KABUPATEN MAJALENGKA
NUNIK RACHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
Nunik Rachmawati
NUNIK RACHMAWATI. The Development of Food Crops Subsector in Supporting Regional Development in Majalengka Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and DIDIT OKTA PRIBADI
Food crops subsector is expected to be a strategic sector for regional development in Majalengka regency in the future because it based on local resources. The purposes of this study are : (1) identifying condition and potency of food crops subsector in Majalengka regency, (2) identifying the role of food crops subsector in regional economy, (3) identifying superior commodities, (4) exploring perceptions of stakeholders regarding food crops development priorities (5) formulating the direction of food crops subsector development for regional development in Majalengka. The data analysis used are Location Quotient (LQ), Shift Share, Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), land suitability and avaibility evaluation. The result showed that food crops subsector is a basis sector with some commodities have superiority in planting area, harvesting area, production and number of trees. Food crops subsector has the highest contribution in gross regional domestic product (GDP) up to 23,80% and contributed to total output up to 16,23%. However, it has low linkages with other sectors. An analysis result in macro, meso and micro levels showed that paddy, corn, soybean, mangos, banana and melinjo are superior commodities in Majalengka regency. Based on stakeholders perception, three of the priority commodities are paddy, corn, and mangos. While, the priority of agribusiness subsystem is on farming system and supporting aspects of the priorities is improving human resources. The direction in the development of food crops subsector are to improve the performance and enhance the role and linkages with other sector.
NUNIK RACHMAWATI. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DIDIT OKTA PRIBADI.
Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Subsektor tanaman bahan makan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Majalengka sehingga diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka pada masa yang akan datang. Sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial.
Untuk meningkatkan pembangunan subsektor ini sehingga mampu menjadi sektor yang strategis dalam pengembangan wilayah, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, (2) mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka, (3) mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan, (4) mengetahui prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dan (5) merumuskan arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis, Analisis
Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), dan evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan.
Hasil identifikasi dari kondisi dan potensi menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan sektor basis di wilayah Propinsi Jawa Barat. Dari hasil analisis LQ dan SSA komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang unggul dari aspek luas tanam adalah jagung, kacang hijau dan kembang kol, komoditas yang unggul dari aspek luas panen adalah jagung dan kacang hijau, komoditas yang unggul dari aspek produksi adalah jagung, kedelai, kacang hijau, bawang merah, alpukat, jambu biji, jeruk, mangga, melinjo dan petai, sedangkan komoditas yang unggul dari aspek jumlah pohon adalah alpukat, mangga, durian, jambu biji, pisang, nangka, pepaya, sawo, melinjo, petai, sirsak dan sukun.
Berdasarkan indikator tersebut subsektor tanaman bahan makanan memiliki peran yang besar dalam preekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.
Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage
(DFL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DFL sebesar 0,2561 menempati urutan ke-7, buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,0928 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DFL sebesar 0,0823 menempati urutan ke-16, jagung memiliki nilai DFL sebesar 0,0627 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DFL sebesar 0,0238 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,0085 serta menempati urutan ke-27.
Hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya perananan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DBL sebesar 0,1394 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DBL sebesar 0,1106 menempati urutan ke-21, buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,0967 menempati urutan ke-24, bahan makanan lainnya memiliki nilai DBL sebesar 0,0940 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,0674 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DBL sebesar 0,0639 serta menempati urutan ke-28. Hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang (Direct Indirect Forward/Backward Linkage), Indeks Derajat Kepekaan (IDK) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) serta multiplier effec Output, NTB, Pendapatan dan pajak tak langsung menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh dengan hasil analisis DFL dan DBL diatas. Oleh karena itu, berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta
multiplier effect, maka subsektor tanaman masih memiliki peran yang kecil. Namun demikian, subsektor ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi sektor strategis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.
Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA pada level makro, analisis keterkaitan dan multiplier effect pada level meso dan analisis luas panen serta produksi pada level mikro maka padi, jagung, kedelai, mangga, pisang dan melinjo ditetapkan sebagai komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.
tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang yang mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi terjadinya kebocoran wilayah, sehingga perannya dalam perekonomian wilayah menjadi semakin besar. Untuk mendukung hal ini maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan diupayakan fokus pada komoditas unggulan dengan melaksanakan pembangunan subsistem agribisnis secara terpadu dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, ketersediaan sarana prasarana serta dukungan kelembagaan yang kuat. Arahan wilayah untuk pengembangan padi adalah Kecamatan Ligung, Jatitujuh, Jatiwangi, Dawuan, Kertajati, Kadipaten, Palasah dan Sumberjaya. Arahan wilayah untuk pengembangan jagung adalah Kecamatan Kertajati. Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kadipaten, Kasokandel, Cigasong, Talaga, Banjaran, Cikijing dan Cingambul. Arahan wilayah untuk pengembangan mangga adalah Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Jatiwangi, Panyingkiran dan Majalengka.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KABUPATEN MAJALENGKA
NUNIK RACHMAWATI
TESIS
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : A156100254
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Didit Okta Pribadi, SP. M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Didit Okta Pribadi, SP., M.Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini
3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis
5. Pemerintah Kabupaten Majalengka yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini
6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini
Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dudung Abdurrohman, SP. dan anakku Aisyah Nurlathifah A. beserta seluruh keluarga,
atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan
selama ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.
Bogor, Februari 2012
Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka pada tanggal 24 Maret 1977 dari pasangan orang tua Bapak U. Samhudi dan Ibu I. Rodiyah (Almarhumah). Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.
Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Majalengka. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2000.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….... v
DAFTAR GAMBAR ………...……... viii
DAFTAR LAMPIRAN ………... x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Perumusan Masalah ………. 6
1.3. Tujuan Penelitian ………. 9
1.4. Manfaat Penelitian ………... 9
1.5. Kerangka Pemikiran ……… 9
1.6. Pengertian/Definisi ………... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah ………... 15
2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan ……….. 18
2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...………. 21
2.4. Keterkaitan Sektor ……….... 25
2.5. Komoditas Unggulan ………... 28
2.5. Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah ……… 29
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..… 33
3.2. Jenis Data dan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Tehnique)……….. 33
3.3. Bahan dan Alat………...………... 35
3.4. Bagan Alir Penelitian ………...……… 37
3.5. Teknik Analisis Data ………..………….. 40
3.5.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sektor Pertanian…..…… 40
3.5.1.1. Analisis Location Quotient(LQ) ………..…... 40
3.5.1.2. Shift Share Analysis(SSA) ………..…… 41
3.5.2. Analisis Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan... 42
3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan………...………... 51
3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ………. 52
3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah……….. 56
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA
4.1. Kondisi Fisik Wilayah ………..…... 59
4.1.1. Kondisi Geografi ………... 59
4.1.2. Kondisi Topografi ………... 61
4.1.3. Kondisi Tanah dan Lahan……….. 63
4.1.4. Iklim ……….. 65
4.1.5. Penggunaan Lahan ……….... 66
4.2. Sosial Kependudukan ………... 67
4.2.1. Kependudukan ……….. 67
4.2.2. Ketenagakerjaan ……… 68
4.2.3. Sosial Budaya ……… 69
4.3. Perekonomian Daerah ………...……….. 70
4.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) …………... 70
4.3.2. Potensi Sektor-Sektor Ekonomi ……….... 72
4.3.2.1. Pertanian ……….. 72
4.3.2.2. Perdagangan, Hotel dan Restoran ………... 75
4.3.2.3. Industri Pengolahan ………. 75
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi dan Potensi Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka Terkini ……… 77
5.1.1. Potensi Daya Saing Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab. Majalengka di Wilayah Propinsi Jawa Barat ……….. 77
5.1.2. Potensi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Unggulan Kabupaten Majalengka …………. 82
5.2. Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian Kabupaten Majalengka ……… 95
5.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………... 96
5.2.2. Keterkaitan Sektoral ……….. 103
5.2.3. Multiplier Effect………. 116
5.2.3.1. Multiplier Effect Output ………... 117
5.2.3.2. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto…….. 118
5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan ……… 120
5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung ……. 121
5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka ……….. 122
5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro ……. 123
5.3.2. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Meso ..……. 128
5.3.3. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Mikro ..…… 130
5.3.4. Penetapan Komoditas Unggulan ……… 132
5.4. Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ….. 134
5.4.1. Prioritas Komoditas Unggulan ………... 134
5.4.2. Prioritas Pengembangan Subsistem Agribisnis ……….. 135
5.4.3. Prioritas Pengembangan Aspek Pendukung …………... 138
5.6. Pembahasan Umum ………... 149
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ……… 153
6.2. Saran ……….. 154
DAFTAR PUSTAKA ……….. 155
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka
Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah) ….………... 3
2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009 ………. 4
3. Rincian Data Calon Responden ………. 34
4. Tujuan, Jenis, Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan ………. 35
5. Sektor-sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 (28 sektor) ………..…………... 43
6. Struktur Dasar Tabel Input-Output ……… 45
7. Skala Perbandingan Berpasangan ……….. 54
8. Fluktuasi Iklim di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ……… 64
9. Penggunaan Lahan di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………….. 65
10. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 – 2009 ………….………... 66
11. Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Majalengka Tahun 2009………. 68
12. Perkembangan Angka Statistik Ketenagakerjaan ……….. 68
13. Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Majalengka Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dari Tahun 2006-2009 (Dalam Jutaan Rupiah)………... 71
14. Perkembangan Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi Sawah di Kab. Majalengka ………... 72
15. Perkembangan Produksi Palawija di Kabupaten Majalengka (dalam ton) ……… 73
17. Perkembangan Produksi Buah-buahan di Kab. Majalengka (dalam
kuintal) ………... 74
18. Banyaknya Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Majalengka …… 75
19. Nilai LQ Sektor Ekonomi Kabupaten Majalengka ……… 78
20. Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 –2009 ……… 79
21. Nilai LQ dan SSA Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab/Kota di Jawa Barat ………. 81
22. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ………... 83
23. Nilai LQ Luas Tanam Komoditas Sayuran (>1) ……… 83
24. Nilai LQ Luas Panen Komoditas Sayuran (>1) ………. 84
25. Nilai LQ Produksi Komoditas Sayuran (>1) ……… 84
26. Nilai LQ Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85
27. Nilai LQ Produksi Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85
28. Hasil Analisis Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ……….. 86
29. Differential ShiftLuas Tanam Komoditas Sayuran Yang Positif …… 87
30. Differential ShiftLuas Panen Komoditas Sayuran Yang Positif …….. 87
31. Differential ShiftProduksi Komoditas Sayuran Yang Positif ………... 88
32. Differential Shift Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan Yang Positif ……… 88
33. Differential Shift Produksi Komoditas Buah-buahan Yang Positif …. 89 34. Nomor SK Pelepasan Varietas Tanaman Buah Unggulan Kab. Majalengka ……… 94
35. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam juta rupiah) ………... 96
37. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Berdasarkan
Tabel I-O ………. 99
38. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………. 101
39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan .. 124
40. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Buah-Buahan …... 125
41. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Sayur-sayuran ….. 126
42. Nilai Multiplier effect Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan ……….. 128
43. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan ……….. 129
44. Produksi dan Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan ………. 130
45. Luas Panen dan Produksi komoditas Sayur-sayuran ……… 131
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ……….……… 11
2. Peta lokasi penelitian ………... 32
3. Bagan alir penelitian ………. 38
4. Tahapan metode RAS ………... 44
5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor
tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka ………. 52
6. Tahapan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan
pengembangan komoditas unggulan……….. 56
7. Peta administrasi Kabupaten Majalengka ………. 59
8. Distribusi luas wilayah per kecamatan (Km2) ………... 60
9. Peta kelas ketinggian Kabupaten Majalengka ………... 62
10. Peta kedalaman efektif tanah Kabupaten Majalengka ………... 63
11. Distribusi penduduk Kabupaten Majalengka per Kecamatan Tahun
2009 ………... 67
12. Matriks daya saing sektor perekonomian Kabupaten Majalengka …... 80
13. Matriks daya saing luas tanam komoditas subsektor tanaman bahan
makanan Kabupaten Majalengka ………... 90
14. Matriks Daya Saing Luas Panen Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Majalengka ……….. 91
15. Matriks Daya Saing Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan
Makanan Kabupaten Majalengka ………... 92
16. Matriks Daya Saing Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan
Kabupaten Majalengka ………. 93
17. Keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian ……… 103
18. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ……... 104
19. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor
20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor
perekonomian ……… 107
21. Keterkaitan padi dengan sektor-sektor lainnya ……… 109
22. Keterkaitan jagung dengan sektor-sektor lainnya ………. 110
23. Keterkaitan buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya ………... 111
24. Keterkaitan sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya ………. 111
25. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ………… 113
26. Nilai Indeks Daya Kepekaan sektor-sektor perekonomian …………... 114
27. Nilai Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian …………. 116
28. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto (PDRB) sektor-sektor
perekonomian ……… 118
29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian …………... 119
30. Multiplier Effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian …... 121
31. Keterkaitan ke depan komoditas subsektor tanaman bahan makanan .. 127
32. Keterkaitan ke belakang komoditas subsektor tanaman bahan
makanan ……… 127
33. Proporsi Komoditas Buah-buahan dan Bahan Makanan LainTerhadap
PDRBnya ……….. 128
34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas komoditas unggulan …………. 134
35 Nilai AHP masing-masing subsistem per komoditas ……….... 137
36 Hasil AHP penentuan prioritas aspek pendukung per subsistem …….. 138
37 Hasil AHP dalam penentuan prioritas pembangunan subsektor
tanaman bahan makanan berdasarkan persepsi seluruh stakeholder …. 139
38 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Padi ………... 145
39 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Jagung ……….. 146
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Nilai LQ Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Tahun 2009 ……….... 159
2. Nilai LQ Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Tahun 2009 ………... 160
3. Nilai LQ Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun
2009 ………... 161
4. Nilai LQ Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di
Jawa Barat Tahun 2009 ………. 162
5. Nilai LQ Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa
Barat Tahun 2009 ……….. 163
6. Nilai Differential Shift Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di
Jawa Barat Tahun 2009 ………. 164
7. Nilai Differential Shift Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di
Jawa Barat Tahun 2009 ………. 165
8. Nilai Differential Shift Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa
Barat Tahun 2009 ……….. 166
9. Nilai Differential Shift Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan
Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 167
10. Nilai Differential Shift Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 168
11 Model RAS Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 169
12. Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka 2009 (dalam juta rupiah) …... 175
13. Keterangan Kode Sektor ……….... 182
14. Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ………... 183
15. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1………... 187
16. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi ……… 191
17. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung ………... 192
1.1. Latar Belakang
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas
pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan
profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemampuan
untuk mengelola sumberdaya ekonomi daerah untuk peningkatan perekonomian
daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah
(kabupaten/kota) untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal,
mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola
sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya.
Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor
pertanian. Namun paradigma pembangunan di negara-negara berkembang yang
lebih mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung menyebabkan peran sektor
pertanian menjadi lebih rendah dibandingkan peran sektor industri. Padahal
dengan mengoptimalkan pembangunan sektor pertanian akan mendorong
tumbuhnya industri-industri yang berbasis pertanian. Industri yang berbasis
pertanian akan lebih banyak menggunakan input produksi dari hasil pertanian
yang merupakan sumberdaya lokal sehingga dapat menghasilkan multiplier effect
yang besar bagi pertumbuhan wilayah. Berkembangnya sektor pertanian dan
industri yang berbasis pertanian ini akan menghasilkan pertumbuhan wilayah
yang lebih pro masyarakat dan menghindarkan terjadinya berbagai kesenjangan.
Pengembangan pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) di Provinsi
Jawa Barat salah satunya dilakukan melalui pengembangan komoditas unggulan
dengan pendekatan pewilayahan melalui kawasan andalan. Kabupaten
Majalengka merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian di Provinsi
Jawa Barat yang termasuk dalam kawasan andalan Ciayumajakuning yaitu
Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan.
Kabupaten Majalengka memiliki luas wilayah 120.424 ha dengan jumlah
penduduk sebanyak 1.206.702 jiwa. Berdasarkan ketinggian tempatnya, wilayah
Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas utama yaitu dataran
rendah (0 - 100 m dpl) yang berada di wilayah utara Kabupaten Majalengka,
dataran sedang (>100 - 500 m dpl), umumnya berada di wilayah tengah dan
dataran tinggi (> 500 m dpl). berada di wilayah selatan Kabupaten Majalengka,
termasuk didalamnya wilayah yang berada pada ketinggian diatas 2.000 mdpl
yaitu terletak disekitar kawasan kaki Gunung Ciremai (BPS Majalengka, 2010).
Adapun bentuk topografi Kabupaten Majalengka sangat bervariasi yaitu ada
daerah dengan topografi landai (dataran rendah), berbukit bergelombang, serta
perbukitan terjal. Berdasarkan ketinggian dan kondisi topografi tersebut
Kabupaten Majalengka memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan
pertanian dengan jenis komoditas yang lebih bervariasi mulai dari komoditas
untuk dataran rendah sampai komoditas dataran tinggi.
Struktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh
distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor yang masih dominan dan menjadi andalan dalam memberikan
nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten Majalengka. Dari tahun ke tahunnya,
diantara sektor-sektor perekonomian yang ada, sektor pertanian memberikan
kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Majalengka.
Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka terdiri atas lima subsektor yaitu
subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan
dan perikanan. Kontribusi terbesar sektor pertanian ini berasal dari subsektor
tanaman bahan makanan yang besarnya pada Tahun 2009 mencapai 23,80 persen
dari total nilai PDRB Kabupaten Majalengka dan 84,89 persen dari total sektor
pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produksi terbesar di Kabupaten
Majalengka berasal dari usaha budi daya tanaman bahan makanan. Tanaman
bahan makanan dalam hal ini meliputi komoditas tanaman pangan dan
hortikultura.
Adapun perkembangan kontribusi sektoral terhadap nilai PDRB
Kabupaten Majalengka atas dasar harga konstan dari Tahun 2007 hingga 2009
Tabel 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah)
No. Uraian 2007 2008 2009
1. PDRB Sektoral
Pertanian 1.093.907,26 1.133.648,71 1.184.973,86
- Tanaman Bahan Makanan 929.860,01 961.993,28 1.005.886,04
- Tanaman Perkebunan 38.294,44 39.596,47 40.575,39
- Peternakan 97.494,29 103.072,99 108.488,65
- Kehutanan 6.178,61 6.351,61 5.976,59
- Perikanan 22.079,91 22.634,36 24.047,19
Pertambangan dan penggalian 159.586,22 166.138,45 162.266,80
Industri pengolahan 657.996,42 691.093,64 724.330,61
Listrik, gas dan air bersih 26.149,82 27.540,86 28.810,27
Bangunan 175.415,37 185.168,46 195.870,26
Perdagangan, hotel dan restoran 756.470,52 797.726,94 838.517.68 Pengangkutan dan komunikasi 250.435,89 260.476,07 271.937,70 Keuangan, persewaan &jasa
perusahaan 219.085,84 229.950,10 240.097,63
Jasa-jasa 526.643,19 550.497,06 579.121,25
2. PDRB per Kapita 3.253.430,66 3.377.492,37 3.502.046,13
Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010
Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian
sebagian besar penduduk di Kabupaten Majalengka. Hal ini dapat terlihat
dari Tabel 2. yang menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bekerja di
sektor pertanian, jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya.
Besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian ini menunjukkan
bahwa ada peluang yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pembangunan di sektor pertanian. Atas peranannya
tersebut, pembangunan pertanian di Kabupaten Majalengka perlu terus
ditumbuhkembangkan melalui pengembangan potensi sumberdaya lokal yang
Tabel 2. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009
LAPANGAN USAHA
PENDUDUK YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA (%)
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 29,95 31,24 37,61 27,86 30,44
Pertambangan dan Penggalian 2,29 0,67 0,35 4,17 0,49
Industri Pengolahan 18,36 19,39 13,94 17,10 12,13
Listrik, gas dan air minum 0,39 0,10 0,24 0,68 0,29
Konstruksi 7,93 5,36 5,35 4,50 6,54
Perdagangan 26,15 26,65 26,61 19,51 29,40
Angkutan dan Komunikasi 5,97 5,80 5,47 6,55 7,27
Keuangan 0,68 0,51 1,19 5,59 1,04
Jasa-jasa Lainnya 8,28 10,27 9,23 13,83 12,40
Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010
Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumberdaya alam
diharapkan dapat terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan
dan pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Menurut Rustiadi et al.
(2009), pengertian sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan
besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral
maupun spasial. Dengan demikian proses pembangunan wilayah diharapkan akan
berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembangunan
wilayah yang berimbang antara growth, equality dan tetap mempertimbangkan
aspek keberlanjutan.
Pengembangan sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal
diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah pengembangan wilayah seperti
kemiskinan dan pengangguran. Hal ini akan tercapai dengan mengoptimalkan
pembangunan di sektor pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan
pendapatan petani dan terbukanya lapangan kerja di sektor pertanian yang pada
akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Kegiatan ekonomi rakyat yang berbasis potensi lokal dan berkembang di
suatu wilayah berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Keberlangsungan sektor
efisien. Kajian seksama mengenai perkembangan sektor ini perlu dilakukan untuk
menemukan dan mengenali potensi dan kondisi yang ada, dengan demikian peran
dan dukungan pemerintah yang dibutuhkan juga akan teridentifikasi dengan baik.
Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan
makanan di Kabupaten Majalengka selama ini telah berjalan dengan baik, namun
untuk menilai pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini belumlah
cukup jika hanya menilai perkembangannya di dalam wilayah Kabupaten
Majalengka. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana posisi
dan daya saing subsektor pertanian tanaman bahan makanan ini dan apa
komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di
Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan makanan
dan komoditasnya di Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Jawa Barat.
Untuk meningkatkan daya saing subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka, maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan
ini perlu diupayakan fokus pada komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif agar dapat bersaing dengan komoditas lain di luar
wilayah Kabupaten Majalengka.
Selain itu, untuk meningkatkan pembangunan subsektor tanaman bahan
makanan di Kabupaten Majalengka perlu juga diketahui peran subsektor tanaman
bahan makanan dalam pengembangan wilayah yang meliputi keterkaitan antar
sektor serta nilai multiplier effectnya. Keterkaitan antar sektor ini penting
diketahui untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang perlu dikembangkan
untuk meningkatkan pembangunan sektor subsektor tanaman bahan makanan.
Nilai multiplier effect dapat menunjukkan besarnya pengaruh pembangunan
subsektor tanaman bahan makanan terhadap pengembangan wilayah yang dalam
hal ini ditunjukkan oleh nilai output multiplier, total value added multiplier,
Income multiplier dan multiplier pajak.
Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk dapat
mengetahui kondisi, potensi, keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan
dengan sektor-sektor lain serta besarnya nilai multiplier effect subsektor tanaman
bahan makanan, sehingga bisa diketahui peran subsektor tanaman bahan makanan
tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap prioritas
pembangunan subsektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis dan
isu-isu yang berkembang kemudian dapat disusun arahan kebijakan pembangunan
subsektor tanaman bahan makanan dalam rangka pengembangan wilayah
Kabupaten Majalengka berbasis sektor pertanian.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam melaksanakan pembangunan wilayah, Kabupaten Majalengka tidak
terlepas dari masalah-masalah pembangunan wilayah yang bersifat umum maupun
strategis kewilayahan. Isu strategis aspek ekonomi dalam pembangunan
Kabupaten Majalengka sesuai yang tercantum dalam dokumen RPJMD
Kabupaten Majalengka Tahun 2009 diantaranya adalah : 1). Masih tingginya
tingkat kemiskinan, 2). Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka, 3). Masih
rendahnya produksi dan produktivitas pertanian, serta 4). Masih rendahnya
pengembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil
Menengah (IKM) terutama yang berbasis pengolahan hasil pertanian.
Isu strategis poin ke-3 dan ke-4 menunjukkan bahwa terdapat
permasalahan dalam pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian di
Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan
sehingga hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat produksi dan produktivitas serta
UKM dan IKM berbasis pengolahan hasil subsektor tanaman bahan makanan
masih rendah. Beberapa permasalahan lainnya yang terjadi dalam pengembangan
subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka diantaranya adalah
tingginya tingkat persaingan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan
makanan, rendahnya tingkat promosi, rendahnya tingkat investasi, dan belum
berkembangnya nilai tambah dari komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan
makanan. Permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa
pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka
belumlah optimal.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran adalah dengan melaksanakan kebijakan
mengenai peran pertanian dalam pembangunan di Afrika yang menunjukkan
bahwa untuk kawasan perdesaan yang berbasis pertanian, pengembangan
pertanian merupakan kebijakan yang lebih pro poor dibandingkan dengan
pengembangan industri. Pengembangan sektor pertanian terbukti mampu
menurunkan jumlah penduduk miskin serta menyerap tenaga kerja lebih besar
dibandingkan dengan pengembangan industri.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk mengatasi berbagai isu
strategis aspek ekonomi di Kabupaten Majalengka tersebut, peran sektor pertanian
yang diwakili oleh subsektor tanaman bahan makanan sangatlah penting.
Subsektor tanaman bahan makanan ini merupakan subsektor pertanian yang
paling berkembang dari aspek produksi di Kabupaten Majalengka. Hal ini bisa
dilihat dari sumbangannya yang paling besar terhadap PDRB diantara
subsektor-subsektor pertanian lainnya. Tetapi seberapa besar kekuatan subsektor-subsektor tanaman
bahan makanan di Kabupaten Majalengka mampu mengatasi isu tersebut dan
meningkatkan perekonomian Kabupaten Majalengka belum diketahui. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui kondisi dan potensi subsektor
tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, peran subsektor ini terhadap
perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka serta prioritas pembangunan
subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Upaya-upaya ini
perlu dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan subsektor ini.
Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah dalam jangka panjang
adalah terjadinya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang terjadi sebagai akibat
adanya kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam
perekonomian wilayah memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Kemampuan
suatu sektor untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sangat tergantung dari
keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut. Salah satu
indikasi yang biasa digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengetahui keberadaan sektor
basis. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan wilayah perlu
memanfaatkan keberadaan sektor-sektor basis ini.
Sektor pembangunan yang strategis dapat dilihat dari besarnya peran dan
maupun spasial dalam suatu wilayah. Setiap sektor memiliki keterkaitan ke
belakang maupun ke depan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
sektor-sektor perekonomian lainnya. Semakin kuat keterkaitan suatu sektor
dengan sektor-sektor lainnya akan semakin besar pula pengaruhnya dalam
perekonomian suatu wilayah. Oleh karena itu, untuk mengetahui peran dan
sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah serta
keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan analisis sehingga dapat
menyusun arahan pembangunan yang akurat.
Paradigma pembangunan yang berkembang saat ini adalah pembangunan
yang melibatkan partisipasi dari stakeholder dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam kaitannya dengan pembangunan
subsektor tanaman bahan makanan, stakeholder yang dimaksud adalah
masyarakat petani, pemerintah daerah dan pihak swasta. Keterlibatan seluruh
stakeholder dalam setiap proses pembangunan diharapkan akan lebih menjamin
pembangunan berjalan dengan baik, lancar dan aspiratif. Oleh karena itu, dalam
menyusun rencana pembangunan subsektor tanaman bahan makanan, pendapat
dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus diketahui.
Dalam rangka menjadikan subsektor tanaman bahan makanan menjadi
sektor strategis di Kabupaten Majalengka sehingga dapat menjawab isu-isu
pembangunan bidang ekonomi seperti yang tertuang dalam dokumen RPJMD
maka perlu dilakukan kajian mengenai kondisi potensi dan daya saing subsektor
tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, peran subsektor
tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten
Majalengka serta hal-hal apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam
pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Hasil
analisis terhadap kondisi, potensi, daya saing, peran serta persepsi stakeholder
mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menyusun arahan pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka yang berbasis
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan
saat ini di Kabupaten Majalengka.
2. Mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam
perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.
3. Mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka.
4. Mengetahui prioritas pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka.
5. Merumuskan arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam
pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Gambaran dan informasi mengenai peran subsektor tanaman bahan makanan
dalam perekonomian di Kabupaten Majalengka dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan perekonomian
wilayah;
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan
wilayah berbasis pertanian di Kabupaten Majalengka.
1.5. Kerangka Pemikiran
Perkembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan
aktivitas-aktivitas ekonominya. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer
input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Peningkatan
perekonomian wilayah dapat dilakukan melalui integrasi berbagai sektor ekonomi
yang ada dalam wilayah serta dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada
dalam wilayah itu sendiri.
Setiap wilayah mempunyai sumberdaya yang berbeda-beda, baik jenis,
wilayah menyebabkan diperlukan adanya skala prioritas dalam perencanaan
pembangunan. Skala prioritas ditetapkan berdasarkan sifat strategis suatu sektor
di suatu wilayah. Suatu sektor yang bersifat strategis ditunjukkan dengan besarnya
sumbangan sektor tersebut terhadap perekonomian suatu wilayah. Perkembangan
sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang
signifikan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya (Rustiadi et al. 2009).
Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan
subsektor yang strategis karena menyumbangkan 23,80% terhadap total PDRB
Kabupaten Majalengka. Kondisi geografi, topografi dan iklim yang dimiliki oleh
Kabupaten Majalengka sangat mendukung untuk pengembangan subsektor
tanaman bahan makanan. Topografi Kabupaten Majalengka yang memiliki
dataran rendah dan dataran tinggi memungkinkan untuk pengembangan berbagai
jenis komoditas pertanian. Potensi sumberdaya alam ini harus dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan perekonomian wilayah sehingga diharapkan terjadi
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Peranan dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam
pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Dalam
perencanaan pengembangannya perlu memperhatikan kondisi, potensi dan daya
saing subsektor tanaman bahan makanan serta keberadaan komoditas-komoditas
unggulan yang memiliki peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Selain
itu, diperlukan pula keterkaitan antar sektor yang kuat. Keterkaitan antar sektor
dapat berupa keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efek pengganda atau
multiplier effect.
Keterkaitan antar sektor menjadi penting dalam pengembangan wilayah
karena pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam dan antar wilayah.
Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar
sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan sektoral dilaksanakan dalam
kerangka pembangunan wilayah. Menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al.
(2009) pembangunan wilayah harus memenuhi tiga komponen dasar yaitu
kecukupan memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri (
Dengan demikian pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di
Kabupaten Majalengka perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar dan
bagaimana peranannya dalam pembangunan Kabupaten Majalengka. Hal ini
penting agar upaya pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dapat
diarahkan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki sehingga mampu
meningkatkan daya saing komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan
makanan (tanaman pangan dan hortikultura) yang pada akhirnya diharapkan dapat
mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun kerangka berfikir
penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan
-Keterkaitan Antar Sektor
-Multiplier Effect
Persepsi Stakeholders
Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan
Makanan Sekarang Kondisi dan Potensi Daya Saing
Subsektor Tanaman Bahan Makanan
- Sektor Basis dan Shift Share - Komoditas Basis dan Shift
Share
Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman
Bahan Makanan
Interpretasi
Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman
Bahan Makanan Kegiatan Pembangunan
Sektor-sektor Perekonomian
Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman
Bahan Makanan
1.6. Pengertian/Definisi
1. Komoditas Unggulan adalah komoditas yang mampu bersaing dengan
produk sejenis dari wilayah lain. Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam
Hendayana (2003) dari sisi penawaran, komoditas unggulan dicirikan oleh
superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan
kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Dalam penelitian ini
komoditas unggulan ditetapkan dengan menggunakan metode LQ dan SSA
serta analisis input-output.
2. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya baik di ruang darat
maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 pasal 1).
3. Sektor Strategis adalah sektor yang memiliki sumbangan besar dalam
perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun
spasial (Rustiadi, et al. 2009).
4. Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan keunggulan
suatu sektor/komoditas dalam suatu wilayah relatif terhadap sektor/komoditas
yang sama pada wilayah lainnya.
5. Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan relatif antara
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu
wilayah. Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan
komparatif suatu sektor.
6. Shift Share Analysis (SSA) adalah tehnik analisis yang digunakan untuk
melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah dalam cakupan wilayah
agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektoral di wilayah tersebut.
7. Evaluasi Kesesuaian Lahan adalah proses untuk menduga potensi
sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya dengan membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan
karakteristik lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut (Sitorus, 2004).
8. Evaluasi Ketersediaan Lahan : proses evaluasi untuk menentukan luas lahan
yang sesuai dan tersedia untuk suatu penggunaan lahan yang akan diterapkan.
yang sesuai dengan luas lahan yang sesuai tetapi tidak dapat digunakan
karena telah dialokasikan untuk penggunaan lahan yang lain berdasarkan data
penggunaan lahan (landuse) serta tidak sesuai dengan arahan rencana tata
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan
dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan
wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai
cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan
wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu,
pengembangaan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu
unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun
pertahanan keamanan. (Rustiadi et al., 2009).
Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah merupakan upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah dan
pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan
karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan
geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat
tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial
budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.
Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah.
Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar
sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan
sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan
sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output
industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti
terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis
Menurut Tarigan (2008), perencanaan pembangunan wilayah dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Pendekatan sektoral dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada
sektor-sektor kegiatan yang ada di suatu wilayah. Pendekatan ini
mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang dianggap seragam.
Pendekatan regional dilakukan dengan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi
berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Dalam prakteknya, pengembangan
wilayah perlu memadukan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
Pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap
pembangunan di suatu wilayah. Strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu supply side strategy dan demand side strategy.
Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama
diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang
berorientasi keluar. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari
komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya lokal. Strategi demand
side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui
peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi
lokal. Tujuan strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Peningkatan taraf hidup masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan
permintaan terhadap barang-barang non pertanian sehingga dapat mendorong
berkembangnya sektor industri dan jasa yang pada akhirnya akan lebih
mendorong berkembangnya suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009).
Pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan
potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009), karena
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah maka setiap daerah
perlu menetapkan skala prioritas dalam perencanaan pembangunannya. Skala
prioritas tersebut didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki
sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian
sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dll); (2)
setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan
merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat
dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas
dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang
bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut
terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya.
Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak
langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat
perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain
dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah sasaran.
Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan
ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan
suatu daerah, antara lain : mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke
depan dan ke belakang (forward dan backward linkages) yang kuat, mampu
bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain
(complementary), mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu
tertentu, berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta tidak
rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).
Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah
seharusnya mengarahkan pengeluaran anggaran kepada sektor-sektor unggulan
yang memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain itu,
investasi pun diharapkan agar diarahkan kepada sektor ungulan sehingga akan
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja pembangunan daerah
dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri
antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan
wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006)
Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu upaya
pengembangan wilayah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal.
Pengembangan wilayah berbasis pertanian ini diarahkan untuk mengembangkan
wilayah-wilayah yang memiliki potensi di bidang pertanian sehingga diharapkan
dapat memacu kemajuan pembangunan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan
pertanian. Strategi pengembangan wilayah berbasis pertanian lebih diarahkan
kepada pemberdayaan masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, bukan
hanya mengandalkan investor asing. Hal ini karena investasi asing tersebut kurang
bisa memberikan multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja,
peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat. Salah satu strategi yang yang
dapat dilakukan adalah dengan pendekatan konsep agropolitan (Hastuti, 2001).
2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Sektor pertanian sejak tahap awal pembangunan selalu menjadi sektor
yang penting dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada
kemampuan sektor pertanian dalam berkontribusi terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan
sebagian besar penduduk serta menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor
pertanian juga menjadi sektor input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya seperti
industri dan perdagangan. Di samping itu, selama krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia tahun 1997, ternyata sektor tradisional ini yang paling mampu bertahan
dan dapat terus memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil kajian Zaini (2005), selama masa krisis ekonomi, sektor
pertanian merupakan sektor yang mempunyai nilai netto ekspor positif, yang
berarti nilai impornya lebih rendah dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki rasio ketergantungan impor yang
rendah sehingga mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang
berbasis pada potensi lokal. Hal ini menyebabkan sektor pertanian merupakan
sektor yang paling mampu bertahan selama masa krisis ekonomi.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi untuk
dikembangkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu wilayah serta
mampu berperan baik dalam mengurangi terjadinya disparitas ekonomi antar
wilayah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purnamadewi et al. (2010) yang
menyebutkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri
berbasis pertanian yang didukung dengan pembangunan infrastruktur atau
Led-Industrialisation) menghasilkan dampak terbaik terhadap pertumbuhan ekonomi
dan disparitas ekonomi antar wilayah.
Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi
basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik
dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan
ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa
faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha,
sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan
sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu
wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan
masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku
industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber
tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber
perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan;
(7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup
(Harianto, 2007).
Sektor pertanian memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan
ketahanan pangan, kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian hidup. Menurut
Sudaryanto dan Rusastra (2006), kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan
ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :
(1) kemampuan mengatasi kedala pengembangan produksi, (2) kapasitas dalam
melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan
agribisnis, (3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usahatani di lahan
sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif non padi seperti palawija
dan hortikultura.
Pembangunan yang selama ini hanya mengejar pertumbuhan ekonomi
cenderung mengabaikan peran sektor pertanian. Pembangunan pertanian saat ini
belum berhasil mengangkat pertanian dan petani pada posisi yang lebih baik.
Kesenjangan kesejahteraan antara petani dengan pekerja lain di luar sektor
memilih untuk berkerja di luar sektor pertanian sehingga lama kelamaan sektor
pertanian ini akan ditinggalkan dan semakin terpuruk. Selain itu, peningkatan
produktivitas usahatani dan kualitas produk belum menunjukkan perbaikan yang
berarti. Produk-produk pertanian lokal menjadi kurang memiliki daya saing
dengan produk-produk pertanian dari luar.
Sejauh ini peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, masih
menerima beban yang besar dan tidak berimbang dengan alokasi anggaran,
sehingga produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif masih rendah
dibandingkan dengan sektor lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja
sektor pertanian akan mempengaruhi adopsi teknologi yang pada akhirnya akan
berdampak pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.
Dampak negatif lain dari terpuruknya sektor pertanian ini adalah
menurunnya tingkat ketahanan pangan, meningkatnya kemiskinan,
ketergantungan pada pangan luar menjadi tinggi, industrialisasi yang terjadi input
produksinya sangat tergantung dari bahan baku impor dan meningkatnya
pengangguran di perdesaan (Harianto, 2007). Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan tersebut perlu perhatian besar dari pemerintah dalam upaya
pembangunan sektor pertanian.
Revitalisasi pertanian yang digalakkan oleh Kementerian Pertanian
menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya
ketersediaan pangan yang cukup, mudah diperoleh, aman dikonsumsi dan harga
yang terjangkau. Sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam
penyediaan pangan bagi masyarakat adalah subsektor tanaman bahan makanan.
Oleh karena itu pembangunan pertanian subsektor tanaman bahan makanan
menjadi sangat penting dalam menunjang program ketahanan pangan. Selain itu,
pangan merupakan salah satu hak dasar bagi rakyat (basic entitlement).
Pembangunan subsektor tanaman bahan makanan memiliki potensi yang
besar dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari potensinya sebagai penyumbang terbesar terrhadap nilai PDRB
suatu wilayah dan subsektor ini merupakan subsektor pertanian yang paling
2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Berlakunya otonomi daerah membawa implikasi bagi setiap pemerintah
daerah untuk mampu melihat sektor-sektor yang memiliki keunggulan ataupun
kelemahan di wilayahnya. Oleh karena itu setelah berlakunya otonomi daerah,
setiap daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan sektor atau komoditas
yang akan menjadi prioritas pengembangan. Sektor atau komoditas yang memiliki
keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan
diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang
(Tarigan, 2008).
Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan
pembangunan daerah adalah keberadaan sektor unggulan. Sektor unggulan
merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak
perekonomian wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan
ini maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian
daerah (Syahidin, 2006). Salah satu alat analisis yang bisa digunakan untuk
mengetahui keberadaan sektor unggulan ini adalah teori basis ekonomi.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Teori ini menyatakan bahwa sektor basis dapat membangun dan
memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi
sebagai mesin ekonomi lokal.
Menurut Rustiadi et al. (2009), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi
dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang
terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya
mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan
barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah
sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya
melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum
berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah
metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).
Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang
cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk
mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan
bukan basis karena merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor
yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang
memiliki nilai koefisien lokalisasi (LQ) lebih dari satu untuk suatu kegiatan