• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of Leading Food Crops Commodity for Supporting Regional Development in Bone Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of Leading Food Crops Commodity for Supporting Regional Development in Bone Regency"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

TANAMAN PANGAN DALAM MENUNJANG

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BONE

A K B A R

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

A k b a r

(4)

RINGKASAN

A K B A R. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone. Dibimbing oleh BABA BARUS dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Sektor pertanian merupakan sektor penting di Kabupaten Bone yang terlihat dari karakteristik perekonomian yang didominasi oleh sektor pertanian. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Bone sangat besar dibanding dengan sektor-sektor lain yakni sebesar 47,73%. Dari sisi lapangan usaha, penduduk Kabupaten Bone yang bekerja di sektor pertanian mencapai 55,58%. Potensi sektor pertanian di Kabupaten Bone tercermin dari luas wilayahnya yang sebagian besar merupakan lahan persawahan dan tegalan. Dengan potensi lahan dan sumberdaya manusia yang sedemikian besar, hasil produktivitas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone ternyata relatif berfluktuasi. Berdasarkan data BPS tahun 2007 – 2011, produktivitas pertanian dalam arti luas mengalami tren negatif. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut adalah adalah belum optimalnya daya dukung sarana dan prasarana kegiatan pertanian. Selain itu, kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan belum menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan pembangunan sehingga berdampak pada produktivitas dan keberlanjutan produk pertanian tanaman pangan. Pengembangan sektor pertanian salah satunya bisa dilakukan melalui pendekatan penetapan komoditas unggulan dengan memperhatikan kesesuaian biofisik, dukungan sumberdaya serta kebijakan pemerintah.

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone melalui: (1) Mengidentifikasi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone; (2) Mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pendukung usaha pertanian; (3) Mengevaluasi kesesuaian lahan komoditas tanaman pangan; dan (4) Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan. Analisis yang digunakan adalah (1) metode Location Quotient (LQ), (2) rataan luas panen, ketersediaan dan konsumsi bahan pangan (permintaan), (3) MCDM-Topsis, (4) analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan (5) metode A’WOT.

Untuk menetapkan komoditas unggulan bagi pengembangan pertanian tanaman pangan, digunakan analisis Location Quotient (LQ), rataan luas panen, ketersediaan dan konsumsi bahan pangan (permintaan) dan MCDM-Topsis. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa komoditas unggulan pertanian tanaman pangan yang berpotensi dikembangkan di Kabupaten Bone adalah komoditas padi, jagung dan kedelai.

(5)

Berdasarkan hasil analisis maka lahan yang sesuai dan tersedia untuk pengembangan komoditas tanaman padi adalah 95.068 ha (20,7% dari luas kabupaten). Untuk pengembangan komoditas kedelai dan jagung yang berada dalam satu lahan yang sama 73.317 ha (16,0%) dan khusus untuk komoditas kedelai 3.934 ha (0,9% dari total luas wilayah).

Arahan lokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman padi, jagung dan kedelai adalah kecamatan yang berada di wilayah hirarki III berdasarkan pengembangan skala prioritas berdasarkan analisis LQ, tingkat kelengkapan dan ketersediaan sarana prasarana pertanian serta kelas kesesuaian dan ketersediaan lahan. Kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Libureng, Kahu, Bengo, Salomekko, Ajangale, Ponre, Lappariaja, Cina, Tonra, Cenrana, Kajuara, Lamuru, Bontocani, Amali, Mare, Tellulimpoe dan Patimpeng.

Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya usulan perubahan pola ruang khususnya kawasan yang sesuai dan tidak sesuai untuk pengembangan komoditas tanaman pangan. Selain itu, dengan atau tanpa perubahan pola ruang ini maka beberapa strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone yang diusulkan adalah sebagai berikut: (a) Memanfaatkan potensi wilayah/SDA yang lahannya sesuai secara fisik dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi; (b) Membangun dan merevitalisasi sarana dan prasarana pertanian di wilayah hirarki III berupa pengadaan kios sarana produksi untuk menyediakan pupuk murah, bibit/benih murah dan alat dan mesin pertanian; (c) Meningkatkan pola kemitraan antara stakeholders; dan (d) Memanfaatkan posisi strategis wilayah dalam usaha perdagangan ekspor impor produk pertanian.

(6)

SUMMARY

AKBAR. Development of Leading Food Crops Commodity for Supporting Regional Development in Bone Regency. Supervised by BABA BARUS and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

The agricultural sector is an important sector in Bone regency as indicated by its dominancy in the Bone regency economic structure. The role of the agricultural sector to the economy of Bone is very large as compared to other sectors due its 47,73% contribution to the PDRB of Bone regency. About 55.58% of the total population is working in the agricultural sector. The potential of the agricultural sector in Bone regency is reflected by the fact that mostly area are agricultural land (rice field and agricultural drylands). Although with the very large potential of land and human resources, the productivity of food crops in Bone regency is still fluctuating relatively. Based on 2007 – 2011 BPS data, agricultural productivity sense experiencing negative trends. One of the factors affecting its productivity is the lack of agricultural infrastructure. In addition, the suitability of land for food crops has not been a major consideration in planning that impacted on the productivity and sustainability of agricultural crop products. Development of the agricultural sector can be done through leading commodity approach by considering the biophysical suitability, resources and government policy supported.

This study aims to formulate the direction and strategy development leading commodity crops in Bone regency through: (1) Identify the leading food crops commodities in Bone Regency, (2) Identify availability of agricultural infrastructure and facilities, (3) Evaluate land suitability for food crops in Bone Regency, and (4) Develop guidelines and strategies for development of leading foods in Bone Regency. The analytical methods used are the LQ analysis, average area analysis, availability and consumption of food and synthesized by MCDM-TOPSIS, schallogram, land suitability, and A'WOT.

To establish the leading commodity for the development of agricultural commodity crops, this research used Location Quotient analysis, average area analysis, availability and consumption of food and synthesized by MCDM-TOPSIS, schallogram, land suitability, and A'WOT. From the analysis it can be seen that the leading commodity food crops that could potentially be developed in Bone regency are paddy, corn and soybeans.

Based on the analysis schallogram for the number, type and availability of infrastructure to support agriculture, most districts in Bone regency still do not have adequate infrastructure. From the analysis, there are only two districts which is the Hierarchy region I and 8 districts belong to Hierarchy II region and the remaining 17 districts belong to Hierarchy region III. Region I and II hierarchy generally have complete agricultural infrastructure while the Hierarchy III region has inadequate infrastructure.

(7)

Location development leading commodity crops of paddy, corn and soybeans are districts that in the region of Hierarchy is based on the development priorities based on analysis of LQ, availability of agricultural infrastructure and suitability and availability of land. The district includes Libureng, Kahu, Bengo, Salomekko, Ajangale, Ponre, Lappariaja, China, Tonra, Cenrana, Kajuara, Lamuru, Bontocani, Amali, Mare, Tellulimpoe and Patimpeng.

Based on the results of the research it is necessary to change in the spatial planning for the suitable and unsuitable region for the development of food crops. With or without the change in the spatial planning several strategies for development of leading commodity crop in Bone regency are proposed as follow: (1) Utilizing potential of suitable land natural resources through intensification and extensification; (2) Establishing and revitalizing of agricultural infrastructure in region of Hierarchy III particulary for production facilities for cheap fertilizer, cheap seeds and agricultural machinery; (3) Increasing partnerships between stakeholders; and (4) Utilizing a strategic position in the area of import-export trade business products agriculture.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN

TANAMAN PANGAN DALAM MENUNJANG

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BONE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone

Nama : A k b a r NIM : A156120404

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, bimbingan dan luangan waktunya yang diberikan dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini

2. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua program studi Bapak Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus beserta segenap dosen pengajar, asisten dan staff kependidikan Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB

4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan BAPPENAS atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Kabupaten Bone yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.

6. Saudara-saudaraku Hj Wahidah Said SH, Irwan Said SH, Wakifah Said SSos, Rasyid Said SH dan keluarga atas motivasi, dorongan dan doanya selama ini. Kemenakan-kemanakanku: saya sayang kalian.

7. Rekan-rekan kelas khusus Bappenas Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Angkatan 2012 atas kerjasamanya selama ini. Rekan-rekan di wisma surya atas diskusi, sumbangan pikiran dan masukannya dan pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini.

Ungkapan terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada ayahanda HM Said. P, ibunda Hj Nahirah, istriku Arni Djainuddin SS dan anakku Naura Alviena Thufailah Akbar serta keluarga besarku, atas segala doa, cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan dengan tulus selama ini. Kepada mereka karya ilmiah ini penulis persembahkan

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Pengembangan Wilayah 7

Pembangunan Berbasis Pertanian 8

Penetapan Komoditas Unggulan 9

Evaluasi Sumberdaya Lahan 10

Sistem Informasi Geografis 11

3 METODE 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Pengumpulan Data 13

Bahan dan Alat 14

Metode Analisis Data 16

Penentuan Komoditas Unggulan 16

Analisis Sarana dan Prasarana Pertanian 19

Analisis Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan 21

Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan 24

Keterbatasan Penelitian 30

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH 31

Letak Geografis dan Wilayah Administrasi 31

Topografi 32

Tanah 33

Penggunaan Lahan 35

Kondisi Iklim 36

Pola Pemanfaatan Ruang 36

Kondisi Demografi 37

Pendapatan Regional 38

Sarana dan Prasarana Pertanian 38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39

(15)

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pertanian 44

Kesesuaian Lahan dan Ketersediaan Lahan 48

Pengembangan Komoditas Unggulan 58

6 SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 80

(16)

DAFTAR TABEL

1 Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan untuk Masing-masing Tujuan Penelitian 14

2 Struktur Tabel Analisis Skalogram 20

3 Batas Penentuan Nilai Hirarki 21

4 Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Evaluasi Lahan 22 5 Kriteria Ketersediaan Lahan Berdasarkan RTRW dan Penggunaan

Lahan saat ini. 23

6 Penilaian Kriteria Berdasarkan Skala Perbandingan Saaty 25

7 Internal Strategic Faktor Analysis Summary (IFAS) 26

8 External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) 27

9 Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) 30 10 Luas Wilayah Kabupaten Bone Menurut Kecamatan 32 11 Luas Wilayah Menurut Kemiringan Lereng di Kabupaten Bone Tahun

2011 33

12 Satuan Tanah di Kabupaten Bone 34

13 Jenis Tanah di Kabupaten Bone 34

14 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Bone Tahun 2011 35 15 Nilai LQ per Komoditas Setiap Kecamatan Tahun 2011 39 16 Luas Panen dan Rata-rata Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan

Kabupaten Bone Tahun 2007 - 2011 41

17 Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan Kabupaten Bone Tahun

2011 42

18 Urutan Peringkat Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan

dengan Metode TOPSIS 42

19 Urutan Peringkat Pemilihan Komoditas Tanaman Pangan dengan

Metode TOPSIS termasuk Komoditas Lokal 44

20 Hirarki Wilayah Berdasarkan Analisis Skalogram 45 21 Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Padi di Kabupaten Bone 49 22 Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Jagung di Kabupaten Bone 50 23 Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Kedelai di Kabupaten Bone 51 24 Luas Kawasan Budidaya Pertanian yang Tersedia Berdasarkan RTRW 52 25 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Padi Sawah Berdasarkan

RTRW 54

26 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Jagung dan Kedelai

Berdasarkan RTRW 56

27 Faktor-faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Komoditas

Unggulan Tanaman Pangan 64

28 Hasil Analisis Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary

(IFAS) 65

29 Hasil Analisis Matriks External Strategic Factors Analysis Summary

(EFAS) 66

30 Matriks SWOT Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 6

2 Bagan Alir Penelitian 15

3 Matriks Internal-Eksternal 28

4 Matriks Space 29

5 Peta Administrasi Kabupaten Bone 31

6 Peta Lereng di Kabupaten Bone 33

7 Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bone 34

8 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bone 35

9 Peta Curah Hujan Kabupaten Bone 36

10 Peta Pola Ruang Kabupaten Bone 37

11 Urutan Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan 43

12 Peta Hirarki Wilayah Kabupaten Bone 45

13 Peta Wilayah Produksi Pangan Kabupaten Bone 47

14 Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Padi Kabupaten Bone 49 15 Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Jagung Kabupaten Bone 50 16 Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Kedelai Kabupaten Bone 51

17 Peta Ketersediaan Lahan Berdasarkan RTRW 52

18 Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas padi 53 19 Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas Jagung 56 20 Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas kedelai 57 21 Grafik Prioritas Wilayah Pengembangan Komoditas Unggulan

Tanaman Pangan per Kecamatan di Kabupaten Bone 62 22 Lokasi Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan 63

23 Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal 67

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tren Perkembangan Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Tahun

2001-2007 80

2 Hasil Analisis Skalogram sarana Prasarana Kecamatan 82 3 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Padi Sawah (Oryza sativa) 84 4 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Jagung (Zea mays) 85 5 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Kedelai (Glycine max.) 86 6 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi 87 7 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung 89 8 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Kedelai 91 9 Hasil Pengolahan Penentuan Prioritas Lokasi Pengembangan

Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dengan MCDM-TOPSIS 93 10 Pembobotan Faktor Strategi Internal dan Eksternal Hasil AHP dalam

Analisis A’WOT untuk Penentuan Strategi 95

11 Perhitungan Rating Faktor Strategi Internal dan Eksternal dalam

(19)
(20)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan dalam konteks pengembangan wilayah salah satunya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan terhadap sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan menjadi dasar untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.

Sampai saat ini, sektor pertanian masih merupakan prioritas utama pembangunan di sebagian besar negara-negara berkembang. Sebagai negara yang berciri agraris, Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor utama yang diharapkan dapat mendukung dan menunjang pembangunan ekonomi di masa depan. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian nasional maupun daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional, baik dilihat dalam meningkatkan pendapatan ,masyarakat Indonesia maupun dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, maka sudah sewajarnya sektor pertanian dijadikan motor penggerak ekonomi bangsa. Dengan demikian, pembangunan harus diarahkan pada pembangunan sektor pertanian sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

Kabupaten Bone adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki karakteristik agraris yang kuat. Hal tersebut dapat dilihat dari struktur perekonomian Kabupaten Bone yang masih didominasi oleh sektor pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Struktur perekonomian Kabupaten Bone yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor andalan dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten Bone. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Bone pada tahun 2011 sangat besar dibanding dengan sektor-sektor lain yakni sebesar 47,73%. Tingginya peranan ini ditopang oleh sub-sektor tanaman bahan pangan dengan kontribusi rata-rata 22,53%, subsektor perkebunan dengan kontribusi 6,35%, peternakan dengan 1,54%, kehutanan dengan 0,07% dan perikanan dengan 17,23%.

(21)

Dominannya sektor pertanian di Kabupaten Bone salah satunya tercermin dari luas wilayah Kabupaten Bone yang sebagian besar merupakan lahan persawahan dan tegalan. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bone memiliki daya dukung sumberdaya alam pertanian yang cukup besar. Data BPS Kabupaten Bone Tahun 2012 menunjukan bahwa dari 455.900 ha luas Kabupaten Bone, 89.018 ha atau 19,53% dari luas total wilayah merupakan lahan persawahan. Sebanyak 86.825 ha atau 19.04% merupakan lahan tegalan/kebun dan 48.423 ha atau 10,6% merupakan lahan perkebunan. Penggunaan lahan lainnya diantaranya kawasan hutan seluas 144.482 ha atau 31,69%, tambak seluas 11.642 ha atau 2,55%, lahan tidak diusahakan seluas 10.735 ha atau 2,35%, dan sisanya seluas 31.629 ha atau 6,94% digunakan untuk peruntukan lain.

BPS Kabupaten Bone (2012) mencatat bahwa pada Tahun 2011, dengan luas panen 140.644 ha, Kabupaten Bone mampu memproduksi padi sawah sekitar 817.871 ton dengan produktivitas 5,81 ton/ha. Luas panen komoditas jagung sebesar 39.634 ha dengan produksi mencapai 197.707 ton atau rata-rata produksi sebesar 4,99 ton/ha. Lahan komoditas ubi kayu seluas 911 ha dengan produksi mencapai 9.002 ton atau rata-rata produksi 9,88 ton/ha. Lahan ubi jalar seluas 733 ha dan produksi mencapai 6.097 ton atau rata-rata produktivitas 8,32 ton/ha. Luas lahan kacang tanah sebesar 4.126 ha dengan produksi sebesar 6.643 ton atau rata-rata produksi 1,61 ton/ha. Lahan komoditas kedelai seluas 6.648 ha dengan produksi sebesar 11.938 atau rata-rata 1,80 ton/ha.

Dengan potensi lahan dan sumberdaya manusia yang sedemikian besar, hasil produktivitas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone ternyata relatif berfluktuasi. Bahkan produksi pertanian tanaman pangan pada 2 tahun terakhir mengalami penurunan. Data BPS dari tahun 2007 – 2011 menunjukkan produktivitas pertanian dalam arti luas mengalami tren negatif. Permasalahan lain yang dihadapi terkait pengembangan pertanian tanaman pangan adalah kuantitas dan kualitas produk pertanian yang belum mendukung berkembangnya agroindustri. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana pertanian dan infrastruktur pertanian yang mendukung pengembangan sektor pertanian. Produksi pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone sampai saat ini memang relatif masih aman karena masih mampu memenuhi kebutuhan domestik dan diekspor. Akan tetapi kalau kondisi tersebut terus dibiarkan dan tidak ada langkah preventif, bukan tidak mungkin produksi yang akan datang hanya mampu memenuhi kebutuhan domestik yang pada akhirnya berimplikasi pada pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam mendorong pengembangan sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, diperlukan upaya pembangunan yang sistematis, terencana dan berkesinambungan yang berfokus pada pada pengembangan komoditas unggulan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sari (2008) bahwa pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: (1) optimalisasi sumberdaya lokal; (2) penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki setiap komoditas; dan (3) perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan.

(22)

3

juga perlu memperhatikan kesesuaian biofisik, dukungan ketersediaan sarana prasarana, kebijakan pemerintah, dan kesesuaian dengan prospektif makro ekonomi. Perencanaan pengembangan komoditas unggulan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi agar kegiatan pertanian tanaman pangan dapat berkelanjutan (sustainability).

Menurut Djaenuddin et al. (2013), dalam pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini dikarenakan setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Hal ini berarti suatu wilayah kemungkinan hanya sesuai dengan komoditas tertentu, tetapi tidak dengan yang lain. Dengan kata lain, tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi. Lebih lanjut Djaenuddin (2008) menyatakan bahwa pengembangan komoditas pertanian bertujuan memperoleh produksi optimal secara fisik dan secara ekonomi menguntungkan sehingga perlu diusahakan di lahan yang sesuai dan memiliki peluang pasar

Dalam strategi operasional Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bone disebutkan bahwa peningkatan produksi diarahkan pada komoditas-komoditas strategis dan unggulan untuk memantapkan ketahanan pangan dan peningkatan produktivitas. Pengembangan komoditas unggulan ini perlu dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dapat mendukung keberlanjutan kegiatan sektor pertanian.

Perumusan Masalah

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di sektor pertanian, Kabupaten Bone tidak terlepas dari isu-isu strategis di subsektor pertanian tanaman pangan diantaranya produktivitas pertanian yang masih relatif fluktuatif, masih terbatasnya sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi usaha tani, pemilikan lahan pertanian relatif sempit karena sistem pewarisan serta kuantitas dan kualitas produk pertanian belum mendukung berkembangnya agroindustri.

Untuk menjawab isu-isu strategis tersebut dibutuhkan strategi konkrit yang dapat menjadi arahan bagi pengambil kebijakan dalam menyusun perencanaan dan pengembangan wilayah ke depan. Dalam penelitian ini, isu-isu strategis yang dibahas difokuskan pada bagaimana mempertahankan produktivitas pertanian agar tetap berada di level yang masih tinggi serta bagaimana upaya mengatasi persoalan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.

(23)

mempertimbangkan kesesuaian lahan agar pengembangan komoditas unggulan tetap berkelanjutan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bone telah mengembangkan banyak ragam jenis komoditas tanaman pangan dalam pembangunan sektor pertanian. Namun, untuk mempercepat pembangunan pertanian tanaman pangan perlu ada upaya untuk memprioritaskan pengembangan komoditas tanaman pangan yang difokuskan pada komoditas-komoditas unggulan daerah. Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas yang memiliki daya saing serta memberikan hasil yang optimal dengan tetap mempertimbangkan kesesuaian lahan. Langkah dilakukan salah satunya untuk mendukung tujuan pembangunan pemerintah Kabupaten Bone di sektor pertanian yaitu “meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan”.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan komoditas tanaman pangan di Kabupaten Bone memerlukan kerjasama antara semua stakeholder. Peran dan partisipasi semua pihak mutlak diperlukan untuk menjadikan pembangunan pertanian berjalan dengan baik dan aspiratif. Oleh karena itu dalam menyusun strategi pengembangan komoditas unggulan, pendapat dan persepsi stakeholders harus menjadi salah satu bahan pertimbangan utama. Berdasarkan hasil analisis komoditas unggulan, tingkat kesesuaian lahan dan sarana dan prasarana pendukung pengembangan komoditas unggulan serta persepsi stakeholders maka disusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone.

Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut diatas maka penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dan memberikan solusi bagi pengembangan komoditas tanaman pangan di Kabupaten Bone. Analisis dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Komoditas apa yang menjadi unggulan di Kabupaten Bone?

2. Apakah sarana dan prasarana pertanian yang tersedia sudah cukup mendukung pengembangan komoditas unggulan?

3. Apakah komoditas unggulan sudah memiliki tingkat kesesuaian lahan yang tepat serta didukung ketersediaan lahan yang cukup?

4. Bagaimana arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone 2. Mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pertanian untuk

mendukung pengembangan komoditas unggulan

3. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone

(24)

5

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan dan menyusun alternatif kebijakan pengembangan pembangunan pertanian tanaman pangan berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Bone.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini didasarkan pada kondisi wilayah Kabupaten Bone berdasarkan data tahun 2010-2011. Dalam penelitian ini digunakan analisis untuk menentukan komoditas yang menjadi unggulan dan analisis skalogram digunakan untuk mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pertanian. Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan untuk komoditas yang menjadi unggulan. Selanjutnya dilakukan analisis pengambilan keputusan berdasarkan persepsi stakeholders untuk menentukan prioritas dan strategi pengembangan komoditas unggulan.

Kerangka Pemikiran

Pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara optimal. Kabupaten Bone mempunyai potensi sumberdaya alam di sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, dan perkebunan yang cukup besar. Potensi tersebut harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan perekonomian wilayah sehingga diharapkan akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mempercepat pembangunan sektor pertanian tanaman pangan, pembangunan perlu diprioritaskan pada pengembangan komoditas unggulan. Penentuan komoditas unggulan merupakan salah satu upaya membangun sektor pertanian yang kuat, berdaya saing tinggi, berproduktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan. Pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan sebaiknya didasarkan kesesuaian lahan sebagai salah satu faktor pendukung. Kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan perlu dipertimbangkan karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan produk pertanian tanaman pangan. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut. Analisis kesesuaian lahan disusun dengan memperhatikan potensi dan karakteristik lahan agar dapat ditentukan kesesuaian dan ketersediaan lahannya.

Selain faktor komoditas dan kesesuaian lahan, pembangunan pertanian juga perlu mempertimbangkan ketersediaan dan daya dukung sarana dan prasarana. Sarana prasarana pendukung usaha tani merupakan salah satu faktor sangat berpengaruh terhadap produktivitas pertanian tanaman. Sarana prasarana tersebut diantaranya prasarana jaringan irigasi, jalan usaha tani, sarana produksi, jalan distribusi dan sistem transportasi bahan baku.

(25)

bahan pangan di Kabupaten Bone. Secara ringkas, kerangka berpikir dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Arahan & Strategi Pengembangan

Komoditas Unggulana Tanaman Pangan Pembangunan Sektor Pertanian Kabupaten Bone

Komoditas Unggulan Pengembangan Komoditas Pertanian Tanaman Pangan

Peta Lahan Sesuai dan Tersedia

Peta Kesesuaian Lahan

Persepsi Stakeholders

(26)

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan (Riyadi 2002).

Lebih lanjut menurut Riyadi (2002) konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issues (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu, tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lainnya. Walaupun kedua konsep tersebut berbeda namun dalam orientasinya keduanya saling melengkapi, dalam arti bahwa pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pembangunan sektoral. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya pembangunan sektor itu sendiri.

Menurut Djakapermana (2010) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah.

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis (Rustiadi et al. 2011).

(27)

wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan berkoordinasi, mengakomodasi dan memfasilitasi semua kepentingan serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.

Pembangunan Berbasis Pertanian

Pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada pembangunan kesejahteraan dan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya yang tersedia melalui paradigma kemandirian lokal. Pembangunan produksi tanaman pangan dan hortikultura, tidak lagi hanya sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas, tetapi harus dikaitkan dengan pengembangan wilayah, yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga perlu dilakukan secara berkelanjutan, berkerakyatan, terdesentralisasi dan berdaya saing, terpadu dalam suatu sistem usaha agribisnis, yang intinya adalah memadukan dan mensinergikan pembangunan sub sektor produksi tanaman pangan dan hortikultura dengan subsistem agribisnis lainnya.

Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha, sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah

Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan; (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup (Harianto 2007).

Pembangunan pertanian terjalin erat dalam aspek makro pembangunan ekonomi nasional dan seiring dengan aspek mikro dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam lingkup makro, pembangunan pertanian diharapkan menjadi penggerak pembangunan dalam perubahan struktur ekonomi masyarakat. Dalam lingkup mikro, pembangunan pertanian diharapkan makin mampu meningkatkan akses masyarakat tani pada faktor produksi terutama sumberdana, teknologi, bibit unggul, pupuk dan sistem distribusi, sehingga berdampak langsung meningkatkan kesejahteraan petani (Dirjen Pembangunan Daerah Depdagri 2000)

(28)

9

meminimalkan penggunaan komponen impor yang besar; (2) memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang erat dengan kegiatan ekonomi lainnya sehingga dapat menjadi salah satu penentu dalam mendorong berkembangnya sektor ekonomi terkait, serta (3) mampu menyerap dan mendiversifikasi tenaga kerja produktif dipedesaan, sekaligus berperan sebagai media untuk memeratakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Penetapan Komoditas Unggulan

Penentuan komoditas unggulan daerah merupakan langkah awal menuju pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar baik pasar domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena 2000 dalam Sari 2010).

Komoditi yang layak masuk ke bursa komoditi ditetapkan berdasarkan tiga syarat keharusan: layak teknis, layak kondisi pasar, layak ekonomi. Layak teknis yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik suatu komoditi seperti dapat distandarisasi dan grading. Layak kondisi pasar ialah mengacu pada struktur dan mekanisme pasar komoditi, yang pada umumnya hanya dapat berbentuk pada pasar yang bersaing sempurna yang ditandai dengan :

1. Komoditi yang diperdagangkan homogen dan karakteristiknya dapat dijabarkan dan diuraikan secara objektif.

2. Bebas keluar dan masuk pasar.

3. Informasi sempurna tentang produksi, stock, harga, dan distribusi komoditi. 4. Keputusan dan operasi pasar dilakukan secara bebas dan tidak bersifat

personal (Solahuddin 2009).

Menurut Bachrein (2003) penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.

(29)

Evaluasi Sumberdaya Lahan

Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus 2004).

Evaluasi sumberdaya lahan perlu selalu dilakukan pada berbagai kondisi penggunaan lahan, karena beberapa hal:

- Kualitas tanah bervariasi dalam ruang (horizontal dan vertikal) dan waktu (jangka pendek dan jangka panjang).

- Penggunaan lahan merupakan entitas yang dinamis yang tergantung pada : (i) intervensi manusia, (ii) karena perubahan kondisi sosial ekonomi, dan (iii) karena arahan kebijakan penggunaan tanah.

- Kualitas lahan terus menerus menurun, sejalan dengan pemanfaatannya terus- menerus, dan bahkan mengalami degradasi jika digunakan dengan cara yang tidak mengikuti kaidah konservasi (Baja 2012).

Lebih lanjut Baja (2012), mengemukakan sebagai komponen inti dari perencanaan penggunaan lahan, evaluasi sumberdaya lahan merupakan perangkat penilaian yang fundamental pada semua tahap perencanaan dan pelaksanaan, termasuk pemantauan pemanfaatan lahan. Dengan evaluasi sumberdaya lahan, maka setidak-tidaknya dapat ditentukan kemampuan, kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk alternatif penggunaan lahan, bahkan menurut Rayner et al. (1994) termasuk produktivitas dan dampaknya terhadap sumberdaya alam dan lingkungan secara keseluruhan

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan. Dengan cara ini, dapat maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011).

Menurut FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan mengenal 4 (empat) kategori, yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit.

(1) Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu ordo S (sesuai) dan ordo N (tidak sesuai)

(2) Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan. Dikenal ada 3 kelas dalam ordo S yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai marginal). Sedangkan untuk ordo N ada 2 kelas yaitu N1 (tidak sesuai pada saat ini) dan N2 (tidak sesuai untuk selamanya)

(3) Sub kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas

(4) Unit: menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas.

(30)

11

jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lain yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Ritung et al. 2011).

Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut (Djaenudin et al. 2003).

Berkaitan dengan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian ini, diantaranya yang dilakukan oleh Sari (2008) dalam menganalisis sektor basis dan komoditas unggulan yang menggunakan LQ, analisis tren luas panen, analisis permintaan dan deskriptif. Hasil yang diperoleh yaitu terdapat 3 komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur, yaitu padi sawah, jagung dan ubi kayu. Dalam penelitian ini dilakukan analisis kesesuaian lahan yang menghasilkan penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah sebagian besar tidak sesuai (43,67%) dan sesuai marjinal (36,28%) dan untuk tanaman jagung dan ubi kayu didominasi sesuai marjinal (92,24% dan 77,29%)..

Baehaqi (2009) melakukan penelitian untuk menentukan prioritas dan arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan metode LQ, trend luas lahan dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan yang menghasilkan komoditas tanaman pangan terpilih yaitu padi, jagung, dan ubi kayu. Selanjutnya dilakukan penentuan ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut dengan arahan pengembangan untuk tanaman padi seluas 54.218 ha, tanaman jagung seluas 41.271 ha dan tanaman ubi kayu seluas 38.852 ha.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System

(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra 2000)

Menurut prahasta (2009), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya.

(31)

dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Sastrohartono 2011).

GIS adalah alat yang ampuh untuk manajemen dan analisis data yang diperlukan untuk setiap aktivitas pengembangan lahan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan sistematis untuk menghasilkan informasi tentang kesesuaian. Perera et al. (1993) mempelajari bahwa GIS berbasis penelitian telah dilakukan untuk mengekstrak lahan baru untuk budidaya padi di Sri Lanka selatan dengan perhatian khusus pada pelestarian lingkungan. Lokasi dari tanah yang layak dipertimbangkan dan lahan yang tidak digunakan untuk budidaya padi dianalisis dan digabungkan dengan basis data GIS dengan pengaturan sistem poin khusus. Menurut penelitian mereka, lebih dari 72% dari tanah ini tergolong sangat sesuai atau sesuai untuk budidaya padi (Dengiz et al. 2010).

Penggunaan GIS juga dilakukan pada penelitian di Qilin County sebelah timur provinsi Yunan, Cina. Dalam penelitian tersebut Wu et al. (2012) mengambil data penelitian tanah pada kawasan budidaya di Qilin County termasuk data fisik dan kimia tanah, lingkungan tanaman dan pengelolaannya. Secara luas mempertimbangkan kondisi status penggunaan lahan Qilin County dengan beberapa variabel seperti sistem tanam, sistem irigasi dan drainase, bahan induk tanah, kedalaman tanah, pH tanah, jumlah N, alkali-hidro N, K efektif, P dan Zn yang dipilih sebagai indeks evaluasi. Titik pengambilan sampel tanah di simpan dengan menggunakan GPS. Pada penelitian ini digunakan software

(32)

13

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bone yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bone terletak pada 04O13’ sampai 05O06’ Lintang Selatan dan 119O42’ sampai 120O40’ Bujur Timur dengan luas 4.559,00 km2. Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2013 meliputi penyusunan proposal hingga penulisan tesis.

Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data

Sumber data dan informasi pada penelitian ini berasal dari: a. Data primer

Data primer diperoleh dari survei langsung baik melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh stakeholders maupun pengamatan langsung di lapangan. Responden dalam penelitian ini meliputi unsur dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Bone, Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kab. Bone, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Bone, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Bone, Kantor Ketahanan Pangan Kab. Bone, Kantor Penelitian dan Pengembangan Kab. Bone, DPRD Kab. Bone, akademisi dari STIP Yapika Kab. Bone, penyuluh pertanian, dan LSM.

Wawancara dan penyebaran kuisioner dilakukan pada responden expert

untuk mengetahui kebijakan pengembangan komoditas unggulan tanaman bahan pangan di Kabupaten Bone. Jenis dan jumlah responden ditentukankan sebanyak 10 (sepuluh) orang dengan pendekatan purposive sampling, dimana responden ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Responden dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa responden memiliki pemahaman yang baik tentang perkembangan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone.

Survei lapang dilakukan dengan metode survei terbatas, dimana analisis dilakukan secara langsung dilapangan yang dibatasi hanya pada data fisik tanah. b. Data sekunder

(33)

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data sekunder meliputi data yang berbentuk laporan digital dan laporan tercetak yang merupakan data tabular maupun peta-peta Kabupaten Bone. Data primer merupakan data hasil survei, kuisioner dan wawancara di lapangan. Alat analisis dilakukan dengan menggunakan Expert Choice 10, Microsoft Office

program Excell, Sanna dan software GIS. Tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan untuk Masing-masing Tujuan Penelitian

(34)

Alur analisis penelitian dalam penentuan komoditas unggulan, identifikasi sarana dan prasarana pertanian, evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan serta arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di sajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Bagan Alir Penelitian Arahan dan Strategi Pengembangan

Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Kabupaten Bone

A’WOT Penilaian Stakeholders

Peta Ketersediaan

Lahan Peta Administrasi Peta RTRW Peta Landuse

Matching Peta Tanah Peta Lereng Peta CH

Peta Lahan Sesuai & Tersedia Untuk Komoditas Unggulan

Overlay

Peta Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Unggulan

Overlay Overlay

Analisis Skalogram

Kelengkapan Sarana dan

Prasarana Pertanian

Karakteristik Sosek

- Data PODES 2012

- Data PDRB

- Luas Panen

Komoditas Unggulan

Persyaratan Tumbuh Tanaman - Analisis LQ

(35)

Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Analisis LQ, Rataan Panen, Permintaan dan MCDM-Topsis untuk menentukan komoditas unggulan; (2) Analisis Skalogram untuk menentukan hirarki wilayah berdasarkan ketersediaan, jumlah dan jenis sarana prasarana bagi pengembangan pertanian tanaman pangan; (3) Analisis Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan; dan; (4) Analisis A’WOT untuk menetapkan strategi pengembangan.

Penentuan Komoditas Unggulan

Untuk menentukan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone, dilakukan dengan 4 tahapan analisis yaitu analisis LQ, analisis rataan luas panen, analisis permintaan dan MCDM-Topsis. Komoditas unggulan biasanya dilihat dari keunggulan komparatif dan kompetitifnya. Untuk menentukan keunggulan komparatifnya digunakan analisis LQ dan penentuan keunggulan kompetitifnya digunakan analisis permintaan. Menurut Tarigan (2001) Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. Analisis rataan panen digunakan untuk memperkuat kedua analisis tersebut, karena rataan panen dapat menunjukkan stabilisasi, dominasi dan dinamika (tren) keberadaan komoditas. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Blakely (1994) dalam Saefulhakim (2004), menyatakan bahwa secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Menurut Hendayana (2003) teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ relevan untuk digunakan sebagai metode dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran (produksi atau populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (luas panen atau luas tanam) produksi atau produktivitas. Data yang digunakan dalam analisis ini yaitu data produksi tanaman pangan setiap kecamatan dan total kabupaten. Nilai LQ (Chiang 2008) diketahui dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:

LQij : Indeks kuosien lokasi kecamatan i komoditi j

Xij : Luas panen masing-masing komoditi j pada tingkat kecamatan i

(36)

17

Xi. : Luas panen total masing-masing komoditi pada tingkat kecamatan i X.j : Luas panen masing-masing komoditi j pada di Kabupaten Bone X.. : Luas panen total seluruh komoditi pada di Kabupaten Bone

Analisis LQ dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas basis per kecamatan dengan agregat wilayahnya adalah kabupaten. Analisis dilakukan terhadap komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Indikasi hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai berikut:

- Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan komoditas/sektor tersebut merupakan komoditas basis/unggulan,

- Jika nilai LQij = 1, maka komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi wilayahnya sendiri, dan

- Jika nilai LQij ˂ 1, maka sektor tersebut termasuk dalam komoditas/ sektor non basis

Analisis Rataan Luas Panen

Analisis luas panen dilakukan dengan melakukan tabulasi data luas panen untuk melihat luas panen komoditas tanaman pangan yang dominan selama 5 tahun terakhir (2007-2011). Hal ini dapat menunjukkan komoditas yang menjadi pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani (Sari 2008). Rata-rata luas panen yang tinggi berbanding lurus dengan produktivitas komoditas yang diusahakan. Analisis rataan luas panen dilakukan dengan melihat fluktuasi luasan areal panen komoditas tanaman selama lima tahun terakhir, kemudian luasan panen tersebut dirangking berdasarkan luasan panen dari terbesar ke terkecil yang didukung dengan tren perkembangan komoditas pertahun. Luasan panen terbesar dengan tren perkembangan meningkat (positif) berada di peringkat atas.

Analisis Permintaan

Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan di Kabupaten Bone Tahun 2011. Analisis ini dilakukan untuk menilai aspek demand yang memperlihatkan kecenderungan permintaan masyarakat. Tingkat ketersediaan dari komoditas dan kebutuhan masyarakat menentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan yang ditetapkan. Komoditas yang memiliki surplus produksi dan mampu memenuhi kebutuhan daerah akan menjadi unggulan dari sisi demand. Analisis permintaaan dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari sisi keunggulan kompetitifnya.

Analisis MCDM-TOPSIS

Hasil dari analisis Location Quotient (LQ), rataan luas panen, dan permintaan kemudian di rangking berdasarkan urutan prioritas. Hasil dari ketiga analisis ini kemudian disintesis dengan menggunakan analisis MCDM dengan metode TOPSIS (Technique for Order Performance by Similiarity to Ideal Solution) untuk menentukan 3 komoditas peringkat teratas yang ditetapkan sebagai 3 komoditas unggulan terpilih.

(37)

multi-kriteria di dunia nyata. TOPSIS membantu para pengambil keputusan untuk mengelola permasalahan-permasalahan untuk dipecahkan, menganalisis, membandingkan serta mengurutkan banyak alternatif sehingga dapat diseleksi mana alternatif yang layak untuk dilaksanakan.

Berdasarkan pendapat Shih et al. (2007) ada empat kelebihan dari metode TOPSIS , yaitu:

(1) Logis dalam merepresentasikan pilihan-pilihan secara rasional;

(2) Sebuah nilai skalar yang dapat menghitung alternatif-alternatif terburuk dan terbaik secara simultan;

(3) Proses komputasi yang sederhana dan dapat diprogram secara mudah;

(4) Penilaian kinerja dari semua alternatif atau atribut dapat divisualisasikan dalam polihedron dan dua dimensi.

Tahapan dalam Metode TOPSIS (Jahanshahloo et al. 2009) adalah: (1) Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi

Perhitungan normalisasi matriks keputusan TOPSIS dilakukan dimana nilai normalisasi (

n

ij) dihitung sebagai berikut:

dimana : xij = nilai sel bagi kriteria ke i dan alternatif ke j;

nij = nilai sel bagi kriteria ke i dan alternatif ke j yang

ternormalisasi

(2) Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot

Perhitungan matriks keputusan ternormalisasi terbobot dilakukan dimana pembobotan ditentukan oleh pengambilan keputusan. Nilai bobot ternormalisasi (Vij) dihitung sebagai berikut:

Dimana :wi = nilai bobot dari kriteria ke i dengan

(3) Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif

Penentuan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

dimana : (A+) = solusi ideal positif; (A-) = solusi ideal negatif

(4) Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif

Penentuan jarak euclidean antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

(38)

19

(5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal

Perhitungan kedekatan relatif ke solusi ideal dimana kedekatan relatif alternatif Aj ke A+ didefinisikan sebagai berikut:

dimana : (Rj) = Kedekatan relatif alternatif ke j kepada solusi ideal positif dan

Dasar dari metode TOPSIS adalah memilih alternatif yang memiliki jarak terdekat ke solusi ideal positif dan memiliki jarak terjauh ke solusi ideal negatif, sehingga urutan alternatif ditentukan berdasarkan besarnya Rj.

Dari hasil analisis MCDM-TOPSIS akan diperoleh urutan/peringkat komoditas unggulan tanaman di Kabupaten Bone. Komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan adalah komoditas dengan nilai RUV (Ranking Unit Value) tertinggi berdasarkan hasil sintesis analisis MCDM-TOPSIS dengan analisis sebelumnya.

Analisis Sarana dan Prasarana Pertanian

Analisis terhadap kelengkapan sarana dan prasarana suatu wilayah dilakukan dengan metode skalogram. Pada penelitian ini, analisis skalogram digunakan untuk menganalisis kelengkapan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengembangan pertanian tanaman pangan. Data yang digunakan adalah data statistik kecamatan di Kabupaten Bone dengan indikator fasilitas yang berkaitan dengan pertanian. Karena berkaitan dengan pertanian maka kebutuhan/ pelayanan akan sarana prasarana atau fasilitas pertanian berdasarkan luas lahan.

Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hirarki wilayah berdasarkan ketersediaan sarana prasarana yang ada di suatu wilayah. Metode yang banyak digunakan untuk menentukan hierarkhi wilayah adalah analisis struktural berdasarkan Guttman Scales. Metode ini mengidentifikasi hierarkhi pusat dari fasilitas umum yang dimiliki suatu wilayah. Identifikasi dan penentuan peringkat yang dilakukan didasarkan pada tingkat kelengkapan fasilitas yang ada di suatu wilayah dan membandingkannya dengan wilayah lain.

Salah satu metode yang merupakan gabungan atau penyederhanaan dari

Guttman Scales adalah metode Skalogram. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/ kuantitasnya (Saefulhakim 2004).

(39)

Tabel 2 Struktur Tabel Analisis Skalogram

 Wil. Memiliki Fasilitas a

1 2 3 .ak.. m

Rasio Wil. Memiliki

Fasilitas a1/n a2/n a3/n ak/n

Bobot n/ a1 n/ a2 n/ a3 n/ ak

Sumber : Rustiadi et al. (2011)

Rumus umum analisis skalogram berdasarkan Indeks Hirarki adalah sebagai berikut:

n = bobot komponen tiap faktor penentu hirarki.

Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut:

1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah. Dalam menyusun fasilitas ini dilakukan pemilihan (filtering) terhadap data statistik kecamatan dari data podes sehingga data sesuai kebutuhan dan jika data yang dibutuhkan tidak ada dalam data podes maka dilakukan input data yang terkait dengan pertanian yang diambil dari instansi-instansi terkait

2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit wilayah.

4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah.

(40)

21

6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua daerah dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ke tiga adalah jumlah penduduk. Namun dalam penelitian ini digunakan luas lahan sebagai variabel pelayanan. Sub wilayah dengan luas lahan lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas.

Batas penentuan hirarki ini didasarkan kepada Indeks Hirarki (IH) dari tiap kecamatan dengan mengikuti ketentuan seperti yang tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Batas Penentuan Nilai Hirarki

Hirarki Batas Selang

1 IH > {(2x standar deviasi) + nilai rataan};

2 (Rataan IH) ≥IH≤ {(2 x standar deviasi) + nilai rataan};

3 IH < (Rataan IH)

Wilayah dengan sarana dan prasarana pertanian terlengkap merupakan wilayah dengan hirarki tertinggi dan dianggap sebagai pusat wilayah pertanian. Selain itu, hirarki wilayah ditentukan juga oleh indeks perkembangan kecamatan (IPK) yang dipengaruhi dari luas lahan pertanian yang terlayani. Makin tinggi IPK maka hirarki wilayah juga makin tinggi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data potensi desa (PODES) Kabupaten Bone 2011 berupa jumlah kios saprodi pertanian milik KUD dan Non-KUD yang bersumber dari BPS, data sarana prasarana dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Data yang dianalisis terdiri dari:

(a) data luas lahan pertanian,

(b) data jumlah dan jenis sarana prasarana pertanian (c) data jumlah dan jenis industri pertanian

(d) data jumlah dan jenis sarana perdagangan, (e) data jumlah dan jenis koperasi

(f) data jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kredit/perbankan. Analisis Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu. Kecocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan karakteristik lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut sesuai untuk penggunaan yang dikehendaki (Sitorus 2012)

Analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk komoditas unggulan dilakukan melalui pengolahan data spasial dengan metode sistem informasi geografis. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan metode FAO (1976) dengan cara membandingkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh masing-masing komoditas unggulan yang menghasilkan peta kesesuaian lahan.

(41)

lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan yang mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi (Ritung et al

2011)

Menurut FAO (1976) dalam Ritung et al. (2011) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan kesesuaian lahan secara ekonomik (kuantitatif). Masing-masing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau yang disebut juga kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Dalam penelitian ini evaluasi lahan hanya secara fisik (kualitatif).

Kriteria atau persyaratan tumbuh tanaman yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan ini mengacu pada dokumen yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian (Ritung et al. 2011) yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4. Evaluasi lahan yang dilakukan pada penelitian ini hanya didasarkan pada kriteria fisik lahan, tanpa mempertimbangkan kriteria kimia tanah. Selain karena keterbatasan data, pemilihan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kriteria fisik dilakukan dengan pertimbangan bahwa sifat fisik lahan merupakan sifat yang relatif tidak akan berubah dalam jangka waktu yang lama sedangkan sifat kimia relatif lebih mudah berubah dalam jangka waktu yang pendek sehingga tidak bisa dijadikan acuan kesesuaian lahan untuk jangka panjang

Analisis kesesuaian lahan sebaiknya didukung dengan beberapa data sekunder berupa peta tematik yaitu peta curah hujan dan peta lereng, peta penggunaan lahan serta satuan peta tanah Tahun 2011 dengan skala 1:250.000. Informasi dari satuan peta tanah ini belum lengkap, maka dilakukan survei langsung untuk mendapatkan data fisik lahan berupa data drainase, tekstur, kedalaman tanah, batuan permukaan, singkapan batuan, dan berat butir (konsistensi).

Penilaian kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas tanaman pangan di Kabupaten Bone dilakukan dengan mencocokkan (matching) persyaratan tumbuh tanaman dengan kriteria dari tiap-tiap satuan lahan. Berdasarkan ketersediaan data, evaluasi lahan dilakukan dengan mempertimbangkan lima jenis kualitas lahan dan sepuluh karakteristik lahan sebagaimana tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Evaluasi Lahan

No Kualitas Lahan Karakteristik Lahan Satuan

1 Temperatur Temperatur rata-rata °C

Gambar

Tabel 1  Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang
Gambar 2  Bagan Alir Penelitian
Gambar 3  Matriks Internal-Eksternal
Tabel 9  Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan budidaya laut diarahkan pada wilayah laut sepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur seluas 38 871 ha, sedangkan untuk pengembangan budidaya air payau diarahkan

Tetapi tidak ada satu kecamatan pun yang unggul untuk melinjo; (2) kondisi fisik lahan yang sesuai di tiap wilayah pengembangan komoditas pertanian terdiri atas

Tetapi tidak ada satu kecamatan pun yang unggul untuk melinjo; (2) kondisi fisik lahan yang sesuai di tiap wilayah pengembangan komoditas pertanian terdiri atas

(Padi, Jagung, Kedelai, Ubi kayu dan Ubi jalar) Berdasarkan penghitungan mengenai data Nilai Tukar Petani komoditas pangan dapat diperoleh informasi bahwa selama delapan

KACANG KEDELAI: Untuk produksi kacang kedelai secara keseluruhan pada Kabupaten Teluk Bintuni adalah 1.024 ton dari luas lahan yang digunakan 146 Ha dengan rata-rata produksi

Jika dilihat tingkat kesesuaian lahan pertanian terhadap komoditas padi secara parsial (per kecamatan), Kecamatan Mangaran merupakan yang memiliki luasan daerah yang masuk

1. Berdasarkan luas panen dan jumlah produksi melati gambir dinyatakan sebagai komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan pada masing-masing desa di Kecamatan

Jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, pisang, dan gadung adalah beberapa di antara berbagai jenis dan jumlah makanan lokal yang diproduksi di Kabupaten