untuk menentukan sejauh mana daya saing sektor lokal dengan perekonomian di tingkat provinsi. (Indah Purnama Sari, 2009) e. Analisis Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran status perekonomian daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2007-2010, digunakan rumus: % ………... (3.9) Keterangan: = PDRB tahun t = PDRB tahun t-1

commit to user

dikelompokkan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2

Status Perekonomian Per Sektor Analisis Tipologi Klassen

Kuadran I

Sektor yang maju dan tumbuh

dengan pesat (developed

sector)

si > s dan ski > sk

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector)

si < s dan ski > sk Kuadran III

Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)

si > s dan ski < sk

Kuadran IV

Sektor relatif tertinggal

(underdeveloped sector) si < s dan ski < sk Sumber: Sjafrizal, 2008 dalam Rachman Kurniaji, 2012 Keterangan:

si = laju pertumbuhan sektor tertentu di wilayah (kabupaten/kota)

s = laju pertumbuhan sektor tertentu pada Provinsi ski = kontribusi sektor tertentu terhadap PDRB di

wilayah (kabupaten/kota)

sk = kontribusi sektor tertentu terhadap PDRB Provinsi Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008: 180 dalam Rachman Kurniaji 2012): 1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed

sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan

commit to user

memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski > sk.

2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski > sk.

3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski < sk.

4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan

commit to user

sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski < sk.

commit to user BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

1. Kondisi Geografis

a) Batas Administrasi Daerah dan Luas Wilayah

Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur Timur. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 Tahun 2007, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari daratan seluas termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu dan berupa lautan seluas .

Ketinggian rata-rata Provinsi DKI Jakarta ±7 m di atas permukaan air laut, sedangkan sebagian wilayah khususnya di sekitar pantai Laut Jawa terdapat beberapa tempat yang berada di bawah permukaan air laut pasang sehingga rawan genangan. Secara geografis di sebelah Utara Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Di bagian Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang ±35 km yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way.

commit to user

Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi DKI Jakarta Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peta_Jakarta.gif Wilayah Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima (5) wilayah kota Administrasi dan satu (1) kabupaten Administrasi, yakni Kota Jakarta Selatan dengan luas daratan

(Gambar 4.1 warna hijau), Jakarta Timur dengan luas daratan (Gambar 4.1 warna kuning), Jakarta Pusat dengan luas daratan (Gambar 4.1 warna merah muda), Jakarta Barat dengan luas daratan (Gambar 4.1 warna orange), dan Jakarta Utara dengan luas daratan

(Gambar 4.1 warna ungu), serta Kabupaten Administrasi dengan luas daratan (Gambar 4.1 warna biru). Pembagian Daerah

commit to user

wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1

Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta

No. Kota/Kabupaten Administrasi Jumlah Kecamatan Kelurahan RW RT 1. Jakarta Pusat 8 44 394 4652 2. Jakarta Utara 6 31 431 5072 3. Jakarta Timur 10 65 699 7843 4. Jakarta Selatan 10 65 576 6312 5. Jakarta Barat 8 58 580 6409 6. Kepulauan Seribu 2 4 24 125 Jumlah 44 267 2.704 30368

Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2010

b) Iklim

Kota Jakarta dan pada umumnya seluruh daerah di Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara rata-rata di sepanjang tahun 2010 berkisar . Temperatur terendah terjadi terjadi pada bulan Januari sedangkan tertinggi pada bulan September, dengan tingkat kelembaban udara rata-rata mencapai 68,0-71,0% dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2 m/detik. Curah hujan tertinggi sebesar 547,9 mm yang terjadi pada bulan Januari.

commit to user

2. Arti dan Lambang Provinsi DKI Jakarta

Lambang Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Lambang Provinsi DKI Jakarta

Sumber:http://logoidme.blogspot.com/2012/06/logo-lambang-dki-jakarta.html

Keterangan:

a. Lukisan perisai segi lima yang didalamnya melukiskan gerbang terbuka.

b. Didalam gerbang terbuka itu terdapat “Tugu Nasional” yang

dilingkari oleh untaian (krans) padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas.

c. Pada bagian atas pintu gerbang tertulis sloka “Jaya Raya”,

sedang di bagian bawah perisai terdapat lukisan ombak-ombak laut.

d. Pinggiran perisai digaris tebal dengan warna emas.

e. Gerbang terbuka bagian atas berwarna putih, sedang huruf-huruf sloka “Jaya Raya” yang tertulis diatasnya berwarna merah.

commit to user

g. Untaian (krans) padi berwarna kuning dan untaian (krans) kapas berwarna hijau serta putih.

h. Ombak-ombak laut berwarna dan dinyatakan dengan garis-garis putih, kesemuanya ini dilukiskan atas dasar ysng berwarna biru.

Lambang Provinsi DKI Jakarta melukiskan pengertian-pengertian sebagai berikut:

1) Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi kemerdekaan Indonesia.

2) Jakarta sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian kota dilambangkan dengan gerbang (terbuka).

Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai kota revolusi dan

kota proklamasi dilambangkan dengan “Tugu Nasional” yang

melambangkan kemegahan dan daya juang dan cipta Bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam.

“Tugu Nasional” ini dilingkari oleh untaian padi dan kapas, dimana pada permulaan tangkai-tangkainya melingkar sebuah tali berwarna emas, yakni lambang cita-cita daripada perjuangan Bangsa Indonesia yang bertujuan suatu masyarakat adil dan makmur dalam persatuan yang kokoh erat.

Dibagian bawah terlukis ombak-ombak laut yang melambangkan suatu ciri khusus dari kota dan negeri kepulauan Indonesia.

commit to user

Keseluruhan ini dilukiskan atas dasar warna biru, warna angkasa luar yang membayangkan cinta kebebasan dan cinta damai bangsa Indonesia.

Dan keseluruhan ini pula berada dalam gerbang dan pada pintu gerbang itu terteralah dengan kemegahan yang sederhana

sloka “Jaya Raya” satu sloka yang menggelorakan semangat segala

kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai lbukota dan kota perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan keseluruhan ini pula berada dalam kesatuan yang seimbang pada bentuk perisai segi lima yang bergaris tebal emas, sebagai pernyataan permuliaan terhadap dasar falsafah negara “Pancasila”.

Tentang arti bentuk lukisan serta warna masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Pintu gerbang : lambang kota, lambang kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan intenasional.

b) Tugu Nasional : lambang kemegahan, daya juang dan cipta. c) Padi/kapas : lambang kemakmuran.

d) Tali emas : lambang pemersatuan dan kesatuan. e) Ombak laut : lambang kota, negeri kepulauan.

f) Sloka “Jaya Raya”: Slogan perjuangan Jakarta

commit to user

h) Warna : mas pada pinggir perisai (Kemuliaan Pancasila), merah sloka (Kepahlawanan), putih pintu gerbang (Kesucian), putih tugu nasional (Kemegahan kreasi mulya), kuning padi/hijau putih kapas (Kemakmuran dan keadilan), biru (Angkasa bebas dan luas), ombak putih (Alam laut yang kasih).

3. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk Kota Jakarta pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk 2010) sebanyak 9.588,2 ribu jiwa, terdiri dari laki-laki 4.859,27 ribu orang dan perempuan 4.728,93 jiwa. Jumlah tersebut melampaui angka proyeksi penduduk DKI Jakarta yang diperkirakan sebesar 9.295 ribu jiwa. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta tahun 2000/2010 sekitar 1,40 persen. Angka ini meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk 1990/2000 yang hanya 0,14 persen. Tingginya laju pertumbuhan penduduk disebabkan oleh banyaknya migran masuk dari daerah lain, sedangkan penduduk yang keluar DKI Jakarta relatif lebih sedikit. Selain itu jumlah kelahiran lebih besar daripada jumlah kematian. Jumlah kelahiran pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 144 ribu jiwa sedangkan kematian sekitar 32,5 ribu jiwa.

commit to user

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta

Uraian Satuan SP 2000 SP 2010

Jumlah penduduk Jiwa 8.347,08 9.588,20

Laki-laki Jiwa 4.223,12 4.859,27

Perempuan Jiwa 4.123,96 4.728,93

Pertumbuhan penduduk Persen 0,14 1,40

Kepadatan penduduk 12.603 14.476

Sex ratio Persen 102,00 103,00

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta 2011

Hasil sementara Sensus Penduduk menurut Kabupaten/Kota menunjukkan sebaran penduduk terbesar ada di Jakarta Timur, yaitu sebesar 2.687,027 jiwa, terbesar kedua Jakarta Barat sebanyak 2.278,825 jiwa, diikuti Jakarta Selatan sebesar 2.057,080 jiwa, berikutnya Jakarta Utara sebesar 1.645,312 jiwa, lalu Jakarta Pusat sebanyak 898,883 jiwa dan terakhir Kepualaun Seribu ada 21.071 jiwa. Menurut tingkat pendidikan (khususnya bagi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas) tercatat sebanyak 2.808,1 ribu jiwa atau 35 persen dari penduduk yang berusia 10 tahun ke atas berhasil menyelesaikan pendidikan dari tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA). Penduduk yang menyelesaikan pendidikan tinggi mencapai 1.033,4 ribu orang yang terdiri atas 358,5 orang (4 persen) pada level DI hingga DIII, dan sebanyak 674,9 ribu orang atau sebesar 8 persen berpendidikan sarjana.

commit to user Tabel 4.3

Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Jakarta Tahun 2010 (10 Tahun ke Atas)

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Jumlah Laki-laki Perempuan

1. Tidak/belum pernah sekolah 423,5 532,57 955,82

2. SD 720,05 898,71 1.618,76 3. SMTP 780,30 788,31 1.568,61 4. SMTA 1.555,85 1.252,24 2.808,09 5. Diploma I-III 171,61 186,85 358,46 6. Universitas 383,03 291,88 674,91 Jumlah 4.034,09 3.950,56 7.984,65 Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta 2011

B. Gambaran Umum Kota Administrasi Jakarta Selatan

1. Kondisi Geografis

a) Letak Geografis

Secara astronomis, Kota Administrasi Jakarta Selatan terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Luas wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 Tahun 2007 adalah . Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Administrasi Jakarta Selatan berbatasan langsung dengan Kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kota Depok. Adapun batas wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan yaitu:

Sebelah Utara : Banjir Kanal, Jalan Sudirman, Kecamatan Tanah Abang (Kota Administrasi Jakarta Pusat), Jalan Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk (Kota Administrasi Jakarta Barat)

commit to user

Sebelah Timur : Kali Ciliwung (Kota Administrasi Jakarta Timur)

Sebelah Selatan : Kecamatan Ciputat dan Ciledug Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Sebelah Barat : Kotamadya Depok, Provinsi Jawa Barat

Gambar 4.3 Peta Wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011 b) Topografi

Jakarta Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 26,2 m diatas permukaan laut dengan rata-rata hujan 11,7 mm per hari. Kota Administrasi Jakarta Selatan termasuk wilayah rawan banjir. Dalam siklus lima tahunan, Jakarta memiliki potensi banjir cukup tinggi, terbukti pada tahun 2002 dan 2007 terjadi banjir besar dan kerugian besar pula.

commit to user

Jakarta merupakan kota yang terbentuk secara alami, sehingga penataan kota tidak dapat dilakukan secara optimal khususnya dalam sistem tata air/drainase dan jalan.

c) Keadaan Iklim

Kota Administrasi Jakarta Selatan dan pada umumnya seluruh daerah di Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Secara umum, curah hujan tertinggi selama tahun 2010 terjadi pada bulan Oktober, yaitu sebanyak 518 mm dan terendah terjadi pada bulan Maret, yaitu sebanyak 320 mm. Rata-rata hari hujan per bulan adalah 20 hari.

Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 85 persen dan terendah terjadi pada bulan April sebesar 78 persen. Tekanan udara tertinggi rata-rata sebesar 1.009,6 mb dan temperatur udara rata-rata Celcius.

2. Arti dan Lambang Kota Administrasi Jakarta Selatan

Lambang Kota Administrasi Jakarta Selatan berbentuk perisai lima. Di lima perisai terlukis pintu gerbang dengan dasar biru ditengah-tengah berdiri Monumen Nasional warna putih yang dilingkari padi dan kapas yang dibawahnya terlukis ombak laut lambang kota Pelabuhan dan Negara Kepulauan. Di atas pintu gerbang terkis sloka JAYA RAYA atau sloka selora semangat segala kegiatan Jakarta sebagai Ibukota dan kota perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

commit to user

Lambang Kota Administrasi Jakarta Selatan berbentuk perisai lima didalamnya terlukis pohon Rambutan dan buah Rambutan Rapiah (Flora) serta burung Gelatik (Fauna) yang mengandung arti alam lingkungan yang hijau dan teduh yang melambangkan persatuan, kekuatan dan ketenangan serta kebersamaan.

Gambar 4.4 Lambang Kota Administrasi Jakarta Selatan Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Seal_of_South_Jakarta.png

3. Pemerintah Daerah

Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok pokok Pemerintahan di Daerah, ditetapkan Jakarta sebagai Ibukota Negara RI yang merupakan salah satu dari 26 Daerah Otonomi Tingkat I (Provinsi) di Indonesia dengan struktur wilayah administrasi. Setiap wilayah administrasi dipimpin oleh seorang Walikota/Bupati. Pejabat Walikota terdahulu yang pernah memegang tampuk pemerintahan di Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:

commit to user Tabel 4.4

Daftar Pejabat Walikota Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 1966-2011

No. Nama Periode

1. M. Kahfi (1966-1968)

2. H.M.I. Rasma (1968-1972)

3. Sarimin (1972-1974)

4. K.H. Baka Perdana Koemah (1974-1980)

5. Drs. Oetomo (1980-1984) 6. H. Mochtar Zakaria (1984-1989) 7. Drs. H. Harun Al Rasyid (1989-1993) 8. Drs. H.Pardjoko (1993-1998) 9. Drs. H. Abdul Mufti (1998-2001)

Dokumen terkait