• Tidak ada hasil yang ditemukan

The development of food crops subsector in supporting regional development in Majalengka Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The development of food crops subsector in supporting regional development in Majalengka Regency"

Copied!
415
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Nunik Rachmawati

(3)

NUNIK RACHMAWATI. The Development of Food Crops Subsector in Supporting Regional Development in Majalengka Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and DIDIT OKTA PRIBADI

Food crops subsector is expected to be a strategic sector for regional development in Majalengka regency in the future because it based on local resources. The purposes of this study are : (1) identifying condition and potency of food crops subsector in Majalengka regency, (2) identifying the role of food crops subsector in regional economy, (3) identifying superior commodities, (4) exploring perceptions of stakeholders regarding food crops development priorities (5) formulating the direction of food crops subsector development for regional development in Majalengka. The data analysis used are Location Quotient (LQ), Shift Share, Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), land suitability and avaibility evaluation. The result showed that food crops subsector is a basis sector with some commodities have superiority in planting area, harvesting area, production and number of trees. Food crops subsector has the highest contribution in gross regional domestic product (GDP) up to 23,80% and contributed to total output up to 16,23%. However, it has low linkages with other sectors. An analysis result in macro, meso and micro levels showed that paddy, corn, soybean, mangos, banana and melinjo are superior commodities in Majalengka regency. Based on stakeholders perception, three of the priority commodities are paddy, corn, and mangos. While, the priority of agribusiness subsystem is on farming system and supporting aspects of the priorities is improving human resources. The direction in the development of food crops subsector are to improve the performance and enhance the role and linkages with other sector.

(4)

NUNIK RACHMAWATI. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DIDIT OKTA PRIBADI.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Subsektor tanaman bahan makan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Majalengka sehingga diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka pada masa yang akan datang. Sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial.

Untuk meningkatkan pembangunan subsektor ini sehingga mampu menjadi sektor yang strategis dalam pengembangan wilayah, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, (2) mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka, (3) mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan, (4) mengetahui prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dan (5) merumuskan arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis, Analisis

Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), dan evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan.

Hasil identifikasi dari kondisi dan potensi menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan sektor basis di wilayah Propinsi Jawa Barat. Dari hasil analisis LQ dan SSA komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang unggul dari aspek luas tanam adalah jagung, kacang hijau dan kembang kol, komoditas yang unggul dari aspek luas panen adalah jagung dan kacang hijau, komoditas yang unggul dari aspek produksi adalah jagung, kedelai, kacang hijau, bawang merah, alpukat, jambu biji, jeruk, mangga, melinjo dan petai, sedangkan komoditas yang unggul dari aspek jumlah pohon adalah alpukat, mangga, durian, jambu biji, pisang, nangka, pepaya, sawo, melinjo, petai, sirsak dan sukun.

(5)

Berdasarkan indikator tersebut subsektor tanaman bahan makanan memiliki peran yang besar dalam preekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage

(DFL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DFL sebesar 0,2561 menempati urutan ke-7, buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,0928 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DFL sebesar 0,0823 menempati urutan ke-16, jagung memiliki nilai DFL sebesar 0,0627 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DFL sebesar 0,0238 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,0085 serta menempati urutan ke-27.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya perananan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DBL sebesar 0,1394 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DBL sebesar 0,1106 menempati urutan ke-21, buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,0967 menempati urutan ke-24, bahan makanan lainnya memiliki nilai DBL sebesar 0,0940 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,0674 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DBL sebesar 0,0639 serta menempati urutan ke-28. Hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang (Direct Indirect Forward/Backward Linkage), Indeks Derajat Kepekaan (IDK) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) serta multiplier effec Output, NTB, Pendapatan dan pajak tak langsung menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh dengan hasil analisis DFL dan DBL diatas. Oleh karena itu, berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta

multiplier effect, maka subsektor tanaman masih memiliki peran yang kecil. Namun demikian, subsektor ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi sektor strategis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA pada level makro, analisis keterkaitan dan multiplier effect pada level meso dan analisis luas panen serta produksi pada level mikro maka padi, jagung, kedelai, mangga, pisang dan melinjo ditetapkan sebagai komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

(6)

tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang yang mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi terjadinya kebocoran wilayah, sehingga perannya dalam perekonomian wilayah menjadi semakin besar. Untuk mendukung hal ini maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan diupayakan fokus pada komoditas unggulan dengan melaksanakan pembangunan subsistem agribisnis secara terpadu dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, ketersediaan sarana prasarana serta dukungan kelembagaan yang kuat. Arahan wilayah untuk pengembangan padi adalah Kecamatan Ligung, Jatitujuh, Jatiwangi, Dawuan, Kertajati, Kadipaten, Palasah dan Sumberjaya. Arahan wilayah untuk pengembangan jagung adalah Kecamatan Kertajati. Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kadipaten, Kasokandel, Cigasong, Talaga, Banjaran, Cikijing dan Cingambul. Arahan wilayah untuk pengembangan mangga adalah Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Jatiwangi, Panyingkiran dan Majalengka.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

NRP : A156100254

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Didit Okta Pribadi, SP. M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(11)
(12)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Didit Okta Pribadi, SP., M.Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan

koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Pemerintah Kabupaten Majalengka yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dudung Abdurrohman, SP. dan anakku Aisyah Nurlathifah A. beserta seluruh keluarga,

atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan

selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, Februari 2012

(13)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka pada tanggal 24 Maret 1977 dari pasangan orang tua Bapak U. Samhudi dan Ibu I. Rodiyah (Almarhumah). Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Majalengka. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2000.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….... v

DAFTAR GAMBAR ………...……... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ………. 9

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

1.5. Kerangka Pemikiran ……… 9

1.6. Pengertian/Definisi ………... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah ………... 15

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan ……….. 18

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...………. 21

2.4. Keterkaitan Sektor ……….... 25

2.5. Komoditas Unggulan ………... 28

2.5. Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah ……… 29

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..… 33

3.2. Jenis Data dan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Tehnique)……….. 33

3.3. Bahan dan Alat………...………... 35

3.4. Bagan Alir Penelitian ………...……… 37

3.5. Teknik Analisis Data ………..………….. 40

3.5.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sektor Pertanian…..…… 40

3.5.1.1. Analisis Location Quotient(LQ) ………..…... 40

3.5.1.2. Shift Share Analysis(SSA) ………..…… 41

3.5.2. Analisis Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan... 42

3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan………...………... 51

3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ………. 52

3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah……….. 56

(15)

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4.1. Kondisi Fisik Wilayah ………..…... 59

4.1.1. Kondisi Geografi ………... 59

4.1.2. Kondisi Topografi ………... 61

4.1.3. Kondisi Tanah dan Lahan……….. 63

4.1.4. Iklim ……….. 65

4.1.5. Penggunaan Lahan ……….... 66

4.2. Sosial Kependudukan ………... 67

4.2.1. Kependudukan ……….. 67

4.2.2. Ketenagakerjaan ……… 68

4.2.3. Sosial Budaya ……… 69

4.3. Perekonomian Daerah ………...……….. 70

4.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) …………... 70

4.3.2. Potensi Sektor-Sektor Ekonomi ……….... 72

4.3.2.1. Pertanian ……….. 72

4.3.2.2. Perdagangan, Hotel dan Restoran ………... 75

4.3.2.3. Industri Pengolahan ………. 75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi dan Potensi Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka Terkini ……… 77

5.1.1. Potensi Daya Saing Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab. Majalengka di Wilayah Propinsi Jawa Barat ……….. 77

5.1.2. Potensi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Unggulan Kabupaten Majalengka …………. 82

5.2. Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian Kabupaten Majalengka ……… 95

5.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………... 96

5.2.2. Keterkaitan Sektoral ……….. 103

5.2.3. Multiplier Effect………. 116

5.2.3.1. Multiplier Effect Output ………... 117

5.2.3.2. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto…….. 118

5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan ……… 120

5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung ……. 121

5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka ……….. 122

5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro ……. 123

5.3.2. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Meso ..……. 128

5.3.3. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Mikro ..…… 130

5.3.4. Penetapan Komoditas Unggulan ……… 132

5.4. Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ….. 134

5.4.1. Prioritas Komoditas Unggulan ………... 134

5.4.2. Prioritas Pengembangan Subsistem Agribisnis ……….. 135

5.4.3. Prioritas Pengembangan Aspek Pendukung …………... 138

(16)

5.6. Pembahasan Umum ………... 149

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ……… 153

6.2. Saran ……….. 154

DAFTAR PUSTAKA ……….. 155

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka

Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah) ….………... 3

2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009 ………. 4

3. Rincian Data Calon Responden ………. 34

4. Tujuan, Jenis, Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan ………. 35

5. Sektor-sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 (28 sektor) ………..…………... 43

6. Struktur Dasar Tabel Input-Output ……… 45

7. Skala Perbandingan Berpasangan ……….. 54

8. Fluktuasi Iklim di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ……… 64

9. Penggunaan Lahan di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………….. 65

10. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 – 2009 ………….………... 66

11. Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Majalengka Tahun 2009………. 68

12. Perkembangan Angka Statistik Ketenagakerjaan ……….. 68

13. Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Majalengka Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dari Tahun 2006-2009 (Dalam Jutaan Rupiah)………... 71

14. Perkembangan Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi Sawah di Kab. Majalengka ………... 72

15. Perkembangan Produksi Palawija di Kabupaten Majalengka (dalam ton) ……… 73

(19)

17. Perkembangan Produksi Buah-buahan di Kab. Majalengka (dalam

kuintal) ………... 74

18. Banyaknya Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Majalengka …… 75

19. Nilai LQ Sektor Ekonomi Kabupaten Majalengka ……… 78

20. Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 –2009 ……… 79

21. Nilai LQ dan SSA Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab/Kota di Jawa Barat ………. 81

22. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ………... 83

23. Nilai LQ Luas Tanam Komoditas Sayuran (>1) ……… 83

24. Nilai LQ Luas Panen Komoditas Sayuran (>1) ………. 84

25. Nilai LQ Produksi Komoditas Sayuran (>1) ……… 84

26. Nilai LQ Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

27. Nilai LQ Produksi Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

28. Hasil Analisis Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ……….. 86

29. Differential ShiftLuas Tanam Komoditas Sayuran Yang Positif …… 87

30. Differential ShiftLuas Panen Komoditas Sayuran Yang Positif …….. 87

31. Differential ShiftProduksi Komoditas Sayuran Yang Positif ………... 88

32. Differential Shift Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan Yang Positif ……… 88

33. Differential Shift Produksi Komoditas Buah-buahan Yang Positif …. 89 34. Nomor SK Pelepasan Varietas Tanaman Buah Unggulan Kab. Majalengka ……… 94

35. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam juta rupiah) ………... 96

(20)

37. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Berdasarkan

Tabel I-O ………. 99

38. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………. 101

39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan .. 124

40. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Buah-Buahan …... 125

41. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Sayur-sayuran ….. 126

42. Nilai Multiplier effect Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan ……….. 128

43. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan ……….. 129

44. Produksi dan Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan ………. 130

45. Luas Panen dan Produksi komoditas Sayur-sayuran ……… 131

(21)
(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ……….……… 11

2. Peta lokasi penelitian ………... 32

3. Bagan alir penelitian ………. 38

4. Tahapan metode RAS ………... 44

5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka ………. 52

6. Tahapan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan

pengembangan komoditas unggulan……….. 56

7. Peta administrasi Kabupaten Majalengka ………. 59

8. Distribusi luas wilayah per kecamatan (Km2) ………... 60

9. Peta kelas ketinggian Kabupaten Majalengka ………... 62

10. Peta kedalaman efektif tanah Kabupaten Majalengka ………... 63

11. Distribusi penduduk Kabupaten Majalengka per Kecamatan Tahun

2009 ………... 67

12. Matriks daya saing sektor perekonomian Kabupaten Majalengka …... 80

13. Matriks daya saing luas tanam komoditas subsektor tanaman bahan

makanan Kabupaten Majalengka ………... 90

14. Matriks Daya Saing Luas Panen Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Majalengka ……….. 91

15. Matriks Daya Saing Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Kabupaten Majalengka ………... 92

16. Matriks Daya Saing Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan

Kabupaten Majalengka ………. 93

17. Keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian ……… 103

18. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ……... 104

19. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor

(23)

20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor

perekonomian ……… 107

21. Keterkaitan padi dengan sektor-sektor lainnya ……… 109

22. Keterkaitan jagung dengan sektor-sektor lainnya ………. 110

23. Keterkaitan buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya ………... 111

24. Keterkaitan sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya ………. 111

25. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ………… 113

26. Nilai Indeks Daya Kepekaan sektor-sektor perekonomian …………... 114

27. Nilai Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian …………. 116

28. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto (PDRB) sektor-sektor

perekonomian ……… 118

29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian …………... 119

30. Multiplier Effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian …... 121

31. Keterkaitan ke depan komoditas subsektor tanaman bahan makanan .. 127

32. Keterkaitan ke belakang komoditas subsektor tanaman bahan

makanan ……… 127

33. Proporsi Komoditas Buah-buahan dan Bahan Makanan LainTerhadap

PDRBnya ……….. 128

34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas komoditas unggulan …………. 134

35 Nilai AHP masing-masing subsistem per komoditas ……….... 137

36 Hasil AHP penentuan prioritas aspek pendukung per subsistem …….. 138

37 Hasil AHP dalam penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan berdasarkan persepsi seluruh stakeholder …. 139

38 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Padi ………... 145

39 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Jagung ……….. 146

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai LQ Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ……….... 159

2. Nilai LQ Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ………... 160

3. Nilai LQ Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun

2009 ………... 161

4. Nilai LQ Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 162

5. Nilai LQ Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 163

6. Nilai Differential Shift Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 164

7. Nilai Differential Shift Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 165

8. Nilai Differential Shift Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 166

9. Nilai Differential Shift Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan

Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 167

10. Nilai Differential Shift Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 168

11 Model RAS Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 169

12. Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka 2009 (dalam juta rupiah) …... 175

13. Keterangan Kode Sektor ……….... 182

14. Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ………... 183

15. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1………... 187

16. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi ……… 191

17. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung ………... 192

(25)
(26)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas

pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan

profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemampuan

untuk mengelola sumberdaya ekonomi daerah untuk peningkatan perekonomian

daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah

(kabupaten/kota) untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal,

mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang

dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola

sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya.

Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor

pertanian. Namun paradigma pembangunan di negara-negara berkembang yang

lebih mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung menyebabkan peran sektor

pertanian menjadi lebih rendah dibandingkan peran sektor industri. Padahal

dengan mengoptimalkan pembangunan sektor pertanian akan mendorong

tumbuhnya industri-industri yang berbasis pertanian. Industri yang berbasis

pertanian akan lebih banyak menggunakan input produksi dari hasil pertanian

yang merupakan sumberdaya lokal sehingga dapat menghasilkan multiplier effect

yang besar bagi pertumbuhan wilayah. Berkembangnya sektor pertanian dan

industri yang berbasis pertanian ini akan menghasilkan pertumbuhan wilayah

yang lebih pro masyarakat dan menghindarkan terjadinya berbagai kesenjangan.

Pengembangan pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) di Provinsi

Jawa Barat salah satunya dilakukan melalui pengembangan komoditas unggulan

dengan pendekatan pewilayahan melalui kawasan andalan. Kabupaten

Majalengka merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian di Provinsi

Jawa Barat yang termasuk dalam kawasan andalan Ciayumajakuning yaitu

Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan.

(27)

Kabupaten Majalengka memiliki luas wilayah 120.424 ha dengan jumlah

penduduk sebanyak 1.206.702 jiwa. Berdasarkan ketinggian tempatnya, wilayah

Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas utama yaitu dataran

rendah (0 - 100 m dpl) yang berada di wilayah utara Kabupaten Majalengka,

dataran sedang (>100 - 500 m dpl), umumnya berada di wilayah tengah dan

dataran tinggi (> 500 m dpl). berada di wilayah selatan Kabupaten Majalengka,

termasuk didalamnya wilayah yang berada pada ketinggian diatas 2.000 mdpl

yaitu terletak disekitar kawasan kaki Gunung Ciremai (BPS Majalengka, 2010).

Adapun bentuk topografi Kabupaten Majalengka sangat bervariasi yaitu ada

daerah dengan topografi landai (dataran rendah), berbukit bergelombang, serta

perbukitan terjal. Berdasarkan ketinggian dan kondisi topografi tersebut

Kabupaten Majalengka memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan

pertanian dengan jenis komoditas yang lebih bervariasi mulai dari komoditas

untuk dataran rendah sampai komoditas dataran tinggi.

Struktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh

distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa sektor pertanian

merupakan sektor yang masih dominan dan menjadi andalan dalam memberikan

nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten Majalengka. Dari tahun ke tahunnya,

diantara sektor-sektor perekonomian yang ada, sektor pertanian memberikan

kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Majalengka.

Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka terdiri atas lima subsektor yaitu

subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan

dan perikanan. Kontribusi terbesar sektor pertanian ini berasal dari subsektor

tanaman bahan makanan yang besarnya pada Tahun 2009 mencapai 23,80 persen

dari total nilai PDRB Kabupaten Majalengka dan 84,89 persen dari total sektor

pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produksi terbesar di Kabupaten

Majalengka berasal dari usaha budi daya tanaman bahan makanan. Tanaman

bahan makanan dalam hal ini meliputi komoditas tanaman pangan dan

hortikultura.

Adapun perkembangan kontribusi sektoral terhadap nilai PDRB

Kabupaten Majalengka atas dasar harga konstan dari Tahun 2007 hingga 2009

(28)

Tabel 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah)

No. Uraian 2007 2008 2009

1. PDRB Sektoral

Pertanian 1.093.907,26 1.133.648,71 1.184.973,86

- Tanaman Bahan Makanan 929.860,01 961.993,28 1.005.886,04

- Tanaman Perkebunan 38.294,44 39.596,47 40.575,39

- Peternakan 97.494,29 103.072,99 108.488,65

- Kehutanan 6.178,61 6.351,61 5.976,59

- Perikanan 22.079,91 22.634,36 24.047,19

Pertambangan dan penggalian 159.586,22 166.138,45 162.266,80

Industri pengolahan 657.996,42 691.093,64 724.330,61

Listrik, gas dan air bersih 26.149,82 27.540,86 28.810,27

Bangunan 175.415,37 185.168,46 195.870,26

Perdagangan, hotel dan restoran 756.470,52 797.726,94 838.517.68 Pengangkutan dan komunikasi 250.435,89 260.476,07 271.937,70 Keuangan, persewaan &jasa

perusahaan 219.085,84 229.950,10 240.097,63

Jasa-jasa 526.643,19 550.497,06 579.121,25

2. PDRB per Kapita 3.253.430,66 3.377.492,37 3.502.046,13

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian

sebagian besar penduduk di Kabupaten Majalengka. Hal ini dapat terlihat

dari Tabel 2. yang menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bekerja di

sektor pertanian, jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya.

Besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian ini menunjukkan

bahwa ada peluang yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dengan meningkatkan pembangunan di sektor pertanian. Atas peranannya

tersebut, pembangunan pertanian di Kabupaten Majalengka perlu terus

ditumbuhkembangkan melalui pengembangan potensi sumberdaya lokal yang

(29)

Tabel 2. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009

LAPANGAN USAHA

PENDUDUK YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA (%)

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 29,95 31,24 37,61 27,86 30,44

Pertambangan dan Penggalian 2,29 0,67 0,35 4,17 0,49

Industri Pengolahan 18,36 19,39 13,94 17,10 12,13

Listrik, gas dan air minum 0,39 0,10 0,24 0,68 0,29

Konstruksi 7,93 5,36 5,35 4,50 6,54

Perdagangan 26,15 26,65 26,61 19,51 29,40

Angkutan dan Komunikasi 5,97 5,80 5,47 6,55 7,27

Keuangan 0,68 0,51 1,19 5,59 1,04

Jasa-jasa Lainnya 8,28 10,27 9,23 13,83 12,40

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumberdaya alam

diharapkan dapat terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan

dan pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Menurut Rustiadi et al.

(2009), pengertian sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan

besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral

maupun spasial. Dengan demikian proses pembangunan wilayah diharapkan akan

berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembangunan

wilayah yang berimbang antara growth, equality dan tetap mempertimbangkan

aspek keberlanjutan.

Pengembangan sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal

diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah pengembangan wilayah seperti

kemiskinan dan pengangguran. Hal ini akan tercapai dengan mengoptimalkan

pembangunan di sektor pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan

pendapatan petani dan terbukanya lapangan kerja di sektor pertanian yang pada

akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran.

Kegiatan ekonomi rakyat yang berbasis potensi lokal dan berkembang di

suatu wilayah berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat

dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Keberlangsungan sektor

(30)

efisien. Kajian seksama mengenai perkembangan sektor ini perlu dilakukan untuk

menemukan dan mengenali potensi dan kondisi yang ada, dengan demikian peran

dan dukungan pemerintah yang dibutuhkan juga akan teridentifikasi dengan baik.

Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan

makanan di Kabupaten Majalengka selama ini telah berjalan dengan baik, namun

untuk menilai pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini belumlah

cukup jika hanya menilai perkembangannya di dalam wilayah Kabupaten

Majalengka. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana posisi

dan daya saing subsektor pertanian tanaman bahan makanan ini dan apa

komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di

Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan makanan

dan komoditasnya di Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Jawa Barat.

Untuk meningkatkan daya saing subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka, maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan

ini perlu diupayakan fokus pada komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif agar dapat bersaing dengan komoditas lain di luar

wilayah Kabupaten Majalengka.

Selain itu, untuk meningkatkan pembangunan subsektor tanaman bahan

makanan di Kabupaten Majalengka perlu juga diketahui peran subsektor tanaman

bahan makanan dalam pengembangan wilayah yang meliputi keterkaitan antar

sektor serta nilai multiplier effectnya. Keterkaitan antar sektor ini penting

diketahui untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang perlu dikembangkan

untuk meningkatkan pembangunan sektor subsektor tanaman bahan makanan.

Nilai multiplier effect dapat menunjukkan besarnya pengaruh pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan terhadap pengembangan wilayah yang dalam

hal ini ditunjukkan oleh nilai output multiplier, total value added multiplier,

Income multiplier dan multiplier pajak.

Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk dapat

mengetahui kondisi, potensi, keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan

dengan sektor-sektor lain serta besarnya nilai multiplier effect subsektor tanaman

bahan makanan, sehingga bisa diketahui peran subsektor tanaman bahan makanan

(31)

tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap prioritas

pembangunan subsektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis dan

isu-isu yang berkembang kemudian dapat disusun arahan kebijakan pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan dalam rangka pengembangan wilayah

Kabupaten Majalengka berbasis sektor pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam melaksanakan pembangunan wilayah, Kabupaten Majalengka tidak

terlepas dari masalah-masalah pembangunan wilayah yang bersifat umum maupun

strategis kewilayahan. Isu strategis aspek ekonomi dalam pembangunan

Kabupaten Majalengka sesuai yang tercantum dalam dokumen RPJMD

Kabupaten Majalengka Tahun 2009 diantaranya adalah : 1). Masih tingginya

tingkat kemiskinan, 2). Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka, 3). Masih

rendahnya produksi dan produktivitas pertanian, serta 4). Masih rendahnya

pengembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil

Menengah (IKM) terutama yang berbasis pengolahan hasil pertanian.

Isu strategis poin ke-3 dan ke-4 menunjukkan bahwa terdapat

permasalahan dalam pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian di

Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan

sehingga hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat produksi dan produktivitas serta

UKM dan IKM berbasis pengolahan hasil subsektor tanaman bahan makanan

masih rendah. Beberapa permasalahan lainnya yang terjadi dalam pengembangan

subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka diantaranya adalah

tingginya tingkat persaingan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan

makanan, rendahnya tingkat promosi, rendahnya tingkat investasi, dan belum

berkembangnya nilai tambah dari komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan

makanan. Permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa

pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka

belumlah optimal.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

kemiskinan dan pengangguran adalah dengan melaksanakan kebijakan

(32)

mengenai peran pertanian dalam pembangunan di Afrika yang menunjukkan

bahwa untuk kawasan perdesaan yang berbasis pertanian, pengembangan

pertanian merupakan kebijakan yang lebih pro poor dibandingkan dengan

pengembangan industri. Pengembangan sektor pertanian terbukti mampu

menurunkan jumlah penduduk miskin serta menyerap tenaga kerja lebih besar

dibandingkan dengan pengembangan industri.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk mengatasi berbagai isu

strategis aspek ekonomi di Kabupaten Majalengka tersebut, peran sektor pertanian

yang diwakili oleh subsektor tanaman bahan makanan sangatlah penting.

Subsektor tanaman bahan makanan ini merupakan subsektor pertanian yang

paling berkembang dari aspek produksi di Kabupaten Majalengka. Hal ini bisa

dilihat dari sumbangannya yang paling besar terhadap PDRB diantara

subsektor-subsektor pertanian lainnya. Tetapi seberapa besar kekuatan subsektor-subsektor tanaman

bahan makanan di Kabupaten Majalengka mampu mengatasi isu tersebut dan

meningkatkan perekonomian Kabupaten Majalengka belum diketahui. Oleh

karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui kondisi dan potensi subsektor

tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, peran subsektor ini terhadap

perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka serta prioritas pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Upaya-upaya ini

perlu dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan subsektor ini.

Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah dalam jangka panjang

adalah terjadinya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang terjadi sebagai akibat

adanya kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam

perekonomian wilayah memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Kemampuan

suatu sektor untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sangat tergantung dari

keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut. Salah satu

indikasi yang biasa digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengetahui keberadaan sektor

basis. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan wilayah perlu

memanfaatkan keberadaan sektor-sektor basis ini.

Sektor pembangunan yang strategis dapat dilihat dari besarnya peran dan

(33)

maupun spasial dalam suatu wilayah. Setiap sektor memiliki keterkaitan ke

belakang maupun ke depan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

sektor-sektor perekonomian lainnya. Semakin kuat keterkaitan suatu sektor

dengan sektor-sektor lainnya akan semakin besar pula pengaruhnya dalam

perekonomian suatu wilayah. Oleh karena itu, untuk mengetahui peran dan

sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah serta

keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan analisis sehingga dapat

menyusun arahan pembangunan yang akurat.

Paradigma pembangunan yang berkembang saat ini adalah pembangunan

yang melibatkan partisipasi dari stakeholder dalam proses perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam kaitannya dengan pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan, stakeholder yang dimaksud adalah

masyarakat petani, pemerintah daerah dan pihak swasta. Keterlibatan seluruh

stakeholder dalam setiap proses pembangunan diharapkan akan lebih menjamin

pembangunan berjalan dengan baik, lancar dan aspiratif. Oleh karena itu, dalam

menyusun rencana pembangunan subsektor tanaman bahan makanan, pendapat

dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus diketahui.

Dalam rangka menjadikan subsektor tanaman bahan makanan menjadi

sektor strategis di Kabupaten Majalengka sehingga dapat menjawab isu-isu

pembangunan bidang ekonomi seperti yang tertuang dalam dokumen RPJMD

maka perlu dilakukan kajian mengenai kondisi potensi dan daya saing subsektor

tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, peran subsektor

tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten

Majalengka serta hal-hal apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam

pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Hasil

analisis terhadap kondisi, potensi, daya saing, peran serta persepsi stakeholder

mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

menyusun arahan pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka yang berbasis

(34)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan

saat ini di Kabupaten Majalengka.

2. Mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam

perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

3. Mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka.

4. Mengetahui prioritas pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka.

5. Merumuskan arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam

pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Gambaran dan informasi mengenai peran subsektor tanaman bahan makanan

dalam perekonomian di Kabupaten Majalengka dapat digunakan sebagai

pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan perekonomian

wilayah;

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan

wilayah berbasis pertanian di Kabupaten Majalengka.

1.5. Kerangka Pemikiran

Perkembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan

aktivitas-aktivitas ekonominya. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh

adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer

input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Peningkatan

perekonomian wilayah dapat dilakukan melalui integrasi berbagai sektor ekonomi

yang ada dalam wilayah serta dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada

dalam wilayah itu sendiri.

Setiap wilayah mempunyai sumberdaya yang berbeda-beda, baik jenis,

(35)

wilayah menyebabkan diperlukan adanya skala prioritas dalam perencanaan

pembangunan. Skala prioritas ditetapkan berdasarkan sifat strategis suatu sektor

di suatu wilayah. Suatu sektor yang bersifat strategis ditunjukkan dengan besarnya

sumbangan sektor tersebut terhadap perekonomian suatu wilayah. Perkembangan

sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang

signifikan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya (Rustiadi et al. 2009).

Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan

subsektor yang strategis karena menyumbangkan 23,80% terhadap total PDRB

Kabupaten Majalengka. Kondisi geografi, topografi dan iklim yang dimiliki oleh

Kabupaten Majalengka sangat mendukung untuk pengembangan subsektor

tanaman bahan makanan. Topografi Kabupaten Majalengka yang memiliki

dataran rendah dan dataran tinggi memungkinkan untuk pengembangan berbagai

jenis komoditas pertanian. Potensi sumberdaya alam ini harus dapat dimanfaatkan

untuk peningkatan perekonomian wilayah sehingga diharapkan terjadi

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Peranan dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam

pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Dalam

perencanaan pengembangannya perlu memperhatikan kondisi, potensi dan daya

saing subsektor tanaman bahan makanan serta keberadaan komoditas-komoditas

unggulan yang memiliki peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Selain

itu, diperlukan pula keterkaitan antar sektor yang kuat. Keterkaitan antar sektor

dapat berupa keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efek pengganda atau

multiplier effect.

Keterkaitan antar sektor menjadi penting dalam pengembangan wilayah

karena pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,

spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam dan antar wilayah.

Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar

sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan sektoral dilaksanakan dalam

kerangka pembangunan wilayah. Menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al.

(2009) pembangunan wilayah harus memenuhi tiga komponen dasar yaitu

kecukupan memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri (

(36)

Dengan demikian pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar dan

bagaimana peranannya dalam pembangunan Kabupaten Majalengka. Hal ini

penting agar upaya pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dapat

diarahkan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki sehingga mampu

meningkatkan daya saing komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan

makanan (tanaman pangan dan hortikultura) yang pada akhirnya diharapkan dapat

mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun kerangka berfikir

penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan

-Keterkaitan Antar Sektor

-Multiplier Effect

Persepsi Stakeholders

Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Sekarang Kondisi dan Potensi Daya Saing

Subsektor Tanaman Bahan Makanan

- Sektor Basis dan Shift Share - Komoditas Basis dan Shift

Share

Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

Interpretasi

Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan Kegiatan Pembangunan

Sektor-sektor Perekonomian

Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

(37)

1.6. Pengertian/Definisi

1. Komoditas Unggulan adalah komoditas yang mampu bersaing dengan

produk sejenis dari wilayah lain. Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam

Hendayana (2003) dari sisi penawaran, komoditas unggulan dicirikan oleh

superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan

kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Dalam penelitian ini

komoditas unggulan ditetapkan dengan menggunakan metode LQ dan SSA

serta analisis input-output.

2. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya baik di ruang darat

maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 pasal 1).

3. Sektor Strategis adalah sektor yang memiliki sumbangan besar dalam

perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun

spasial (Rustiadi, et al. 2009).

4. Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan keunggulan

suatu sektor/komoditas dalam suatu wilayah relatif terhadap sektor/komoditas

yang sama pada wilayah lainnya.

5. Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan relatif antara

kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu

wilayah. Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan

komparatif suatu sektor.

6. Shift Share Analysis (SSA) adalah tehnik analisis yang digunakan untuk

melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah dalam cakupan wilayah

agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektoral di wilayah tersebut.

7. Evaluasi Kesesuaian Lahan adalah proses untuk menduga potensi

sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya dengan membandingkan

persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan

karakteristik lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut (Sitorus, 2004).

8. Evaluasi Ketersediaan Lahan : proses evaluasi untuk menentukan luas lahan

yang sesuai dan tersedia untuk suatu penggunaan lahan yang akan diterapkan.

(38)

yang sesuai dengan luas lahan yang sesuai tetapi tidak dapat digunakan

karena telah dialokasikan untuk penggunaan lahan yang lain berdasarkan data

penggunaan lahan (landuse) serta tidak sesuai dengan arahan rencana tata

(39)
(40)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan

dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan

wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai

cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan

wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu,

pengembangaan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu

unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun

pertahanan keamanan. (Rustiadi et al., 2009).

Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah merupakan upaya untuk

memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah dan

pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan

karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan

geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk

mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat

tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial

budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,

spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah.

Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar

sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan

sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan

sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output

industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang

ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti

terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis

(41)

Menurut Tarigan (2008), perencanaan pembangunan wilayah dapat

dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan

regional. Pendekatan sektoral dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada

sektor-sektor kegiatan yang ada di suatu wilayah. Pendekatan ini

mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang dianggap seragam.

Pendekatan regional dilakukan dengan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi

berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Dalam prakteknya, pengembangan

wilayah perlu memadukan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan hasil

yang optimal.

Pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap

pembangunan di suatu wilayah. Strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan

dengan dua pendekatan yaitu supply side strategy dan demand side strategy.

Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama

diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang

berorientasi keluar. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari

komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya lokal. Strategi demand

side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui

peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi

lokal. Tujuan strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Peningkatan taraf hidup masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan

permintaan terhadap barang-barang non pertanian sehingga dapat mendorong

berkembangnya sektor industri dan jasa yang pada akhirnya akan lebih

mendorong berkembangnya suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009).

Pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan

potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009), karena

keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah maka setiap daerah

perlu menetapkan skala prioritas dalam perencanaan pembangunannya. Skala

prioritas tersebut didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki

sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian

sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dll); (2)

setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan

(42)

merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat

dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas

dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang

bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut

terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya.

Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak

langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat

perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain

dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah sasaran.

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan

ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan

suatu daerah, antara lain : mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada

peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang (forward dan backward linkages) yang kuat, mampu

bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain

(complementary), mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu

tertentu, berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta tidak

rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah

seharusnya mengarahkan pengeluaran anggaran kepada sektor-sektor unggulan

yang memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain itu,

investasi pun diharapkan agar diarahkan kepada sektor ungulan sehingga akan

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja pembangunan daerah

dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri

antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan

wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006)

Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu upaya

pengembangan wilayah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal.

Pengembangan wilayah berbasis pertanian ini diarahkan untuk mengembangkan

wilayah-wilayah yang memiliki potensi di bidang pertanian sehingga diharapkan

dapat memacu kemajuan pembangunan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan

(43)

pertanian. Strategi pengembangan wilayah berbasis pertanian lebih diarahkan

kepada pemberdayaan masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, bukan

hanya mengandalkan investor asing. Hal ini karena investasi asing tersebut kurang

bisa memberikan multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja,

peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat. Salah satu strategi yang yang

dapat dilakukan adalah dengan pendekatan konsep agropolitan (Hastuti, 2001).

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan

Sektor pertanian sejak tahap awal pembangunan selalu menjadi sektor

yang penting dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada

kemampuan sektor pertanian dalam berkontribusi terhadap Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan

sebagian besar penduduk serta menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor

pertanian juga menjadi sektor input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya seperti

industri dan perdagangan. Di samping itu, selama krisis ekonomi yang terjadi di

Indonesia tahun 1997, ternyata sektor tradisional ini yang paling mampu bertahan

dan dapat terus memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan hasil kajian Zaini (2005), selama masa krisis ekonomi, sektor

pertanian merupakan sektor yang mempunyai nilai netto ekspor positif, yang

berarti nilai impornya lebih rendah dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini

menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki rasio ketergantungan impor yang

rendah sehingga mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang

berbasis pada potensi lokal. Hal ini menyebabkan sektor pertanian merupakan

sektor yang paling mampu bertahan selama masa krisis ekonomi.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi untuk

dikembangkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu wilayah serta

mampu berperan baik dalam mengurangi terjadinya disparitas ekonomi antar

wilayah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purnamadewi et al. (2010) yang

menyebutkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri

berbasis pertanian yang didukung dengan pembangunan infrastruktur atau

(44)

Led-Industrialisation) menghasilkan dampak terbaik terhadap pertumbuhan ekonomi

dan disparitas ekonomi antar wilayah.

Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi

basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik

dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan

ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa

faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha,

sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan

sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu

wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan

masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku

industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber

tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber

perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan;

(7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup

(Harianto, 2007).

Sektor pertanian memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan

ketahanan pangan, kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian hidup. Menurut

Sudaryanto dan Rusastra (2006), kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan

ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :

(1) kemampuan mengatasi kedala pengembangan produksi, (2) kapasitas dalam

melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan

agribisnis, (3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usahatani di lahan

sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif non padi seperti palawija

dan hortikultura.

Pembangunan yang selama ini hanya mengejar pertumbuhan ekonomi

cenderung mengabaikan peran sektor pertanian. Pembangunan pertanian saat ini

belum berhasil mengangkat pertanian dan petani pada posisi yang lebih baik.

Kesenjangan kesejahteraan antara petani dengan pekerja lain di luar sektor

(45)

memilih untuk berkerja di luar sektor pertanian sehingga lama kelamaan sektor

pertanian ini akan ditinggalkan dan semakin terpuruk. Selain itu, peningkatan

produktivitas usahatani dan kualitas produk belum menunjukkan perbaikan yang

berarti. Produk-produk pertanian lokal menjadi kurang memiliki daya saing

dengan produk-produk pertanian dari luar.

Sejauh ini peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, masih

menerima beban yang besar dan tidak berimbang dengan alokasi anggaran,

sehingga produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif masih rendah

dibandingkan dengan sektor lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja

sektor pertanian akan mempengaruhi adopsi teknologi yang pada akhirnya akan

berdampak pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.

Dampak negatif lain dari terpuruknya sektor pertanian ini adalah

menurunnya tingkat ketahanan pangan, meningkatnya kemiskinan,

ketergantungan pada pangan luar menjadi tinggi, industrialisasi yang terjadi input

produksinya sangat tergantung dari bahan baku impor dan meningkatnya

pengangguran di perdesaan (Harianto, 2007). Untuk mencegah hal-hal yang tidak

diinginkan tersebut perlu perhatian besar dari pemerintah dalam upaya

pembangunan sektor pertanian.

Revitalisasi pertanian yang digalakkan oleh Kementerian Pertanian

menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya

ketersediaan pangan yang cukup, mudah diperoleh, aman dikonsumsi dan harga

yang terjangkau. Sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam

penyediaan pangan bagi masyarakat adalah subsektor tanaman bahan makanan.

Oleh karena itu pembangunan pertanian subsektor tanaman bahan makanan

menjadi sangat penting dalam menunjang program ketahanan pangan. Selain itu,

pangan merupakan salah satu hak dasar bagi rakyat (basic entitlement).

Pembangunan subsektor tanaman bahan makanan memiliki potensi yang

besar dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini

dapat dilihat dari potensinya sebagai penyumbang terbesar terrhadap nilai PDRB

suatu wilayah dan subsektor ini merupakan subsektor pertanian yang paling

(46)

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Berlakunya otonomi daerah membawa implikasi bagi setiap pemerintah

daerah untuk mampu melihat sektor-sektor yang memiliki keunggulan ataupun

kelemahan di wilayahnya. Oleh karena itu setelah berlakunya otonomi daerah,

setiap daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan sektor atau komoditas

yang akan menjadi prioritas pengembangan. Sektor atau komoditas yang memiliki

keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan

diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang

(Tarigan, 2008).

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan

pembangunan daerah adalah keberadaan sektor unggulan. Sektor unggulan

merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak

perekonomian wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan

ini maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian

daerah (Syahidin, 2006). Salah satu alat analisis yang bisa digunakan untuk

mengetahui keberadaan sektor unggulan ini adalah teori basis ekonomi.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah

tersebut. Teori ini menyatakan bahwa sektor basis dapat membangun dan

memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi

sebagai mesin ekonomi lokal.

Menurut Rustiadi et al. (2009), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi

dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang

terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya

mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan

barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah

sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya

melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum

berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah

metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang

(47)

cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk

mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan

bukan basis karena merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor

yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang

memiliki nilai koefisien lokalisasi (LQ) lebih dari satu untuk suatu kegiatan

Gambar

Gambar 2.  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3. Rincian Data Calon Responden
Tabel 4. Tujuan, Jenis , Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang diharapkan
Tabel input –output Kab. Ciamis Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Serta memberikan kontribusinya terhadap pengguna internet dapat mengakses dan berlangganan Voucher Pulsa Celluler untuk keperluan pribadi maupun untuk komersil dan terhadap

Jenis penelitianadalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian yang berperan sebagai pemberi tindakan adalah peneliti yang berperan sebagai guru kelas IV SDN 1

Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan motorik halus yaitu melipat kertas.Kegiatan melipat kertas bertujuan untuk melatih koordinasi

[r]

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan bentuk- bentuk implikatur percakapan nonkonvensional yang ditemukan dalam wacana pertemuan ibu-ibu

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Anton Eka Saputa (2012) yang meneliti mengenai pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Pengaruh Aditif Jus Daun Pepaya Yang Difermentasi

Masalah transshipment ini apabila diselesaikan dengan program Solver , maka kita memberikan nilai M yang cukup besar, misalnya 100.000. Untuk menyelesaikan masalah pada Tabel