• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH MENINGKAT

KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH

5. Analisis Ekonometrika Spasial (Spatial Durbin Model)

Analisis model durbin spasial (Spatial Durbin Model) dilakukan untuk dapat mengakomodasikan fenomena keterkaitan aktivitas ekonomi antar daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten dengan menggunakan matriks kontiguitas spasial (Saefulhakim 2008). Pada prinsipnya hampir sama dengan regresi berbobot, dengan variabel yang menjadi pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan (jarak antar lokasi) dan itensitas aliran barang antar lokasi dalam suatu aktivitas ekonomi menyebabkan munculnya fenomena keterkaitan antar daerah atau interaksi spasial.

Model ini merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena interaksi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Misalnya untuk mengetahui peningkatan kinerja pembangunan daerah dalam suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh variabel bebas, namun juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan/koordinasi spasial. Pada penelitian ini, pendugaan parameter model disusun dalam kerangka Model Durbin Spasial dengan penyusunan variabel berdasarkan pertimbangan konsep ilmu ekonomi dasar pada Model Input-Output (Model I-O).

Model menggunakan matriks kontiguitas spasial untuk mengetahui pengaruh keterkaitan penganggaran antar daerah, dalam penelitian ini berdasarkan 2 (dua) jenis kontiguitas spasial, yaitu:

- Matriks kontiguitas spasial antar daerah berdasarkan data aliran barang (W ). Semakin besar intensitas aliran barang antar suatu daerah, maka f

semakin tinggi keterkaitan antar daerah tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas ekonomi dalam suatu daerah tidak hanya membutuhkan input lokal (dalam daerah sendiri) saja namun juga membutuhkan input dari luar daerah (impor), begitu pun sebaliknya (ekspor). Hal ini menunjukan bahwa suatu aktivitas ekonomi untuk menghasilkan output secara efektif dan efisien memerlukan adanya hubungan mitra dagang (kerjasama/koordinasi).

- Matriks kontiguitas spasial antar daerah berdasarkan data jarak antar daerah (Wr). Semakin besar nilai jarak antar daerah, maka keterkaitan

antar daerah tersebut akan semakin kecil (berbanding terbalik). Dengan kata lain bahwa semakin jauh jarak antar daerah tertentu, maka hubungan antar daerah yang terjadi akan semakin relatif berkurang. Hal ini dapat menunjukan bahwa peristiwa yang terjadi pada suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh daerah itu sendiri, namun juga dipengaruhi oleh daerah lain atau daerah tetangga yang terkait.

Pendekatan Model Durbin Spasial dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut: , , , , , , , , , , , , , , , , , , ln ln ln ln ln ln ln i k k l k k i l p k i p l p r r f f l k i j j l l k i j j l l l r r f f p k i j j p p k i j j p i k p p Kpd Kpd Ipd W Kpd W Kpd W Ipd W Ipd                          

 

 

 

Keterangan:

Variabel tujuan dan variabel-variabel penjelas model.

,

lnKpdi k logaritma natural indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k, yang tiap selnya berisi nilai variabel tersebut untuk tiap daerah ke-i (i alias j).

,

lnIpdi p  logaritma natural variabel indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p, yang tiap selnya berisi nilai variabel tersebut untuk tiap daerah ke-i (i alias j).

Parameter-parameter model yang menunjukan pengaruh masing-masing variabel penjelas terhadap variabel indeks kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah ke-i, sebagai berikut:

k = nilai tengah umum variabel indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k

l,k = pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah sendiri terhadap variabel indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri

rl,k = pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah-daerah tetangga terhadap variabel indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi ke-k di daerah sendiri

fl,k = pengaruh indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-l di daerah-daerah mitra pembeli barang terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri

p,k = pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerah sendiri terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri

r p,k = pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerah-daerah tetangga terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri

f p,k = pengaruh indeks komposit potensi ekonomi daerah (struktur ekonomi daerah, struktur harga-harga, kependudukan, struktur anggaran penerimaan, dan struktur anggaran pengeluaran) ke-p di daerah-daerah pembeli barang terhadap indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k di daerah sendiri

i,k = galat pendugaan indeks komposit kinerja pembangunan daerah ke-k untuk daerah ke-i

6. Pendugaan Parameter Model (Forward stepwise General Regression

Model)

Tahapan awal dilakukan pendugaan paramter-parameter model dengan menggunakan sistem penambahan variabel penjelas satu-satu secara bertahap dimulai dari yang paling berkontribusi nyata (Forward Stepwise General

Regression Model). Proses seleksi variabel indeks yang berperan nyata dalam

model, digunakan Perangkat lunak STATISTICA for Windows (Saefulhakim 2008). Kriteria yang berperan nyata (significant) adalah jika nilai koefisiennya

nyata sampai dengan tarap nyata p  0.05, sedangkan variabel indeks yang tidak nyata dieliminasikan dari model (lihat Gambar 10).

Gambar 10 Tahapan Proses Analisis Penelitian.

Data Variabel Dasar PCA (Factor Analysis) Proses seleksi variabel indikator Analisis Variabel Indikator

Ukuran dan Perhitungan variabel indikator: 1. Rasio 2. Diversitas 3. Pemusatan Penganggaran Ekonomi Kependudukan Kinerja pembangunan Kontiguitas Spasial A S P E K D A T A Penyusunan Indeks Komposit Level Aktual Variabel Indikator Factor score Penyusunan Matriks Kontiguitas Spasial Parameter Fungsi Indeks Komposit Matriks Kontiguitas Spasial Forward stepwise General Regression Model Klasifikasi fungsi indeks Tipologi Wlayah Berdasarkan Pola penganggaran dan Kinerja Pembangunan Daerah

Model Spasial Perencanaan dan Koordinasi Penganggaran untuk

Meningkatkan Kinerja Pembangunan Daerah

Kondisi Geografis

Provinsi Banten ditetapkan sebagai provinsi baru berdasarkan UU 23/2000. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 8.800,83 km2 yang terdiri dari 4 kabupaten dan 4 kota, 154 kecamatan dan 1.504 desa/kelurahan. Provinsi Banten terletak di antara 10501’11”– 10607’12” Bujur Timur dan 507’50”–701’1” Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebelah utara dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat sebelah selatan dengan Samudra Hindia dan sebelah barat dengan Selat Sunda.

Provinsi Banten secara administratif terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan 4 (empat) kota, yang terdiri dari: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Serang1 dan Kota Tangerang Selatan2.

Tabel 4 Wilayah Administrasi Provinsi Banten Tahun 2007

Nama Daerah

Luas wilayah Jumlah

(Km2) Kecamatan Desa Kelurahan Kabupaten 1 Pandeglang 2,746.90 35 322 13 2 Lebak 2,859.96 28 315 5 3 Serang 1,724.09 34 354 20 4 Tangerang 1,110.38 36 251 77 Kota 5 Cilegon 175.50 8 0 43 6 Tangerang 184.00 13 0 104 Banten 8,800.83 154 1,242 262

Sumber: Banten Dalam Angka (Banten in Figures) 2007

Secara alamiah, Provinsi Banten memiliki keuntungan fisik-geografis berupa akses langsung ke Pulau Sumatera dan perairan internasional (Samudera Indonesia). Sebagai wilayah yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, maka Provinsi Banten merupakan pintu gerbang pergerakan manusia, barang, dan jasa antar pulau yang sangat strategis. Dimana letaknya yang berbatasan langsung

1 Daerah otonom baru pada akhir tahun 2007. Data-data yang termasuk dalam Kabupaten Serang sudah mencakup data-data Kota Serang.

2 Daerah otonom baru pada awal tahun 2008. Data-data yang termasuk dalam Kabupaten Tangerang sudah mencakup data-data Kota Tangerang Selatan.

dengan ibukota negara (DKI Jakarta) dan wilayah pertumbuhan nasional yang sangat maju (Provinsi Jawa Barat), maka akan semakin mengangkat posisi wilayah Provinsi Banten sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas perdagangan, baik antar pulau maupun antar wilayah di Pulau Jawa. Kemudian dengan adanya akses langsung ke perairan internasional akan merangsang terbukanya peluang kerjasama bilateral yang menguntungkan. Letak geografis yang strategis ini menjadikan Provinsi Banten sebagai Pintu Gerbang Investasi Indonesia (Indonesia Investment Gateway), baik dalam skala nasional maupun internasional (lihat Gambar 11).

Gambar 11 Peta Administratif Provinsi Banten.

Ekosistem wilayah Banten pada dasarnya terdiri dari:

a. Lingkungan Pantai Utara yang merupakan ekosistem sawah irigasi teknis dan setengah teknis, kawasan pemukiman dan industri.

b. Kawasan Banten Bagian Tengah berupa irigasi terbatas dan kebun campuran, sebagian berupa pemukiman perdesaan. Ketersediaan air cukup dengan kuantitas yang stabil.

c. Kawasan Banten sekitar Gunung Halimun-Kendeng hingga Malingping, Leuwi damar, Bayah berupa pegunungan dengan akses yang relatif rendah, namun menyimpan potensi sumber daya alam.

d. Banten Bagian Barat (Saketi, Daerah Aliran Sungai/DAS Cidano dan lereng kompleks Gunung Karang–Aseupan dan Pulosari sampai Pantai DAS Ciliman–Pandeglang dan Serang bagian Barat) yang kaya akan potensi air merupakan kawasan pertanian yang masih memerlukan penanganan lebih intensif.

e. Ujung kulon sebagai Taman Nasional Konservasi Badak Jawa (Rhino

sondaicus).

f. DAS Cibaliung–Malingping, merupakan cekungan yang kaya air tetapi belum dimanfaatkan secara efektif dan produktif. Sekelilingnya berupa bukit-bukit bergelombang dengan rona lingkungan kebun campur dan talun, hutan rakyat yang tidak terlalu produktif.

Iklim

Iklim Wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson

Trade) dan Gelombang La Nina atau El Nino. Saat musim penghujan

(Nopember-Maret) cuaca didominasi oleh angin barat (dari Sumatera, Samudra Hindia sebelah selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh angin timur yang menyebabkan wilayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai utara, terlebih lagi apabila berlangsung El Nino. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22°C - 32°C, sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400 - 1.350 m dpl mencapai antara 18°C - 29°C. Banyaknya pulau-pulau yang berpotensi bagi masyarakat Banten sekitar 55 pulau yang tersebar di Wilayah Banten maupun di perbatasan Wilayah Banten. Sedangkan sungai-sungai yang melewati wilayah Banten sekitar 91 sungai.

Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Banten berdasarkan data hasil Sensus Penduduk yang disajikan pada Tabel 5, menunjukkan jumlah yang terus bertambah. Pada tahun 1961 tercatat sebanyak 2.438.574 jiwa dan tahun 1971 sebanyak 3.045.154 jiwa meningkat menjadi 4.015.837 jiwa pada tahun 1980 dan 5.967.907 jiwa pada

tahun 1990. Pada tahun 2000, jumlah penduduk tersebut berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000) telah bertambah menjadi sebanyak 8.096.809 jiwa dan tahun 2007 meningkat kembali menjadi 9.423.367 jiwa.

Tabel 5 Jumlah Penduduk Banten Tahun 1961-2007 (dalam jiwa)

Nama Daerah 1961 1971 1980 1990 2000 2007 Kabupaten 1 Pandeglang 440,213 572,628 694,759 858,435 1,011,788 1,085,042 2 Lebak 427,802 546,364 682,868 873,646 1,030,040 1,210,149 3 Serang 648,115 766,410 968358 244,755 1,652,763 1,808,464 4 Tangerang 643,647 789,870 1,131,199 843,755 2,781,428 3,473,271 Kota 5 Cilegon 72,054 93,057 140,828 226,083 294,936 338,027 6 Tangerang 206,743 276,825 397,825 921,848 1,325,854 1,508,414 Banten 2,438,574 3,045,154 4,015,837 3,968,522 8,096,809 9,423,367

Sumber: Banten Dalam Angka (Banten in Figures) 2007.

Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari periode sensus ke sensus atau survei berikutnya tentu bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, tetapi tidak terlepas dari kecenderungan migran baru yang masuk disebabkan daya tarik Provinsi Banten. Melalui potensi daerah, seperti banyaknya perusahaan industri besar/sedang di daerah Cilegon, Tangerang, dan Serang, serta potensi pariwisata di Pandeglang, Serang dan daerah lainnya membuat semakin kondusifnya kesempatan untuk menarik pendatang dari luar Banten.

Tabel 6 Laju Pertumbuhan Penduduk Banten Tahun 1961-2007 (dalam persen)

Nama Daerah 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2007 Kabupaten 1 Pandeglang 2,66 2,17 2,14 1,17 1,00 2 Lebak 2,48 2,51 2,49 1,72 2,33 3 Serang 2,69 2,63 2,54 2,98 1,29 4 Tangerang 4,07 4,07 5,00 4,35 3,22 Kota 5 Cilegon 2,59 4,71 4,85 2,79 1,97 6 Tangerang 2,96 4,11 8,77 3,83 1,86 Banten (%) 2,25 3,12 4,04 3,21 2,19

Sumber: Banten Dalam Angka (Banten in Figures) 2007.

Laju Pertumbuhan Penduduk Banten seperti yang disajikan pada Tabel 6, selama kurun waktu 2000-2007 rata-rata tumbuh sebesar 2,19%. Angka ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan antara tahun 1990-2000 yang rata-rata tumbuh sebesar 3,21%. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota pada kurun waktu 2000

sampai dengan tahun 2007, rata-rata pertumbuhan penduduk kabupaten/kota menunjukkan penurunan.

Laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi masih terlihat di Kabupaten Tangerang dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,22%. Tingginya pertumbuhan penduduk di daerah tersebut tidak terlepas dari potensi daerah yang telah tumbuh menjadi pusat kawasan pertumbuhan ekonomi, serta letaknya yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Negara (Jakarta) dan wilayah Jabodetabek. Dengan demikian, Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang dapat menjadi tujuan para pendatang, yang harus menampung penduduk beserta segala aktivitas perekonomiannya.

Perkembangan Wilayah di Provinsi Banten

Berdasarkan data publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, terbagi menjadi sembilan sektor yang kemudian dirinci kembali menjadi beberapa sub sektor. Gambaran pertumbuhan perekonomian di Provinsi Banten secara umum dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Distribusi PDRB Provinsi Banten Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2007 Menurut Sektor/Lapangan Usaha.

No Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007

1 Pertanian 9.01 8.86 8.53 7.77 7.93

2 Pertambangan dan Penggalian 0.11 0.11 0.10 0.10 0.11

3 Industri Pengolahan 50.77 50.16 49.75 49.70 47.83

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5.10 5.07 4.87 4.23 3.99

5 Bangunan 2.47 2.58 2.73 2.89 3.03

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 17.27 17.10 17.13 17.45 18.99 7 Pengangkutan dan Komunikasi 7.78 7.99 8.58 9.38 9.24 8 keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.63 3.16 3.29 3.35 3.55

9 Jasa-jasa 4.87 4.98 5.02 5.13 5.32

Sumber: BPS Provinsi Banten, Data diolah.

Sektor sektor yang mempunyai kontribusi besar terhadap PDRB di Provinsi Banten adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua sektor tersebut mempunyai pangsa ±66,82% dari total PDRB di Provinsi Banten pada tahun 2007. Sektor-sektor perekonomian yang memberikan kontribusi paling besar di Provinsi Banten terhadap PDRB tahun 2007 cenderung mengalami penurunan kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Meskipun sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih bukan merupakan sektor

yang memberikan kontribusi terbesar tetapi kedua sektor penting tersebut juga cenderung mengalami penurunan. Sektor pertanian pada tahun 2003 memberikan kontribusi sebesar 9,01% semakin menurun hingga pada tahun 2007 sebesar 7,93%. Demikian juga dengan sektor listrik, gas, dan air bersih pada tahun 2003 memberikan kontribusi sebesar 5,10% semakin menurun hingga pada tahun 2007 sebesar 3,99%.

Gambaran pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan dimaksudkan agar ukuran pertumbuhan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor harga pada setiap tahunnya.

Pemusatan Aktifitas Perekonomian Wilayah di Provinsi Banten

Salah satu arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Banten adalah melakukan percepatan perbaikan sosial dan ekonomi masyarakat dengan cara memulihkan dan mengembangkan perekonomian melalui pemberdayaan kekuatan ekonomi masyarakat di sektor unggulan dan andalan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam mendukung perumusan kebijakan pembangunan tersebut dengan mengidentifikasi sektor-sektor unggulan daerah.

Sektor unggulan (leading sector) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak bagi suatu aktivitas perekonomian pada suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan bagi suatu daerah atau tidaknya, dapat dilihat melalui analisis Location Quotient (LQ) dan kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB. Hasil perhitungan LQ dengan data dasar PDRB kabupaten/kota berdasarkan sektor-sektor perekonomian tahun 2003 pada Tabel 8.

Memusatnya sektor unggulan pada suatu wilayah ditandai dengan nilai LQ > 1 mengindikasikan bahwa sektor tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan hingga berorientasi ekspor. Nilai pergeseran diferensial (differential shift) menunjukan tingkat kompetisi berbagai sektor perekonomian wilayah di Provinsi Banten.

Tabel 8 Nilai LQ Per Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2003

No. Kabupaten/Kota Sektor

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Kabupaten Pandeglang 4.09 0.99 0.23 0.16 1.70 1.31 0.68 1.73 2.78 2 Kabupaten Lebak 4.21 10.20 0.19 0.07 1.63 1.29 0.69 1.86 2.92 3 Kabupaten Serang 1.58 0.52 0.99 0.89 2.70 0.61 0.40 1.11 1.68 4 Kabupaten Tangerang 1.05 0.75 1.08 1.66 0.76 0.68 0.87 0.91 0.96 5 Kota Cilegon 0.32 0.77 1.24 2.21 0.18 0.62 1.12 0.71 0.30 6 Kota Tangerang 0.02 0.00 1.09 0.30 0.67 1.46 1.37 0.89 0.48

Sumber: Data dianalisis. Keterangan:

(1) Sektor Pertanian

(2) Sektor Pertambangan dan Penggalian (3) Sektor Industri Pengolahan

(4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (5) Sektor Bangunan

(6) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

(8) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (9) Sektor Jasa-jasa.

Berdasarkan data-data pada Tabel 8 tersebut, nilai-nilai LQ yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut dapat menjadi sektor unggulan bagi wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Pada tahun 2003, Kabupaten Pandeglang memiliki nilai LQ sebesar 4,09 pada sektor pertanian, tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Lebak yaitu sebesar 4,21. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian cenderung memusat di kedua kabupaten tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai sektor unggulan yang dapat menggerakan perekonomian di wilayah Provinsi Banten.

Selain sektor pertanian, Kabupaten Lebak juga memiliki nilai LQ sebesar 10,2 di sektor pertambangan dan penggalian pada tahun yang sama. Dengan kata lain bahwa sektor pertambangan cenderung memusat di Kabupaten Lebak. Pemusatan sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Lebak tersebut menunjukan bahwa sumberdaya alam yang relatif besar dimiliki oleh daerah tersebut. Di beberapa kabupaten/kota sebenarnya mempunyai beberapa sektor perekonomian yang potensial menjadi sektor unggulan bagi masing-masing kabupaten/kota, namun nilai LQ yang dimiliki kurang memusat atau cenderung menyebar merata yang ditandai dengan nilai LQ yang tidak terlalu besar. Beberapa kabupaten/kota tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 9 Sektor-Sektor Perekonomian Unggulan Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

No Kecamatan Sektor Unggulan

1 Kabupaten Pandeglang

1. Sektor Pertanian 2. Sektor Bangunan

3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

4. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5. Sektor Jasa-jasa

2 Kabupaten Lebak

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor Bangunan

4. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

5. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 6. Sektor Jasa-jasa

3 Kabupaten Serang

1. Sektor Pertanian 2. Sektor Bangunan

3. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4. Sektor Jasa-jasa

4 Kabupaten Tangerang

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Industri Pengolahan 3. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 5 Kota Cilegon

1. Sektor Industri Pengolahan 2. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 6 Kota

Tangerang

1. Sektor Industri Pengolahan

2. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sedangkan berdasarkan sektor perekonomian dapat diketahui sektor-sektor perekonomian tertentu memiliki potensi untuk dikembangkan sekaligus di beberapa kabupaten/kota antara lain (kabupaten/kota diurutkan berdasarkan nilai LQ paling besar) :

1. Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian dapat dikembangkan di Kabupaten Lebak.

3. Sektor Industri Pengolahan dapat dikembangkan di Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang.

4. Sektor Listrik, gas dan Air Minum dapat dikembangkan di Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

5. Sektor Bangunan dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.

6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kota Tangerang.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dapat dikembangkan di Kota Cilegon dan Kota Tangerang.

8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.

9. Sektor Jasa-jasa dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.

Pada tingkat kabupaten/kota, sektor-sektor perekonomian yang dapat dikembangkan antara lain: sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan hotel, dan restoran, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Meskipun jika dilihat dari kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB (tabel) kecil namun sektor-sektor tersebut hampir merata di semua kabupaten/kota dan menjadi sektor unggulan di beberapa kabupaten/kota. Sedangkan sektor listrik, gas, dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi meskipun memiliki kontribusi terhadap PDRB besar namun hanya terjadi di beberapa kabupaten/kota saja, misalnya sektor listrik, gas, dan air bersih dominan di Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon, dan sektor pengangkutan dan komunikasi hanya dominan di Kota Cilegon dan Kota Tangerang.

Pergeseran dan Pemusatan Sektor Unggulan

Pergeseran sektor-sektor perekonomian dalam konteks agregat/provinsi didekati dengan nilai proporsional shift. Nilai negatif ditafsirkan memiliki laju pengurangan secara agregat dan nilai positif ditafsirkan memiliki laju penambahan. Nilai proporsional shift sektor-sektor perekonomian di Provinsi Banten ditunjukkan pada Tabel 10.

Sektor-sektor yang mengalami pengurangan adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, dan sektor listrik, gas dan air bersih. Sementara itu sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa mengalami penambahan. Laju penurunan sektor pertanian, peternakan,

kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, dan sektor listrik, gas dan air bersih di Provinsi Banten selama kurun waktu 2003-2007 berturut-turut adalah 14,6%, 10,4%, dan 21,8%. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa memiliki laju penambahan masing-masing 7%, 17,1%, 21,5%, 39,4%, 59,5%, dan 13,3%.

Tabel 10 Nilai Proporsional Shift Sektor-sektor Perekonomian Tahun 2003-2007

No Sektor PDRB Proportional Shift

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan -0.146 2 Pertambangan dan Penggalian 0.070 3 Industri Pengolahan -0.104 4 Listrik,gas,dan air bersih -0.218

5 Bangunan 0.171

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.215 7 Angkutan dan komunikasi 0.394 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Peerusahaan 0.595

9 Jasa-jasa 0.133

Sumber : Hasil analisis.

Kabupaten/kota yang menjadi lokasi pemusatan sektor unggulan dengan laju perubahan lebih tinggi dibanding laju perubahan di kabupaten dicerminkan dari nilai LQ>1 dan nilai positif diffrential shift (DS) untuk laju penambahan; nilai DS negatif untuk laju pengurangan. Hasil analisis LQ dan DS yang disajikan pada Tabel 11 menunjukan, bahwa pemusatan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dengan laju pengurangan terdapat di Kabupaten Pandeglang. Sedangkan laju penambahan terdapat di Kabupaten: Lebak, Serang dan Tangerang. Sementara itu sektor pertambangan dan penggalian dengan laju tinggi hanya terdapat di Kabupaten Lebak.

Sektor industri pengolahan memusat di Kabupaten Tangerang dengan laju pengurangan, sedangkan Kota Cilegon, dan Kota Tangerang memiliki laju penambahan. Pemusatan lokasi sektor listrik, gas, dan air bersih terdapat di Kabupaten Tangerang dengan laju pengurangan, sedangkan Kota Cilegon memiliki laju penambahan. Sektor bangunan memusat di Kabupaten Pandeglang dengan laju penambahan, sebaliknya Kabupaten Lebak dan Serang memiliki laju

pengurangan. Kemudian pemusatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran terdapat di Kabupaten Pandeglang dan Serang dengan laju pengurangan, sedangkan pada sektor yang sama Kota Tangerang memiliki laju penambahan. Lokasi pemusatan sektor angkutan dan komunikasi dengan laju pengurangan hanya terdapat di Kota Cilegon dan Tangerang. Sektor keuangan, persewaan, dan

Dokumen terkait