• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Hasil Analisis

4.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemasaran

Analisis lingkungan strategis yang mempengaruhi kinerja dalam proses pemasaran STA Hessa Air Genting dibagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran STA Hessa Air Genting adalah sosialisasi, harga pembelian di STA, sarana dan prasarana STA, modal STA dan kelembagaan STA. Hasil observasi menunjukkan skor faktor-faktor internal tersebut masing-masing adalah sebagai berikut :

Tabel 11. Penentuan Skor Faktor Internal No. Parameter Rata-

Rata Skor

Hasil Penilaian

Sumber Keterangan Jumlah (Orang) 1. 2. 3. 4. 5. Sosialisasi

Harga pembelian di STA Sarana dan Prasarana STA Modal STA Kelembagaan STA 1 3 1 3 1 Kelemahan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan Pengelola STA

Petani dan pedagang yang memasarkan di STA Pengelola STA Pengelola STA Pengelola STA 1 12 1 1 1 Sumber : Lampiran 5, 6, 9

Tabel 11 menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor internal yang mempengaruhi dalam pemasaran Hessa Air Genting terdapat 2 kekuatan dan 3 kelemahan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sosialisasi tidak ada.

Dalam penelitian, sosialisasi diukur dengan kegiatan memperkenalkan dan menyampaikan informasi tentang STA kepada petani maupun pedagang pengumpul desa. Ternyata dari hasil wawancara STA tidak pernah melakukan kegiatan tersebut (lampiran 9, parameter 1). Hal ini disebabkan karena SDM pengelola STA sangat kurang. Sampai saat ini pengelolaan STA dijalankan oleh Gapoktan Subur dan kegiatan utama yang dilaksanakan hanya difokuskan pada kegiatan pemasaran/jual beli sayuran saja.

2. Harga pembelian di STA tinggi.

Harga pembelian STA adalah harga rata-rata yang diterima petani dan pedagang yang memasarkan ke STA. Hasil penelitian menunjukkan nilainya rata-rata 84,80 % dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 82,63% - 87,14% (lampiran 17). Harga tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga pembelian pedagang pengumpul desa yang rata-rata sebesar 62,61% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 50,88% - 72,17% (lampiran 18). Padahal dari 30 petani sampel, hanya 5 orang (16,67%) yang menjual ke STA. Selebihnya menjual kepada pedagang pengumpul desa (lampiran 3).

3. Sarana dan prasarana STA sangat kurang

Dalam penelitian ini sarana dan prasarana yang dicakup adalah sarana transportasi, sarana komunikasi, bantuan modal, sortir dan grading. Sarana transportasi sangat dibutuhkan karena umumnya petani lebih suka kalau hasil panennya diambil langsung ke lahan karena selain tidak mempunyai sarana transportasi mereka juga tidak sempat untuk mengantar. Sarana komunikasi dibutuhkan untuk menghubungkan petani dengan STA sehingga STA dapat

mengetahui situasi pertanaman dan komoditi yang ada. Bantuan modal sangat dibutuhkan karena umumnya petani banyak yang mempunyai keterikatan modal untuk usaha taninya. Adanya sortir dan grading sehingga keseluruhan hasil panen dapat diambil sesuai dengan kualitas.

Selama ini petani lebih suka menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa karena para pedagang pengumpul desa aktif mendatangi para petani di tempat produksi ketika mendekati masa panen, semua hasil diambil dengan harga yang berbeda sesuai dengan kualitas dan mereka juga memberikan bantuan modal kepada petani yang membutuhkan.

4. Modal STA kuat

Modal STA diukur dari kemampuan STA untuk membeli produksi sayuran di lima kecamatan penelitian. Dari hasil wawancara dengan pengelola STA bahwa modal STA berasal dari bantuan Pemerintah yaitu dari APBD I Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara dan dari dana APBN yaitu bantuan PUAP untuk Gapoktan Subur. Modal tersebut digunakan untuk modal usaha STA. Dengan modal tersebut diperkirakan STA akan mampu membeli produksi sayur-sayuran di lima kecamatan.

5. Kelembagaan STA belum ada

Kelembagaan STA diukur dari adanya Struktur Organisasi Pasar di Tingkat Petani (Ditjen P2HP Departemen Pertanian, 2006). Hasil pengamatan di lapangan ternyata menunjukkan bahwa STA belum mempunyai kepengurusan/struktur organisasi. Berdasarkan SK Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Asahan sebenarnya Gapoktan Subur ditetapkan sebagai pengelola STA. Namun demikian struktur organisasi/kelembagaan STA yang khusus

menangani STA dengan unit-unit organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi belum dibentuk, sehingga sampai saat ini hanya Gapoktan Subur sebagai pengelola STA. Hal ini disebabkan belum adanya tindak lanjut SK Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Asahan untuk membentuk struktur organisasi/kelembagaan STA.

Faktor Eksternal yang merupakan peluang dan ancaman dalam pemasaran STA Hessa Air Genting adalah lokasi STA, harga jual yang diterima petani dari pedagang pengumpul desa, harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa dari luar STA, modal petani, dukungan Pemerintah dan permintaan pasar. Hasil observasi menunjukkan skor faktor eksternal tersebut masing-masing adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Penentuan Skor Faktor Eksternal

No. Uraian Rata-

Rata Skor

Hasil Penilaian

Sumber Keterangan Jumlah (Orang) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Lokasi STA

Harga jual yang diterima petani dari pedagang pengumpul desa

Harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa dari luar STA

Modal petani Dukungan Pemerintah Permintaan 4 3 2 2 3 4 Peluang Peluang Ancaman Ancaman Peluang Peluang Pengelola STA

Petani yang tidak memasarkan di STA Pedagang yang tidak memasarkan di STA Petani yang tidak memasarkan di STA Pengelola STA Pengelola STA 1 25 15 25 1 1 Sumber : Lampiran 5, 7, 8, 9

Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor eksternal yang mempengaruhi dalam pemasaran Hessa Air Genting terdapat 4 peluang dan 2 ancaman. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Lokasi STA strategis.

Dalam penelitian ini lokasi STA dikatakan strategis diukur dari terletak di jalan lintas dan berada pada sentra produksi. Dari hasil wawancara STA Hessa Air Genting terletak di jalan lintas Sumatera, di Desa Hessa Air Genting yang merupakan salah satu sentra produksi sayur-sayuran di Kabupaten Asahan (lampiran 9, parameter 2). Lokasi STA yang terletak di jalan lintas memudahkan para petani, pedagang pengumpul desa maupun pedagang luar daerah untuk memasarkan sayur-sayurannya ke`STA. Selain itu juga memudahkan STA untuk memasarkan sayur-sayuran karena pada umumnya pembeli membawa barang dagangannya ke luar kota dan juga sebagian pembeli berasal dari luar kota. 2. Harga jual yang diterima petani dari pedagang pengumpul desa rendah.

Harga jual yang diterima petani dari pedagang pengumpul desa adalah harga yang diterima petani yang memasarkan produksi sayur-sayurannya kepada pedagang pengumpul desa. Hasil penelitian menunjukkan nilainya rata-rata 62,61% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 50,88% - 72,17% (lampiran 18). Harga tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan harga yang diterima petani jika memasarkan sayur-sayurannya ke STA. Harga yang diterima rata-rata sebesar 84,80% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 82,63% - 87,14% (lampiran 17). Dari 30 petani sampel, sebanyak 25 orang (83,33%) memasarkan ke pedagang pengumpul desa, hanya 5 orang (16,67%) yang memasarkan ke STA (lampiran 3).

3. Harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa dari luar STA relatif sama dengan STA

Harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa adalah harga yang diterima pedagang pengumpul desa yang memasarkan ke pedagang besar di kecamatan, pedagang luar daerah, maupun kepada pengecer. Hasil penelitian menunjukkan nilainya rata-rata 83,77% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 81,34% - 86,26% (lampiran 19). Harga tersebut relatif sama jika dibandingkan dengan harga yang diterima pedagang pengumpul desa jika memasarkan sayur-sayurannya ke STA (selisih 1,03%). Harga yang diterima rata-rata sebesar 84,80% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 82,63% - 87,14% (lampiran 17). Dari 22 pedagang pengumpul desa sampel, sebanyak 15 orang (68,18%) memasarkan ke selain STA, hanya 7 orang (31,82%) yang memasarkan ke STA (lampiran 4).

4. Modal petani lemah.

Modal petani diukur dari sumber modal yang diperoleh petani dalam usaha taninya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa modal petani lemah. Dari 25 sampel petani yang tidak memasarkan ke STA diperoleh bahwa 8 orang (32%) seluruh modal untuk usaha taninya hutang kepada pedagang/agen, 14 orang (56%) sumber modal sebagian pinjam kepada pedagang/agen. Hanya 3 petani sampel (12%) menggunakan modal sendiri (lampiran 7, parameter 8). 5. Adanya Dukungan Pemerintah.

Dalam penelitian ini dukungan Pemerintah diukur dari adanya pembinaan dan bantuan kepada STA. Dari wawancara dengan pengelola STA dan pengamatan di lapangan, pembinaan dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten

Asahan dan Dinas Pertanian Provinsi. Pembinaan terutama dilakukan terhadap kelengkapan administrasi STA. Bantuan yang diberikan berupa bantuan modal, sarana dan prasarana baik oleh Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat. 6. Permintaan pasar

Permintaan pasar adalah permintaan sayur-sayuran oleh pembeli STA. Dari hasil wawancara ternyata STA belum bisa untuk memenuhi keseluruhan permintaan. Dalam satu bulan rata-rata permintaan yang masih belum terpenuhi untuk semua komoditi sekitar < 10%. Hal ini disebabkan karena masih sedikitnya petani dan pedagang pengumpul desa yang memasarkan sayur- sayurannya ke STA. Selain itu juga karena sedikit atau kurangnya komoditi tertentu di lapangan

Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal

Tahapan selanjutnya adalah penentuan bobot dari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pemasaran STA Hessa Air Genting. Dalam penelitian ini pembobotan hanya dilakukan pada pengelola STA sebagai pelaksana strategi sehingga dalam pembobotan sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola STA sebagai responden untuk merespon faktor-faktor strategis internal maupun faktor-faktor strategis eksternal.

Dokumen terkait