• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensas

Mengetahui kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) dana kompensasi akibat kebisingan kereta api dengan menanyakan langsung kepada responden. Mengestimasi besarnya nilai WTA dengan menggunakan enam tahapan CVM, yaitu :

1 Membangun Pasar Hipotesis

Seluruh responden diberikan skenario atau informasi bahwa PT. X akan memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api karena terkena dampak negatif, yaitu kebisingan. Pemberian dana kompensasi tersebut sebagai ganti rugi akibat kebisingan yang terjadi setiap harinya yang dapat mengganggu masyarakat. Dana kompensasi mencerminkan besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan kesediaan menerima akibat dampak negatif yang ditimbulkan.

2 Memperoleh Nilai WTA

Besarnya nilai WTA didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada responden. Responden menginginkan nilai WTA yang cukup beragam mulai dari Rp 65 000 hingga Rp 95 000. Starting point nilai WTA ditentukan berdasarkan biaya kesehatan.

3 Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTA

Dugaan nilai rata-rata WTA responden dihitung berdasarkan distribusi WTA responden. Berdasarkan hasil survei, didapat variasi nilai WTA yang bersedia diterima responden melalui metode bidding game. Tabel 23 menunjukkan perhitungan nilai WTA.

Tabel 23 Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api No Nilai WTA (Rp/bulan/RT) Responden Mean WTA (Rp) Frekuensi (orang) Frekuensi Relatif (%) 1. 65 000 2 4 2166.67 2. 70 000 8 14 9333.33 3. 75 000 11 18 13750.00 4. 80 000 14 23 18666.67 5. 85 000 11 18 15583.33 6. 90 000 11 18 16500.00 7. 95 000 3 5 4750.00 Total 60 100 80750.00

Sumber : Data primer diolah 2013

Dugaan nilai rata-rata WTA responden dari perhitungan Tabel 23 adalah sebesar Rp 80 750 per bulan per rumahtangga. Nilai WTA tertinggi yang bersedia diterima responden adalah sebesar Rp 95 000 sebanyak tiga orang sedangkan nilai terendahnya yang bersedia diterima responden sebesar Rp 65 000 Nilai WTA yang paling banyak diterima responden sebesar Rp 80 000 sebanyak 14 orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kerugian yang dirasakan responden yang terkena eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api.

4 Menduga Kurva Penawaran (Bid Curve)

Berdasarkan nilai WTA akibat kebisingan akan dibentuk kurva WTA. Kurva penawaran WTA menggambarkan hubungan antara besarnya nilai WTA (Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden yang bersedia menerima WTA pada tingkat tertentu. Gambar 11 menunjukkan kurva penawaran nilai WTA.

Sumber : Data primer diolah 2013

Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat nilai WTA yang diinginkan responden. Nilai WTA yang diperoleh mulai dari Rp 65 000 hingga Rp 95 000. Kesimpulan dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai WTA, maka responden akan cenderung bersedia menerima dana kompensasi.

5 Menentukan Total WTA (Agregating Data)

Nilai total dugaan WTA rumahtangga dihitung berdasarkan nilai awal WTA yang bersedia diterima masing-masing responden. Terdapat tujuh variasi nilai WTA responden. Tabel 24 menunjukkan hasil perhitungan total WTA rumahtangga Kelurahan Bekasi Jaya.

Tabel 24 Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api

No Nilai WTA (Rp/bulan/RT) Responden Jumlah WTA Responden (Rp) Frekuensi (orang) Frekuensi Relatif (%) 1. 65 000 2 4 130000 2. 70 000 8 14 560000 3. 75 000 11 18 825000 4. 80 000 14 23 1120000 5. 85 000 11 18 935000 6. 90 000 11 18 990000 7. 95 000 3 5 285000

Total WTA Responden 60 100 4845000

Total WTA Masyarakat 280 22 610 000

Sumber : Data primer diolah 2013

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai total WTA responden adalah sebesar

Rp 4 845 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp 22 610 000 per bulan yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah populasi

masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api, yaitu 280 KK dengan rata- rata WTA rumahtangga. Nilai tersebut dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan pada pihak terkait untuk menentukan nilai kompensasi akibat kebisingan yang terjadi. Nilai total WTA mencerminkan kerugian yang dirasakan seluruh masyarakat akibat eksternalitas negatif kebisingan. Nilai total WTA yang didapat merupakan biaya eksternal (MEC) yang seharusnya ditanggung oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas.

6 Evaluasi Pelaksanaan CVM

Menurut Mitcell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993), penelitan yang berhubungan dengan benda-benda lingkungan, R-square dapat ditolerir hingga 15 persen. Hasil pengolahan regresi berganda dalam penelitian ini, diperoleh nilai R-adjusted square sebesar 53.3 persen. Pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya.

6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept)

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA dengan menggunakan analisis regresi berganda. Dependent variable (variabel terikat) adalah nilai WTA rumahtangga. Independent variable (variabel bebas) adalah usia responden, pendidikan, pendapatan, status kepemilikan rumah, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, buruh, dan supir/ojek. Nilai R-square adjusted sebesar 53.3 persen menunjukkan bahwa variabel-variabel usia, pendidikan, pendapatan, status kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, kualitas bising, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai negeri sipil, pegawai swasta, buruh, dan supir sebesar 53.3 persen dapat dijelaskan oleh model sedangkan sisanya 46.7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden dapat dilihat pada Tabel 25.

Model regresi yang baik tidak diperbolehkan melanggar asumsi klasik, yaitu tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA adalah sebagai berikut :

1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat

masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF nya kurang dari 10 (VIF < 10). Tabel 25 menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas pada nilai VIF.

2 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplots dan uji gletser.

Berdasarkan grafik scatterplot pada Lampiran 2 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Selain itu, pada Lampiran 2 merupakan hasil uji gletser yang menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas karena semua variabel bebas atau independent, Sig. (2-tailed) lebih besar dari (α=0.10).

3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.755. Dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Tabel 25 dan Lampiran 2.

4 Uji Normalitas

Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS 16. Tabel 25 dan Lampiran 2 menunjukkan nilai signifikansi 0.947, yang artinya data terdistribusi normal pada taraf (α=0.10). Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.947 lebih besar dari (α=0.10) maka asumsi residual

menyebar normal terpenuhi.

Tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi, hal ini menunjukkan model layak untuk digunakan. Model regresi dalam analisis ini adalah:

WTA = 1.017 + 0.410 PNDK – 0.318 PNDP + 0.767 KBS (dummy) + 0.541 LTG – 0.267 JTS + 0.976 BRH (dummy) + 1.381 SPR (dummy) + e

Tabel 25 Hasil estimasi model regresi linear berganda terhadap besarnya nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api

Model Unstandardized Coefficients Sig

Collinearity Statistics B T VIF (Constant) 1.017 .620 .538 UR .099 .681 .499 2.619 PNDK .410 1.974 *.054 2.469 PNDP -.318 -2.733 ***.009 1.438 SKR (dummy) .320 .811 .421 1.689 KAB .060 .214 .831 1.736 KBS (dummy) .767 2.058 **.045 1.808 LTG .541 3.697 ***.001 3.061 JTS -.267 -2.608 **.012 1.550 JTK .027 .159 .874 1.546 PNS (dummy) -.814 -1.146 .258 1.679 PSW (dummy) -.236 -.521 .605 1.858 BRH (dummy) .976 2.175 **.035 1.373 SPR (dummy) 1.381 2.078 **.043 1.471

Sumber : Data primer diolah 2013

keterangan : *** : nyata pada taraf (α=1%) ** : nyata pada taraf (α=5%) * : nyata pada taraf (α=10%)

Hasil lengkap dari pengolahan data model regresi di atas dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji F dengan P = 0.000 menunjukkan bahwa model regresi sudah mampu menjelaskan keragaman WTA dan variabel-variabel bebas (independent variable) secara serentak berpengaruh terhadap perubahan nilai WTA. Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata

(signifikan) terhadap model regresi pada α=1%, α=5%, dan α=10% adalah

pendapatan, lama tinggal, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan.

R-square 63.6 persen

R-square adj. 53.3 persen

Durbin-Watson 1.755

Sig. F 0.000

Variabel tingkat pendapatan (PNDP) memiliki nilai P-value (0.009) <

(α=0.01) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendapatan kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin kecil, asumsi cateris paribus. Variabel tingkat pendapatan sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA. Tingkat pendapatan yang tinggi akan berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan meskipun ada kerugian yang dirasakan namun responden masih mampu membiayai kebutuhan hidup mereka dengan pendapatan yang dimiliki.

Variabel lama tinggal (LTG) memiliki nilai P-value (0.001) < (α=0.01) yang

artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan semakin lamanya tinggal kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin besar, asumsi cateris paribus. Variabel lamanya tinggal sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan semakin lama tinggal di wilayah tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih banyak dibandingkan dengan yang baru tinggal. Dampak kebisingan dan lainnya menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA mereka semakin tinggi.

Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising (JTS) memiliki nilai P-value

(0.012) < (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model.

Koefisien variabel negatif (-) menggambarkan semakin jauh jarak tempat tinggal ke sumber bising kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin kecil, asumsi cateris paribus. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA. Hal tersebut dikarenakan semakin jauh dari sumber bising tersebut maka dampak yang dirasakan akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang dekat sumber bising. Lebih sedikitnya dampak kenyamanan, kebisingan dan lainnya menimbulkan kerugian yang menyebabkan nilai WTA mereka semakin rendah.

Variabel kualitas bising (KBS dummy) memiliki nilai P-value (0.045) <

(α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang menjawab

“bising” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar dibandingkan

dengan responden yang menjawab “tidak bising”, asumsi cateris paribus. Variabel

kualitas bising sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Jawaban bising dari responden akan berpengaruh pada pertimbangan nilai WTA yang cenderung meningkat. Hal ini

dikarenakan masyarakat yang menjawab “bising” merasa kebisingan tersebut

mengganggu dan merugikan mereka.

Variabel pekerjaan buruh (BRH dummy) memiliki nilai P-value (0.035) <

(α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya

sebagai “buruh” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar

dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan buruh”, asumsi cateris paribus. Variabel pekerjaan buruh sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Responden yang pekerjaannya sebagai buruh tidak memiliki jamsostek/askes untuk menunjang kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi pendorong nilai WTA berpengaruh positif dengan pekerjaan buruh.

Variabel pekerjaan supir/ojek (SPR dummy) memiliki nilai P-value (0.043)

< (α=0.05) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan beda rata-rata responden yang pekerjaannya

sebagai “supir/ojek” cenderung menginginkan nilai WTA yang semakin besar

dibandingkan dengan responden yang pekerjaannya “bukan supir/ojek”, asumsi cateris paribus. Variabel pekerjaan supir/ojek sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan supir/ojek berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Responden yang pekerjaannya sebagai supir/ojek tidak memiliki jamsostek/askes untuk menunjang kesehatan mereka. Adanya faktor tersebut yang menjadi pendorong nilai WTA berpengaruh positif dengan pekerjaan supir/ojek.

Variabel tingkat pendidikan (PNDK) memiliki nilai P-value (0.054) <

(α=0.10) yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model. Koefisien variabel positif (+) menggambarkan semakin tinggi tingkat pendidikan kecenderungan responden untuk menginginkan nilai WTA akan semakin besar. Variabel tingkat pendidikan sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. Hal ini dikarenakan responden dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mengetahui dampak dari kebisingan selain mengganggu kenyamanan akibat aktivitas kereta api. Mereka mempertimbangkan nilai WTA yang lebih besar karena merasakan kerugian akibat kebisingan tersebut walaupun sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu.

Variabel usia, status kepemilikan rumah, kenyamanan akibat bising, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan pegawai negeri sipil, dan pegawai swasta tidak berpengaruh nyata (signifikan) dalam model regresi ini. Nilai P-value masing-

masing variabel lebih besar dari taraf (α=0.10). Nilai P-value dapat dilihat dalam Tabel 25. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dalam model karena menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel lainnya yang berpengaruh nyata. Hal tersebut dapat terjadi karena nilai yang kurang beragam dalam model.

Dokumen terkait