• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.2. Keterkaitan Sektoral

5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan

Nilai dari Multiplier Effect Pendapatan menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah. Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Majalengka ditampilkan pada Gambar 29.

Gambar 29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian

Dari Gambar 29 dapat diketahui besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga yaitu komoditas jagung memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,2260 menempati urutan ke-15, buah-buahan memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,2201 menempati urutan ke-16, ubi kayu memiliki nilai multiplier effect

pendapatan sebesar 1,1503 menempati urutan ke-21, padi memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1437 menempati urutan ke-22, sayur-sayuran memiliki nilai multiplier effect pendapatan sebesar 1,1309 menempati urutan ke-

26 dan bahan makanan lainnya memiliki nilai multipliereffect pendapatan sebesar 1,1127 menempati urutan ke-28.

Berdasarkan nilai multiplier effect pendapatan tersebut maka komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan buah-buahan. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor tanaman perkebunan dan kehutanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian.

Nilai multiplier effect pendapatan untuk komoditas jagung bernilai 1,2260 berati bahwa untuk setiap penambahan permintaan akhir komoditas jagung sebesar satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor komoditas jagung sebanyak 1,2260 kali. .

Selain itu, berdasarkan nilai multiplier effect pendapatan terlihat bahwa untuk komoditas ubi kayu memiliki nilai multiplier effect pendapatan pada urutan ke-3 diantara komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan menempati posisi diatas komoditas padi, hal ini karena komoditas ubi kayu merupakan komoditas yang relatif mudah ditanam dan tidak terlalu membutuhkan banyak input serta perlakuan khusus dalam membudidayakannya tetapi hasilnya sangat dibutuhkan untuk konsumsi penduduk maupun untuk bahan baku industri sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi petani. Adapun komoditas padi merupakan komoditas yang menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat sehingga campur tangan pemerintah dalam mengendalikan komoditas ini cukup besar termasuk dalam pengendalian harga jual yang mengakibatkan komoditas padi tidak memberikan multipier effect yang besar terhadap peningkatan pendapatan.

5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung

Adanya sumber pendapatan yang terbatas di daerah untuk melaksanakan pembangunan mengharuskan pemerintah daerah mampu mengelola potensi sumber-sumber pendapatan yang ada di daerah. Salah satu potensi sumber pendapatan daerah adalah pajak sebagai bagian dari penerimaan asli daerah.

permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pajak tak langsung pada sektor tersebut. Artinya, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor tertentu sebesar satu rupiah, maka akan berdampak pada meningkatnya pajak tak langsung sebesar nilai pengganda pajak di sektro tersebut. Nilai

multiplier effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Majalengka ditampilkan pada Gambar 30.

Gambar 30. Multiplier Effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian

Dari nilai multiplier effect pajak tak langsung tersebut dapat diketahui besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan terhadap peningkatan pajak tak langsung adalah : komoditas buah-buahan memiliki nilai multiplier effect

pajak sebesar 1,5827 menempati urutan ke-11, jagung memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,4884 menempati urutan ke-13, ubi kayu memiliki nilai

multiplier effect pajak sebesar 1,2911 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,2145 menempati urutan ke-20, sayur-

sayuran memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,1925 menempati urutan ke-22 dan bahan makanan lainnya memiliki nilai multiplier effect pajak sebesar 1,1536 menempati urutan ke-24. Nilai multiplier effect pajak untuk komoditas buah-buahan bernilai 1,5827 berati bahwa untuk setiap penambahan permintaan akhir komoditas buah-buahan sebesar satu satuan akan meningkatkan pajak tak langsung sebesar ,1536 kali.

Berdasarkan nilai multiplier effect pajak tak langsung tersebut maka komoditas sektor tanaman bahan makanan yang memiliki potensi sebagai komoditas unggulan adalah jagung dan buah-buahan. Kedua komoditas tersebut memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan komoditas tanaman bahan makanan lainnya dan kedua komoditas tersebut memiliki nilai diatas subsektor kehutanan yang merupakan bagian sektor pertanian.

Hotel memiliki nilai multiplier effect pajak tak langsung yang paling tinggi, hal ini karena tabel input-output Kabupaten Majalengka 2009 merupakan hasil turunan dari tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008, sehingga hasil perhitungan multiplier effect pajak tak langsung sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di Kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis memiliki potensi kunjungan wisata yang tinggi karena memiliki beberapa obyek wisata andalan seperti pantai pangandaran, batu hiu, karang nini dan green canyon (cukang taneuh). Hal tersebut menjadi potensi yang dapat mengakibatnya tingginya nilai multiplier effect pajak tak langsung dari sektor hotel. Adapun untuk Kabupaten Majalengka

multiplier effect pajak tak langsung sektor hotel yang tinggi kurang mencerminkan kondisi yang ada di lapangan hal ini salah satu penyebabnya karena potensi wisata di Kabupaten Majalengka masih rendah.

Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui analisis I-O di atas diketahui bahwa secara umum komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan masih memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect

yang rendah, sehingga upaya pembangunan subsektor tanaman bahan makanan yang dapat dilakukan dalam mewujudkannya menjadi salah satu sektor unggulan yang strategis adalah dengan meningkatkan keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah Kabupaten Majalengka.

Peningkatan keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor- sektor lain dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik peningkatan keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Peningkatan keterkaitan ke belakang subsektor tanaman bahan makanan dengan subsektor peternakan misalnya adalah dengan pengembangan program komoditas tanaman bahan makanan organik dengan cara memanfaatkan penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk organik. Keterkaitan dengan industri pengolahan misalnya dengan pengembangan industri kemasan dan labelling untuk meningkatkan nilai jual komoditas-komoditas tanaman bahan makanan. Dan keterkaitan dengan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dalam bentuk kemudahan untuk mengakses kredit atau pinjaman modal usaha.

Adapun peningkatan keterkaitan ke depan subsektor tanaman bahan makanan dapat dilakukan dengan cara pengembangan industri pengolahan hasil pertanian yang menggunakan bahan baku lokal, peningkatan keterkaitan dengan sektor restoran dengan himbauan untuk menggunakan bahan baku lokal sebagai menu hidangannya, pengembangan sektor perdagangan besar dan eceran maupun sektor angkutan yang dapat menunjang mobilitas hasil-hasil pertanian.

5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di

Kabupaten Majalengka

Pengembangan komoditas ungulan daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat dalam rangka meningkatkan perekonomian dan pengembangan wilayah. Penetapan komoditas unggulan daerah diperlukan agar program dan kebijakan pembangunan serta pemanfaatan sumberdaya pertanian lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut. Untuk menentukan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Majalengka dilakukan dengan menganalisis potensi dan daya saing komoditas subsektor tanaman bahan makanan pada level makro, meso dan mikro. Analisis potensi dan daya saing komoditas dilakukan pada level makro bertujuan untuk melihat potensi dan kondisi komoditas secara makro yaitu dalam hal ini potensi komoditas subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka di wilayah Provinsi Jawa Barat. Analisis di level meso bertujuan untuk melihat kondisi dan

potensi komoditas subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka sedangkan analisis di level mikro bertujuan untuk melihat potensi dan kondisi komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka dalam hal ini dilihat dari aspek produksi dan luas panen.

5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro

Pada level makro, kriteria yang digunakan adalah komoditas tersebut merupakan komoditas basis yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Penilaian pada level makro dilakukan berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA (differential shift) yang membandingkan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di Kabupaten Majalengka dengan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Hasil analisis LQ dan SSA (differential shift) untuk komoditas tanaman pangan tersaji pada Tabel 39.

Tabel 39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan No. Komoditas

Nilai LQ Differential Shift

Luas Tanam Luas Panen Produksi Luas Tanam Luas Panen Produksi 1 Padi 0,97 0,97 1,03 -0,03 -0,02 -0,09 2 Jagung 1,91 2,15 2,32 0,24 0,18 0,12 3 Kedelai 0,96 1,10 1,17 0,23 -0,04 0,08 4 Kacang Tanah 0,32 0,33 0,31 -0,44 -0,38 -0,48 5 Kacang Hijau 2,28 2,25 1,91 0,36 0,31 0,05 6 Ubi Kayu 0,50 0,48 0,43 -0,18 -0,19 -0,35 7 Ubi Jalar 0,56 0,63 0,77 -0,31 -0,33 -0,30

Sumber : Hasil Analisis (2011)

Berdasarkan Tabel 39 tersebut maka komoditas tanaman pangan yang merupakan komoditas basis dan memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif adalah padi, jagung, kedelai dan kacang hijau. Untuk komoditas padi terlihat bahwa secara produksi komoditas ini merupakan komoditas basis/memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak unggul secara kompetitif atau nilai differential shiftnya negatif, hal ini dimungkinkan karena sejak awal

komoditas ini sudah memiliki angka luas tanam, luas panen maupun produksi yang sudah cukup besar sehingga tingkat pertumbuhan/pergeserannya kecil (negatif) sehingga dalam hal ini tetap dikategorikan sebagai komoditas basis.

Hasil analisis LQ dan SSA (differential shift) untuk komoditas buah- buahan tersaji pada Tabel 40. Berdasarkan Tabel 40 terlihat banyak sekali komoditas buah-buahan yang memiliki nilai LQ > 1 dan differential shift positif sehingga komoditas buah-buahan yang merupakan komoditas basis dan memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif adalah alpukat, durian, jambu biji, jambu air, jeruk, mangga, nangka, papaya, pisang, sawo, sirsak, sukun, melinjo dan petai.

Tabel 40. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Buah-Buahan

No. Komoditas Nilai LQ Differential Shift

Jml Pohon Produksi Jml Pohon Produksi

1 Alpukat 3,10 1,59 0,55 0,45 2 Belimbing 2,38 0,97 -0,02 -0,28 3 Dukuh/langsat 0,17 0,11 0,04 -0,19 4 Durian 2,12 0,93 0,25 -0,23 5 Jambu Biji 2,02 1,17 0,38 1,21 6 Jambu Air 1,99 0,91 -0,04 0,82 7 Jeruk 1,31 1,09 -0,15 0,15 8 Jeruk Besar 0,57 0,31 -0,24 -1,88 9 Mangga 4,49 3,56 0,58 0,48 10 Manggis 0,18 0,05 -0,34 1,99 11 Nangka 3,26 1,19 0,05 -0,60 12 Nenas 0,02 0,00 0,21 -0,60 13 Pepaya 1,09 0,29 0,13 -1,20 14 Pisang 1,26 0,59 0,11 0,31 15 Rambutan 0,78 0,25 0,04 0,42 16 Salak 0,04 0,04 0,53 0,47 17 Sawo 1,04 0,89 0,41 -0,56 18 Markisa 0,08 0,00 -0,09 -0,97 19 Sirsak 1,01 0,18 0,03 -0,07 20 Sukun 2,30 0,62 0,91 0,23 21 Melinjo 8,06 9,73 0,05 1,75 22 Petai 2,70 2,45 0,36 0,93

Komoditas sayur-sayuran yang merupakan komoditas basis dan unggul secara komparatif dan kompetitif adalah bawang merah dan kembang kol. Hasil analisis LQ dan SSA (differential shift) untuk komoditas sayur-sayuran secara lengkap tersaji pada Tabel 41.

Tabel 41. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Sayur-sayuran

Sumber : Hasil Analisis (2011)

Walaupun berdasarkan hasil analisis tersebut ada beberapa komoditas yang memiliki nilai LQ > 1 dan differential shift positif selain bawang merah dan kembang kol namun tidak dikategorikan komoditas basis dan unggul secara komparatif dan kompetitif karena komoditas-komoditas tersebut hanya unggul secara komparatif saja (LQ>1) ataupun unggul secara kompetitif saja (differential shift positif).

No. Komoditas

Nilai LQ Differential Shift

Luas Tanam Luas Panen Produksi Luas Tanam Luas Panen Produksi 1 Bawang Merah 3,95 4,06 6,44 -0,03 -0,12 0,09 2 Bawang Putih 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Bawang Daun 2,48 2,36 3,74 -0,16 -0,34 -0,22 4 Kentang 0,97 0,86 0,97 6,80 -0,01 0,10 5 Kubis 1,10 1,08 0,60 -0,21 -0,32 -0,49 6 Kembang Kol 1,15 0,90 0,95 0,20 0,005 0,02 7 Sawi 0,57 0,61 0,93 0,64 0,58 0,17 8 Wortel 0,23 0,25 0,09 -0,06 0,03 -0,36 9 Lobak 0,07 0,00 0,00 -0,56 -0,84 -0,77 10 Kacang Merah 0,31 0,37 0,39 -0,25 -0,28 -0,27 11 Kacang Panjang 0,15 0,17 0,14 -0,45 -0,51 0,25 12 Cabe Besar 1,05 1,18 0,72 -0,13 -0,14 -0,60 13 Cabe Rawit 1,13 1,42 1,10 -0,38 -0,27 -0,91 14 Tomat 0,43 0,43 0,38 0,50 0,43 -0,74 15 Terung 0,80 0,89 0,94 0,86 0,61 0,99 16 Buncis 0,35 0,39 0,38 -0,01 -0,07 0,26 17 Ketimun 0,39 0,50 0,35 -0,26 -0,16 -0,22 18 Labu Siam 0,16 0,48 0,08 -0,47 0,19 -1,14 19 Kangkung 0,03 0,03 0,01 -0,64 -0,39 -1,19 20 Bayam 0,01 0,01 0,04 0,00 0,00 0,00

Dokumen terkait