• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Error Correction Model (ECM)

2.9 Teori Model Ekonometrika yang Digunakan

2.9.2 Analisis Error Correction Model (ECM)

Beberapa variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada tingkat diferensi pertama, besar kemungkinan akan membentuk sebuah sekelompok data yang terkointegrasi. Jika variabel-variabel tersebut terkointegrasi, maka dapat diidentifikasi hubungan jangka panjangnya. Engle dan Granger (1987) dalam Firdaus (2006) mengatakan bahwa sebuah kombinasi linier dari dua atau lebih variabel mungkin bisa stasioner, meskipun secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner. Jika kombinasi linier ini stasioner maka hubungan linier tersebut bisa disebut sebagai kointegrasi. Dan jika variabel-variabel tersebut membentuk sebuah persamaan, maka persamaan tersebut disebut persamaan kointegrasi (Widarjono 2007).

Persamaan kointegrasi memiliki parameter yang mencerminkan hubungan jangka panjang. Sehingga persamaan ini dapat digunakan untuk mengestimasi model dengan mekanisme koreksi kesalahan. Mekanisme koreksi kesalahan tersebut berguna untuk mencegah kesalahan dalam jangka panjang menjadi lebih besar dan lebih besar lagi. Engel dan Granger (1987) dalam Firdaus (2006) telah membuktikan kebenaran hal tersebut. Mereka menyatakan bahwa variabel yang terkointegrasi mempunyai kemampuan untuk mengoreksi kesalahan. Sehingga kointegrasi adalah syarat penting untuk mendapatkan error correction model atau

ECM. Secara umum, model ECM dapat dibentuk apabila data yang digunakan dapat memenuhi beberapa syarat (Widarjono 2007), yaitu:

1 Minimal salah satu dari seluruh variabel, datanya memiliki unit root (bersifat non stasioner).

2 Nilai sisaan dari persamaan level (persamaan regresi untuk jangka panjang) harus bersifat stasioner yang menggambarkan adanya kointegrasi diantara variabel-variabel pembentuknya.

Sebuah data dikatakan bersifat stasioner apabila data tersebut tidak memiliki unit root. Sehingga untuk mengetahui apakah suatu data bersifat stasioner atau tidak, maka perlu dilakukan suatu pengujian kestasioneran (unit root test result). Salah satu tes yang paling sering digunakan untuk menguji kestasioneran suatu data adalah augmented Dickey-Fuller test (ADF test). Selain memeriksa sisaan dari persamaan yang dibentuk, ada cara lain untuk untuk mengetahui apakah dua buah variabel atau lebih terkointegrasi atau tidak, yaitu dengan melakukan uji kointegrasi. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menguji kointegrasi, yakni: (1) uji kointegrasi Engle and Granger (EG), (2) uji cointegrating regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) uji Johansen.

Model ECM dalam penelitian ini digunakan apabila model ARCH gagal dibentuk. Misalnya karena sisaan bersifat homokedastisitas, sehingga model ARCH tidak dapat dibentuk. Berikut ini prosedur pembentukan model ECM yang biasa dig unakan:

1 Langkah pertama adalah melakukan pemeriksaan terhadap data variabel yang akan digunakan, apakah bersifat stasioner atau non stasioner

2 Membuat persamaan regresi yang paling sederhana dengan metode ordinary least square (OLS). Misalkan persamaan regresinya adalah (Widarjono 2007):

………... (2.21) Keterangan:

= Nilai estimasi variabel tak bebas pada bulan ke-t = Nilai variabel bebas pada bulan ke-t

et = Nilai eror pada bulan ke-t ß0, ß1 = Nilai koefisien model regresi

t t t X Y) =β0+β1 +ε t

Y)

t

X

3 Memeriksa nilai sisaan (et) apakah bersifat stasioner atau tidak. Jika stasioner maka variabel-variabel tersebut terkointegrasi, maka persamaan error correction model (ECM) dapat dibentuk.

4 Membuat persamaan ECM dengan cara membuat persamaan regresi dengan data first different dan menyertakan nilai eror (eror) persamaan awal sebagai salah satu varibel bebasnya, yaitu (Widarjono 2007):

………... (2.22) Keterangan:

= Nilai first different estimasi variabel tak bebas pada bulan ke-t = Nilai first different variabel bebas pada bulan ke-t

et-1 = Nilai eror persamaan level pada bulan ke (t-1) ß0, ß1 = Nilai koefisien model regresi

vt = Nilai eror persamaan first different pada bulan ke-t 2.9.3 Analisis Perubahan Struktural (Structural Break Analysis)

Hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas terkadang mengalami perubahan struktural (structural break atau structural change), yaitu perubahan hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas yang disebabkan perubahan waktu, perubahan rezim pemerintahan atau karena perubahan lainnya. Perubahan-perubahan tersebut secara langsung atau tidak langsung menyebabkan perubahan hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas. Sebagai contoh adalah jumlah konsumsi BBM di Amerika Serikat dari tahun 1970 sampai dengan tahun 1990-an. Misalkan jumlah konsumsi BBM adalah C yang merupakan variabel tidak bebas. Sedangkan variabel bebasnya adalah harga BBM (P) dan pendapatan perkapita (Y). Harga BBM (P) telah mengalami tiga kali mengalami peningkatan harga yang sangat drastis yang sangat memengaruhi pola konsumsi BBM masyarakat, yaitu:

1 Pada tahun 1974. Yaitu pada saat OPEC yang merupakan organisasi kartel minyak dunia terbentuk dan mulai mengontrol harga minyak dunia.

2 Pada tahun 1979. Yaitu pada saat terjadinya revolusi di Iran

3 Pada tahun 1990. Yaitu pada saat Iraq melakukan invasi ke Kuwait.

t t t t X Y =β +β∆ +ε +ν) 0 1 −1 t

Y)

t

X

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan struktural (structural break) adalah Chow test (pertama sekali dikemukakan oleh Gregory Chow pada tahun 1960). Misalkan ingin diuji apakah telah terjadi perubahan struktural (structural break) antara periode t1 dengan periode t2. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut (Ramanathan 1998):

1 Data observasi dibagi menjadi 2 kelompok yakni n1 (pengamatan pada periode t1) dan n2 (pengamatan pada per iode t2). Total pengamatan adalah n1 + n2 = n. 2 Untuk masing-masing kelompok membuat persamaan regresi yang akan

menghasilkan k buah koefisien regresi. (ßi1 dan ßi2, dimana i = 1, 2, . . . k). 3 Tentukan nilai error sum square atau sum of squared residual dari kedua

kelompok tersebut yakni ESS1 dan ESS2.

4 Membuat persamaan regresi yang sama dengan menggunakan seluruh data pengamatan (n) dan menghitung nilai error sum square regression atau ESSR. 5 Melakukan Prosedur Chow test sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis.

H0 : ßi1 = ßi2 (tidak terjadi structural break) H1 : ßi1 ? ßi2 (terjadi structural break)

b. Menentukan nilai F observasi (Fobs) dengan rumus (Ramanathan 1998): Fobs = (ESSR – ESS1 – ESS2) ÷ k ………... (2.23)

(ESS1 + ESS2) ÷ (n - 2k)

c. Tentukan nilai F tabel dengan derajat bebas (k , n-2k) dan pada tingkat signifikansi a.

d. Tolak H0 jika nilai F observasi lebih besar dari F tabel (Fobs > Ftabel) Uji structural break di atas hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan struktural pada sebuah variabel sejalan dengan perubahan waktu. Namun uji tersebut tidak dapat digunakan untuk mengetahui waktu terjadinya perubahan struktural. Untuk mengetahuinya adalah dengan menggunakan variabel boneka (dummy variable). Dummy variable yang bernilai 1 dan 0 diberikan berdasarkan periode waktu, dimana nilai 1 diberikan pada periode waktu yang dicurigai terjadinya perubahan struktural. Lalu dummy variable dimasukkan dalam sebuah analisis regresi sederhana. Pemasangan nilai dummy variable yang tepat akan menghasilkan nilai koefisien dummy variable yang signifikan. Artinya

nilai dummy variable yang dipasang telah dengan tepat menunjukkan posisi periode terjadinya perubahan struktural.

Dokumen terkait