• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3. Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok yang telah ada secara alami. Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan variabel yang mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompok- kelompok yang ada (Saefulhakim 2004).

Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi, yaitu kelompok tipologi. Sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga.

Y = a + b1X1 + b2X2 + bmXm

Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada.

Analisis Spasial

Analisis spasial dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran potensi sumber daya wilayah dalam Kawasan Kedungsapur, yaitu dengan

melakukan operasi tumpang-tindih (overlay) dengan menggunakan data atribut

atau tabel dua dimensi yang dikombinasikan selanjutnya diaplikasikan ke peta hasil. Sebagaimana dikemukakan oleh Barus dan Wiradisastra (2000), bahwa operasi tumpang-tindih dalam SIG umumnya dilakukan dengan salah satu dari lima cara yang dikenal, yaitu: (a) pemanfaatan fungsi logika dan fungsi bolean, (b) pemanfaatan fungsi relasional, (c) pemanfaatan fungsi aritmatika, (d) pemanfaatan data atribut, dan (e) menyilangkan dua peta langsung. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software Sistem Informasi Geografi (SIG) ArcView 3.3, berdasarkan hasil analisis tipologi wilayah, peta administrasi, dan peta kesesuaian lahan di Kawasan Kedungsapur.

Hasil analisis tipologi wilayah menunjukkan kelompok-kelompok wilayah berdasarkan sumber daya yang dimiliki sebagai pendekatan untuk mengetahui karakteristik wilayah berdasarkan sumber daya (menurut data PODES yang mencerminkan SDA, SDM dan SDS, SDB di Kawasan Kedungsapur). Kemudian dengan memadukan hasil tipologi wilayah yaitu kelompok-kelompok wilayah

tipologi dengan peta administrasi wilayah dapat diketahui peta tipologi wilayah di Kawasan Kedungsapur.

Peta yang menunjukkan kesesuaian lahan untuk beberapa jenis variasi tanaman perkebunan di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah, digunakan dalam penelitian ini untuk melihat banyaknya jenis tanaman perkebunan yang dapat tumbuh di daerah tersebut sebagai dasar penetapan tingkat potensi pengembangan, mencakup 12 jenis tanaman, yaitu: karet, kelapa, kopi, kakao, cengkeh, lada, tebu, tembakau, nanas, jambu mete, pisang, dan kapas. Kriteria kesesuaian lahan dilakukan pada tingkat ordo, yaitu: S (sesuai), $ (kurang sesuai), dan N (tidak sesuai). Pemberian skor kategori tingkat potensi pengembangan dilakukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tersebut (Lampiran 16).

Hasil kategori tersebut ditampilkan dalam bentuk peta potensi sumber daya fisik yang menunjukkan tingkat potensi pengembangan untuk beberapa jenis variasi tanaman perkebunan yang ada di Kawasan Kedungsapur. Selanjutnya dari peta tipologi wilayah berdasarkan sumber daya (SDA, SDM, SDB, dan SDS dari data Podes 2003) dan peta potensi sumber daya fisik diperoleh peta tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya fisik yang menunjukkan karakteristik wilayah berdasarkan SDA, SDM, SDB, SDS serta tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik.

Analisis Deskriptif Interaksi Spasial

Analisis interaksi spasial mempelajari hubungan yang berupa pergerakan komoditi, barang-barang, orang, informasi, dan lainnya antara titik-titik dalam ruang. Analisis ini menekankan pada saling ketergantungan dari tempat dan area. Interaksi spasial semakin menurun karena jarak dengan asumsi kondisi lain sama (Saefulhakim 2004). Dalam penelitian ini untuk mengetahui dan menggambarkan pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Strategis Kedungsapur, dilakukan secara deskriptif berdasarkan data persentase aliran barang baik aliran masuk maupun aliran keluar antarkabupaten dan antarkota dalam Kawasan Kedungsapur. Sehingga dapat diketahui pola interaksi spasial berdasarkan pergerakan aliran barang di Kawasan Kedungsapur.

Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Wilayah Kedungsapur yang terdiri dari empat kabupaten dan dua kota, yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan, terletak di bagian utara Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini secara geografis terletak di antara 109°10’- 111°25’ BT dan 6°43’26"-7°32’ LS, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: (1) Sebelah utara: Laut Jawa, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Pati; (2) Sebelah selatan: Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, dan Provinsi Jawa Timur; (3) Sebelah timur: Kabupaten Blora dan Provinsi Jawa Timur; dan (4) Sebelah barat: Kabupaten Batang (Gambar 12).

Luas lahan di wilayah Kedungsapur secara keseluruhan adalah 5.256.212 km2, dan secara administrasi Kawasan Kedungsapur terdiri dari 89 kecamatan yang berada dalam wilayah administrasi masing-masing kabupaten dan kota. Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kendal merupakan kabupaten yang memiliki wilayah terluas apabila dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di kawasan ini dengan jumlah kecamatan paling banyak, yaitu masing- masing 19 kecamatan. Luasan lahan masing-masing kabupaten dan kota dirinci dalam Tabel 5.

Tabel 5 Luas wilayah dan jumlah kecamatan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah

No. Kabupaten/Kota Luas Daerah (Km2) Jumlah Kecamatan 1 2 3 4 5 6 Kabupaten Kendal Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kota Salatiga Kota Semarang Kabupaten Grobogan 1 002.230 897.430 950.206 56.781 373.700 1 975.865 19 14 17 4 16 19

Kondisi Fisik Wilayah

Keadaan fisik wilayah Kawasan Kedungsapur secara umum meliputi wilayah dataran rendah dan perbukitan, di bagian utara terletak pada ketinggian antara 0 – 25 m yang merupakan dataran rendah, sedangkan di bagian selatan memiliki ketinggian antara 0 – 2.579 m yang merupakan daerah pegunungan. Kawasan Kedungsapur memiliki curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2.296 mm dan hari hujan rata-rata 100 hari/tahun. Kondisi topografi dan iklim secara rinci seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Ketinggian wilayah, rata-rata hari hujan dan rata-rata curah hujan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2003

No Kabupaten/Kota Ketinggian (m dpl) Hari Hujan (hari) Curah Hujan (mm) 1 2 3 4 5 6 Kabupaten Kendal Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kota Salatiga Kota Semarang Kabupaten Grobogan 4 - 2579 3 - 100 318 - 1450 450 - 800 0.75 - 348 50 - 500 117 78 115 126 131 34 2 485 1 770 2 287 2 815 3 733 686 Rata-rata 100 2 296

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003

Kawasan Kedungsapur berdasarkan ketinggian lokasi memiliki karakteristik wilayah sebagai berikut: (1) Bagian utara , merupakan daerah pesisir membentang dari Kabupaten Kendal, Kota Semarang hingga Kabupaten Demak dan juga merupakan kawasan pantai yang dibudidayakan menjadi kawasan tambak selain menjadi daerah hilir atau muara beberapa sungai, (2)

Bagian selatan, merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi yang sudah tidak aktif lagi yaitu Gunung Ungaran, serta merupakan daerah yang cukup subur, banyak mata air, hulu sungai, dan tambang mineral, serta (3) Bagian timur

dan tenggara, merupakan daerah rawan banjir yaitu termasuk wilayah

Kabupaten Demak (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2002).

Jenis tanah di Kawasan Kedungsapur pada umumnya adalah tanah latosol, aluvial, dan grumosol dengan tingkat produktivitas yang cukup bervariasi dari

tingkat produktivitas rendah sampai tingkat produktivitas tinggi sehingga cukup baik untuk pertanian dan perkebunan.

Kawasan Kedungsapur memiliki sumber air yang berada di permukaan tanah seperti sungai, danau, bendungan, laut dan pantai maupun air tanah. Sumber air selain sungai adalah Rawa Pening, merupakan danau yang terletak di tiga kecamatan dalam wilayah Kabupaten Semarang yaitu Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Tuntang, dan Kecamatan Banyubiru. Danau ini dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik, irigasi, perikanan darat, pariwisata, dan rekreasi. Waduk Kedungombo, yang terletak di Kabupaten Grobogan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kepentingan industri rumah tangga, dan juga berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan di daerah tersebut (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2002).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur dalam tahun 1999 secara keseluruhan adalah untuk lahan pertanian seluas 169.878.2 Ha atau sekitar 32.32% dari total luas lahan di Kawasan Kedungsapur. Sedangkan untuk penggunaan lahan non-sawah adalah seluas 355.742.7 Ha atau 67.68%. Penggunaan lahan untuk lahan sawah yang terluas dibandingkan penggunaan lahan lain di wilayahnya adalah Kabupaten Demak, yaitu 56.90% atau sekitar 51.064 Ha. Sedangkan daerah dengan penggunaan lahan untuk sawah paling kecil adalah Kota Semarang hanya 10.74% atau sekitar 4.015 Ha, hal ini dimungkinkan karena Kota Semarang merupakan salah satu pusat kegiatan perdagangan dan industri di Provinsi Jawa Tengah sehingga penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk aktivitas non-pertanian. Secara rinci penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999 disajikan dalam Tabel 7.

Pada tahun 2003 atau selama kurun waktu lima tahun penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur telah mengalami perubahan komposisi penggunaan antara lahan pertanian (sawah) dan non-pertanian (non-sawah). Hal tersebut dimungkinkan mengingat semakin berkembangnya aktivitas non-pertanian yang mengakibatkan berkurangnya penggunaan lahan untuk sawah maupun kegiatan

pertanian lainnya. Penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur secara rinci selama tahun 2003 disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 7 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 1999

Luas Lahan (Ha)

Jenis Lahan Kab. Kab. Kab. Kota Kota Kab. Kawasan

Kendal Demak Semarang Semarang Salatiga Grobogan Kedungsapur

Lahan Sawah 26 939.0 51 064.0 24 572.0 4 015.0 1 173.1 62 115.0 169 878.1 Teknis 15 938.0 17 113.0 5 445.0 275.0 564.1 17 725.0 57 060.1 1/2 Teknis 1 980.0 6 955.0 3 388.0 596.0 127.0 2 427.0 15 473.0 Sederhana PU 1 360.0 3 200.0 5 566.0 887.0 278.0 3 045.0 14 336.0 Sederhana 7 086.0 2 425.0 3 829.0 258.0 - 2 451.0 16 049.0 Non PU Tadah Hujan 575.0 21 371.0 6 344.0 1 999.0 204.1 36 467.0 66 960.1 Lahan Kering 73 288.0 38 679.0 70 448.7 33 352.0 4 505.0 135 470.0 355 742.7 Bangunan/ 14 666.0 13 243.0 19 410.0 13 898.0 2 456.0 28 472.0 92 145.0 Halaman Tegal/Kebun 22 551.0 15 409.0 29 765.0 8 500.0 1 659.0 29 661.0 107 545.0 Tebat/Empang/ 584.0 42.0 2 648.0 4.0 - 48.0 3 326.0 Rawa Tambak 2 427.0 5 171.0 - 1 999.0 - - 9 597.0 Hutan 16 783.0 1 572.0 10 126.0 1 650.0 - 68 691.0 98 822.0 Perkebunan 7 788.0 - 6 031.0 1 396.0 168.0 709.0 16 092.0 Lainnya 8 489.0 3 242.0 2 468.7 5 905.0 222.0 7 889.0 28 215.7 Jumlah 100 227.0 89 743.0 95 020.7 37 367.0 5 678.1 197 585.0 525 620.8

Sumber: BPS dan Bappeda, 1999

Komposisi penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur pada tahun 2003 apabila dibandingkan dengan komposisi penggunaan lahan pada tahun 1999, telah menunjukkan adanya penurunan luasan lahan pertanian (sawah) dan penambahan luasan penggunaan untuk lahan non-pertanian (non-sawah) sebesar 2.295.4 Ha atau sekitar 0.44% dari luas total lahan di Kawasan tersebut. Perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian (sawah) menjadi lahan non- pertanian terjadi di Kabupaten Demak dan Kota Salatiga, dengan luas perubahan lahan di Kabupaten Demak adalah 2.291 Ha atau sekitar 2.55% dari luas keseluruhan, yaitu 89.746 Ha sedangkan di Kota Salatiga perubahan luas lahan

adalah sekitar 362.8 Ha atau 6.39% dari luas lahan seluruhnya sebesar 5.678.1 Ha.

Tabel 8 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 2003

Luas Lahan (Ha)

Jenis Lahan Kab. Kab. Kab. Kota Kota Kab. Kawasan

Kendal Demak Semarang Semarang Salatiga Grobogan Kedungsapur

Lahan Sawah 26 472.0 48 773.0 24 478.0 3 913.0 810.3 63 136.4 167 582.7 Teknis 15 577.0 19 430.0 5 524.0 165.0 378.2 18 715.0 59 789.2 1/2 Teknis 1 977.0 5 558.0 4 016.0 633.9 126.9 2 002.0 14 313.8 Sederhana PU 7 957.0 2 439.0 7 917.0 1 044.0 139.2 7 738.4 27 234.5 Sederhana - 1 543.0 1 018.0 61.0 - - 2 622.0 Non PU Tadah Hujan 961.0 19 803.0 6 003.0 2 009.1 166.0 34 681.0 63 623.1 Lahan Kering 73 751.0 40 970.0 70 542.7 33 457.4 4 867.8 134 450.0 358 038.9 Bangunan/ 14 945.0 13 302.0 18 695.0 13 876.9 2 996.0 28 318.0 92 132.9 Halaman Tegal/Kebun 22 867.0 15 550.0 29 660.0 8 394.0 1 564.0 27 539.0 105 574.0 Tebat/Empang/ 12.0 62.0 2 623.0 414.5 - 15.0 3 126.5 Rawa Tambak 3 122.0 7 211.0 19.0 1 857.1 - 24.0 12 233.1 Hutan 15 987.0 1 575.0 6 342.0 1 515.7 - 70 120.2 95 539.9 Perkebunan 7 785.0 - 9 633.0 1 178.1 - 268.0 18 864.1 Lainnya 9 033.0 3 270.0 3 570.7 6 221.1 307.8 8 165.8 30 568.3 Jumlah 100 223.0 89 743.0 95 020.7 37 370.4 5 678.1 197 586.4 525 621.6

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003

Luas lahan Kawasan Kedungsapur 5.256.212 km2 atau 16.15% dari luas lahan di Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan, yaitu 32.544.12 km2, dan apabila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah dengan tingkat perubahan lahan pertanian ke non-pertanian berkisar 0.01% hingga 0.05% per tahun, perubahan penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur dari lahan pertanian ke lahan non-pertanian 0.44% pada tahun 2003. Konversi lahan ke lahan non- pertanian tersebut cukup signifikan di Kota Salatiga dan Kabupaten Demak, hal tersebut dimungkinkan karena tingkat kepadatan penduduk di kedua daerah tersebut cukup tinggi, yaitu berturut-turut 2.579 jiwa/km2 dan 1.133 jiwa/km2, sehingga kebutuhan akan pemanfaatan lahan untuk kegiatan non-pertanian khususnya permukiman serta penggunaan lainnya seperti lahan untuk keperluan industri meningkat.

Komposisi Penduduk Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Jumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Kedungsapur pada tahun 2003 adalah 5.631.478 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing kabupaten maupun kota adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Kepadatan penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999 dan tahun 2003

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Luas Lahan (Km2) 1999 2003 1999 2003 Kabupaten Kendal 1 002.23 868 498 891 166 866 889 Kabupaten Demak 897.43 935 913 1 017 075 1 043 1 133 Kabupaten Semarang 950.20 788 149 844 889 829 889 Kota Salatiga 56.78 144 621 146 467 2 547 2 579 Kota Semarang 373.70 1 290 159 1 378 193 3 452 3 688 Kabupaten Grobogan 1 975.86 1 310 822 1 353 688 663 685 Kawasan Kedungsapur 5 256.21 5 338 162 5 631 478 1 015 1 071

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003

Tingkat kepadatan penduduk di Kawasan Kedungsapur selama dua titik tahun, yaitu tahun 1999 sebesar 1.015 jiwa/km2 dan tahun 2003 sebesar 1.071 jiwa/km2, apabila dilihat secara keseluruhan selama kurun waktu tersebut tidak mengalami perubahan tingkat kepadatan penduduk yang signifikan. Pada Tabel 9 tampak bahwa Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan berada pada posisi teratas dalam hal tingkat kepadatan penduduk per kilometer persegi, hal tersebut menunjukkan bahwa Kota Semarang yang merupakan pusat aktivitas perekonomian di Provinsi Jawa Tengah maupun di Kawasan Kedungsapur mempunyai daya tarik yang cukup tinggi bagi penduduk untuk menjadikan Kota Semarang selain sebagai tempat bekerja juga sebagai tempat tinggal.

Jumlah penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur seperti disajikan dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa selama kurun waktu 5 tahun, yaitu tahun 1999-2003 jumlah penduduk pada masing-masing kabupaten maupun kota terus meningkat.

Tabel 10 Jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 (jiwa)

Kabupaten/Kota 1999 2000 2001 2002 2003 Kabupaten Kendal 868 498 878 591 882 929 887 286 891 166 Kabupaten Demak 935 913 980 218 990 600 996 384 1 017 075 Kabupaten Semarang 788 149 834 826 838 022 841 137 844 889 Kota Salatiga 144 621 144 792 145 301 145 649 146 467 Kota Semarang 1 290 159 1 309 667 1 322 320 1 350 005 1 378 193 Kabupaten Grobogan 1 310 822 1 324 417 1 337 130 1 345 675 1 353 688 Kawasan Kedungsapur 5 338 162 5 472 511 5 516 302 5 566 136 5 631 478

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003

Pada Gambar 9, tampak bahwa Kota Semarang dan Kabupaten Grobogan memiliki jumlah penduduk yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten maupun kota lain di kawasan tersebut.

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Semarang Kota Salatiga Kota Semarang Kab. Grobogan Juml ah Pend udu k (J iw a) 1999 2000 2001 2002 2003

Gambar 9 Grafik jumlah penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999–2003.

Pada Tabel 11, rata-rata laju perkembangan penduduk di Kawasan Kedungsapur pada masing-masing kabupaten maupun kota apabila dibandingkan dengan rata-rata perkembangan penduduk pada Kawasan Kedungsapur tahun 2002/2003 yaitu 1.12%, menunjukkan bahwa Kabupaten Demak dengan rata-rata

perkembangan sebesar 2.11% merupakan daerah dengan tingkat perkembangan penduduk tertinggi di antara kabupaten dan kota lainnya.

Tabel 11 Persentase perkembangan penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 Kabupaten/Kota 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 Rata-rata Kabupaten Kendal 1.16 0.49 0.49 0.44 0.65 Kabupaten Demak 4.73 1.06 0.58 2.08 2.11 Kabupaten Semarang 5.92 0.38 0.37 0.45 1.78 Kota Salatiga 0.12 0.35 0.24 0.56 0.32 Kota Semarang 1.51 0.97 2.09 2.09 1.66 Kabupaten Grobogan 1.04 0.96 0.64 0.60 0.81 Kawasan Kedungsapur 2.52 0.80 0.90 1.38 1.12

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah

Faktor-faktor pertambahan penduduk di kawasan ini antara lain adalah adanya kelahiran dan kematian serta penduduk yang datang dan pergi merupakan faktor-faktor pertambahan penduduk alami. Jumlah pertambahan penduduk alami di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 sebanyak 54.383 jiwa yang terdiri dari faktor kelahiran sebanyak 36.406 jiwa dan penduduk yang datang sebanyak 17.977 jiwa. Kota dan kabupaten dengan angka pertambahan alami tertinggi pada tahun 2003 adalah Kota Semarang, sebanyak 20.910 jiwa dan kemudian Kabupaten Demak dengan angka pertambahan penduduk alami sebanyak 16.955 jiwa.

Tabel 12 Banyaknya penduduk lahir, mati, datang, dan pindah di Kawasan Kedungsapur tahun 2003

Kabupaten/ Faktor Alami Migrasi Pertambahan

Kota Lahir Mati Jumlah Datang Pergi Jumlah Alami

Kab. Kendal 7 888 4 449 3 439 3 441 3 000 441 3 880 Kab. Demak 14 111 3 671 10 440 10 576 4 061 6 515 16 955 Kab. Semarang 7 363 3 295 4 068 2 828 3 144 (316) 3 752 Kota Salatiga 882 705 177 2 072 1 431 641 818 Kota Semarang 17 162 6 948 10 214 37 063 26 367 10 696 20 910 Kab. Grobogan 14 708 6 640 8 068 *) *) *) 8 068 Jumlah 62 114 25 708 36 406 55 980 38 003 17 977 54 383 Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah

Migrasi merupakan faktor utama penyebab pertambahan penduduk di Kota Semarang, yaitu sebanyak 10.696 jiwa pada tahun 2003, dibandingkan dengan kelahiran sebagai faktor alami pertambahan penduduk. Begitu pula hanya dengan Kota Salatiga yang pertambahan penduduknya juga lebih banyak disebabkan oleh pendatang yang masuk ke kota tersebut.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang mempunyai daya tarik yang cukup kuat untuk dijadikan daerah tujuan migrasi baik oleh penduduk dalam Kawasan Kedungsapur yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang maupun aliran penduduk yang datang dari kabupaten dan kota lain di Provinsi Jawa Tengah. Sementara Kota Salatiga yang letaknya cukup strategis pada jalur arteri primer yang menghubungkan antara Kota Semarang dengan Kota Surakarta dan sekitarnya, merupakan daya tarik tersendiri bagi migran (Tabel 12).

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Struktur penduduk berdasarkan kelompok umur di Kawasan Kedungsapur seperti disajikan pada Tabel 13, menunjukkan bahwa penduduk di kawasan ini didominasi oleh kelompok usia produktif yaitu 15-64 tahun sebanyak 3.727.374 jiwa atau sekitar 66.10% dari total penduduk kawasan sedangkan kelompok usia belum atau tidak produktif yang berada pada kelompok umur 0-14 tahun dan 65 tahun lebih sebanyak 1.904.104 jiwa (33.81%).

Tabel 13 Banyaknya penduduk menurut kelompok umur

Kabupaten/Kota Kelompok Umur (Tahun) Jumlah

0 - 14 15 – 64 65+ Kabupaten Kendal 265 822 577 700 47 644 891 166 Kabupaten Demak 329 526 647 484 40 065 1 017 075 Kabupaten Semarang 206 081 577 510 61 298 844 889 Kota Salatiga 35 136 102 194 9 137 146 467 Kota Semarang 389 090 952 056 37 047 1 378 193 Kabupaten Grobogan 408 309 870 430 74 949 1 353 688 Jumlah 1 633 964 3 727 374 270 140 5 631 478

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensial angkatan kerja di kawasan ini masih cukup tinggi dengan angka tingkat rasio ketergantungan (dependency

ratio) sebesar 510, yang artinya setiap 1000 penduduk usia produktif

menanggung sebanyak 510 penduduk usia belum atau tidak produktif.

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki (Tabel 14), menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kawasan Kedungsapur yang menamatkan pendidikan dasar (SD) pada tahun 2003 sebanyak 1.830.238 jiwa atau sekitar 37.36% dari total penduduk menurut tingkat pendidikan yang tercatat secara statistik. Tabel 14 Banyaknya penduduk menurut tingkat pendidikan

Kabupaten/ Tidak Sekolah/ Tamat Tamat Tamat Tamat Jumlah

Kota Belum/Tidak SD SMP SMU Akademi/PT

Tamat SD Kab. Kendal 295 462 297 770 104 416 62 920 12 409 772 977 Kab. Demak 186 983 338 913 129 964 63 648 13 038 732 546 Kab. Semarang 295 570 260 124 125 471 88 074 20 531 789 770 Kota Salatiga*) 40 190 40 833 27 801 21 213 5 142 135 179 Kota Semarang 338 052 294 435 252 079 264 314 94 209 1 243 089 Kab.Grobogan 361 261 598 163 156 838 91 750 16 820 1 224 832 Jumlah 1 517 518 1 830 238 796 569 591 919 162 149 4 898 393 Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah

*) Data tahun 2000

Apabila dibandingkan antara kabupaten serta kota di kawasan tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan dengan 361.261 jiwa atau 29.49% dari total penduduknya tidak sekolah atau belum sekolah atau tidak tamat SD serta 48.83% atau 598.163 jiwa hanya tamat SD. Dan Kabupaten Demak sebanyak 46.26% penduduknya hanya tamat SD. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan perlu menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kedua daerah tersebut. Gambaran kondisi penduduk menurut tingkat pendidikan di masing-masing kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10.

Secara umum penduduk di kawasan ini memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah karena persentase penduduk yang tamat pendidikan dasar (SD)

lebih banyak daripada tamatan sekolah menengah (SMP dan SMU) yang hanya sekitar 28.34% total penduduk menurut tingkat pendidikan yang tercatat secara statistik. 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000

Kendal Demak Semarang Kota

Salatiga Kota Semarang Grobogan Jumlah Pendudu k (Jiwa)

Tidak Sekolah/ Belum/ Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Akademi/PT

Gambar 10 Komposisi jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur menurut tingkat pendidikan.

Demikian halnya dengan jumlah penduduk yang tidak sekolah atau belum sekolah atau tidak tamat pendidikan dasar masih cukup tinggi yaitu sekitar 30.97% dari total keseluruhan. Hal ini terkait dengan ketersediaan sarana pendidikan menengah (SMP dan SMU) serta akademi maupun perguruan tinggi yang pada umumnya masih terpusat di kota-kota besar seperti Kota Semarang dan Kota Salatiga, sedangkan pada level kabupaten sarana pendidikan tingkat menengah pun masih sangat terbatas.

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berdasarkan data pada Tabel 15, apabila dilihat menurut mata pencahariannya maka sebagian besar penduduk di Kawasan Kedungsapur sekitar 31.29% atau sebanyak 999.134 jiwa bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan nelayan merupakan mata pencaharian yang paling sedikit dilakukan oleh penduduk di kawasan tersebut, hanya sebanyak 15.826 jiwa atau 0.49% dari total penduduk menurut mata pencaharian.

Daerah dengan jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian paling banyak adalah Kabupaten Grobogan sejumlah 478.777 jiwa, dan yang paling sedikit bekerja di bidang ini adalah Kota Salatiga sejumlah 5.557 jiwa.

Tabel 15 Banyaknya penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur menurut mata pencaharian

Mata Kab. **) Kab. *) Kab. Kota Kota Kab. Jumlah

Pencaharian Kendal Demak Semarang Salatiga Semarang Grobogan

Petani 125 714 203 304 163 574 5 557 22 208 478 777 999 134 Buruh Tani 171 746 - 103 268 8 356 19 055 9 588 312 013 Nelayan 11 405 - 1 779 - 2 227 415 15 826 Pengusaha 3 864 71 156 17 181 3 768 17 824 6 598 120 391 Buruh Industri 69 680 58 029 71 348 16 320 179 833 35 256 430 466 Buruh Bangunan - 19 299 30 315 11 183 132 302 - 193 099 Pedagang 30 113 71 156 30 190 11 903 75 417 85 342 304 121 Pengangkutan 9 912 19 806 11 636 5 797 28 398 17 782 93 331 PNS/ABRI 12 849 796 23 342 11 347 87 585 - 135 919 Pensiunan 5 812 - 7 733 6 686 37 322 - 57 553 Pertambangan - 628 - - - - - Lainnya 83 761 50 249 36 555 30 472 216 634 113 600 531 271 Jumlah 524 856 494 423 496 921 111 389 818 805 747 358 3 193 124

Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah *) data tahun 2000, **) data tahun 2001

Banyaknya jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani di Kabupaten Grobogan dikarenakan lahan pertanian di kabupaten tersebut masih cukup luas apabila dibandingkan dengan luas lahan pertanian kabupaten lain di wilayah Kedungsapur. Sehingga penduduk sebagian besar mengusahakan lahan yang dimilikinya untuk ditanami dengan tanaman pangan seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran serta beberapa tanaman perkebunan di antaranya adalah tembakau. Meskipun tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Grobogan mutunya tidak terlalu bagus, namun selain tanaman tersebut merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sesuai untuk ditanam di daerah ini juga karena secara ekonomi menanam tembakau dinilai oleh petani setempat cukup menguntungkan sehingga banyak masyarakat yang mengusahakan tanaman tersebut. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya perusahaan rokok kretek skala menengah di Kawasan Kedungsapur sebagai tujuan pemasaran.

Untuk bidang industri dan bangunan, Kota Semarang merupakan daerah dengan penduduk yang bekerja di bidang ini paling banyak, yakni 312.135 jiwa dan yang paling sedikit bekerja di bidang ini adalah penduduk Kabupaten Grobogan hanya 35.256 jiwa. Banyaknya penduduk di Kota Semarang yang bekerja di sektor industri disebabkan antara lain oleh keberadaan kawasan- kawasan industri besar yang sebagian besar memusat di Kota Semarang, sehingga tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor ini cukup tinggi. Sedangkan Kabupaten Grobogan bukan merupakan lokasi pemusatan aktivitas industri, terutama industri skala besar dan menengah. Industri yang berkembang di daerah ini sebagian besar adalah industri kecil dan rumah tangga.

Selanjutnya untuk penduduk yang bekerja di sektor perdagangan yang terbanyak adalah Kota Semarang. Penduduk yang bekerja di sektor jasa khususnya jasa pengangkutan terbanyak adalah Kota Semarang, yaitu 28.398 jiwa dan yang paling sedikit bekerja di bidang ini adalah penduduk Kota Salatiga 5.797 jiwa. Banyaknya penduduk Kota Semarang yang bekerja di sektor jasa pengangkutan dikarenakan tingginya aktivitas perekonomian yang tentunya juga membutuhkan sarana transportasi yang memadai untuk mendukung kelancaran mobilitas baik barang maupun penduduk.

Kondisi Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto

Kondisi perekonomian Kawasan Kedungsapur secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan total Pendapatan Domestik Regional Bruto kabupaten dan kota yang ada dalam kawasan tersebut. Selama kurun waktu lima tahun (1999- 2003), PDRB Kawasan Kedungsapur setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti yang ditampilkan dalam Tabel 16 yang menunjukkan PDRB Kawasan

Dokumen terkait