• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN EVALUASI

A. ANALISA MEKANISME PENDATAAN SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

Dalam mekanisme pendataan subjek pajak orang pribadi, ada satu hal

yang harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pendataan itu sendiri dilakukan. Hal tersebut adalah pendaftaran, dimana wajib pajak mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak sebagai dasar pelaksanaan pendataan. Jadi dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran, dan pendataan subjek pajak orang pribadi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan satu persatu dari pelaksanaan pendaftaran, dan pendataan subjek pajak orang pribadi.

1.Pendaftaran

Cara pendaftaran subjek pajak orang pribadi, yaitu:

a. Berdasarkan sistem self assessment, setiap wajib pajak mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan

keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta

c. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, selain wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

d. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

e. Wajib pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.Pendataan

Pendataan subjek pajak orang pribadi dilakukan oleh Fiskus atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Tindakan ini dilaksanakan dengan menggunakan Formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak dan dilaksanakan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan pendataan sebagai berikut:

a. Pendataan identitas umum wajib pajak Pendataan ini terdiri dari:

1. Title atau gelar wajib pajak orang pribadi .

2. Nama wajib pajak secara lengkap tidak di singkat. 3. Nama wajib pajak diisi sesuai KTP tanpa gelar.

4. Alamat tempat kedudukan/tempat tinggal, yaitu: RT/RW, Kelurahan/Kecamatan, Kota/Kabupaten, Kode Pos.

5. Usaha /pekerjaan bebas, yaitu: status usaha, jenis usaha/pekerjaan bebas, alamt tempat usaha kegiatn, orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

6. Kewajiban pajak.

b. Pendataan korespondensi wajib pajak Pendataan ini terdiri dari:

1. Alamat, diisi jika berbeda dengan alamat tempat kedudukan/tempat tinggal di identitas umum.

2. Telepon/faksimili dan e-mail. c. Pendataan subjek pajak orang pribadi

Pendataan ini terdiri dari: 1. Tempat/tanggal lahir.

2. Nomor KTP/paspor, diisi nomor KTP bagi penduduk Indonesia atau diisi nomor paspor bagi orang asing.

d. Pendataan wajib pajak badan Pendataan ini terdiri dari:

1. Bentuk hukum, diisi sesuai dengan akte pendirian/perubahan. 2. Status modal.

3. Akte pendirian dan atau perubahan terakhir. 4. Identitas pimpinan/penanggung jawab.

e. Pendataan permohonan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

f. Pendataan permohonan untuk penghapusan NPWP/pencabutan PKP. g. Pendataan pernyataan

Setelah pendataan subjek pajak dilakukan maka pendataan tersebut harus ada pelaporan usah untuk pengukuhan PKP, yaitu:

1. Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambaan Nilai (PPN), wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.

3. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sbagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batas.

Setiap pelaporan yang dilaporkan ke KPP harus lengkap dan jelas tetapi apabila tidak sesuai dengan pendataan maka pelanggaran kewajiban perpajakan yang dilakukan wajib pajak, sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi sedangkan yang menyangkut pelanggaran yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana yang terdiri atas:

a. Setiap orang yang karena kealpaanya:

1. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau

2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isisnya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidanan kerugian kurungan paling lama 1 (satu) tahun dasn atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

b. Setiap orang dengan sengaja:

1. Tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau

2. Tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang diisinya tidak benar atau tidak lengkap; atau 3. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau

4. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau

5. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau

6. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

c. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir b.

d. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pengukuhan.

Pengusaha Kena Pajak (PKP), atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh wajib pajak. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari wajib pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Daluarsa tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang besangkutan. Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak yang menyangkut masalah perpajakan. Maka apabila terjadi pelanggaran atas larangan mengungkapakan kerahasiaan wajib pajak tersebut dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut:

a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal kerahasiaan wajib pajak, dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Selain itu, keterlibatan dan sanksi bagi pihak ketiga dapat diancam dengan sanksi pidana sebagai berikut:

a. Setiap orang yang menurut ketentuan wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja memberikan keterangan atau bukti; atau memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

b. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang mengnjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Jika perencanaan pajak bisa dilakukan dengan sebaik-baikny, maka bisa terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana, karena adanya perbedaan

penafsiran antara fiskus dan wajib pajak akibat begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku sedangkan sistem informasi perpajakan masih belum efektif. Kenyataannya dimanapun tidak ada Undang-undang yang mengatur setiap kegiatan secara sempurna. Dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri Keuangan (KMK), dan Keputusan Dirjen Pajak. Tidak jarang ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri, karena disesuaikan dengan kepentingan sipembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Perencanaan pajak juga bertujuan untuk mengefisiensikan beban pajak yang dilakukan haruslah bersifat legal, supaya dapat menghindari sanksi-sanksi dikemudian hari. Begitu pula dalam menghindari pengenaan pajak, bisa dilakukan dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. Untuk itu wajib pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Penundaan pembayaran pajak juga bisa dilakukan dengan cara melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai dengan pada batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Selain itu, mengefisiensikan beban pajak bisa dilakukan dengan menghindari pemeriksaan pajak. Wajib pajak diperiksa pada umummnya

karena Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar, SPT rugi, tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT, terdapat informasi pelanggaran/dan memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Dalam mengefisiensikan beban pajak haruslah memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu:

a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan.

b. Secara bisnis msuk akal, karena perencanaan pajak itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh.

c. Bukti-bukti pendukung yang memadai.

B. ANALISA KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN

PENDATAAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

Masih banyaknya wajib pajak yang belum dilakukan pendataan diwilayah yang tercakup dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, disebabkan oleh beberapa kendala atau penghambat sebagai berikut:

a. Kurangnya petugas pelaksanaan pendataan

Dalam hal ini disebabkan karena untuk merekrut tenaga pegawai KPP tidaklah memungkinkan, karena masing-masing pegawai dibutuhkan pada seksinya masing-masing. Sedangkan pegawai pada seksi pendataan dan penilaian yang berwenang untuk melakukan pendataan tidak mencukupi.

Kemudian alternatif untuk merekrut tenaga dari luar tidak selalu mencukupi karena keterbatasan dana yang disediakan oleh pemerintah.

b. Kurangnya culture strategy dalam peningkatan kinerja

Hal ini disebabkan karena kultur organisasi yang merupakan seperangkat kerangka tingkah laku, emosi, dan psikologis yang terinternalisasi secara mendalam dan dipakai secara bersama-sama oleh anggota. Yang memiliki asas pokok seperti politik, hirarki, birokrasi, dan monopoli memberi reaksi ada kultur organisasi.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibanya membayar pajak. Hal ini disebabkan karena tingkat penyidikan atau pengetahuan masyarakat tentang peraturan perpajakan masih rendah, sehingga masyarakat (Wajib Pajak) tidak mau mendaftarkan diri sebagai subjek kepada petugas pelaksanaan pendataan yang melakukan pendataan terhadap subjek pajaknya. Selain itu ada juga wajib pajak yang dengan sengaja menghindar pada waktu dilakukan pendataan dengan tujuan untuk mengelak membayar pajak.

C. ANALISA UPAYA YANG DITEMPUH PEMERINTAH UNTUK

MENGATASI KENDALA ATAU PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDATAAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

Kendala dan hambatan yang dialami di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam hal pelaksanaan pendataan wajib pajak dapat dikurangi dengan

beberapa cara dan upaya dimana dengan berkurangnya kendala dan hambatan tersebut kinerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dapat meningkat.

Adapun upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi kendala dalam pendatan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah:

1. Mengalokasikan dana untuk melakukan perekrutan tenaga dari luar berupa tenaga kontrak apabila tenaga dari petugas pajak sendiri tidak mencukupi untuk melakukan pendataan terhadap wajib pajak.

2. Untuk mengubah performance Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka yang harus diubah adalah kultur organisasinya. Adapun faktor kunci yang membentuk kultur yaitu strategi inti, konsekuensi,pelanggan serta control. Baru selanjutnya mengubah sistem administrasi, struktur, dan proses terakhir adalah mengubah praktek managemen, predisposisi pekerja. Sehingga mampu menganalisa tingkat kesalahan.

3. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga wajib pajak sadar akan kewajibannya membayar pajak. Langkah selanjutnya ialah dengan memasyarakatkan pajak secara intensif, melalui stiker, artikel, tulisan tentang perpajakan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat khususnya wajib pajak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Uraian-uraian dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dan data yang diperoleh dari hasil riset pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, terdapat beberapa kendala yang diperoleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam melaksanakan pendataan wajib pajak, antara lain sebagai berikut : 1. Kurangnya petugas pelaksanaan pendataan.

2. Kurangnya culture strategy dalam peningkatan kinerja.

3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibanya membayar pajak.

Untuk meningkatkan pendataan wajib pajak, upaya yang ditempuh pemerintah dalam pendataan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ialah Mengalokasikan dana untuk melakukan perekrutan tenaga dari luar berupa tenaga kontrak apabila tenaga dari petugas pajak sendiri tidak mencukupi untuk melakukan pendataan terhadap wajib pajak, dan dengan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga wajib pajak sadar akan kewajibannya membayar pajak. Langkah selanjutnya ialah dengan memasyarakatkan pajak secara intensif,

melalui stiker, artikel, tulisan tentang perpajakan yang mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat khususnya wajib pajak.

B. SARAN

Dari laporan akhir ini, penulis mencoba beberapa saran yang nantinya dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. Dalam upaya peningkatan pendataan subjek pajak orang pribadi dimasa yang akan datang :

1. Sistem self assessment ternyata tidak sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat ini dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat itu sendiri, maka dari itu perlu diadakannya penyuluhan dan pembinaan yang dapat membantu memberi perhatian kepada masyarakat.

2. Melihat kondisi Negara Indonesia pada saat ini, diharapkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, supaya lebih aktif dalam melaksanakan pendataan subjek pajak orang pribadi, sehingga data wajib pajak yang diperoleh lebih baik lagi untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009.Perpajakan. Andi Offset : Yogyakarta

Markus, Muda. 2005. Perpajakan Indonesia. Gramedia Pustaka Indonesia: Jakarta Resmi, Siti. 2008. Perpajakan 1. Salemba Empat: Jakarta

Sihaloho, Cyrus. 2002. Modul Ketentuan Perpajakan. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 2010. Tentang subjek pajak Departemen Dalam Negeri. 2008. Undang-undang No. 28 Tahun 2007, tentang

Dokumen terkait