• Tidak ada hasil yang ditemukan

The development of food crops subsector in supporting regional development in Majalengka Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The development of food crops subsector in supporting regional development in Majalengka Regency"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

(3)

NUNIK RACHMAWATI. The Development of Food Crops Subsector in Supporting Regional Development in Majalengka Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and DIDIT OKTA PRIBADI

Food crops subsector is expected to be a strategic sector for regional development in Majalengka regency in the future because it based on local resources. The purposes of this study are : (1) identifying condition and potency of food crops subsector in Majalengka regency, (2) identifying the role of food crops subsector in regional economy, (3) identifying superior commodities, (4) exploring perceptions of stakeholders regarding food crops development priorities (5) formulating the direction of food crops subsector development for regional development in Majalengka. The data analysis used are Location Quotient (LQ), Shift Share, Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), land suitability and avaibility evaluation. The result showed that food crops subsector is a basis sector with some commodities have superiority in planting area, harvesting area, production and number of trees. Food crops subsector has the highest contribution in gross regional domestic product (GDP) up to 23,80% and contributed to total output up to 16,23%. However, it has low linkages with other sectors. An analysis result in macro, meso and micro levels showed that paddy, corn, soybean, mangos, banana and melinjo are superior commodities in Majalengka regency. Based on stakeholders perception, three of the priority commodities are paddy, corn, and mangos. While, the priority of agribusiness subsystem is on farming system and supporting aspects of the priorities is improving human resources. The direction in the development of food crops subsector are to improve the performance and enhance the role and linkages with other sector.

(4)

NUNIK RACHMAWATI. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DIDIT OKTA PRIBADI.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Subsektor tanaman bahan makan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Majalengka sehingga diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka pada masa yang akan datang. Sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial.

Untuk meningkatkan pembangunan subsektor ini sehingga mampu menjadi sektor yang strategis dalam pengembangan wilayah, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, (2) mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka, (3) mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan, (4) mengetahui prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dan (5) merumuskan arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis, Analisis Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), dan evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan.

Hasil identifikasi dari kondisi dan potensi menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan sektor basis di wilayah Propinsi Jawa Barat. Dari hasil analisis LQ dan SSA komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang unggul dari aspek luas tanam adalah jagung, kacang hijau dan kembang kol, komoditas yang unggul dari aspek luas panen adalah jagung dan kacang hijau, komoditas yang unggul dari aspek produksi adalah jagung, kedelai, kacang hijau, bawang merah, alpukat, jambu biji, jeruk, mangga, melinjo dan petai, sedangkan komoditas yang unggul dari aspek jumlah pohon adalah alpukat, mangga, durian, jambu biji, pisang, nangka, pepaya, sawo, melinjo, petai, sirsak dan sukun.

(5)

Berdasarkan indikator tersebut subsektor tanaman bahan makanan memiliki peran yang besar dalam preekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage (DFL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DFL sebesar 0,2561 menempati urutan ke-7, buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,0928 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DFL sebesar 0,0823 menempati urutan ke-16, jagung memiliki nilai DFL sebesar 0,0627 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DFL sebesar 0,0238 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,0085 serta menempati urutan ke-27.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya perananan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DBL sebesar 0,1394 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DBL sebesar 0,1106 menempati urutan ke-21, buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,0967 menempati urutan ke-24, bahan makanan lainnya memiliki nilai DBL sebesar 0,0940 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,0674 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DBL sebesar 0,0639 serta menempati urutan ke-28. Hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang (Direct Indirect Forward/Backward Linkage), Indeks Derajat Kepekaan (IDK) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) serta multiplier effec Output, NTB, Pendapatan dan pajak tak langsung menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh dengan hasil analisis DFL dan DBL diatas. Oleh karena itu, berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta multiplier effect, maka subsektor tanaman masih memiliki peran yang kecil. Namun demikian, subsektor ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi sektor strategis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA pada level makro, analisis keterkaitan dan multiplier effect pada level meso dan analisis luas panen serta produksi pada level mikro maka padi, jagung, kedelai, mangga, pisang dan melinjo ditetapkan sebagai komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

(6)

tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang yang mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi terjadinya kebocoran wilayah, sehingga perannya dalam perekonomian wilayah menjadi semakin besar. Untuk mendukung hal ini maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan diupayakan fokus pada komoditas unggulan dengan melaksanakan pembangunan subsistem agribisnis secara terpadu dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, ketersediaan sarana prasarana serta dukungan kelembagaan yang kuat. Arahan wilayah untuk pengembangan padi adalah Kecamatan Ligung, Jatitujuh, Jatiwangi, Dawuan, Kertajati, Kadipaten, Palasah dan Sumberjaya. Arahan wilayah untuk pengembangan jagung adalah Kecamatan Kertajati. Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kadipaten, Kasokandel, Cigasong, Talaga, Banjaran, Cikijing dan Cingambul. Arahan wilayah untuk pengembangan mangga adalah Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Jatiwangi, Panyingkiran dan Majalengka.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

NRP : A156100254

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Didit Okta Pribadi, SP. M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(11)
(12)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pembangunan

Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Didit Okta Pribadi, SP., M.Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan

koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan

beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Pemerintah Kabupaten Majalengka yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010 dan

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dudung Abdurrohman, SP. dan anakku Aisyah Nurlathifah A. beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, Februari 2012

(13)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka pada tanggal 24 Maret 1977 dari pasangan orang tua Bapak U. Samhudi dan Ibu I. Rodiyah (Almarhumah). Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Majalengka. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2000.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….... v

DAFTAR GAMBAR ………...……... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ………. 9

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

1.5. Kerangka Pemikiran ……… 9

1.6. Pengertian/Definisi ………... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah ………... 15

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan ……….. 18

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...………. 21

2.4. Keterkaitan Sektor ……….... 25

2.5. Komoditas Unggulan ………... 28

2.5. Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah ……… 29

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..… 33

3.2. Jenis Data dan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Tehnique)……….. 33

3.3. Bahan dan Alat………...………... 35

3.4. Bagan Alir Penelitian ………...……… 37

3.5. Teknik Analisis Data ………..………….. 40

3.5.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sektor Pertanian…..…… 40

3.5.1.1. Analisis Location Quotient(LQ) ………..…... 40

3.5.1.2. Shift Share Analysis(SSA) ………..…… 41

3.5.2. Analisis Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan... 42

3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan………...………... 51

3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ………. 52

3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah……….. 56

(15)

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4.1. Kondisi Fisik Wilayah ………..…... 59

4.1.1. Kondisi Geografi ………... 59

4.1.2. Kondisi Topografi ………... 61

4.1.3. Kondisi Tanah dan Lahan……….. 63

4.1.4. Iklim ……….. 65

4.1.5. Penggunaan Lahan ……….... 66

4.2. Sosial Kependudukan ………... 67

4.2.1. Kependudukan ……….. 67

4.2.2. Ketenagakerjaan ……… 68

4.2.3. Sosial Budaya ……… 69

4.3. Perekonomian Daerah ………...……….. 70

4.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) …………... 70

4.3.2. Potensi Sektor-Sektor Ekonomi ……….... 72

4.3.2.1. Pertanian ……….. 72

4.3.2.2. Perdagangan, Hotel dan Restoran ………... 75

4.3.2.3. Industri Pengolahan ………. 75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi dan Potensi Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka Terkini ……… 77

5.1.1. Potensi Daya Saing Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab. Majalengka di Wilayah Propinsi Jawa Barat ……….. 77

5.1.2. Potensi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Unggulan Kabupaten Majalengka …………. 82

5.2. Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian Kabupaten Majalengka ……… 95

5.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………... 96

5.2.2. Keterkaitan Sektoral ……….. 103

5.2.3. Multiplier Effect………. 116

5.2.3.1. Multiplier Effect Output ………... 117

5.2.3.2. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto…….. 118

5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan ……… 120

5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung ……. 121

5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka ……….. 122

5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro ……. 123

5.3.2. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Meso ..……. 128

5.3.3. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Mikro ..…… 130

5.3.4. Penetapan Komoditas Unggulan ……… 132

5.4. Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ….. 134

5.4.1. Prioritas Komoditas Unggulan ………... 134

5.4.2. Prioritas Pengembangan Subsistem Agribisnis ……….. 135

5.4.3. Prioritas Pengembangan Aspek Pendukung …………... 138

(16)

5.6. Pembahasan Umum ………... 149

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ……… 153

6.2. Saran ……….. 154

DAFTAR PUSTAKA ……….. 155

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka

Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah) ….………... 3

2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009 ………. 4

3. Rincian Data Calon Responden ………. 34

4. Tujuan, Jenis, Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan ………. 35

5. Sektor-sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 (28 sektor) ………..…………... 43

6. Struktur Dasar Tabel Input-Output ……… 45

7. Skala Perbandingan Berpasangan ……….. 54

8. Fluktuasi Iklim di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ……… 64

9. Penggunaan Lahan di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………….. 65

10. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 – 2009 ………….………... 66

11. Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Majalengka Tahun 2009………. 68

12. Perkembangan Angka Statistik Ketenagakerjaan ……….. 68

13. Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Majalengka Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dari Tahun 2006-2009 (Dalam Jutaan Rupiah)………... 71

14. Perkembangan Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi Sawah di Kab. Majalengka ………... 72

15. Perkembangan Produksi Palawija di Kabupaten Majalengka (dalam ton) ……… 73

(19)

17. Perkembangan Produksi Buah-buahan di Kab. Majalengka (dalam

kuintal) ………... 74

18. Banyaknya Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Majalengka …… 75

19. Nilai LQ Sektor Ekonomi Kabupaten Majalengka ……… 78

20. Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 –2009 ……… 79

21. Nilai LQ dan SSA Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab/Kota di Jawa Barat ………. 81

22. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ………... 83

23. Nilai LQ Luas Tanam Komoditas Sayuran (>1) ……… 83

24. Nilai LQ Luas Panen Komoditas Sayuran (>1) ………. 84

25. Nilai LQ Produksi Komoditas Sayuran (>1) ……… 84

26. Nilai LQ Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

27. Nilai LQ Produksi Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

28. Hasil Analisis Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ……….. 86

29. Differential ShiftLuas Tanam Komoditas Sayuran Yang Positif …… 87

30. Differential ShiftLuas Panen Komoditas Sayuran Yang Positif …….. 87

31. Differential ShiftProduksi Komoditas Sayuran Yang Positif ………... 88

32. Differential Shift Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan Yang Positif ……… 88

33. Differential Shift Produksi Komoditas Buah-buahan Yang Positif …. 89 34. Nomor SK Pelepasan Varietas Tanaman Buah Unggulan Kab. Majalengka ……… 94

35. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam juta rupiah) ………... 96

(20)

37. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Berdasarkan

Tabel I-O ………. 99

38. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………. 101

39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan .. 124

40. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Buah-Buahan …... 125

41. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Sayur-sayuran ….. 126

42. Nilai Multiplier effect Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan ……….. 128

43. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan ……….. 129

44. Produksi dan Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan ………. 130

45. Luas Panen dan Produksi komoditas Sayur-sayuran ……… 131

(21)
(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ……….……… 11

2. Peta lokasi penelitian ………... 32

3. Bagan alir penelitian ………. 38

4. Tahapan metode RAS ………... 44

5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka ………. 52

6. Tahapan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan

pengembangan komoditas unggulan……….. 56

7. Peta administrasi Kabupaten Majalengka ………. 59

8. Distribusi luas wilayah per kecamatan (Km2) ………... 60

9. Peta kelas ketinggian Kabupaten Majalengka ………... 62

10. Peta kedalaman efektif tanah Kabupaten Majalengka ………... 63

11. Distribusi penduduk Kabupaten Majalengka per Kecamatan Tahun

2009 ………... 67

12. Matriks daya saing sektor perekonomian Kabupaten Majalengka …... 80

13. Matriks daya saing luas tanam komoditas subsektor tanaman bahan

makanan Kabupaten Majalengka ………... 90

14. Matriks Daya Saing Luas Panen Komoditas Subsektor Tanaman

Bahan Makanan Kabupaten Majalengka ……….. 91

15. Matriks Daya Saing Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Kabupaten Majalengka ………... 92

16. Matriks Daya Saing Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan

Kabupaten Majalengka ………. 93

17. Keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian ……… 103

18. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ……... 104

19. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor

(23)

20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor

perekonomian ……… 107

21. Keterkaitan padi dengan sektor-sektor lainnya ……… 109

22. Keterkaitan jagung dengan sektor-sektor lainnya ………. 110

23. Keterkaitan buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya ………... 111

24. Keterkaitan sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya ………. 111

25. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ………… 113

26. Nilai Indeks Daya Kepekaan sektor-sektor perekonomian …………... 114

27. Nilai Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian …………. 116

28. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto (PDRB) sektor-sektor

perekonomian ……… 118

29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian …………... 119

30. Multiplier Effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian …... 121

31. Keterkaitan ke depan komoditas subsektor tanaman bahan makanan .. 127

32. Keterkaitan ke belakang komoditas subsektor tanaman bahan

makanan ……… 127

33. Proporsi Komoditas Buah-buahan dan Bahan Makanan LainTerhadap

PDRBnya ……….. 128

34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas komoditas unggulan …………. 134

35 Nilai AHP masing-masing subsistem per komoditas ……….... 137

36 Hasil AHP penentuan prioritas aspek pendukung per subsistem …….. 138

37 Hasil AHP dalam penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan berdasarkan persepsi seluruh stakeholder …. 139

38 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Padi ………... 145

39 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Jagung ……….. 146

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai LQ Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ……….... 159

2. Nilai LQ Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ………... 160

3. Nilai LQ Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun

2009 ………... 161

4. Nilai LQ Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 162

5. Nilai LQ Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 163

6. Nilai Differential Shift Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 164

7. Nilai Differential Shift Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 165

8. Nilai Differential Shift Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 166

9. Nilai Differential Shift Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan

Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 167

10. Nilai Differential Shift Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota

di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 168

11 Model RAS Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 169

12. Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka 2009 (dalam juta rupiah) …... 175

13. Keterangan Kode Sektor ……….... 182

14. Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ………... 183

15. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1………... 187

16. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi ……… 191

17. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung ………... 192

(25)
(26)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemampuan untuk mengelola sumberdaya ekonomi daerah untuk peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah (kabupaten/kota) untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Namun paradigma pembangunan di negara-negara berkembang yang lebih mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung menyebabkan peran sektor pertanian menjadi lebih rendah dibandingkan peran sektor industri. Padahal dengan mengoptimalkan pembangunan sektor pertanian akan mendorong tumbuhnya industri-industri yang berbasis pertanian. Industri yang berbasis pertanian akan lebih banyak menggunakan input produksi dari hasil pertanian

yang merupakan sumberdaya lokal sehingga dapat menghasilkan multiplier effect

yang besar bagi pertumbuhan wilayah. Berkembangnya sektor pertanian dan industri yang berbasis pertanian ini akan menghasilkan pertumbuhan wilayah yang lebih pro masyarakat dan menghindarkan terjadinya berbagai kesenjangan.

Pengembangan pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) di Provinsi Jawa Barat salah satunya dilakukan melalui pengembangan komoditas unggulan dengan pendekatan pewilayahan melalui kawasan andalan. Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian di Provinsi Jawa Barat yang termasuk dalam kawasan andalan Ciayumajakuning yaitu

Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan.

(27)

Kabupaten Majalengka memiliki luas wilayah 120.424 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 1.206.702 jiwa. Berdasarkan ketinggian tempatnya, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas utama yaitu dataran rendah (0 - 100 m dpl) yang berada di wilayah utara Kabupaten Majalengka, dataran sedang (>100 - 500 m dpl), umumnya berada di wilayah tengah dan dataran tinggi (> 500 m dpl). berada di wilayah selatan Kabupaten Majalengka, termasuk didalamnya wilayah yang berada pada ketinggian diatas 2.000 mdpl yaitu terletak disekitar kawasan kaki Gunung Ciremai (BPS Majalengka, 2010). Adapun bentuk topografi Kabupaten Majalengka sangat bervariasi yaitu ada daerah dengan topografi landai (dataran rendah), berbukit bergelombang, serta perbukitan terjal. Berdasarkan ketinggian dan kondisi topografi tersebut Kabupaten Majalengka memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pertanian dengan jenis komoditas yang lebih bervariasi mulai dari komoditas untuk dataran rendah sampai komoditas dataran tinggi.

Struktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan dan menjadi andalan dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten Majalengka. Dari tahun ke tahunnya, diantara sektor-sektor perekonomian yang ada, sektor pertanian memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Majalengka.

Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka terdiri atas lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kontribusi terbesar sektor pertanian ini berasal dari subsektor tanaman bahan makanan yang besarnya pada Tahun 2009 mencapai 23,80 persen dari total nilai PDRB Kabupaten Majalengka dan 84,89 persen dari total sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produksi terbesar di Kabupaten Majalengka berasal dari usaha budi daya tanaman bahan makanan. Tanaman bahan makanan dalam hal ini meliputi komoditas tanaman pangan dan hortikultura.

(28)

Tabel 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah)

No. Uraian 2007 2008 2009

1. PDRB Sektoral

Pertanian 1.093.907,26 1.133.648,71 1.184.973,86

- Tanaman Bahan Makanan 929.860,01 961.993,28 1.005.886,04

- Tanaman Perkebunan 38.294,44 39.596,47 40.575,39

- Peternakan 97.494,29 103.072,99 108.488,65

- Kehutanan 6.178,61 6.351,61 5.976,59

- Perikanan 22.079,91 22.634,36 24.047,19

Pertambangan dan penggalian 159.586,22 166.138,45 162.266,80

Industri pengolahan 657.996,42 691.093,64 724.330,61

Listrik, gas dan air bersih 26.149,82 27.540,86 28.810,27

Bangunan 175.415,37 185.168,46 195.870,26

Perdagangan, hotel dan restoran 756.470,52 797.726,94 838.517.68

Pengangkutan dan komunikasi 250.435,89 260.476,07 271.937,70

Keuangan, persewaan &jasa

perusahaan 219.085,84 229.950,10 240.097,63

Jasa-jasa 526.643,19 550.497,06 579.121,25

2. PDRB per Kapita 3.253.430,66 3.377.492,37 3.502.046,13

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

(29)

Tabel 2. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009

LAPANGAN USAHA

PENDUDUK YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA (%)

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 29,95 31,24 37,61 27,86 30,44

Pertambangan dan Penggalian 2,29 0,67 0,35 4,17 0,49

Industri Pengolahan 18,36 19,39 13,94 17,10 12,13

Listrik, gas dan air minum 0,39 0,10 0,24 0,68 0,29

Konstruksi 7,93 5,36 5,35 4,50 6,54

Perdagangan 26,15 26,65 26,61 19,51 29,40

Angkutan dan Komunikasi 5,97 5,80 5,47 6,55 7,27

Keuangan 0,68 0,51 1,19 5,59 1,04

Jasa-jasa Lainnya 8,28 10,27 9,23 13,83 12,40

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumberdaya alam diharapkan dapat terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Menurut Rustiadi et al. (2009), pengertian sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial. Dengan demikian proses pembangunan wilayah diharapkan akan berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah yang berimbang antara growth, equality dan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan.

Pengembangan sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah pengembangan wilayah seperti kemiskinan dan pengangguran. Hal ini akan tercapai dengan mengoptimalkan pembangunan di sektor pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan petani dan terbukanya lapangan kerja di sektor pertanian yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran.

(30)

efisien. Kajian seksama mengenai perkembangan sektor ini perlu dilakukan untuk menemukan dan mengenali potensi dan kondisi yang ada, dengan demikian peran dan dukungan pemerintah yang dibutuhkan juga akan teridentifikasi dengan baik.

Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka selama ini telah berjalan dengan baik, namun untuk menilai pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini belumlah cukup jika hanya menilai perkembangannya di dalam wilayah Kabupaten Majalengka. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana posisi dan daya saing subsektor pertanian tanaman bahan makanan ini dan apa komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan makanan dan komoditasnya di Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Jawa Barat.

Untuk meningkatkan daya saing subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini perlu diupayakan fokus pada komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif agar dapat bersaing dengan komoditas lain di luar wilayah Kabupaten Majalengka.

Selain itu, untuk meningkatkan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka perlu juga diketahui peran subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah yang meliputi keterkaitan antar sektor serta nilai multiplier effectnya. Keterkaitan antar sektor ini penting diketahui untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pembangunan sektor subsektor tanaman bahan makanan.

Nilai multiplier effect dapat menunjukkan besarnya pengaruh pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan terhadap pengembangan wilayah yang dalam hal ini ditunjukkan oleh nilai output multiplier, total value added multiplier, Income multiplier dan multiplier pajak.

(31)

tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis dan isu-isu yang berkembang kemudian dapat disusun arahan kebijakan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka berbasis sektor pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam melaksanakan pembangunan wilayah, Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari masalah-masalah pembangunan wilayah yang bersifat umum maupun strategis kewilayahan. Isu strategis aspek ekonomi dalam pembangunan Kabupaten Majalengka sesuai yang tercantum dalam dokumen RPJMD Kabupaten Majalengka Tahun 2009 diantaranya adalah : 1). Masih tingginya tingkat kemiskinan, 2). Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka, 3). Masih rendahnya produksi dan produktivitas pertanian, serta 4). Masih rendahnya pengembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) terutama yang berbasis pengolahan hasil pertanian.

Isu strategis poin ke-3 dan ke-4 menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan sehingga hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat produksi dan produktivitas serta UKM dan IKM berbasis pengolahan hasil subsektor tanaman bahan makanan masih rendah. Beberapa permasalahan lainnya yang terjadi dalam pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka diantaranya adalah tingginya tingkat persaingan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan, rendahnya tingkat promosi, rendahnya tingkat investasi, dan belum berkembangnya nilai tambah dari komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan

makanan. Permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa

pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka belumlah optimal.

(32)

mengenai peran pertanian dalam pembangunan di Afrika yang menunjukkan bahwa untuk kawasan perdesaan yang berbasis pertanian, pengembangan

pertanian merupakan kebijakan yang lebih pro poor dibandingkan dengan

pengembangan industri. Pengembangan sektor pertanian terbukti mampu menurunkan jumlah penduduk miskin serta menyerap tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan pengembangan industri.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk mengatasi berbagai isu strategis aspek ekonomi di Kabupaten Majalengka tersebut, peran sektor pertanian yang diwakili oleh subsektor tanaman bahan makanan sangatlah penting. Subsektor tanaman bahan makanan ini merupakan subsektor pertanian yang paling berkembang dari aspek produksi di Kabupaten Majalengka. Hal ini bisa dilihat dari sumbangannya yang paling besar terhadap PDRB diantara subsektor-subsektor pertanian lainnya. Tetapi seberapa besar kekuatan subsektor-subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka mampu mengatasi isu tersebut dan meningkatkan perekonomian Kabupaten Majalengka belum diketahui. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, peran subsektor ini terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka serta prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Upaya-upaya ini perlu dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan subsektor ini.

Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah dalam jangka panjang adalah terjadinya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang terjadi sebagai akibat adanya kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam perekonomian wilayah memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Kemampuan suatu sektor untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut. Salah satu indikasi yang biasa digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengetahui keberadaan sektor basis. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan wilayah perlu memanfaatkan keberadaan sektor-sektor basis ini.

(33)

maupun spasial dalam suatu wilayah. Setiap sektor memiliki keterkaitan ke belakang maupun ke depan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Semakin kuat keterkaitan suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya akan semakin besar pula pengaruhnya dalam perekonomian suatu wilayah. Oleh karena itu, untuk mengetahui peran dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan analisis sehingga dapat menyusun arahan pembangunan yang akurat.

Paradigma pembangunan yang berkembang saat ini adalah pembangunan

yang melibatkan partisipasi dari stakeholder dalam proses perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam kaitannya dengan pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan, stakeholder yang dimaksud adalah

masyarakat petani, pemerintah daerah dan pihak swasta. Keterlibatan seluruh stakeholder dalam setiap proses pembangunan diharapkan akan lebih menjamin pembangunan berjalan dengan baik, lancar dan aspiratif. Oleh karena itu, dalam menyusun rencana pembangunan subsektor tanaman bahan makanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus diketahui.

(34)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan

saat ini di Kabupaten Majalengka.

2. Mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam

perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

3. Mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka.

4. Mengetahui prioritas pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka.

5. Merumuskan arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam

pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Gambaran dan informasi mengenai peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian di Kabupaten Majalengka dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan perekonomian wilayah;

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan

wilayah berbasis pertanian di Kabupaten Majalengka.

1.5. Kerangka Pemikiran

Perkembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan aktivitas-aktivitas ekonominya. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Peningkatan perekonomian wilayah dapat dilakukan melalui integrasi berbagai sektor ekonomi yang ada dalam wilayah serta dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada dalam wilayah itu sendiri.

(35)

wilayah menyebabkan diperlukan adanya skala prioritas dalam perencanaan pembangunan. Skala prioritas ditetapkan berdasarkan sifat strategis suatu sektor di suatu wilayah. Suatu sektor yang bersifat strategis ditunjukkan dengan besarnya sumbangan sektor tersebut terhadap perekonomian suatu wilayah. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya (Rustiadi et al. 2009).

Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan subsektor yang strategis karena menyumbangkan 23,80% terhadap total PDRB Kabupaten Majalengka. Kondisi geografi, topografi dan iklim yang dimiliki oleh Kabupaten Majalengka sangat mendukung untuk pengembangan subsektor tanaman bahan makanan. Topografi Kabupaten Majalengka yang memiliki dataran rendah dan dataran tinggi memungkinkan untuk pengembangan berbagai jenis komoditas pertanian. Potensi sumberdaya alam ini harus dapat dimanfaatkan untuk peningkatan perekonomian wilayah sehingga diharapkan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Peranan dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Dalam perencanaan pengembangannya perlu memperhatikan kondisi, potensi dan daya saing subsektor tanaman bahan makanan serta keberadaan komoditas-komoditas unggulan yang memiliki peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, diperlukan pula keterkaitan antar sektor yang kuat. Keterkaitan antar sektor dapat berupa keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efek pengganda atau multiplier effect.

(36)

Dengan demikian pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar dan bagaimana peranannya dalam pembangunan Kabupaten Majalengka. Hal ini penting agar upaya pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dapat diarahkan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki sehingga mampu meningkatkan daya saing komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura) yang pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun kerangka berfikir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan -Keterkaitan Antar Sektor -Multiplier Effect

Persepsi Stakeholders

Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Sekarang Kondisi dan Potensi Daya Saing

Subsektor Tanaman Bahan Makanan

- Sektor Basis dan Shift Share

- Komoditas Basis dan Shift Share

Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

Interpretasi

Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan Kegiatan Pembangunan

Sektor-sektor Perekonomian

Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

(37)

1.6. Pengertian/Definisi

1. Komoditas Unggulan adalah komoditas yang mampu bersaing dengan

produk sejenis dari wilayah lain. Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) dari sisi penawaran, komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Dalam penelitian ini komoditas unggulan ditetapkan dengan menggunakan metode LQ dan SSA serta analisis input-output.

2. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 pasal 1).

3. Sektor Strategis adalah sektor yang memiliki sumbangan besar dalam

perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial (Rustiadi, et al. 2009).

4. Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan keunggulan

suatu sektor/komoditas dalam suatu wilayah relatif terhadap sektor/komoditas yang sama pada wilayah lainnya.

5. Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan relatif antara

kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu sektor.

6. Shift Share Analysis (SSA) adalah tehnik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektoral di wilayah tersebut.

7. Evaluasi Kesesuaian Lahan adalah proses untuk menduga potensi

sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya dengan membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan karakteristik lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut (Sitorus, 2004).

8. Evaluasi Ketersediaan Lahan : proses evaluasi untuk menentukan luas lahan

(38)
(39)
(40)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu, pengembangaan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan keamanan. (Rustiadi et al., 2009).

Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

(41)

Menurut Tarigan (2008), perencanaan pembangunan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di suatu wilayah. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang dianggap seragam. Pendekatan regional dilakukan dengan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Dalam prakteknya, pengembangan wilayah perlu memadukan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di suatu wilayah. Strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu supply side strategy dan demand side strategy. Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya lokal. Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal. Tujuan strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peningkatan taraf hidup masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang non pertanian sehingga dapat mendorong berkembangnya sektor industri dan jasa yang pada akhirnya akan lebih mendorong berkembangnya suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009).

(42)

merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah sasaran.

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain : mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward dan backward linkages) yang kuat, mampu

bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain

(complementary), mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluaran anggaran kepada sektor-sektor unggulan yang memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain itu, investasi pun diharapkan agar diarahkan kepada sektor ungulan sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006)

(43)

pertanian. Strategi pengembangan wilayah berbasis pertanian lebih diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, bukan hanya mengandalkan investor asing. Hal ini karena investasi asing tersebut kurang bisa memberikan multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat. Salah satu strategi yang yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan konsep agropolitan (Hastuti, 2001).

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan

Sektor pertanian sejak tahap awal pembangunan selalu menjadi sektor yang penting dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada kemampuan sektor pertanian dalam berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk serta menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi sektor input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri dan perdagangan. Di samping itu, selama krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, ternyata sektor tradisional ini yang paling mampu bertahan dan dapat terus memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil kajian Zaini (2005), selama masa krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai nilai netto ekspor positif, yang berarti nilai impornya lebih rendah dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki rasio ketergantungan impor yang rendah sehingga mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang berbasis pada potensi lokal. Hal ini menyebabkan sektor pertanian merupakan sektor yang paling mampu bertahan selama masa krisis ekonomi.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu wilayah serta mampu berperan baik dalam mengurangi terjadinya disparitas ekonomi antar wilayah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purnamadewi et al. (2010) yang menyebutkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung dengan pembangunan infrastruktur atau

(44)

Led-Industrialisation) menghasilkan dampak terbaik terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas ekonomi antar wilayah.

Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha, sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan; (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup (Harianto, 2007).

Sektor pertanian memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian hidup. Menurut Sudaryanto dan Rusastra (2006), kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan ditentukan oleh tiga faktor yaitu : (1) kemampuan mengatasi kedala pengembangan produksi, (2) kapasitas dalam melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis, (3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usahatani di lahan sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif non padi seperti palawija dan hortikultura.

(45)

memilih untuk berkerja di luar sektor pertanian sehingga lama kelamaan sektor pertanian ini akan ditinggalkan dan semakin terpuruk. Selain itu, peningkatan produktivitas usahatani dan kualitas produk belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Produk-produk pertanian lokal menjadi kurang memiliki daya saing dengan produk-produk pertanian dari luar.

Sejauh ini peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, masih menerima beban yang besar dan tidak berimbang dengan alokasi anggaran, sehingga produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pertanian akan mempengaruhi adopsi teknologi yang pada akhirnya akan berdampak pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.

Dampak negatif lain dari terpuruknya sektor pertanian ini adalah

menurunnya tingkat ketahanan pangan, meningkatnya kemiskinan,

ketergantungan pada pangan luar menjadi tinggi, industrialisasi yang terjadi input produksinya sangat tergantung dari bahan baku impor dan meningkatnya pengangguran di perdesaan (Harianto, 2007). Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut perlu perhatian besar dari pemerintah dalam upaya pembangunan sektor pertanian.

Revitalisasi pertanian yang digalakkan oleh Kementerian Pertanian menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya ketersediaan pangan yang cukup, mudah diperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat adalah subsektor tanaman bahan makanan. Oleh karena itu pembangunan pertanian subsektor tanaman bahan makanan menjadi sangat penting dalam menunjang program ketahanan pangan. Selain itu, pangan merupakan salah satu hak dasar bagi rakyat (basic entitlement).

(46)

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Berlakunya otonomi daerah membawa implikasi bagi setiap pemerintah daerah untuk mampu melihat sektor-sektor yang memiliki keunggulan ataupun kelemahan di wilayahnya. Oleh karena itu setelah berlakunya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan sektor atau komoditas yang akan menjadi prioritas pengembangan. Sektor atau komoditas yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2008).

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah adalah keberadaan sektor unggulan. Sektor unggulan merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan ini maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah (Syahidin, 2006). Salah satu alat analisis yang bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan sektor unggulan ini adalah teori basis ekonomi.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori ini menyatakan bahwa sektor basis dapat membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal.

Menurut Rustiadi et al. (2009), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang

(47)

cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis karena merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang memiliki nilai koefisien lokalisasi (LQ) lebih dari satu untuk suatu kegiatan maka wilayah tersebut berpotensi ekspor sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi wilayahnya serta memiliki daya saing ekonomi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Dalam konteks perencanaan pengembangan wilayah, upaya untuk mengidentifikasi aktivitas ekonomi basis menjadi bagian yang penting untuk dapat memetakan komoditas atau sektor unggulan. Asumsi yang digunakan dalam analisis sektor basis dengan menggunakan metode LQ ini adalah (1) kondisi geografis unit wilayah relatif seragam, (2) pola aktivitas antar unit wilayah bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan kualitas produk yang sama dan dinilai dalam satuan yang sama (Pribadi et al., 2010).

Analisis LQ juga memberikan gambaran mengenai sektor atau kegiatan ekonomi mana yang terkonsentrasi (memusat) dan yang tersebar. Tarigan (2008) menyatakan bahwa analisis LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, metode LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut.

(48)

Dalam pengembangan wilayah, selain mengetahui keunggulan komparatif perlu diketahui juga keunggulan kompetitif. Pengukuran ini menjadi penting untuk diketahui karena seringkali dalam pengembangan wilayah perlu menentukan sektor mana yang akan dikembangkan. Untuk menentukan hal tersebut selain mengetahui potensi perlu juga diketahui bagaimana kinerja atau tingkat pertumbuhan sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya yang berdekatan dalam sistem wilayah.

Keunggulan kompetitif suatu wilayah merupakan keunggulan suatu sektor atau komoditas relatif terhadap sektor atau komoditas lainnya dalam suatu wilayah berdasarkan kinerjanya. Untuk mengetahui keunggulan kompetitif suatu wilayah dapat digunakan analisis shift share dan analisis input-output. Suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila dalam waktu tertentu mengalami peningkatan aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain atau memiliki tingkat pertumbuhan yang positif.

Shift Share Analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas berdasarkan kinerja sektor lokal di wilayah tersebut. Kinerja sektor lokal menjadi penting karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal wilayah dan memiliki daya tahan terhadap pengaruh-pengaruh faktor eksternal.

Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisis pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran. Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu :

1. Komponen regionalshare (komponen laju pertumbuhan total). Komponen ini

menunjukkan kontribusi pergeseran total semua sektor di seluruh wilayah yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen proportional shift (komponen pergeseran proporsional).

Komponen ini menunjukkan pergeseran total sektor tertentu di wilayah agregat yang lebih luas yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.

(49)

Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain

Untuk memetakan sektor unggulan dapat digunakan data PDRB per sektor atau jumlah tenaga kerja per sektor. Data PDRB per sektor dugunkan untuk mengidentifikasi sektor unggulan berdasarkan besaran nilai tambah yang dihasilkan, sementara data tenaga kerja dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan berdasarkan kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja sehingga mampu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun untuk memetakan potensi komoditas unggulan wilayah, data yang digunakan bisa berupa data produksi atau produktivitas. Data produksi digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan bedasarkan kapasitas

aktual dari aktivitas produksi. Data produktivitas digunakan untuk

mengidentifikasi komoditas unggulan berdasarkan kapasitas potensial dari aktivitas produksi (Pribadi et al., 2010).

Dengan berlangsungnya perdagangan bebas, maka perdagangan dunia akan cenderung pada spesialisasi perdagangan, dalam hal ini maka setiap negara akan berusaha memperdagangkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Bila produk yang diperdagangkan bersifat komplementer, maka peluang negara yang bersangkutan menikmati manfaat perdagangan bebas akan besar. Namun apabila produk yang diperdagangkan bersifat subtitusi maka manfaat yang diperoleh dari perdagangan bebas akan tergantung dari kemampuan produk tersebut untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain (Saragih, 2010).

(50)

Sementara itu, dari aspek kualitas dan kontinuitas pasokan salah satunya dapat diatasi dengan pengembangan teknologi budidaya, panen dan pasca panen.

Menurut Saptana et al. (2006), daya saing komoditas pertanian

dipengaruhi pula oleh kinerja sumberdaya manusia, terutama kemampuan manajerialnya. Untuk mengatasi hal tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan strategi pengembangan kelembagaan kemitraan usaha melalui proses sosial yang matang dan dengan dasar saling mempercayai (trust) di antara para pelaku agribisnis.

2.4. Keterkaitan Sektor

Pengembangan sektor memiliki relevansi yang kuat dengan

pengembangan wilayah. Suatu wilayah dapat berkembang melalui

berkembangnya sektor unggulan di wilayah tersebut yang akan mendorong berkembangnya sektor-sektor lainnya. Selanjutnya, sektor-sektor lain yang akan berkembang dan mendorong sektor-sektor yang terkait sehingga membentuk suatu sistem keterkaitan antar sektor.

Keterkaitan antar sektor ekonomi dipandang penting dalam pengembangan wilayah. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan yang terpadu antar sektor ekonomi, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antara sektor yang sangat dinamis.

Pendekatan yang dipandang relevan untuk menelaah karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan antar sektor perekonomian adalah analisis InputOutput (I-O). Tabel input-output (Tabel I-O) pada dasarnya merupakan suatu bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antara sektor yang satu dengan sektor lainnya dalam suatu kegiatan perekonomian di suatu negara/daerah pada suatu periode waktu tertentu.

(51)

memenuhi permintaan akhir. Isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya.

Tabel I-O mempunyai kegunaan antara lain untuk : (1) memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor) terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah (PDRB), pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak (PAD) dan sebagainya; (2) mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa sehingga mempermudah analisis tentang kebutuhan import dan kemungkinan substitusinya; dan (3) memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi (Pribadi et al., 2010).

Secara metodologi tabel I-O mempunyai beberapa keterbatasan karena model I-O dilandasi oleh asumsi-asumsi, antara lain sebagai berikut :

(1) Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya

memproduksi suatu jenis output yang seragam (homogenity) dengan sruktur input tunggal dan antar sektor tidak dapat saling mensubstitusi.

(2) Asumsi linieritas/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier atau berbanding lurus (proporsionality), yang berarti perubahan tingkat output

tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang

sebanding.

(3) Asumsi aditivitas, yaitu efek keseluruhan dari kegiatan produ

Gambar

Gambar 2.  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3. Rincian Data Calon Responden
Tabel 4. Tujuan, Jenis , Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang diharapkan
Tabel input –output Kab. Ciamis Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan motorik halus yaitu melipat kertas.Kegiatan melipat kertas bertujuan untuk melatih koordinasi

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan bentuk- bentuk implikatur percakapan nonkonvensional yang ditemukan dalam wacana pertemuan ibu-ibu

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Pengaruh Aditif Jus Daun Pepaya Yang Difermentasi

Misalnya ketika ada pengiriman paket data dari port A ke port B dan pada saat yang sama ada pengiriman paket data dari port C ke port D, maka tidak akan terjadi tabrakan ( collision )

Pengukuran dilakukan dengan mengisi cairan pembersih lantai ke dalam alat tersebut sampai penuh (lubang bagian bawah ditutup dengan ibu jari). Selanjutnya ujung

Dimana penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Program Studi D3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu

a. Memahami Standar Nasional Pendidikan. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Menguasai materi standar. Mengelola program pembelajaran. Menggunakan media dan

Masalah transshipment ini apabila diselesaikan dengan program Solver , maka kita memberikan nilai M yang cukup besar, misalnya 100.000. Untuk menyelesaikan masalah pada Tabel