• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya

II TINJAUAN PUSTAKA

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

7.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya

Hasil linier regresi berganda menunjukkan bahwa tidak seluruh variabel penyusun model berpengaruh nyata terhadap penawaran apel di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya pada selang kepercayaan 60,7 persen. Dari 10 variabel yang menyusun model terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap penawaran apel. Ketiga variabel tersebut adalah ekspektasi harga apel (X2), ekspektasi produksi apel (X5), dan variasi produksi apel (X6). Pengaruh masing-masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ekspektasi Harga Apel (X1)

Nilai ekspektasi harga apel (X1) merupakan gambaran seberapa besar harapan perusahaan terhadap harga apel. Koefisien variabel ekspektasi harga apel bernilai positif yaitu sebesar 0,17645 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai harapan perusahaan akan harga apel semakin tinggi pula penawaran apel. Hal ini sesuai dengan teori penawaran bahwa besarnya penawaran dipengaruhi secara positif oleh harapan perusahaan terhadap harga yang terjadi. Nilai ekspektasi harga apel diambil dari data perkiraan harga pada buku Rancangan Anggaran Belanja PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Penentuan nilai ekspektasi harga apel ini didasarkan pada besarnya perkiraan produksi apel dan besarnya kebutuhan yang terjadi pada bulan lalu serta melihat perkembangan harga pada tahun sebelumnya dan dua tahun sebelumnya.

Dalam teori penawaran harapan produsen mengenai masa depan sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dari perusahaan itu sendiri. PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan salah satu perusahaan yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Hal tersebut menyebabkan PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya tidak akan berusaha menggunakan kapasitas produksinya secara maksimal namun akan menggunakannya pada kapasitas yang memaksimalkan keuntungan.

Berdasarkan nilai P – value dari variabel harga maka diketahui bahwa variabel harga berpengaruh secara siginifikan terhadap penawaran apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dengan taraf nyata sebesar lima persen. Hal ini dikarenakan pada dasarnya perusahaan dalam memutuskan untuk

memproduksi apel dengan memperhatikan harga apel yang terjadi pada saat itu maupun pada periode sebelumnya. Selain itu karena tujuan dari perusahaan yang memaksimalkan keuntungan menyebabkan perusahaan sangat memperhatikan faktor harga. Meskipun harga apel berfluktuatif namun PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya memiliki standar harga yang ditetapkan di perusahaan itu hanya saja tetap menyesuaikan dengan tingkat harga yang terjadi di pasar.

2. Variasi Harga Apel (X2)

Dalam jangka waktu satu tahun harga yang terjadi pada apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya berkisar antara Rp 10.000,00 sampai dengan Rp 22.000,00 per kg. Sedangkan harga pasar berkisar antara Rp 5000,00 - Rp 8500,00 per kg (Dinas Pertanian Kota Batu 2010). Perbedaan harga PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dan harga pasar disebabkan oleh brand image yang dimiliki apel produksi PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya sangat kuat. Hasl tersebut disebabkan kualitas buah yang dimiliki PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang cenderung diatas kualitas apel yang dijual di pasar.

Harga tertinggi untuk apel biasanya terjadi pada periode bulan Mei hingga Agustus. Harga tertinggi disebabkan oleh jumlah apel yang ditawarkan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya menurun. Hal tersebut terkait dengan faktor budidaya apel yang sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Sedangkan harga terendah apel akan terjadi pada periode bulan September hingga November. Harga terendah ini disebabkan oleh jumlah apel yang ditawarkan meningkat baik di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya maupun di luar PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya atau terjadi panen raya apel di daerah Batu.

Fluktuasi harga apel ini tidak terlepas dari karakteristik komoditas hortikultura umumnya dan apel khususnya. Apel memiliki karakteristik umum dari komoditas hortikultura yakni perishable, voluminious, dan bulky. Perishable artinya komoditas tersebut mudah rusak atau busuk. Biasanya apel yang dipetik langsung dijual kepada konsumen sehingga kualitas dari apel terjaga. Namun ada kalanya pada saat kondisi jumlah apel melimpah sedangkan apel tidak secara langsung terjual menyebabkan terjadinya penumpukan buah di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Penanganan pasca panen yang kurang memadai untuk buah

segar menyebabkan harga semakin turun seiring dengan semakin menurunnya kualitas apel.

Variabel variasi harga apel (X2) memiliki koefisien yang negatif, yang artinya terdapat hubungan yang negatif antara variabel variasi harga apel dengan produksi apel. Variabel variasi harga apel menunjukkan adanya indikasi risiko harga apel yang terjadi di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Semakin besar nilai variasi harga ini semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi perusahaan. Koefisien variasi harga apel yang bernilai negatif sesuai dengan hipotesis awal, dan juga telah sesuai dengan teori bahwa adanya kecenderungan para pelaku bidang pertanian enggan meningkatkan penawaran seiring dengan meningkatnya risiko yang dihadapi oleh kegiatan budidaya tersebut. Berdasarkan nilai koefisien variabel variasi yang negatif juga dapat disimpulkan bahwa perilaku perusahaan dalam menghadapi risiko tergolong dalam perilaku yang takut menghadapi risiko (risk averter).

Namun variabel variasi harga apel ini tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran apel di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Hal tersebut disebabkan harga jual yang diterima perusahaan relatif tinggi, selain itu rantai pemasaran apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang pendek yaitu langsung dijual ke konsumen akhir menyebabkan harga jual apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya diatas harga apel yang berlaku di pasar. Risiko harga ini dipengaruhi oleh adanya fluktuasi jumlah penawaran apel. Untuk itu sebaiknya perusahaan lebih meningkatkan koordinasi antara Divisi Budidaya Tanaman Tahunan dan Divisi Trading terkait antara perkiraan produksi dengan jumlah permintaan apel sehingga risiko harga dapat diminimalkan.

3. Harga Obat-Obatan (X3)

Variabel harga obat-obatan (X3) memiliki koefisien positif yang artinya antara harga obat-obatan dan penawaran apel memiliki hubungan positif. Hasil olahan regresi tidak sesuai dengan teori penawaran bahwa harga input produksi memiliki korelasi negatif dengan penawaran apel. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin intensifnya penggunaan obat-obatan dalam pengendalian hama

dan penyakit pada tanaman apel. Adanya pencegahan serangan hama dan penyakit ini dapat meningkatkan produksi tanaman apel itu sendiri.

Dilihat dari nilai P-value dari variabel harga obat-obatan ini, maka variabel harga obat – obatan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran apel. Hal tersebut disebabkan karena tanaman apel memiliki ketergantungan obat-obatan relatif tinggi untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerangnya sehingga apabila terjadi kenaikan harga obat-obatan perusahaan akan tetap menggunakannya tanpa mengurangi dosis pemakaian obat-obatan tersebut. Obat-obatan tersebut meliputi pestisida dan fungisida, terlebih sistem pengendalian yang diterapkan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya bersifat preventif sehingga kebutuhan akan obat-obatan relatif besar.

4. Upah Tenaga Kerja (X4)

Variabel upah tenaga kerja memiliki koefisien yang bernilai positif, yang artinya bahwa terdapat hubungan positif antara besarnya upah tenaga kerja dengan jumlah penawaran apel. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori penawaran bahwa harga input berpengaruh negatif terhadap jumlah penawaran. Adanya kenaikan upah tenaga kerja tidak menyebabkan pengurangan jumlah tenaga kerja. Hal ini dikarenakan tanaman apel yang membutuhkan perawatan yang intensif jika terjadi pengurangan tenaga kerja akan mengakibatkan produksi apel menurun. Selain itu terkait dengan kegiatan budidaya apel seperti pengguguran daun, pemangkasan, penyemprotan yang membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit, berpengalaman dan teliti serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hubungan positif antara upah tenaga kerja dengan penawaran apel mengindikasikan bahwa apabila tenaga kerja kesejahteraan mengalami peningkatan maka kinerja mereka juga baik, sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman apel itu sendiri.

Namun jika dilihat nilai p-value yang lebih besar jika dibandingkan dengan taraf nyata lima persen mengindikasikan bahwa kenaikan upah tenaga kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya jumlah penawaran apel. Hal itu dikarenakan perusahaan lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dengan sistem borongan. Sistem borongan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain waktu kerja yang lebih terkontrol karena perusahaan memberikan batas waktu penyelesaian untuk setiap kegiatan budidaya yang

dilakukan lebih cepat dibandingkan apabila dikerjakan tenaga kerja harian atau kontrak. Selain itu upah tenaga kerja borongan relatif lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja harian. Dengan begitu biaya produksi dapat ditekan sehingga kenaikan upah tenaga kerja tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kegiatan budidaya sehingga produksi dan kualitas produk yang dihasilkan akan tetap terjamin. Alasan lain yaitu budidaya apel pada dasarnya lebih didominasi dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca, sehingga seberapapun ketelitian para tenaga kerja belum tentu dapat meningkatkan produktivitas tanaman apel.

5. Ekspektasi Produksi Apel (X5)

Nilai ekspektasi produksi apel merupakan gambaran seberapa besar harapan perusahaan terhadap hasil panen apel. Koefisien nilai ekspektasi produksi bernilai positif yaitu sebesar 0,6194. Hal ini sesuai dengan teori penawaran yang menjelaskan bahwa besarnya harapan perusahaan terhadap produksi apel berpengaruh positif terhadap penawaran apel. Nilai ekspektasi produksi apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya diambil dari Rancangan Anggaran Belanja PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya. Penentuan nilai ekspektasi ini didasarkan kepada kondisi tanaman di lapang, kondisi cuaca, serta pengalaman produksi sebelumnya.

Berdasarkan nilai P-value variabel nilai ekspektasi produksi apel berpengaruh signifikan terhadap penawaran apel di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya pada taraf nyata lima persen. Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi perusahaan untuk memproduksi apel cukup tinggi. Hal tersebut terkait apel merupakan komoditas utama yang dibudidayakan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya, selain itu apel memberikan kontribusi pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya yang dibudidayakan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yaitu sekitar 55,17 persen dari total pendapatan yang diperoleh PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dari kegiatan pembudidayaan buah.

6. Variasi Produksi Apel (X6)

Variabel variasi produksi apel (X6) mempunyai koefisien yang bernilai positif yaitu sebesar 0,00005928. Nilai koefisien ini tidak sesuai dengan hipotesis

awal yang menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan nilai variasi produksi maka produsen cenderung akan mengurangi jumlah penawaran. Variabel variasi produksi apel ini menggambarkan tingkat risiko produksi yang dihadapi dalam pembudidayaan apel. Semakin tinggi nilai variasinya maka semakin tinggi pula risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan.

Dilihat dari nilai P-value, variabel variasi produksi ini berpengaruh nyata terhadap penawaran pada taraf nyata lima persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembudidayaan apel di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya menghadapi risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi perusahaan relatif besar namun perusahaan tetap berusaha untuk meningkatkan penawaran apel. Hal itu disebabkan dari segi harga, harga jual apel perusahaan relatif tinggi sehingga merangsang perusahaan unuk terus meningkatkan penawaran apel dengan harapan keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin besar. Jadi dapat disimpulkan meskipun tingkat risiko produksi yang dihadapi perusahaan relatif tinggi namun perusahaan tetap berusaha meningkatkan produksi apel.

7. Variabel Harga Jeruk (X7), Harga Jambu (X8), Harga Buah Naga (X9), dan Harga Strawberi (X10)

Variabel lain yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku penawaran apel Kusuma Agrowisata yaitu variabel harga komoditas lain yang dihasilkan oleh Kusuma Agorwisata. Komoditas tersebut antara lain buah, sayuran organik, dan sayuran hidroponik. Hanya saja dalam penelitian ini variabel yang digunakan hanya variabel harga untuk komoditas buah-buahan saja. Variabel yang digunakan yaitu variabel harga jeruk (X7), harga jambu (X8), harga buah naga (X9), dan harga strawberi (X10).

Dilihat dari nilai koefisien keempat variabel tersebut variabel harga buah jeruk (X7) dan jambu (X8) bernilai negatif yang artinya bahwa harga kedua komoditas tersebut berpengaruh negatif terhadap penawaran apel. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman jeruk dan jambu merupakan tanaman pesaing atau kompetitor dari tanaman apel. Persaingan ini dicerminkan dengan makin kurang intensifnya pemeliharaan buah apel dibandingkan buah jeruk atau jambu ketika kedua harga buah tersebut meningkat atau lebh tinggi dibandingkan harga apel. Selain itu ketika produksi apel mengalami penurunan yaitu sekitar bulan April

hingga Juli maka kedua komoditas ini yang akan menggantikan apel terutama untuk memenuhi permintaan wisata petik. Apabila produksi apel untuk wisata petik mengalami penurunan maka wisata petik apel akan dialihkan ke wisata petik jeruk atau jambu. Sedangkan untuk penjualan langsung, ketidaktersediaan apel yang cukup akan dibantu suplai buah apel di luar kebun Kusuma Agrowisata seperti suplai apel dari mitra tani maupun mitra beli, hanya saja khusus buah apel yang memenuhi standar mutu dan kualitas yang ditetapkan oleh Kusuma Agrowisata. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 yang menunjukkan produksi antara buah apel, jeruk dan jambu. Berdasarkan nilai P-value kedua komoditas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran apel, karena pada dasarnya komoditas-komoditas tersebut memiliki pasar masing-masing.

Gambar 15. Perbandingan Produksi Apel, Jeruk dan Jambu Kusuma Agrowisata

Periode Januari 2008 - April 2010

Sumber : Laporan Manajemen Kusuma Agrowisata 2008-2010

Sedangkan variabel harga buah naga (X9) dan strawberi (X10) bernilai positif yang artinya harga kedua komoditas tersebut akan berpengaruh positif terhadap penawaran apel. Harga buah naga yang meningkat mengindikasikan bahwa ketersediaan buah ini di Kusuma Agrowisata menurun atau memang sedang tidak berbuah. Untuk menutupi biaya produksi dari budidaya buah naga tersebut maka Kusuma Agrowisata akan meningkatkan penawaran apel dan begitupun sebaliknya. Alasan Kusuma Agrowisata membudidayakan buah naga adalah budidaya buah naga dianggap menguntungkan bagi perusahaan dengan

harga jual buah tersebut cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp. 18.000 - Rp. 25.000 per kg. Berdasarkan nilai P-value dapat disimpulkan bahwa variabel harga buah naga tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap penawaran buah apel.

Buah strawberi merupakan komoditas yang cukup penting selain apel yang dibudidayakan di Kusuma Agrowisata. Hubungan positif yang terjadi antara apel dengan strawberi disebabkan karena dua komoditas ini merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh perusahaan terutama untuk wisata petik. Kondisi yang terjadi di lapangan kedua komoditas ini ditawarkan dalam satu paket wisata petik. Sedangkan untuk penjualan langsung melalui Divisi Trading, konsumen cenderung akan memilih buah apel apabila harga strawberi meningkat sehingga, untuk mengatasi dampak peningkatan harga strawberi tersebut perusahaan akan meningkatkan penawaran apel. Namun pada dasarnya kedua komoditas ini memiliki pasar masing-masing sehingga harga strawberi tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran apel.

VIII KESIMPULAN DAN SARAN