Berbagai Ancaman
Tabel 9 Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) Kekuatan (S) Daftar 5 – 10 faktor kekuatan Kelemahan (W) Daftar 5 – 10 faktor kelemahan Peluang (O) Daftar 5 – 10 faktor peluang S – O Strategi Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
W – O Strategi Atasi kelemahan dan
manfaatkan peluang Ancaman (T) Daftar 5 – 10 faktor ancaman S – T Strategi Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman W –T Strategi Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman Analisis ini menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, yaitu :
1. Strategi S – O, yaitu strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2. Strategi S – T, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul;
3. Strategi W – O, yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimumkan kelemahan yang ada;
4. Strategi W – T, merupakan strategi yang didasari pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimumkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
Keterbatasan Penelitian
Dalam analisis penelitian ini didapatkan beberapa keterbatasan sebagai berikut:
(1) Satuan peta tanah yang diperoleh dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian tidak memiliki informasi yang lengkap yang terkait dengan persyaratan tumbuh tanaman, sehingga perlu dilakukan interpretasi data melalui survei lapang untuk mendapatkan data fisik tanah dan referensi pustaka. Namun, satuan peta tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data terbaru yang diterbitkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.
(2) Survei lapang yang dilakukan yaitu survei terbatas, dimana hanya terbatas menganalisis data fisik tanah secara langsung dilapangan berupa data drainase, tekstur, kedalaman tanah, batuan permukaan, singkapan batuan, dan berat butir (konsistensi).
internal eksternal
31
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH
Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Kabupaten Bone berada di pesisir Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan bagian Barat Teluk Bone dengan garis pantai sepanjang 138 km yang membentang dari arah selatan ke arah utara. Kabupaten Bone secara geografis terletak pada 04O 13’ sampai 05O06’ Lintang Selatan (LS) dan 119 O 42’ sampai
120 O40’ Bujur Timur (BT), dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa - Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Barru. Ibukota Kabupaten Bone adalah Kota Watampone yang terletak 174 km arah timur dari Kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan). Dalam konteks pembangunan nasional, Kabupaten Bone termasuk dalam wilayah pembangunan Kawasan timur Sulawesi Selatan dimana Watampone menjadi pusat pelayanan dan pendayagunaan sekaligus transit dan pintu gerbang utama yang menghubungkan Kawasan Timur Indonesia. Peta administrasi Kabupaten Bone disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta Administrasi Kabupaten Bone
Kabupaten Bone memiliki luas wilayah 4.559 km2. Secara administrasi terbagi menjadi 27 (dua puluh tujuh) kecamatan, yang terdiri dari 333 desa dan 39 kelurahan Tiga kecamatan diantaranya merupakan wilayah perkotaan Watampone,
yaitu Tanete Riattang Barat, Tanete Riattang, dan Tanete Riattang Timur. Luas wilayah Kabupaten Bone menurut kecamatan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas Wilayah Kabupaten Bone Menurut Kecamatan
No Kecamatan Ibu Kota Jumlah Desa/
Kelurahan
Luas (Km)
1 Bontocani Kahu 10 Desa, 1 Kel 463,35
2 Kahu Palattae 19 Desa, 1 Kel 189,50
3 Kajuara Bojo 17 Desa, 1 Kel 124,13
4 Salomekko Manera 7 Desa, 1 Kel 84,91
5 Tonra Bulu-bulu 11 Desa 200,32
6 Patimpeng Latobang 10 Desa 130,47
7 Libureng Camming 19 Desa, 1 Kel 344,25
8 Mare Kadai 17 Desa, 1 Kel 263,50
9 Sibulue Pattiro Bajo 19 Desa, 1 Kel 155,80
10 Cina Tanete Harapan 11 Desa, 1 Kel 147,50
11 Barebbo Apala 18 Desa 114,20
12 Ponre Lonrong 9 Desa 293,00
13 Lappariaja Matango 9 Desa 138,00
14 Lamuru Lalebata 11 Desa, 1 Kel 208,00
15 Tellulimpoe TujuE 11 Desa 318,10
16 Bengo Bengo 9 Desa 164,00
17 Ulaweng Taccipi 14 Desa, 1 Kel 161,67
18 Palakka Passippo 15 Desa 115,32
19 Awangpone Componge 17 Desa, 1 Kel 110,70
20 Tellu Siattinge Tokaseng 15 Desa, 1 Kel 159,30
21 Amali Taretta 15 Desa 119,13
22 Ajangale Pompanua 14 Desa 139,00
23 Dua Boccoe Uloe 21 Desa, 1 Kel 144,90
24 Cenrana Ujung Tanah 15 Desa, 1 Kel 143,60
25 Tanete Riattang Barat Macanag 8 Kelurahan 53,68
26 Tanete Riattang Salekoe 8 Kelurahan 23,79
27 Tanete Riattang Timur Lonrae 8 Kelurahan 48,88 Kabupaten Bone Watampone 333 Desa, 39 Kel 4.559,00 Sumber : BPS Kabupaten Bone (2012)
Topografi
Bentuk tofografi wilayah Kabupaten Bone pada umumnya meliputi permukaan datar dibagian utara dan timur, sebagian berbukit dibagian tengah dan bergunung dibagian barat dan selatan.
Daerah datar dan agak melandai dengan kemiringan lereng 0-8% memiliki luas terbesar yakni 258.333 ha. Daerah dengan kemiringan 8–15% sedikit bergelombang hingga melandai tersebar di sepanjang pantai dan bagian Utara seluas 78.569 ha, Bagian tengah dan Selatan pada umumnya merupakan wilayah
33
bergelombang dengan kemiringan 15-25% seluas 55.922 ha, wilayah dengan kemiringan 25-40% atau bergelombang seluas 44.522 ha sedangkan wilayah curam >40% dengan luas 22.155 ha. Secara lengkap disajikan pada Gambar 6 dan Tabel 11.
Gambar 6 Peta Lereng di Kabupaten Bone
Tabel 11 Luas Wilayah Menurut Kemiringan Lereng di Kabupaten Bone Tahun 2011 No Kelas Lereng (%) Permukaan Luas ha % 1 2 3 4 5 0 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
Datar/ agak melandai Sedikit bergelombang/melandai Berbukit Bergelombang Curam 258.333 78.569 55.922 44.522 22.155 56,2 17,1 12,2 9,7 4,8 Jumlah 459.500 100,0
Sumber : Dinas Tata Ruang Permukiman dan Perumahan Kabupaten Bone (2011) Tanah
Berdasarkan olahan pada satuan peta tanah yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian Tahun 2011 bahwa jenis tanah yang tersebar di Kabupaten Bone terdiri dari 4 ordo, 8 grup dan 10 subgrup dengan 26 land unit. Jenis tanah di Kabupaten Bone selengkapnya disajikan pada Tabel 12.
Jenis tanah di Kabupaten Bone sebagian besar didominasi oleh jenis inceptisols seluas 347.046 ha atau 75,5% dari total wilayah, kemudian mollisols seluas 43.312 ha atau 9,4%, ultisols seluas 36.471 ha atau 7,9%, dan X3 (tidak
diketahui) seluas 2.599 ha atau 0,6%. Selengkapnya disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 7.
Tabel 12 Satuan Tanah di Kabupaten Bone
No Ordo Grup Subgrup Land Unit
1 2 3 4 Entisols Inceptisols Mollisols Ultisols Fluvaquents Endoaquents Eutrudepts Dystrudepts Hapludolls Haprendolls Hapludults Kandiudults Typic Fluvaquents Typic Endoaquents Fluvaquentic endoaquepts Typic Endoaquepts Typic Eutrudepts Typic Dystrudepts Typic Hapludolls Lithic Haprendolls Typic Hapludults Typic Kandiudults Au112.n0 Mf2.f0 Au13.n0, Au13.f0, Au22.n0 Tfk11.r2, Tfk11.u2, Tfk12.m3, Vab31.u2, Vab31.n1, Vab31.r2 Tqf11.r2, Tqf11.u2, Tqf12.c2, Vab32.h3, Vab33.m3, Vad32.c2, Vad32.h3, Vg4.h2 Kc2.r2, Kc2.u2, Kc3.c2, Kc3.h2 Tqf11.n1, Ty12.h3 Vab32.c2
Tabel 13 Jenis Tanah di Kabupaten Bone
No Jenis Ordo Tanah Luas
ha % 1 2 3 4 5 Inceptisols Mollisols Ultisols Entisols X3 (tidak diketahui) 347.046 43.312 36.471 30.072 2.599 75,5 9,4 7,9 6,5 0,6 Jumlah 459.000 100,0
35
Penggunaan Lahan
Luasan Pemanfaatan lahan di wilayah Kabupaten Bone dibagi dalam 11 (sebelas) jenis penggunaan lahan. Secara umum penggunaan lahan di wilayah ini didominasi oleh persawahan, kebun campur dan hutan yaitu masing-masing seluas 137.403 ha, 77.521 ha dan 76.284 ha. Kawasan terbangun beserta pekarangan memiliki luas penggunaan lahan sebesar 13.368 ha atau sekitar 2,9% dari luas seluruh wilayah. Jenis penggunaan lahan Kabupaten Bone ditunjukkan pada Tabel 14 dan Gambar 8.
Tabel 14 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Bone Tahun 2011
No Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosentase (%)
1 Hutan 76.284 16,6 2 Kebun Campur 77.521 16,9 3 Lahan Terbuka 4055 0,9 4 Mangrove 690 0,2 5 Perkebunan 15.808 3,4 6 Permukiman 13.368 2,9 7 Sawah 137.403 29,9 8 Semak Belukar 26.640 5,8 9 Tubuh Air 3.486 0,8 10 Tambak 15.006 3,3 11 Tegalan/Ladang 89.238 19,4 Jumlah 459.500 100,0
Sumber: Bappeda dan Statistik Kabupaten Bone (2012).
Kondisi Iklim
Kabupaten Bone termasuk wilayah beriklim sedang dengan kelembaban udara berkisar 95% - 99% dan temperatur berkisar 26ºC – 34ºC. Pada periode April-September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada Bulan Oktober-Maret bertiup angin barat, saat di mana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone.
Berdasarkan data Dinas Tata Ruang, Permukiman dan Perumahan Kabupaten Bone (2011), curah hujan di Kabupaten Bone dapat dibagi ke dalam 4 wilayah, yaitu wilayah bagian utara dengan curah hujan rata-rata 1500-2000 mm/tahun, wilayah bagian selatan dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun, dan dibagian barat dengan dengan 2 wilayah curah hujan yaitu 2500-3000 mm/tahun dan 2500-3000-3500 mm/tahun. Peta curah hujan disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Peta Curah Hujan Kabupaten Bone Pola Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang pada prinsipnya merupakan perwujudan dari upaya pemanfaatan sumberdaya alam di suatu wilayah melalui pola pemanfaatan yang diyakini dapat memberikan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bone terdapat 11 (sebelas) kawasan yang ditetapkan sebagai pola pemanfaatan ruang
37
yaitu cagar alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, kawasan agroforestry, perikanan darat, perkebunan, permukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan taman wisata alam. Pola pemanfaatan ruang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Peta Pola Ruang Kabupaten Bone Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Bone pada Tahun 2010 sebanyak 717.682 jiwa dan pada tahun 2011 naik menjadi 724.905 jiwa. Penduduk Kabupaten Bone terdiri dari laki-laki sebanyak 345.394 jiwa dan perempuan sebanyak 379.511 jiwa dengan rasio jenis kelamin 91,01. Ini berarti bahwa dalam seratus penduduk perempuan terdapat 91 penduduk laki-laki.
Jumlah penduduk terbesar terletak di Kecamatan Tanete Riattang sebanyak 49.423 jiwa, disusul Kecamatan Tanete Riattang Barat sebanyak 44.700 jiwa, kemudian Kecamatan Tanete Riattang Timur sebanyak 41.081 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Tonra sebanyak 13.033 jiwa, Kecamatan Ponre sebesar 13.365 jiwa, dan Kecamatan Tellu Limpoe sebanyak 13.853 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bone dalam kurun waktu 2010-2011 sebesar 1,01%.
Kepadatan penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2011 rata-rata 159 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk terbesar didominasi oleh Kecamatan Kota, yakni Kecamatan Tanete Riattang sekitar 2.077 jiwa/km2, disusul Kecamatan Tanete Riattang Timur sekitar 840 jiwa/km2, lalu Kecamatan Tanete Riattang Barat sekitar 833 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terkecil berada di Kecamatan
Bontocani sebesar 33 jiwa/km2, disusul Kecamatan Tellu Limpoe sebesar 44 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Ponre sebesar 46 jiwa/km2. Hal ini dipicu oleh karena ketiga kecamatan tersebut merupakan daerah pegunungan (BPS Kabupaten Bone 2012).
Pendapatan Regional
Kondisi perekonomian suatu daerah/wilayah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah itu untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, berbagai kebijakan, langkah dan upaya telah dilakukan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Bone. Kebijakan dan upaya pembangunan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2011 yang mencapai 8.835.528,87 milyar rupiah. Jika dibanding dengan nilai PDRB tahun 2010 sebesar 7.530.369,81 milyar rupiah maka terjadi kenaikan sebesar 17,33%.
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah/wilayah adalah PDRB per kapita. PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bone dari tahun 2008 sampai tahun 2011 telah berkembang sangat cepat. Pada tahun 2008 PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bone hanya mencapai Rp 7.579.164 dan pada tahun 2011 telah meningkat menjadi Rp 12.188.533 (BPS Kabupaten Bone 2012).
Sarana dan Prasarana Pertanian
Pemerintah Daerah Kabupaten Bone bertanggung jawab menyediakan sarana pertanian dan mengelola prasarana pertanian sesuai dengan kewenangannya. Untuk mendukung tujuan pemerintah Kabupaten Bone dalam bidang pertanian, dukungan sarana dan prasarana memegang peran yang penting. Sarana dan prasarana pertanian yang tersedia di Kabupaten Bone berupa irigasi teknis/setengah teknis seluas 19.188 ha yang tersebar dibeberapa kecamatan dan terluas berada di Kecamatan Barebbo. Irigasi desa seluas 21.743 ha yang tersebar di hampir tiap kecamatan dengan irigasi terluas berada di Kecamatan Dua Boccoe. Jalan usaha tani (JUT) sebanyak 40 unit, bendung/embung sebanyak 123 unit, kios saprodi non KUD sebanyak 63 unit dengan kios saprodi terbanyak berada di Kecamatan Tellusiattinge. Kios saprodi milik KUD sebanyak 8 unit dan kios pengecer pupuk sebanyak 371 unit yang dengan kios terbanyak berada di Kecamatan Tanete Riattang. Pasar tradisional sebanyak 48 unit yang berada di beberapa kecamatan. Penggilingan padi sebanyak 882 unit dan terbanyak berada di Kecamatan Libureng dan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) sebanyak 694 unit dengan UPJA terbanyak berada di Kecamatan Sibulue.
39
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komoditas Unggulan
Pengembangan komoditas unggulan daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat. Penetapan komoditas unggulan daerah dengan metode yang sesuai sangat diperlukan agar pemanfaatan sumber daya pertanian lebih efektif dan efisien.
Untuk menentukan komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan di Kabupaten Bone dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis Location Quotient (LQ), analisis rataan luas panen dan analisis permintaan. Dari setiap alat analisis, dibuat skala prioritas pemilihan komoditas tanaman pangan. Hasil dari ketiga analisis tersebut kemudian di ranking menggunakan analisis MCDM dengan metode TOPSIS.
Komoditas Basis
Komoditas basis adalah komoditas dengan nilai LQ yang lebih besar dari 1. Nilai LQ yang lebih besar menunjukkan kemampuan suatu sub-wilayah untuk memproduksi komoditas tertentu dan kemampuan mensuplai ke wilayah lain (Hendayana 2003). Hal ini disebabkan karena komoditas dengan nilai LQ lebih dari satu memiliki pangsa relatif lebih besar dibandingkan dengan produksi komoditas di wilayah lain. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap 7 (tujuh) jenis komoditas yang tersebar di 27 kecamatan meliputi komoditas padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Hasil analisis LQ terhadap tujuh komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai LQ per Komoditas Setiap Kecamatan Tahun 2011
No Kecamatan LQ Luas Panen
Padi Jagung Ubi
kayu Ubi jalar Kacang tanah Kedelai kacang hijau 1 Bontocani 1.07 0.55 1.21 0.57 2.88 1.09 1.00 2 Kahu 1.23 0.34 0.51 0.42 0.97 0.81 0.31 3 Kajuara 0.84 1.18 1.98 2.93 7.47 0.00 0.00 4 Salomekko 1.16 0.54 1.21 1.24 0.41 0.00 1.61 5 Tonra 1.19 0.43 1.19 1.29 0.00 0.00 1.99 6 Patimpeng 0.81 1.23 0.88 1.09 3.09 0.41 2.99 7 Libureng 1.07 0.60 0.39 0.28 1.19 2.81 0.20 8 Mare 1.26 0.46 1.60 1.98 0.00 0.00 0.20 9 Sibulue 1.21 0.42 0.44 0.40 1.66 0.60 0.08 10 Cina 1.13 0.76 1.18 1.06 0.35 1.06 0.07 11 Barebbo 0.88 1.41 0.40 0.33 0.07 2.11 0.68 12 Ponre 0.69 1.62 2.72 2.52 0.29 4.85 0.14 13 Lappariaja 0.84 1.14 0.81 0.93 0.93 3.69 1.00 14 Lamuru 0.89 1.31 3.22 5.62 0.34 1.00 1.03 15 Tellulimpoe 0.96 0.96 2.82 1.30 3.86 0.11 0.93
Tabel 15 (Lanjutan) 16 Bengo 1.25 0.27 0.91 0.28 0.38 1.39 0.06 17 Ulaweng 0.71 2.42 0.85 1.06 0.00 0.13 0.21 18 Palakka 0.92 1.15 1.94 1.35 0.80 2.64 0.14 19 Awangpone 1.15 0.49 0.30 0.75 0.03 0.14 2.51 20 Tellu Siattinge 0.66 1.93 0.99 1.17 0.30 0.00 4.11 21 Amali 0.15 3.59 3.34 1.50 0.18 0.00 4.60 22 Ajangale 1.00 1.35 0.42 0.37 0.87 0.00 0.16 23 Dua Boccoe 1.01 1.32 0.28 0.43 0.09 0.05 0.56 24 Cenrana 1.40 0.03 0.42 0.77 0.07 0.00 0.02
25 Tanete Riattang Barat 1.12 0.51 1.48 2.00 0.61 1.94 0.52
26 Tanete Riattang 1.06 0.46 1.16 1.63 0.56 3.65 0.51
27 Tanete Riattang Timur 1.28 0.13 0.34 0.25 0.00 1.91 0.11
Jumlah Kecamatan LQ>1 15 12 13 15 6 11 7
Peringkat 1 3 2 1 6 4 5
Hasil analisis LQ pada Tabel 15 menunjukkan bahwa komoditas padi dan ubi jalar merupakan komoditas basis yang paling sering menjadi komoditas basis kecamatan yaitu di 15 kecamatan, diikuti oleh ubi kayu di 13 kecamatan, jagung di 12 kecamatan, kedelai di 11 kecamatan, kacang hijau di 7 kecamatan dan kacang tanah di 6 kecamatan.
Dilihat dari kisaran nilainya, nilai LQ>1 untuk padi sawah berkisar antara 1,01 sampai 1,40. Nilai LQ padi sawah tertinggi terdapat di Kecamatan Cenrana dan terendah di Kecamatan Dua boccoe, padahal total panen padi sawah di Kecamatan Dua boccoe lebih tinggi dibanding Kecamatan Cenrana, yaitu 9.479 ha berbanding 6.610 ha. Begitupun juga dengan Kecamatan Tanete Riattang Timur yang luas panennya hanya 2.946 ha namun memiliki nilai LQ yang cukup tinggi yaitu 1,28. Hal tersebut berdasarkan pada pengertian LQ yang merupakan pembagian antara luas panen padi kecamatan dengan jumlah luas panen komoditas tanaman pangan kecamatan dibandingkan dengan pembagian luas panen padi kabupaten dengan luas panen komoditas tanaman pangan kabupaten. Nilai LQ yang tinggi bukan mencerminkan areal panen yang luas, tetapi merupakan cerminan nilai relatif terhadap rasio antar pangsa komoditas dalam suatu wilayah.
Komoditas jagung, kacang hijau dan ubi kayu memiliki nilai LQ yang tinggi, dengan nilai masing-masing 3,59, 4,60 dan 3,34 yang ketiganya berada di Kecamatan Amali. Nilai LQ untuk ubi jalar yang paling tinggi berada di Kecamatan Lamuru dengan nilai 5,62. Kacang tanah tertinggi berada di Kecamatan Kajuara dengan nilai LQ 7,47. Untuk komoditas kedelai, LQ tertinggi adalah 4,85 yang berada di Kecamatan Ponre.
Nilai LQ>1 dapat menjadi parameter komoditas unggulan berdasarkan luas panen. Nilai LQ>1 suatu komoditas menunjukan kemampuan suatu wilayah/daerah dalam memenuhi kebutuhan wilayahnya dan kebutuhan wilayah lain karena surplus produksi. Hal sesuai dengan penyataan Hendayana (2003), areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiografi
41
dan jenis tanah. Hal ini ini menunjukkan bahwa secara agregat di wilayah kecamatan tersebut menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus keluar wilayah yang pada akhirnya meningkatkan penghasilan wilayah tersebut.
Rata-rata Luas Panen
Analisis rataan luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen komoditas tanaman pangan tahun 2007 – 2011 dengan menghitung nilai rataan luas panen. Rataan luas panen menggambarkan tingkat aktivitas budidaya tanaman pangan. Semakin tinggi luas panen suatu komoditas maka semakin tinggi aktivitas budidaya komoditas yang dilakukan petani. Hal ini berarti komoditas yang memiliki luasan panen yang luas lebih banyak diusahakan dan disukai masyarakat. Nilai rata-rata luas panen tanaman pangan disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Luas Panen dan Rata-rata Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Bone Tahun 2007 - 2011
Komoditas Luas Panen (ha)
Tren Perkem bangan Pering-kat 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata + - Padi 117.066 130.503 139.918 141.931 140.644 134.012 √ - 1 Jagung 40.370 41.313 50.215 45.745 39.634 43.455 √ - 2 Ubi Kayu 663 615 583 815 911 717 √ - 5 Ubi Jalar 321 445 457 667 733 525 √ - 6 Kacang Tanah 12.846 13.815 9.594 12.545 4.126 10.585 - √ 7 Kedelai 4.791 5.980 10.150 12.358 6.648 7.985 √ - 3 Kacang Hijau 2.805 2.503 1.455 2.867 6.629 3.252 √ - 4
Sumber : BPS Kabupaten Bone (2012)
Data luas panen menunjukkan bahwa komoditas yang memiliki luas panen yang dominan atau yang paling banyak dibudidayakan selama lima tahun adalah padi dengan rata-rata luas panen 134.012 ha, diikuti komoditas jagung dengan luas panen 43.455 ha dan berikutnya kacang tanah dengan luas panen 10.585 ha. Namun luas panen ini belum merupakan peringkat dari komoditas tanaman pangan, karena peringkat komoditas selain berdasarkan rataan luas panen, juga sebaiknya didukung dengan tren perkembangan meningkat (positif) luas panen komoditas tanaman pangan tersebut.
Berdasarkan Tabel 16, maka peringkat komoditas tanaman pangan dilihat dari rataan luas panen dan didukung dari tren perkembangan luas panen (Lampiran 1) maka secara berurutan dari peringkat tertinggi adalah padi diikuti jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Kacang tanah memiliki luas panen yang cukup besar namun berada di peringkat terendah karena tren perkembangannya menurun jika dibandingkan dengan komoditas lain yang luas panennya lebih kecil.
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan (Permintaan)
Komoditas yang mengalami surplus ketersediaan menunjukkan bahwa komoditas tersebut selain mampu memenuhi kebutuhan domestik juga dapat diekspor keluar kabupaten. Bagi komoditas yang mengalami kondisi minus produksi maka untuk memenuhi kebutuhan domestik/ konsumsi masyarakat dilakukan mekanisme impor dari wilayah lain.
Untuk mengetahui tingkat ketersediaan dan konsumsi pangan, dilakukan analisis permintaan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Bone. Analisis data menunjukkan hampir semua komoditas tanaman pangan mengalami surplus kecuali ubi kayu. Surplus terbesar ditunjukkan komoditas padi dengan jumlah 372.617 ton yang didapat dari hasil konversi gabah ke beras. Surplus berikutnya adalah komoditas jagung sebesar 172.895 ton dan kedelai sebesar 9.623 ton. Hasil selengkapnya dari analisis permintaan disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan Kabupaten Bone Tahun 2011 Komoditas Luas Tanam (Ha) Produksi (Ton) Tersedia (Ton) Jumlah Penduduk (Jiwa) Konsumsi Per Kapita (Kg/Kap/ Th) Total Kon-sumsi (Ton) Surplus/ Minus Keterse-diaan Pering-kat Padi/ Beras 151.463 817.871 459.576 724.905 119,96 86.960 372.617 1 Jagung 55.371 197.707 174.852 724.905 2,7 1.957 172.895 2 Ubi Kayu 1.043 9.002 7.652 724.905 17,6 12.758 -5.107 7 Ubi Jalar 813 6.097 5.365 724.905 1,4 1.015 4.350 6 Kacang Tanah 8.733 6.643 5.612 724.905 0,7 507 5.105 5 Kedelai 9.329 11.938 10.927 724.905 1,8 1.305 9.623 3 Kacang Hijau 7.703 8.820 8.010 724.905 0,6 435 7.575 4
Berdasarkan data Tabel 17 tersebut maka urutan peringkat komoditas tanaman pangan berdasarkan surplus produksi adalah padi/beras, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu.
Komoditas Unggulan
Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis MCDM-Topsis. Analisis ini bertujuan untuk menentukan peringkat atau ranking dari tujuh komoditas pertanian tanaman pangan yang ada sehingga didapatkan tiga komoditas dengan rangking tertinggi sebagai komoditas unggulan. Analisis dilakukan berdasarkan hasil tiga analisis sebelumnya yaitu nilai LQ, rataan panen dan permintaan. Komoditas yang menjadi unggulan adalah tiga komoditas yang mempunyai nilai RUV tertinggi. Hasil analisis MCDM dengan metode TOPSIS tertera pada Tabel 18 dan Gambar 11.
Tabel 18 Urutan Peringkat Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dengan Metode TOPSIS
Komoditas Peringkat RUV* Peringkat LQ Rataan Panen Permintaan Padi 1 1 1 1,00000 1 Jagung 3 2 2 0,75202 2 Kedelai 4 3 3 0,58604 3 Ubi Jalar 1 6 6 0,43827 4 Kacang Hijau 5 4 4 0,42099 5 Ubi Kayu 2 5 7 0,39260 6 Kacang Tanah 6 7 5 0,18234 7
43
Gambar 11 Urutan Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai RUV padi lebih besar dari pada nilai RUV komoditas lain. Ini menunjukkan bahwa peringkat pertama dari komoditas tanaman pangan di Kabupaten Bone adalah padi, selanjutnya berturut-turut adalah jagung, kedelai, ubi jalar, kacang hijau, ubi kayu dan terakhir kacang tanah. Dari hasil ini maka diperoleh tiga komoditas yang memiliki peringkat teratas, yang ditetapkan sebagai komoditas yang menjadi unggulan yaitu komoditas padi, jagung dan kedelai. Ketiga komoditas tanaman pangan terpilih kemudian dianalisa lebih lanjut untuk melihat arahan dan strategi pengembangannya di wilayah Kabupaten Bone.
Selain ketiga komoditas yang telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan daerah, komoditas ubi kayu yang minus produksi perlu mendapatkan perhatian tersendiri dari pemerintah daerah untuk dikembangkan dalam memenuhi konsumsi lokal masyarakat. Komoditas ubi kayu dapat menjadi pangan alternatif selain komoditas padi/beras.
Minusnya produksi komoditas ubi kayu salah satunya disebabkan masyarakat lebih berminat memilih membudidayakan komoditas tanaman pangan yang lain. Hal ini terlihat dari luas tanam komoditas ubi kayu yang lebih rendah yaitu seluas 1.043 ha, jika dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan yang lain seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 17 terdahulu.
Untuk mendapatkan 3 komoditas tanaman pangan yang akan dikembangkan termasuk komoditas lokal maka dilakukan peringkatan dengan menggunakan analisis MCDM-Topsis dengan kriteria analisis yang telah dilakukan sebelumnya (LQ, rataan panen dan data konsumsi masyarakat). Komoditas yang terpilih adalah komoditas yang mempunyai nilai RUV yang lebih tinggi Hasil analisis MCDM dengan metode TOPSIS tertera pada Tabel 19.
0.00000 0.20000 0.40000 0.60000 0.80000 1.00000 1.20000
Padi Jagung Kedelai Kacang
Hijau
Kacang Tanah