• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Teknik regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

C. Langkah-langkah untuk Mendapatkan Nilai Willingness to Pay

2) Uji Wald

6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Teknik regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

66 Fungsi WTP responden diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap

Besarnya Nilai WTP Responden

Variabel B Std. Error t Sig. Tolerance VIF (Constant) -.537 .911 -.590 .557 PNDK .623 .189 3.303 .002* .555 1.801 PNDP .855 .170 5.042 .000* .630 1.588 JTK -.396 .089 -4.471 .000* .920 1.087 JTT .047 .111 .420 .676 .641 1.559 FREK .263 .077 3.406 .001* .584 1.712 KU .808 .375 2.158 .034** .555 1.802 TK .164 .332 .494 .623 .680 1.470 KA .108 .374 .290 .773 .750 1.333 PMD -1.052 .362 -2.911 .005* .573 1.746 R-square .622 R-square adj .573 Durbin Watson 2.143 Asymp.Sig (2-tailed) .773 Prob. Obs*R- squared .259

Sumber : Data Primer Diolah, 2012 Keterangan: * Nyata pada α = 0,01

** Nyata pada α = 0,05

Berdasarkan hasil pengolahan data, model yang dihasilkan cukup baik karena nilai R2 adjusted yang dihasilkan sebesar 57,3 %. Nilai tersebut berarti 57,3 % keragaman WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model, sisanya 42,7 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai Fhitung sebesar 12,621 dengan nilai Sig sebesar 0,000 (lampiran 3) yang menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada selang kepercayaan 1 % dan 5 % . Model regresi linier berganda yang baik harus memenuhi asumsi tidak terdapat multikolinieritas, autokorelasi,

67 heteroskedastisitas, serta asumsi normalitas. Hasil masing-masing uji tersebut adalah:

1) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas diindikasikan dengan melihat nilai VIF kurang dari 10 (VIF<10). Berdasarkan Tabel 15, semua variabel bebas yang terdapat dalam model memiliki nilai VIF yang kurang dari 10, maka tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas.

2) Uji Autokorelasi

Pengujian terhadap pelanggaran asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan nilai Durbin-Watson. Nilai statistik DW penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 15, yaitu sebesar 2,143 yang menunjukkan tidak adanya autokorelasi, karena nilai tersebut masih berada diantara 1,55 dan 2,46 (Firdaus, 2004).

3) Uji Heteroskedastisitas

Pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dapat dilakuan dengan menggunakan Uji White. Probabilitas Obs*Rsquare pada Tabel 15 menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf α 0,05 yaitu sebesar 0,259 yang artinya model pada penelitian ini tidak mengandung asumsi heteroskedastisitas.

4) Uji Normalitas

Uji normalitas dapat dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Nilai Asymp.Sig. (2-tailed) pada Tabel 15 yaitu sebesar 0,773 dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf α 0,05. Oleh karena itu, dapat dikatakan error term data penelitian ini sudah terdistribusi dengan normal.

68 Pemenuhan asumsi-asumsi regresi linier berganda telah menunjukkan bahwa model pada penelitian ini sudah layak. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah:

WTP = -0,537 + 0,623 PNDK + 0,855 PNDP – 0,396 JTK + 0,263 FREK + 0,808 KU – 1,052 PMD

Berdasarkan Tabel 15, variabel yang berpengaruh nyata pada α 0,01 adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi kunjungan, serta persepsi pemandangan. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada α 0,05 adalah persepsi tentang kualitas udara.

Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai Sig 0,002 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kesadaran untuk menjaga lingkungan juga semakin besar. Nilai koefisien variabel tingkat pendidikan adalah 0,623 yang artinya jika tingkat pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,623 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai Sig sebesar 0,000 berarti variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi tingkat pendapatan, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka semakin besar pula kemampuan finansial yang dimiliki sehingga kontribusi yang diberikan juga semakin besar. Nilai koefisien variabel tingkat pendapatan adalah 0,855 yang artinya jika tingkat

69 pendapatan meningkat sebesar satu satuan (ratus ribu rupiah), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,855 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel jumlah tanggungan keluarga memiliki Sig sebesar 0,000 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai koefisien 0,396. Hal ini menggambarkan jika jumlah tanggungan responden meningkat sebesar satu satuan (orang), maka diduga nilai rata-rata WTP akan turun sebesar 0,396 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah yang harus ditanggung sebuah keluarga, maka semakin banyak pula pengeluaran untuk membiayai jumlah tanggungan tersebut. Oleh karena itu, kesediaan membayar untuk potensi wisata air BKB juga semakin sedikit.

Variabel frekuensi tingkat kunjungan memiliki nilai Sig sebesar 0,001 berarti variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), yang artinya semakin sering frekuensi tingkat kunjungan responden ke daerah BKB, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin sering responden mengunjungi daerah BKB, maka semakin besar kesukaan responden terhadap tempat tersebut. Nilai koefisien variabel frekuensi tingkat kunjungan adalah 0,263 yang artinya jika frekuensi kunjungan meningkat sebesar satu satuan (kali), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,263 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

70 Variabel persepsi kualitas udara memiliki Sig sebesar 0,034 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,05. Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai koefisien 0,808. Hal ini menggambarkan jika persepsi tentang kualitas udara responden semakin baik, maka diduga nilai rata-rata WTP akan meningkat sebesar 0,808 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini disebabkan responden semakin merasakan adanya perubahan kualitas udara yang lebih baik apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air.

Variabel persepsi terhadap pemandangan memiliki Sig sebesar 0,005 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai koefisien 1,052. Hal ini menggambarkan semakin tinggi penilaian responden terhadap pemandangan, maka diduga nilai rata-rata WTP akan turun sebesar 1,052 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal karena bagi responden pemandangan bukanlah hal utama yang mereka cari dari adanya potensi wisata air.

Variabel jarak tempat tinggal, persepsi tentang tata kota, serta persepsi tentang kualitas air tidak mempunyai pengaruh yang nyata dalam model ini. Nilai Sig masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 15, lebih dari taraf

α = 0,05. Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model.

Berdasarkan PERDA Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, bagian

71 5.1.3. Urusan Pekerjaan Umum yang membahas mengenai Review Master Plan pengendalian banjir, penyelesaian BKT, dan penataan bantaran BKB. Oleh karena itu, implementasi yang bisa dibuat terkait eksternalitas positif Banjir Kanal Barat Jakarta sebagai potensi wisata air adalah:

1) Perlunya pembangunan tempat wisata yang berkelanjutan agar tercipta Jakarta yang bersih, nyaman, dan aman

2) Pembangunan tempat wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta sepanjang daerah Halimun sampai Karet dapat direkomendasikan agar Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta tetap tersedia, sehingga permasalahan banjir Jakarta dapat diantisipasi

3) Potensi BKB Jakarta sebagai wisata air dapat juga direkomendasikan agar sungai atau kanal yang ada dapat tertata dan juga terpelihara, sehingga masyarakat lebih merasakan manfaatnya

72 VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah:

1) Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari adanya potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta dirasakan oleh seluruh responden (100 orang), yaitu peningkatan tingkat pendapatan, peningkatan kenyamanan, peningkatan kebersihan, serta mengurangi kejenuhan.

2) Sebagian besar responden (79 orang) menyatakan bersedia membayar untuk potensi wisata air BKB Jakarta, sisanya 21 orang tidak bersedia membayar dengan alasan biaya retribusi terlalu tinggi, tidak mempunyai kemampuan secara finansial, dan tidak tertarik terhadap wisata air. Variabel yang berpengaruh terhadap peluang kesediaan membayar responden adalah variabel tingkat pendidikan, variabel pendapatan, variabel frekuensi kunjungan, variabel persepsi kualitas udara dan variabel persepsi tentang kualitas air.

3) Nilai rata-rata WTP responden terhadap wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta adalah sebesar Rp 4.126,58 per orang, sedangkan nilai total WTP responden sebesar Rp 326.000,00. Nilai total WTP masyarakat yang berasal dari perkalian antara rata-rata WTP responden dengan jumlah populasi Jakarta Pusat sebanyak 1.123.670 orang diduga sebesar Rp 4.636.916.709,00.

4) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP responden adalah variabel tingkat pendidikan, variabel tingkat pendapatan, variabel jumlah tanggungan keluarga, variabel frekuensi tingkat

73 kunjungan, variabel persepsi tentang kualitas udara dan variabel persepsi tentang pemandangan.

7.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini adalah:

1) Permasalahan sampah yang terjadi di Jakarta khususnya di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, sepanjang Halimun sampai Karet yang mempunyai potensi wisata air harus ditangani dengan baik, sehingga wisata air yang menjadi potensi daerah tersebut dapat berjalan tidak seperti permasalahan water way pada tahun 2007 lalu. Pemerintah daerah ataupun swasta dapat membangun infrastruktur seperti perahu bermesin atau perahu dengan menggunakan dayung, lampu-lampu penghias taman sebagai penunjang terbangunnya wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta sepanjang Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat.

2) Hal yang dapat direkomendasikan menurut hasil penelitian adalah, daerah BKB sepanjang Halimun sampai Karet yang memiliki potensi wisata air dapat dibentuk sebagai suatu tempat rekreasi atau bermain anak. Tempat tersebut dapat berupa area dengan perahu serta taman-taman yang indah disekitarnya. Taman tersebut juga dapat dipasang beberapa slogan yang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan.

3) Harga tiket untuk menaiki perahu yang akan menjadi salah satu obyek wisata air BKB Jakarta masih dapat dinaikkan sesuai dengan kesediaan membayar responden sebesar Rp 4.126,58 per orang. Namun, tetap

74 dibutuhkan kesadaran masyarakat serta ketegasan penerapan peraturan daerah dari pemerintah DKI Jakarta agar kebersihan selalu terjaga.

EKSTERNALITAS POSITIF BANJIR KANAL BARAT