• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DIALEL PENUH

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DIALEL PENUH

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mengetahui daya gabung, heterosis dan parameter genetik. Penelitian menggunakan 64 genotipe terung terdiri dari 28 F1, 28 F1R dan 8 tetua dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, 3 ulangan pada November 2012 - April 2013. Hasil penelitian menunjukkan ragam DGK lebih tinggi daripada DGU pada berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman. Tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah memiliki ragam DGU tinggi daripada ragam DGK. Genotipe BEP 04 relatif lebih konsisten dan memliliki daya gabung lebih tinggi daripada genotipe tetua yang lain. Tidak terjadi interaksi gen pada karakter yang diamati kecuali pada bobot per buah dan jumlah buah. Distribusi gen tersebar tidak merata pada tetua. Panjang buah, kekerasan buah dikendalikan oleh 1 kelompok gen; di- ameter buah, bobot per buah, jumlah buah dikendalikan oleh 2 kelompok gen; berbunga, tinggi tanaman dikendalikan 3 kelompok gen; umur panen dikendalikan oleh 4 kelompok gen, dan bobot buah per tanaman dikendalikan 5 kelompok gen. Semua karakter memiliki heritabilitas arti sempit tinggi kecuali hari untuk berbunga, umur panen, dan bobot buah per tanaman.

Kata kunci: daya gabung, parameter genetik, terung

ABSTRACT

Research aimed to determine the combining ability, heterosis and genetic parameters. The experiment was performed using 64 genotypes consisted of 28 F1, 28 F1R and 8 parents with a Randomized Complete Block Design, 3 replications in November 2012 - April 2013. Results showed varian of SCA higher than GCA on flowering, harvesting age and fruit weight per plant. Plant height, fruit length, fruit diameter, fruit hardness, weight per fruit and number of fruit had a varian of GCA higher than SCA. Genotype BEP 04 had relatively more consistent and had combining ability values are higher than the other. All characters had no interaction of genes except to weight per fruit and number of fruit. The genes distribution for the traits studied were unequal on each parents. Fruit length and hardness are controlled by 1 group of genes; fruit diameter, weight per fruit, number of fruit are controlled by 2 groups; flowering and plant height are controlled 3 groups, harvesting age is controlled by 4 groups, and the fruit weight per plant is controlled 5 groups. All characters had a high heritability narrow sense except to flowering age, harvesting age, and fruit weight per plant. Keyword : combining ability, eggplant, genetic parameter

23

PENDAHULUAN

Daya gabung merupakan konsep penting dalam pemuliaan varietas dan eksploitasi heterosis. Heterosis merupakan keunggulan karakter hibrida dibandingkan dengan tetuanya Daya gabung merupakan kemampuan untuk berkombinasi dengan genotip yang lain dan menghasilkan keturunan yang unggul. Terdapat dua macam daya gabung yaitu daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Menurut Sujiprihati et al. (2008) dan Chaudary (1971), daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu genotipe tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Daya gabung yang diperoleh dari persilangan antara kedua tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi persilangan yang dapat memberikan keturunan lebih baik. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya.

Falconer (1981) efek daya gabung umum dan khusus merupakan indikator penting dari nilai potensial suatu galur murni untuk kombinasi persilangan suatu hibrida. Daya gabung umum (DGU) merupakan hasil aksi gen aditif, sedangkan daya gabung khusus (DGK) merupakan kemampuan kombinasi spesifik hasil dari gen dominan dan epistasis aditif (Welsh, 1981). Besarnya daya gabung antar plasma nutfah yang digunakan sebagai tetua dan besarnya heterosis yang diperoleh oleh hibridanya berbeda-beda. Besarnya ragam daya gabung umum penting untuk diketahui karena pada kebanyakan sifat ragam DGU selalu lebih besar dari pada ragam DGK (Simpson dan Everson 1982). Hal ini berarti bahwa dalam mempengaruhi sifat, aksi gen aditif lebih berperan dibandingkan dengan gen non aditif.

Pada tanaman menyerbuk sendiri, keberhasilan memproduksi benih hibrida secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda, 1990). Menurut Poehlman (1987) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur murni perlu diuji daya gabungnya guna menentukan kombinasi yang terbaik untuk produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula.

24

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Penelitian PT. BISI International, Tbk. di Desa Watugede (150 m dpl), Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur mulai November 2012 sampai April 2013. Lokasi penelitian mempunyai tekstur tanah geluh berpasir.

Materi Penelitian

Materi penelitian terdiri dari 8 genotipe terung koleksi PT. BISI International, Tbk hasil dari penelitian pertama yaitu BEPA11 (BEP 01), BEPA03 (BEP 04), BEPE102 (BEP 05), BEPA41 (BEP 06), BEPC86 (BEP 08), BEPC18 (BEP 10), BEPC24 (BEP 11), BEPA71 (BEP 12). Genotipe tersebut disaling-silangkan menggunakan metode persilangan dialel lengkap (8x8) (Tabel 7), sehingga terdapat 64 rekombinan F1 (28 F1 dan 28 F1 resiprok) dan 8 genotipe tetua. Tabel 7. Persilangan dialel penuh 8 tetua terung

Betina / Jantan BEP 01 (A) BEP 04 (B) BEP 05 (C) BEP 06 (D) BEP 08 (E) BEP 10 (F) BEP 11 (G) BEP 12 (H)

BEP 01 (A) A/A A/B A/C A/D A/E A/F A/G A/H

BEP 04 (B) B/A B/B B/C B/D B/E B/F B/G B/H

BEP 05 (C) C/A C/B C/C C/D C/E C/F C/G C/H

BEP 06 (D) D/A D/B D/C D/D D/E D/F D/G D/H

BEP 08 (E) E/A E/B E/C E/D E/E E/F E/G E/H

BEP 10 (F) F/A F/B F/C F/D F/E F/F F/G F/H

BEP 11 (G) G/A G/B G/C G/D G/E G/F G/G G/H

BEP 12 (H) H/A H/B H/C H/D H/E H/F H/G H/H

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), perlakuan sebanyak 64 genotipe terung yang diulang sebanyak 3 kelompok dengan jumlah tanaman 20 tanaman setiap satuan percobaan. Pelaksanaan percobaan di lapangan dilakukan seperti pada Percobaan I Analisis Keragaman Genetik pada 30 Genotipe Terung (Solanum melongena L.) (halaman 12-13).

Sebanyak 10 tanaman dalam setiap unit percobaan digunakan sebagai tanaman contoh. Pengamatan karakter agronomi utama dilakukan pada :

1. Umur berbunga (HST)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan, bunga pertamanya mekar.

25 2. Umur panen (HST)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan telah panen buah konsumsi

3. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan dilakukan pada saat fase generatif, dengan cara mengukur jarak pucuk tertinggi tanaman dari permukaan.

4. Panjang buah (cm)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang per buah sampel yang telah ditentukan.

5. Diameter buah (cm)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter per buah sampel yang telah ditentukan.

6. Kekerasan buah

Pengamatan dilakukan dengan mengukur (dalam bar) kekerasan per buah sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat Penetrometer.

7. Bobot per buah (g)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat per buah sampel yang telah ditentukan.

8. Jumlah buah per tanaman

Hasil pengamatan jumlah buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman 9. Bobot buah per tanaman (kg)

Hasil pengamatan berat buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Analisis Data

Sidik ragam gabungan yang digunakan untuk menganalisis percobaan menurut Singh dan Chaudary (1985). Analisis daya gabung menggunakan pendekatan metode I Griffing, sedangkan pendugaan parameter genetik persilangan menggunakan pendekatan Hayman (Singh dan Chaudary 1985)

Analisis DGU dan DGK dengan pendekatan Metode I Griffing

Pendekatan ini digunakan untuk pendugaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dengan asumsi ada pengaruh resiprokal (Tabel 8)

Model linear yang digunakan adalah :

Keterangan :

Yij = rata-rata genotipe i x j di atas k dan l

gi = pengaruh DGU dari tetua i

gj = pengaruh DGU dari tetua j

Sij = pengaruh DGK dari tetua i x j

rij = pengaruh resiprok

= pengaruh rata-rata error

26

gi= n i.+ . n ..

Pengaruh daya gabung umum tetua dihitung dengan persamaan : g= i i + i) n i + i) +n ..

Pengaruh daya gabung khusus tetua ke-i dan ke-j dihitung dengan persamaan :

si = i + i) n i.+ .i+ i + i)+n ..

Pengaruh resiprokal persilangan dihitung dengan persamaan : ri = i i)

Tabel 8. Anova ragam daya gabung untuk Metode I Griffing Sumber Keragaman db KT (KT Harapan) DGU n-1 Σ i. + . ) 2 - Y2.. ) /db + DGK n(n-1)/2 1/2ΣΣ i i + i.)- Σ 2 + Y2..) /db + sij 2 Resiprokal n(n-1)/2 Σ Σ i + i) 2 /db + rij 2 Galat (n-1)(r-1)

Nilai heterosis dan heterobeltiosis masing-masing F1 hasil persilangan full

diallel dievaluasi dengan metode yang digunakan Virmani et al. (1997)

berdasarkan heterosis terhadap rata-rata kedua tetua (Mid Parent Heterosis) dan rata-rata tetua terbaik (Best Parent Heterosis).

MPH = -εP

εP x 100% ; BPH =

x 100% Keterangan :

MPH = Mid Parent Heterosis

BPH = Best Parent Heterosis (heterobeltiosis) F1 = Penampilan rata-rata F1

MP = Penampilan rata-rata kedua tetua BP = Penampilan rata-rata tetua terbaik

Pendugaan parameter genetik dengan pendekatan metode Hayman

Pendekatan metode Hayman pada populasi F1, F1R dan tetua digunakan untuk analisis :

27 -Pendugaan ragam dan peragam

Rata-rata tetua = ML0 = Ragamtetua = V0L0 = Ragam array = Vri =

Rata rata ragam array = VILI =

Peragam antara tetua dan keturunan

= Wri = =

Rata-rata peragam tetua dan array (W0L0) =

n i ri

W

n

1

1

Perbedaan rata-rata tetua dan rata-rata semua keturunan (ML1– ML0)2 = 2 1 ; 1 1 1                             

   i j ij n j i ij X X n n

-Uji hipotesis nilai regresi peragam pada ragam = b b = o r. r)

ar r)

SE (b) =[(Var(Wr)-b*(Cov(WrVr))/(Var (Vr)*(n-1)]1/2 H0: b=1

H : b≠

Jika b = 1, tidak terdapat interaksi gen non alelik

-Grafik regresi ragam array dengan peragam tetua dengan keturunan. Parabola diperoleh dari persamaan :

Wri = (Vri x V0L0)1/2

Regresi diperoleh dari persamaan : Wri = Wr-bVr+bVri

Intersep regresi diperoleh dari persamaan : a = Wr-bVr

Semakin dekat letak tetua dengan pangkal persilangan x-y, maka kandungan gen dominan relatif semakin besar, dan sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y semakin kecil kandungan gen dominannya.

- Heritabilitas arti sempit (h2NS)

28 F = 2 V0L0-4W0L01-2(n-2)E/n H1= V0L0-4W0L01+4VlLl–(3n-2)E/2 H2 =4VlLl - 4V0L1-2E h2 = 4(Mli-ML0)2-4(n-1)E/n2 Fr = 2(V0L0-W0L01+VlLl–Wr-Vr)-2(n-2)E/n S2 = ½ [Var (Wr – Vr)] SE (D) = [ (n5 + n4)/n5] * (S2) SE (F) = [ (4n5 + 20n4– 16n3 + 16n2)/n5] * (S2) SE (H1)= [ (n5 + 41n4– 12n3 + 4n2)/n5] * (S2) SE (H2)= [ (36n4)/n5] * (S2) SE (h2) = [ (16n4 + 16n2– 32n + 16)/n5] * (S2) SE (E) = [ (n4)/n5] * (S2) Keterangan:

D : komponen ragam karena pengaruh aditif

F : nilai tengah Fr untuk semua array; Fr adalah peragampengaruh aditif dan

non aditif pada array ke-r.

H1 : komponen ragam karena pengaruh dominan

H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua

h2 : pengaruh dominansi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous).

E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan. Sehingga heritabilitas arti luas (h2BS) dan arti sempit (h2NS)

h

2BS = D+ H - 4 H - ) D+ H - 4 H - +

h

2NS = D+ H - H - ) D+ H - H - +

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus

Persilangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan variabilitas genetik, memperoleh varietas baru yang lebih unggul ataupun untuk perbaikan suatu karakter pada genotipe atau galur yang diperbaiki. Analisis hasil persilangan antar genotipe yang berbeda akan memberikan informasi secara jelas daya gabung dan perilaku genetik yang terdapat pada genotipe tetua. Kuadrat tengah beberapa karakter agronomi tersaji pada Tabel 9. menunjukkan bahwa pada semua karakter yang diuji menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar genotipe terung. Hasil sidik ragam yang nyata merupakan syarat untuk dapat melakukan pendugaan daya

29 gabung menggunakan metode I Griffing dan parameter genetik lainnya dengan metode Hayman (Singh dan Chaudary 1985).

Tabel 9. Kuadrat tengah beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung

Karakter Sumber Keragaman

Blok Genotipe Galat

Derajad bebas (db) 2 63 126 Umur berbunga (HST) 0.54 43.41** 13.83 Umur panen (HST) 100.44 137.38** 15.57 Tinggi tanaman (cm) 6.5 370.88** 42.27 Panjang buah (cm) 1.79 122.25** 1.3 Diameter buah (cm) 0.1 3.62** 0.02 Kekerasan buah 0.11 0.66** 0.01

Bobot per buah (g) 118.26 310.18** 162.48

Jumlah buah per tanaman 2.26 82.38** 5.83

Bobot buah per tanaman (kg) 0.02 1.13** 0.11 Keterangan : ** berbeda nyata pada α 0.01

Daya gabung yang diperoleh dari suatu persilangan antar kedua tetua akan memberikan informasi tentang kombinasi persilangan yang dapat memberikan keturunan dengan potensi hasil tertinggi. Daya gabung umum adalah nilai rata- rata dari genotipe-genotipe dalam seluruh kombinasi persilangan bila disilangkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata-rata kombinasi persilangannya mendekati nlai rata-rata keseluruhan persilangan. Nilai daya gabung umum dapat bernilai positif atau negatif tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara mengambil nilainya (Iriany 2011). Daya gabung khusus adalah penampilan kombinasi persilangan tertentu. Daya gabung khusus yang baik adalah nilai pasangan persilangan lebih baik daripada nilai rata-rata keseluruhan pasangan yang terlibat (Poehlman dan Sleeper 1995).

Tabel 10. Kuadrat tengah DGU, DGK dan resiprokal beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung

Karakter yang diamati Sumber Keragaman

KT DGU KT DGK KT Resiprokal Umur berbunga 29.44tn 12.60** 12.60** Umur panen 195.33** 42.71** 11.50** Tinggi tanaman 731.80 tn 61.25 tn 33.96** Panjang buah 340.01** 5.66** 1.03** Diameter buah 9.57** 0.24** 0.09** Kekerasan buah 1.75** 0.06** 0.01*

Bobot per buah 15,596.74** 589.77** 243.68**

Jumlah buah per tanaman 157.92** 13.28** 9.03**

Bobot buah per tanaman 1.36** 0.64** 0.16**

Keterangan : KT = kuadrat tengah, DGU = daya gabung umum, DGK = daya

30

Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) serta resiprokalnya tersaji pada Tabel 10. dapat diketahui bahwa nilai kuadrat tengah DGU dan DGK berbeda nyata pada karakter yang diamati. Nilai DGU yang berbeda nyata menunjukkan adanya perbedaaan DGU dari genotipe tetua yang terlibat dalam persilangan. Nilai DGK yang berbeda nyata berarti terdapat perbedaan hasil kombinasi persilangan yang terjadi.

Adanya efek maternal pada semua karakter yang diamati ditunjukkan oleh kuadrat tengah resiprokal yang berbeda nyata. Terdapat dugaan adanya gen di luar inti yang terlibat dalam penampilan karakter. Sehingga dalam melakukan analisis kombinasi persilangan harus disertakan resiprokalnya karena memberikan hasil yang berbeda.

Pengaruh DGU yang nyata pada semua karakter yang diamati (Tabel 10.) menunjukkan bahwa adanya aksi gen aditif (Pandini et al. 2002 dalam Riyanto 2007) dan pengaruh DGK yang nyata menunjukkan adanya aksi gen non aditif (Bolanos-aquilar et al. 2001 dalam Riyanto 2007) yang berperan dalam ekspresi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman.

Nilai ragam DGU dan DGK disajikan pada Tabel 11. menunjukkan bahwa karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman mempunyai ragam DGK yang lebih tinggi daripada ragam DGU dengan proporsi DGK/DGU tinggi mennjukkan bahwa pada karakter-karakter tersebut pengaruh aksi gen non aditif lebih besar daripada pengaruh aksi gen aditif. Hal ini didukung dengan nilai ragam dominan yang lebih tinggi daripada ragam aditif.

Karakter tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman mempunyai ragam DGU yang lebih tinggi daripada ragam DGK. Hal ini menunjukkan bahwa pada karakter-karakter tersebut ekspresinya dipengaruhi oleh aksi gen aditif lebih besar daripada pengaruh aksi gen non aditif. Hal ini didukung dengan nilai ragam adiitif yang lebih besar daripada ragam dominan.

Tabel 11. Ragam DGU, DGK, aditif, dominan dan proporsi DGK/DGU beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung

Karakter Ragam

DGU DGK DGK/DGU Aditif Dominan

Umur berbunga (HST) 1.06 4.48 4.22 2.12 4.48 Umur panen (HST) 9.58 21.06 2.20 19.16 21.06 Tinggi tanaman (cm) 41.96 26.48 0.63 83.92 26.48 Panjang buah (cm) 20.90 2.93 0.14 41.81 2.93 Diameter buah (cm) 0.58 0.13 0.22 1.17 0.13 Kekerasan buah 0.11 0.03 0.28 0.21 0.03

Bobot per buah (g) 938.52 300.70 0.32 1,877.05 300.70

Jumlah buah per tanaman 9.35 6.36 0.68 18.10 6.36

Bobot buah per tanaman (kg) 0.06 0.17 2.83 0.13 0.17

31 Karakter-karakter dengan pengaruh aksi gen non aditif (dominan) yang lebih besar daripada pengaruh aksi gen aditif dapat diperbaiki dengan pembentukan varietas hibrida (Sustyanti 2001). Karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman yang lebih banyak dipengaruhi aksi gen non aditif maka dimungkinkan untuk melakukan kombinasi persilangan yang menghasilkan varietas hibrida dengan hasil tinggi dan berumur genjah.

Tabel 12. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur berbunga terung berdasarkan analisis metode I Griffing

BEP 01 BEP 04 BEP 05 BEP 06 BEP 08 BEP 10 BEP 11 BEP 12 BEP 01 -0.34 1.05 -2.97 -1.12 0.87 -0.70 0.05 -1.06 BEP 04 -1.60 -1.87 -1.53 -0.60 -1.69 0.21 1.00 2.06 BEP 05 -0.80 1.87 -1.18 0.00 -1.23 -0.17 1.52 3.34 BEP 06 -0.63 0.22 0.03 -0.31 0.21 -2.36 0.33 -0.08 BEP 08 0.37 -1.30 -3.12 -1.33 -0.47 -2.11 0.97 -1.02 BEP 10 0.70 1.13 -2.28 -0.77 -1.23 -0.17 -2.24 -4.54 BEP 11 2.82 2.73 0.43 2.37 -3.82 -0.73 -0.07 -1.38 BEP 12 2.97 -6.65 -5.75 0.18 -4.15 1.20 2.40 1.16 Varian Aditif : 2.12 Varian Dominan : 4.48

Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama

Hasil analisis nilai DGU dan DGK pada karakter umur berbunga disajikan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semua genotipe mempunyai nilai DGU yang negatif kecuali BEP 12 yang mempunyai nilai DGU tertinggi dan positif (1.16).

Daya gabung dapat bernilai negatif ataupun positif. Daya gabung yang negatif menunjukkan bahwa genotipe maupun kombinasi persilangan yang diuji berperan terhadap penurunan keragaan karakter dan sebaliknya. Nilai DGU positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung umum yang baik untuk menghasilkan genotipe dengan potensi hasil yang lebih tinggi (Iriany et al. 2011).

Pemilihan genotipe tetua dengan daya gabung yang baik dilakukan dengan memperhatikan prefernsi seleksi terhadap suatu karakter. Preferensi seleksi untuk karakter umur berbunga adalah pemilihan genotipe dengan umur berbunga genjah. Oleh karena itu pada karakter ini dipilih genotipe yang mempunyai keragaan lebih rendah yang ditandai dengan nilai daya gabung yang negatif. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terendah (-1.87). Hal ini menunjukkan BEP 04 mempunyai daya gabung umum terbaik karena mempunyai peranan dalam menurunkan umur berbunga jika disilangkan dengan genotipe-genotipe yang lain.

Persilangan yang mempunyai nilai DGK terbaik adalah BEP 12 x BEP 04 (-6.65), BEP 12 x BEP 05 (-5.75), dan BEP 10 x BEP 12 (-4.54). Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terbaik dan memberikan nilai DGK terbaik pada persilangan BEP12 x BEP 04.

Karakter umur berbunga menghasilkan ragam dominan (4.48) yang lebih besar daripada ragam aditif (2.12), hal ini menunjukkan bahwa karakter umur berbunga lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen dominan.

32

Tabel 13. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur panen terung berdasarkan analisis metode I Griffing

BEP 01 BEP 04 BEP 05 BEP 06 BEP 08 BEP 10 BEP 11 BEP 12 BEP 01 -0.30 0.42 -0.53 0.71 1.16 -1.38 -1.36 -2.11 BEP 04 -1.55 -3.19 -1.95 0.52 1.64 4.33 1.71 -3.04 BEP 05 1.90 3.62 -1.62 -1.55 -0.89 0.87 2.03 -0.74 BEP 06 -1.02 1.40 0.47 -0.97 -1.90 -2.84 -1.61 -2.94 BEP 08 1.22 1.37 -2.83 -1.57 0.06 -5.36 -2.74 -1.51 BEP 10 -1.50 1.75 -2.98 0.78 -2.02 -0.41 -1.92 -7.17 BEP 11 3.27 1.32 -0.50 1.37 -1.02 2.13 0.15 -2.48 BEP 12 2.04 -3.55 -5.15 -0.09 -4.87 4.03 1.61 2.90

Varian Aditif : 19.16 Varian Dominan : 21.06

Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama

Hasil analisis nilai DGU dan DGK pada karakter umur panen disajikan pada Tabel 13. menunjukkan bahwa semua genotipe mempunyai nilai DGU yang negatif kecuali BEP 12 yang mempunyai nilai DGU tertinggi dan positif (2.90). Karakter umur panen mempunyai preferensi untuk seleksi yang sama dengan umur berbunga, menghendaki dimana nilai DGU dan DGK terendah yang mempunyai implikasi pada umur panen yang genjah. Nilai DGU terbaik diperoleh pada BEP 04 (-3.19) dan BEP 05 (-1.62). Hasil persilangan yang menghasilkan nilai DGK terbaik berturut-turut BEP 08 x BEP 10 (-5.36), BEP 12 x BEP 05 (-5.15) dan BEP 12 x BEP 08 (-4.87). Karakter umur panen menghasilkan varian dominan (23.03) yang lebih besar daripada varian aditif (12.00), hal ini menunjukkan bahwa karakter umur panen lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen dominan (gen-gen non alelik).

Nilai DGU dan DGK karakter tinggi tanaman tersaji pada Tabel 14. Seperti halnya karakter umur berbunga dan umur panen, karakter tinggi tanaman memiliki preferensi pada keragaan tanaman yang rendah.

Tabel 14. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter tinggi tanaman terung berdasarkan analisis metode I Griffing

BEP 01 BEP 04 BEP 05 BEP 06 BEP 08 BEP 10 BEP 11 BEP 12 BEP 01 0.03 -0.11 4.29 3.75 -0.42 2.78 -5.29 2.62 BEP 04 1.32 -5.92 -4.56 4.86 3.81 2.21 0.01 1.78 BEP 05 -0.18 -1.14 0.44 -4.55 6.18 -1.94 5.01 -0.98 BEP 06 4.17 2.77 6.35 -2.91 -10.31 3.87 5.26 -3.45 BEP 08 -0.07 -1.92 -4.15 -4.45 4.18 5.05 -4.34 5.29 BEP 10 -3.42 -5.17 1.72 -2.62 -2.83 6.79 5.57 -0.82 BEP 11 -6.53 -6.22 0.92 -7.05 -2.25 0.75 3.67 5.26 BEP 12 -9.71 6.67 2.58 -3.23 0.57 4.02 -0.55 1.06 Varian Aditif : 83.92 Varian Dominan : 26.48

Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama

33 Daya gabung terbaik adalah yang mempunyai nilai negatif dimana genotipe yang mempunyai nilai daya gabung negatif akan berkontribusi dalam menurunkan tinggi tanaman. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terbaik -5.92, Jika disilangkan dengan genotipe lain, BEP 04 mempunyai kontribusi menurunkan ukuran tinggi tanaman pada keturunannya. Nilai DGK terbaik dihasilkan oleh persilangan BEP06 x BEP 08 (-10.31), BEP 12 x BEP01 (-9.31), BEP 11 x BEP 06 (-7.05). Nilai DGU yang terbaik ternyata tidak selamanya diikuti oleh nilai DGK-nya. Karakter tinggi tanaman lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif daripada aksi gen non aditif, ini ditunjukkan oleh ragam DGU (41.96) dan ragam aditif (83.92) yang lebih tinggi dari pada ragam DGK (26.48) dan ragam dominan (26.48).

Karakter panjang buah mempunyai nilai DGU dan DGK tersaji pada Tabel 15. Nilai DGU terbaik terdapat pada genotipe BEP 12 (3.69), BEP 01 (3.04) dan BEP 08 (3.06). Menurut Sujiprihati et al. (2008), daya gabung umum (DGU) yang besar dan positif menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai daya gabung yang baik. Nilai DGU yang negatif berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung (rata-rata) yang lebih rendah dibandingkan dengan tetua-tetua lain. Nilai DGK terbaik terdapat pada persilangan BEP 05 x BEP 11 (2.87), BEP 04 x BEP 10 (BEP 2.81), dan BEP 01 x BEP 12 (2.64). Panjang buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan, ini menunjukkan bahwa panjang buah lebih dipengaruhi oleh aksi gen aditif daripada aksi gen non aditif. Tabel 15. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter panjang buah terung

berdasarkan analisis metode I Griffing

Tabe BEP 01 BEP 04 BEP 05 BEP 06 BEP 08 BEP 10 BEP 11 BEP 12 BEP 01 3.04 -1.95 0.74 1.58 0.48 -1.52 -1.32 2.64 BEP 04 0.21 -3.27 -0.67 -0.89 -1.26 2.81 0.82 -2.91 BEP 05 -1.29 -0.65 2.37 0.74 0.15 0.43 2.87 -1.04 BEP 06 1.07 -0.24 1.17 2.42 0.92 0.09 0.06 0.22 BEP 08 -0.93 0.12 -0.12 0.04 3.06 -0.78 -0.86 1.09 BEP 10 0.45 0.63 0.81 -0.35 -0.63 0.02 0.22 1.02 BEP 11 -0.20 -0.12 0.86 -0.03 0.40 -1.18 0.95 0.99 BEP 12 0.42 0.80 1.27 -0.37 0.10 1.40 -0.39 3.69

Varian Aditif : 41.81 Varian Dominan : 2.93

Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama

Nilai DGU dan DGK karakter diameter buah tersaji pada Tabel 16. Genotipe BEP 10 mempunyai nilai DGU (0.38) terbesar dan positif, hal ini menunjukkan bahwa BEP 10 akan memberikan kontribusi menghasilkan ukuran diameter yang besar jika disilangkan dengan genotipe tetua lainnya. Persilangan BEP 04 x BEP 08, BEP 10 x BEP 11 dan BEP 04 x BEP 11 menghasilkan nilai DGK lebih tinggi daripada persilangan yang lain, berturut-turut 0.59, 0.44 dan 0.41. Diameter buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan, ini menunjukkan bahwa aksi gen aditif mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam menentukan ekspresi ukuran diameter buah.

34

Tabel 16. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter diameter buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing

BEP 01 BEP 04 BEP 05 BEP 06 BEP 08 BEP 10 BEP 11 BEP 12 BEP 01 -0.52 0.27 0.15 -0.18 -0.13 0.24 -0.16 -0.11 BEP 04 0.08 -0.02 0.05 0.30 0.59 -0.58 0.41 0.42 BEP 05 -0.15 -0.05 -0.75 -0.22 0.04 0.00 -0.10 -0.02 BEP 06 0.01 0.03 -0.01 -0.16 -0.01 0.36 0.15 0.00 BEP 08 -0.05 -0.09 -0.18 0.13 -0.35 -0.29 0.00 0.14 BEP 10 0.20 -0.89 0.13 0.08 -0.41 0.38 0.44 -0.19 BEP 11 0.00 0.06 0.12 0.08 0.02 0.03 0.01 -0.13 BEP 12 -0.01 0.20 0.13 0.05 0.00 -0.18 0.02 -0.70 Varian Aditif : 1.17 Varian Dominan : 0.13

Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama

Nilai DGU dan DGK karakter kekerasan buah tersaji pada Tabel 17. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU (0.21) terbesar dan positif, hal ini menunjukkan bahwa BEP 04 akan memberikan kontribusi meningkatkan kekerasan buah jika disilangkan dengan genotipe tetua lainnya. Persilangan BEP 04 x BEP 08, BEP 04 x BEP 12 dan BEP 04 x BEP 06 menghasilkan nilai DGK lebih tinggi daripada persilangan yang lain, berturut-turut 0.31, 0.30 dan 0.21.

Dokumen terkait