• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cattle Development Potential of Land Resources Based in Tanah Bumbu regency of South Kalimantan Province.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cattle Development Potential of Land Resources Based in Tanah Bumbu regency of South Kalimantan Province."

Copied!
247
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBERDAYA LAHAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KHAMSIANSYAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Sapi Potong Berbasis Potensi Sumberdaya Lahan Di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

Khamsiansyah

(3)

KHAMSIANSYAH. Cattle Development Potential of Land Resources Based in Tanah Bumbu regency of South Kalimantan Province. Supervised by:

DJUNAEDI ABDUL RACHIM, MUHAMMAD ARDIANSYAH and

SETIA HADI.

Development of beef cattle is closely related to potential land resources. Tanah Bumbu Regency has a superior commodity that is beef cattle, with a population until the year 2009 amounted to 31 568 individuals. Development area of beef cattle in Tanah Bumbu apparently not noticed the potential of land resources. Purpose of this study are: 1) to identify the basic sector and centralization of activities, 2) to identify the types of appropriate land use, 3) to identify the ecological land suitability, 4) to identify land source for animal feed, forage and 5) to determine the priority direction of development land. The study lasted from October 2008 until February 2011. Processing data using the GIS program Arc View 3.3, Erdas Imagine 6.8, MS Excel and MS XP. GPS tools and other tools that support. Determination of the basic sector and the centralization of activities using the Location Quotient (LQ), Localization Index (LI) and

Specialization Index (SI).

(4)

KHAMSIANSYAH. Pengembangan Sapi Potong Berbasis Potensi Sumberdaya Lahan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh : DJUNAEDI ABDUL RACHIM, MUHAMMAD ARDIANSYAH dan SETIA HADI.

Pengembangan sapi potong erat kaitannya dengan potensi sumberdaya lahan. Kabupaten Tanah Bumbu memiliki komoditas unggulan ternak sapi potong, dengan populasi sampai tahun 2009 sebesar 31 568 ekor. Pengembangan wilayah untuk ternak sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu ternyata belum memperhatikan potensi sumberdaya lahan. Tujuan, penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi sektor basis dan pemusatan aktifitas, 2) mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai, 3) mengidentifikasi kesesuaian lahan lingkungan ekologis, 4) mengidentifikasi lahan sumber hijauan makanan ternak, 5) menentukan prioritas arahan lahan pengembangan. Penelitian berlangsung dari bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Pengolahan data menggunakan program GIS Arc View 3.3, Erdas Imagine 8.6, MS Excel dan MS XP. Alat bantu GPS dan alat-alat lain yang menunjang. Penentuan sektor basis dan pemusatan aktifitas menggunakan analisis Location Quotient (LQ),

Localization Index (LI) dan Specialization Index (SI).

Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) pemeliharaan ternak sapi potong merupakan sektor basis di Kecamatan Kuranji (LQ=1.13), Angsana (LQ=1.11), Karang Bintang (LQ=1.10), Mantewe (LQ=1.09), Satui (LQ=1.06) dan Sungai Loban (LQ=1.06). Berdasarkan analisis Localization Index (LI) terjadi pemusatan aktifitas pemeliharaan ternak sapi potong di Kecamatan Kusan Hulu (LI=0.02), Batulicin (LI=0.01), Kuranji (LI=0.01), Kusan Hilir (LI=0.01), Mantewe (LI=0.01) dan Sungai Loban (LI=0.01). Berdasarkan analisis Specialization Index (SI) terjadi kekhasan aktifitas pemeliharaan ternak sapi potong di Kecamatan Batulicin (SI=0.33), Kusan Hulu (SI=0.16), Kusan Hilir (SI=0.10).

Hasil analisis spasial menunjukkan jenis-jenis lahan yang baik untuk pengembangan sapi potong pada keadaan aktual adalah kebun, lahan terbuka, semak belukar dan tegalan dengan total luas 171 926 Ha (33.68% dari total luas Kabupaten Tanah Bumbu yaitu: 505 249 Ha). Keadaan potensial adalah hutan produksi, hutan produksi terbatas, kebun, lahan terbuka, perkebunan karet, sawah, semak belukar dan tegalan dengan total luas 356 815 Ha (69.89% dari total luas Kabupaten Tanah Bumbu).

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan lingkungan ekologis yang sesuai untuk pemeliharaan sistem gembala pada keadaan aktual adalah 136 695 Ha (26.78% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu), keadaan potensial adalah 321 584 Ha (62.99% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu). Sistem kandang pada keadaan aktual adalah 148 967 Ha (29.18% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu), keadaan potensial adalah 333 856 Ha (62.99% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu).

(5)

dan tegalan. Total daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Tanah Bumbu pada keadaan aktual adalah 181 516 ST (satuan ternak) sehingga masih mampu menampung ternak sapi potong sebesar 155 118 ST, keadaan potensial adalah 211 110 ST sehingga masih mampu menampung ternak sapi potong sebesar 184 711 ST.

Berdasarkan prioritas arahan lahan pengembangan sistem gembala prioritas I keadaan aktual adalah kebun 7 020 Ha keadaan potensial adalah hutan produksi terbatas dan sawah 4 172 Ha, prioritas II keadaan aktual adalah tegalan 70 431 Ha keadaan potensial adalah hutan produksi dan lahan terbuka 114 664 Ha, prioritas III keadaan aktual adalah semak belukar 44 275 Ha keadaan potensial adalah perkebunan karet dan semak belukar 55 554 Ha dan prioritas IV keadaan aktual adalah lahan terbuka 3 394 Ha keadaan potensial adalah kebun dan tegalan 78 136 Ha. Sistem kandang prioritas I keadaan aktual adalah kebun 7 020 Ha keadaan potensial adalah hutan produksi terbatas dan sawah 4 172 Ha, prioritas II keadaan aktual adalah tegalan 78 863 Ha keadaan potensial adalah hutan produksi dan lahan terbuka 114 676 Ha, prioritas III keadaan aktual adalah semak belukar 44 322 Ha keadaan potensial adalah perkebunan karet dan semak belukar 55 630 Ha dan prioritas IV keadaan aktual adalah lahan terbuka 3 394 Ha keadaan potensial adalah kebun dan tegalan 89 800 Ha.

Berdasarkan arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala keadaan aktual mempunyai luas 125 120 Ha (24.51% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu) total daya dukung 139 989 ST total kapasitas peningkatan 113 590 ST atau rata-rata 0.79 ST/Ha, sistem kandang keadaan aktual mempunyai luas 133 599 Ha (26.17% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu) total daya dukung 150 636 ST total kapasitas peningkatan 124 237 ST atau rata-rata 0.87 ST/Ha. Keadaan potensial sistem gembala mempunyai luas 252 526 Ha (49.46% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu) total daya dukung 164 463 ST total kapasitas peningkatan 138 064 ST atau rata-rata 0.49 ST/Ha, sistem kandang keadaan potensial mempunyai luas 264 277 Ha (51.77% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu) total daya dukung 179 199 ST total kapasitas peningkatan 152 800 ST atau rata-rata 0.54 ST/Ha.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SUMBERDAYA LAHAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KHAMSIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Sumberdaya Lahan Di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

Nama : Khamsiansyah

NIM : A156070184

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djunaedi Abdul Rachim, MS Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr

(10)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Illahi rabbi karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengembangan Sapi Potong Berbasis Potensi Sumberdaya Lahan Di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan”.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:

3. Kepala Pusbindiklatren-Bappenas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi ini dan juga telah mengalokasikan anggaran biaya beasiswa tugas belajar.

4. Bupati Tanah Bumbu dan Sekda Kabupaten Tanah Bumbu atas bantuan dan ijin yang telah diberikan untuk melaksanakan tugas belajar di IPB.

5. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah Bumbu Bapak Drs. Edward Thurrahman dan staf yang telah memberikan kemudahan dalam proses penelitian.

6. Kepala Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu dan staf (Zainudin=terimakasih data digitalnya) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

7. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan dan staf (Mba Wuri=terimakasih data populasinya dan teman-teman di Disnakprov Kalsel). 8. Bapak Marwan dan Ir. Suratman dari Puslittanak Bogor, Bapak Ir. Subroto

M.S dan Ibu Elizabeth Juarini M.S dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor atas segala informasi dan pemahaman yang diberikan.

9. Ayah (Hermansyah) dan Ibu (Rosita) serta keluarga tercinta (Rusmansyah, manfaat bagi para pembaca, walaupun itu mungkin hanya kecil sekali bermakna. Tidaklah sesuatu itu berguna tanpa ada usaha untuk menggapainya. Mohon maaf bila diri telah alpa dalam ucap maupun goresan tinta.

Bogor, Februari 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 3 Januari 1974 dari ayah Hermansyah dan ibu Rosita. Penulis merupakan putra ke dua dari empat bersaudara.

Pada tahun 1981 penulis masuk SD Negeri Tibung Raya I Kandangan lulus tahun 1987, masuk SMP Negeri 2 Kandangan tahun 1987 lulus tahun 1990, masuk Sekolah Menengah Teknologi (SMT) Pertanian Negeri Rantau tahun 1990 lulus tahun 1993, diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Fakultas Peternakan IPB tahun 1993 lulus tahun 1996, pada tahun 1997 Penulis diterima menjadi mahasiswa Alih Jenjang program pendidikan Strata 1 di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang dan lulus tahun 2000, tahun 2001 penulis mengambil Akta Mengajar di Universitas Negeri Malang, selanjutnya tahun 2002 dan 2003 penulis sempat menjadi guru honorer dan mengajar di SMA Negeri 1 Batulicin dan akhir tahun 2003 penulis diterima sebagai CPNS Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. Kesempatan untuk melanjutkan ke Sekolah Pasca Sarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah diperoleh pada tahun 2007 atas ijin tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu dan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Bappenas.

Saat ini penulis bekerja pada Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, dengan tugas utama membantu perencanaan produksi, pengembangan peternakan dan kesehatan hewan.

(12)

Halaman

Keterbatasan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Sapi Potong ... 8

Hijauan Makanan Ternak ... 8

Pengertian Dasar Informasi Geografi ... 9

Penginderaan Jauh untuk Interpretasi Citra ... 10

Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia ... 14

BAHAN DAN METODE ... 16

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Data ... 16

Alat ... 18

Analisis dan Pengolahan Data ... 18

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 27

Penduduk ... 27

Penutupan dan Penggunaan Lahan... 53

Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong... 57

Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Sapi Potong ... 65

(13)

Kesimpulan ... 83

Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(14)

Halaman

1 Data perkembangan populasi ternak di Kabupaten Tanah Bumbu

selama tahun 2005 s/d 2009 ... 3

2 Luas daerah Kabupaten Tanah Bumbu menurut penggunaan

tanah tahun 2008 ... 3

3 Panjang gelombang kanal-kanal sensor TM dan

fungsi aplikasinya ... 13

4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 16

5 Kriteria status daya dukung hijauan berdasarkan indeks daya

dukung ... 21

6 Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan ... 22

7 Karakterisasi pakan hijauan pada setiap penggunaan lahan ... 22

8 Nilai satuan ternak (ST) ruminansia utama di Kabupaten

Tanah Bumbu tahun 2009 ... 22

9 Matriks prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong ... 22

10 Distribusi penduduk di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2008 ... 28

11 Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Tanah Bumbu

tahun 2003-2009 ... 30

12 Rata-rata Suhu Udara di Kabupaten Tanah Bumbu

tahun 2003-2008 ... 30

13 Rata-rata Kelembaban Nisbi di Kabupaten Tanah Bumbu tahun

2003-2008 ... 31

14 Bentuk wilayah dan luas lahan berdasarkan kelerengan di

Kabupaten Tanah Bumbu ... 31

15 Ketinggian dan luas wilayah di Kabupaten Tanah bumbu... 34

16 Populasi ternak ruminansia dalam satuan ekor dan Satuan

Ternak (ST) perkecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009 ... 49

17 Luas panen, produksi dan rata-rata produksi tanaman padi dan

(15)

di Kabupaten Tanah Bumbu ... 50

19 Hasil analisis LQ ternak ruminansia di Kabupaten Tanah Bumbu ... 51

20 Hasil analisis LI ternak ruminansia di Kabupaten Tanah Bumbu ... 52

21 Hasil analisis SI ternak ruminansia di Kabupaten Tanah Bumbu ... 53

22 Jenis penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 54

23 Luas kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu ... 57

24 Status daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010 ... 62

25 Daya dukung hijauan makanan ternak dan kapasitas peningkatan ternak sapi potong menurut kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu (satuan ternak) ... 62

26 Daya dukung hijauan makanan ternak berdasarkan land use di Kabupaten Tanah Bumbu ... 65

27 Jenis penutupan dan penggunaan lahan berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tanah Bumbu ... 66

28 Prioritas arahan lahan dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 70

29 Prioritas arahan lahan dan kapasitas peningkatan sapi potong sistem kandang di Kabupaten Tanah Bumbu ... 70

30 Arahan Lahan pengembangan sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu ... 76

(16)

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 7

2 Peta lokasi penelitian Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan ... 17

3 Diagram alir pembuatan peta satuan lahan Kabupaten Tanah Bumbu ... 25

4 Diagram alir pembuatan peta prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong ... 26

5 Peta curah hujan tahunan Kabupaten Tanah Bumbu ... 29

6 Peta lereng Kabupaten Tanah Bumbu ... 32

7 Peta elevasi Kabupaten Tanah Bumbu ... 33

8 Peta satuan lahan Kabupaten Tanah Bumbu ... 43

9 Citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2010 Kabupaten Tanah bumbu ... 55

10 Peta penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 56

11 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 58

12 Peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong sistem kandang di Kabupaten Tanah Bumbu ... 59

13 Peta status daya dukung hijauan makanan ternak keadaan aktual di Kabupaten Tanah Bumbu ... 63

14 Peta status daya dukung hijauan makanan ternak keadaan potensial di Kabupaten Tanah Bumbu ... 64

15 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2004 ... 67

16 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembalakeadaan aktual di Kabupaten Tanah Bumbu ... 68

(17)

kandang keadaan aktual di Kabupaten Tanah Bumbu ... 74

19 Peta prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong sistem

kandang keadaan potensial di Kabupaten Tanah Bumbu ... 75

20 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala

keadaan aktual di Kabupaten Tanah Bumbu ... 77

21 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem gembala

keadaan potensial di Kabupaten Tanah Bumbu ... 78

22 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang

keadaan aktual di Kabupaten Tanah Bumbu ... 80

23 Peta arahan lahan pengembangan sapi potong sistem kandang

(18)

Halaman

1 Legenda satuan lahan dan tanah di Kabupaten Tanah Bumbu ... 91

2 Kriteria penilaian kesesuaian lingkungan ekologis untuk ternak sapi gembala dan kandang (ternak ruminansia yang

adaptik di daerah tropik pada umumnya) ... 95

3 Kualitas dan karakteristik lahan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 96

4 Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di kabupaten

Tanah Bumbu keadaan aktual ... 98

5 Kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong di kabupaten

Tanah Bumbu keadaan potensial ... 99

6 Data produksi limbah tanaman pangan Kabupaten Tanah Bumbu

tahun 2009 ... 100

7 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan

aktual berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 101

8 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan

potensial berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu ... 102

9 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan aktual berdasarkan penutupan dan penggunaan lahan (Land use)

di Kabupaten Tanah Bumbu ... 103

10 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan potensial berdasarkan penutupan dan penggunaan lahan (Land use)

di Kabupaten Tanah Bumbu ... 104

11 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan aktual yang digunakan untuk prioritas arahan pengembangan

sapi potong sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 105

12 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan potensial yang digunakan untuk prioritas arahan pengembangan

sapi potong sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 106

13 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan aktual yang digunakan untuk prioritas arahan pengembangan

(19)

potensial yang digunakan untuk prioritas arahan pengembangan

sapi potong sistem kandang di Kabupaten Tanah Bumbu ... 108

15 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan aktual yang digunakan untuk arahan pengembangan sapi potong

sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 109

16 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan potensial yang digunakan untuk arahan pengembangan sapi

potong sistem gembala di Kabupaten Tanah Bumbu ... 110

17 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan aktual yang digunakan untuk arahan pengembangan sapi potong

sistem kandang di Kabupaten Tanah Bumbu ... 111

18 Hasil perhitungan indeks dan daya dukung (DD) pada keadaan potensial yang digunakan untuk arahan pengembangan sapi

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini keperluan dan harga daging sapi terus meningkat, apalagi

menjelang hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Menurut Dirjen Peternakan RI,

kebutuhan sapi potong nasional pada tahun 2009 mencapai 2.1 juta ekor sapi.

Sebanyak 1.1 juta ekor dari kebutuhan tersebut dipasok dari dalam negeri,

sedangkan sebanyak 1 juta ekor sapi masih dipasok dari impor. Total dana untuk

keperluan impor mencapai Rp 4.8 trilyun. Dengan asumsi jumlah penduduk tahun

2010 adalah 240 juta jiwa dan konsumsi daging sapi 1.8 kg/kapita/tahun, maka

dibutuhkan 432 juta kilogram daging sapi atau jika dikonversikan menjadi sapi

hidup setara dengan 2.5 juta ekor sapi. Jika diasumsikan peningkatan konsumsi

daging menjadi 10 kg/kapita/tahun, paling tidak, perlu tersedia 10 juta ekor sapi

setiap tahun (Fikar dan Ruhyadi, 2010).

Semua orang suka makan daging, termasuk daging sapi. Semakin tinggi

penghasilan masyarakat, biasanya konsumsi daging sapi semakin meningkat. Hal

ini disebabkan adanya kemampuan individu tersebut untuk membeli daging sapi

yang memang harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga daging ayam dan

itik. Konsumsi daging sapi tidak mengenal musim. Bahkan pada hari-hari besar

keagamaan dan tahun baru, permintaan daging sapi meningkat tajam, sehingga

harganyapun bisa naik tiga kali lipat.

Daging sapi dapat diolah menjadi beraneka macam makanan dan masakan

seperti rendang, steak, dendeng dan abon. Tidak heran begitu banyak orang yang

menyukai masakan daging sapi maupun olahannya, permintaan terhadap sapi

potong dari tahun ke tahun terus meningkat. Sementara itu, pasokan sapi potong

dalam negeri belum dapat memenuhi semua permintaan yang ada.

Tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa memelihara sapi potong begitu

menggiurkan. Selama bertahun tahun, banyak peternak kecil maupun besar yang

sudah merasakan keuntungan beternak sapi potong. Banyak peternak yang telah

mengantarkan anaknya menjadi sarjana hanya karena memiliki usaha sampingan

beternak sapi potong. Beberapa keuntungan beternak sapi potong diantaranya

(21)

tinggi dan sapi potong mampu mengubah rumput alam yang tidak berharga

menjadi produk daging yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Kabupaten Tanah Bumbu memiliki potensi besar untuk pembangunan

peternakan sapi potong, hal ini sangat didukung oleh adanya rumput alam yang

luas untuk padang penggembalaan. Potensi pasar dalam daerah dan antar propinsi

sangat terbuka dan berpeluang besar. Dalam lingkup yang lebih besar, Provinsi

Kalimantan Selatan berkeinginan meningkatkan populasi ternak sapi potong

menjadi 226 515 ekor (kondisi tahun 2009 = 211 266 ekor) dengan

memanfaatkan potensi alam dengan tetap mempertimbangkan kelestarian

lingkungan. Terwujudnya keinginan di atas pada giliranya diharapkan dapat

dipenuhinya permintaan masyarakat di dalam Propinsi, Regional Kalimantan

maupun tingkat Nasional. Usaha peternakan ini diharapkan juga akan

memberikan kontribusi yang makin besar terhadap pendapatan masyarakat

Kabupaten Tanah Bumbu dan Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan

(2010), ternak sapi potong masih dapat dikembangkan sampai 877 500 ekor

sementara ini populasi sapi potong tahun 2009 adalah 211 266 ekor atau 24.08%

dari pemanfaatan potensi yang ada. Peluang pengembangan ternak sapi potong di

Provinsi Kalimantan Selatan masih terbuka sebanyak 666 234 ekor. Pemotongan

ternak sapi di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007 guna memenuhi konsumsi

daging dalam daerah mencapai 27 654 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan gizi

masyarakat sesuai standar nasional diperlukan sapi yang dipotong perlu sebanyak

64 000 ekor per tahun. Berarti kondisi ini baru terpenuhi 43.21% atau masih

kurang 36 346 ekor lagi yang harus dipotong.

Dari data Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah

Bumbu (2010), populasi sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009

adalah 31 568 ekor. Data perkembangan populasi ternak 5 tahun terakhir di

Kabupaten Tanah Bumbu seperti disajikan pada Tabel 1. Terdapat

kecenderungan peningkatan populasi ternak sapi potong tahun 2009 sebesar

11.05% dari populasi awal tahun 2005. Adapun luas tanah yang berpotensi untuk

pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu sangat besar. Hal

(22)

kering, padang (semak, alang-alang, rumput) dan lahan terbuka dengan total luas

67 357 Ha sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi potong.

Berdasarkan potensi di atas dan seiring dengan perkembangan wilayah maka perlu

adanya penelitian tentang Pengembangan Sapi Potong Berbasis Potensi

Sumberdaya Lahan Di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.

Tabel 1 Data perkembangan populasi ternak di Kabupaten Tanah Bumbu selama tahun 2005-2009

8 Ayam Buras 478 876 354 062 475 565 476 974 477 766

9 Ayam Ras Petelur - - - -

-10 Ayam Ras Pedaging 350 544 477 016 343 406 330 055 307 168

11 Itik 45 328 44 872 44 643 44 776 44 911

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah Bumbu (2010).

Tabel 2 Luas daerah Kabupaten Tanah Bumbu menurut penggunaan tanah tahun 2008

No. Penggunaan tanah Luas (Ha) %

1. Kampung 7 831 1.55

2. Industri 810 0.16

3. Pertambangan 1 563 0.31

4. Sawah 14 329 2.83

5. Pertanian Tanah Kering 1 810 0.36

6. Kebun Campuran 40 321 7 96

7. Perkebunan 42 367 8.36

8. Padang (Semak, Alang-alang, Rumput) 65 452 12.92

9. Hutan 319 476 63.05

10. Perairan darat 932 0.18

11. Tanah Terbuka 95 0.02

12. Lain-lain 11 710 2.31

Tanah Bumbu 506 696 100.00

(23)

Perumusan Masalah

Informasi potensi sumberdaya lahan sangatlah penting sebagai dasar

pertimbangan dalam perencanaan dan pembangunan wilayah. Demikian juga

dengan pengembangan ternak sapi potong, perlu adanya data potensi sumberdaya

lahan sehingga kebijakan dengan program pemerintah dapat dilakukan dengan

tepat. Berdasarkan hal di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah sektor basis dan pemusatan aktifitas sektor peternakan di Kabupaten Tanah Bumbu?

2. Jenis-jenis penggunaan lahan yang manakah yang baik untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu?

3. Lahan-lahan manakah yangsesuai sebagailingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu?

4. Lahan-lahan manakah sumber hijauan makanan ternak sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu?

5. Lahan-lahan manakah yang merupakanprioritas arahan lahan pengembangan

sapi potongdi Kabupaten Tanah Bumbu?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sektor basis dan pemusatan aktifitas sektor peternakan di Kabupaten Tanah Bumbu.

2. Mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan lahan yang baik untuk

pengembangan sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu.

3. Mengidentifikasi kesesuaian lahan lingkungan ekologis sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu.

4. Mengidentifikasi lahan sumber hijauan makanan ternak sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu.

5. Menentukan prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong yang sesuai dengan potensi lahan yang adadi Kabupaten Tanah Bumbu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk:

(24)

dalam perencanaan pembangunan wilayah, khususnya pengembangan ternak

sapi potong.

2. Memberikan masukan bagi masyarakat swasta/investor yang berusaha dibidang

pemeliharaan sapi potong.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tentang sumberdaya lahan sebagai dasar perencanaan wilayah di

Kabupaten Tanah Bumbu.

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini pengembangan ternak sapi potong dilakukan

berdasarkan pendekatan sumberdaya wilayah/lahan. Sumberdaya wilayah

bervariasi antara satu tempat dengan tempat lain. Oleh karena itu, tidak mungkin

ternak sapi dikembangkan pada semua wilayah, antara lain karena adanya

keterbatasan sumberdaya lahan di suatu wilayah. Pengembangan peternakan

sapi potong merupakan usaha pertanian berbasis lahan (land based agriculture)

dimana lahan merupakan faktor penting sebagai tempat hidup dan penghasil

hijauan makanan ternak. Lahan usaha ternak sapi potong terkait erat dengan

lahan-lahan usahatani secara umum. Lahan-lahan usahatani mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda dalam penyediaan hijauan makanan ternak

termasuk limbah pertanian karena jenis tanaman dan pengelolaan yang

berbeda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi lahan untuk menilai keragaan

lahan untuk pengembangan sapi potong yakni penentuan kesesuaian lahan

untuk lingkungan ekologis dan lahan sumber hijauan makanan ternak (HMT).

Kesesuaian lahan untuk HMT dicerminkan oleh tingkat ketersediaan dan daya

dukung hijauan di suatu wilayah termasuk bahan pakan asal limbah

pertanian.

Identifikasi penutupan/penggunaan lahan (landuse) yang potensial untuk pengembangan ternak ruminansia dibuat melalui proses interpretasi citra

Landsat 7 ETM+ tahun 2010, sehingga didapat penggunaan lahan saat ini.

Evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan sapi potong, dilakukan dengan

membandingkan antara kualitas/karakteristik lahan dengan persyaratan kesesuaian

lingkungan ekologis sapi potong yakni faktor iklim (suhu, kelembaban), terrain

(25)

Sebagai bahan pertimbangan digunakan indeks Location Quotient (LQ), Localization Index (LI) dan Specialization Index (SI) yang berfungsi untuk melihat sektor basis dan pemusatan aktifitas sektor peternakan di wilayah

penelitian. Dengan operasi tumpang tindih (overlay) dapat ditentukan prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong di Kabupaten Tanah Bumbu. Dari uraian di

atas, kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Peta tanah yang digunakan terbatas pada informasi skala 1:250 000.

2. Penelitian hanya dilakukan pada tingkat kecamatan, padahal sebaiknya adalah

pada tingkat desa.

3. Pemilikan tanah dan kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi

lahan.

4. Aksesibilitas (sarana jalan) dan pemukiman tidak diperhitungkan.

5. Perhitungan produksi hijauan makanan ternak dan bahan kering cerna (BKC)

untuk setiap penutupan/penggunaan lahan didasarkan pada asumsi hasil

penelitian terdahulu dan data sekunder.

6. Produksi hijauan makanan ternak dihitung berdasarkan penggunaan dan

penutupan lahan saat ini (present land use).

7. Produksi limbah dihitung berdasarkan data sekunder luas panen tanaman

(26)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian - Lahan Peternakan Sapi Potong Keadaan tahun (2010)

- Lahan Tersedia yang Berpotensi untuk Peternakan Sapi Potong

Evaluasi Lahan untuk Peternakan

OVERLAY

Analisis Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak - Daya Dukung

- Indeks Daya Dukung

Data Populasi dan Komposisi Ternak

Lahan-lahan Potensial untuk Pengembangan Ternak Sapi Potong

Kapasitas Peningkatan Populasi Sapi Potong

Daya Dukung Lahan-lahan yang Sesuai untuk Pengembangan Sapi Potong Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Sapi Potong

Citra Landsat 7 ETM+ (2010)

Peta Penggunaan Lahan

Kesesuaian Lingkungan Ekologis Ternak Sapi Potong

Data Produksi Limbah Tanaman Pangan

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Potong

Sapi termasuk ternak ruminansia yaitu ternak memamah biak yang memiliki

saluran pencernaan istimewa karena mampu memanfaatkan hijauan yang

mengandung serat kasar yang tinggi (Natasasmita dan Murdikdjo, 1980).

Sedangkanmenurut Williamson dan Payne (1993), ternak sapi potong adalah jenis

sapi yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Sapi

termasuk dalam genus Bos, mempunyai teracak (jari) genap, berkaki empat,

tanduk berongga, dan memamah biak. Sapi juga termasuk dalam kelompok

Taurine, termasuk di dalamnya Bos taurus (sapi-sapi yang tidak memiliki punuk) dan Bos indicus (sapi-sapi yang berpunuk). Beberapa sapi potong Eropa dan Inggris yang didatangkan ke Indonesia adalah sapi: Simmental, Limousin, Angus,

Hereford, Shorthorn, Santa gertrudis, dan Beefmaster. Dari India sapi: Brahman

dan Ongole. Sedangkan sapi lokal Indonesia adalah sapi Bali, sapi Madura, dan

sapi PO atau peranakan Ongole.

Taksonomi sapi potong adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Subgenus : 1). Taurine : Bos taurus dan Bos indicus

2). Bibovinae : Bos gaurus, Bos frontalis, dan Bibus Sondaicus

3.) Bisontinae : Bos grunniens, Bos bonasus, dan Bos bison

4). Bubalinae : Bos caffer dan Bubalus bubalis.

Hijauan Makanan Ternak

Jenis tanaman budidaya maupun alam yang umum dipergunakan sebagai

hijauan makanan ternak terdiri dari: (1) jenis rumput-rumputan (gramineae), (2) peperduan/semak (herba) dan (3) pepohonan. Cukup banyak pilihan tersedia bagi spesies hijauan yang berpotensi tinggi, diantaranya adalah: (a) rumput

(28)

(Panicum maximum), rumput Kolonjono (Panicum muticum), rumput Buffel

(Cenchrus ciliaris) dan lain-lain; (b) Peperduan, baik berupa legum seperti: kacang Gude (Cajanus cajan), Komak (Dolichos lablab) dan lain-lain, dan peperduan lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian antara lain: jerami padi, jagung,

kedelai, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain; (c) legum pohon

antara lain: Sengon laut (Albazia falcataria), Lamtoro (Leucaena leucocephala),

Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Turi (Sesbania sp) dan lain-lain. Rumput-rumputan yang berpotensi sebagai rumput budidaya antara lain: rumput Gajah

(Pennisetum purpereum), Setaria (Setaria spachelata), rumput Raja (Pennisetum purpuphoides) dan lain-lain (Reksohadiprojo, 1984).

Manurung (1996), berpendapat bahwa hijauan leguminosa merupakan

sumber protein yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan. Leguminosa pohon banyak

terdapat di daerah tropis, kaya akan nitrogen dan tidak tergantung pada kondisi

nitrogen dalam tanah atau pemberian pupuk karena sifatnya dapat memanfaatkan

nitrogen udara melalui bintil-bintil akar. Berdasarkan hasil penelitian, di antara

tiga jenis leguminosa pohon (Lamtoro, Gliserida dan Kaliandra) tidak terdapat

perbedaan nyata dalam tingkat konsumsinya oleh ternak ruminansia, namun Kaliandra memperlihatkan konsumsi yang lebih tinggi. diikuti oleh Gliserida dan

Lamtoro.

Pengertian Dasar Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geografic Information System

adalah sistem penanganan dan pengolahan data dan informasi geografi, yaitu data

dan informasi yang terpaut kepada bentangan bumi (Star dan Estes, 1990).

Sedangkan menurut Barus (2005), SIG adalah suatu sistem komputer untuk

menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan

menyajikan data yang bereferensi ke bumi.

Secara khusus Aronoff (1989), menjelaskan bahwa SIG merupakan sistem

berdasarkan komputer yang memiliki kemampuan untuk menangani data yang

bereferensi geografi yaitu (a) pemasukan, (b) manajemen data-data (penyimpanan

dan pemanggilan kembali), (c) memanipulasi dan analisis dan (d) pengembangan

(29)

Informasi Geografi dikembangkan karena semakin kompleks dan besarnya jumlah

data yang perlu ditangani untuk menunjang proses pengambilan keputusan dalam

suatu organisasi.

Pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi

spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan komputer. Pada

pengertian yang lebih luas SIG mencakup juga pengertian sebagai suatu sistem

yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan dengan operasi

pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara

konvensional (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan Mulders (2001),

berpendapat bahwa aplikasi SIG dan analisis Digital Elevation Model (DEM)

pada berbagai bidang kehidupan semakin luas, diantaranya untuk melihat

kelerengan permukaan bumi, pergerakan permukaan bumi, dan lain

sebagainya. Sebagai penghubung antara data lapangan dengan DEM maka

digunakan alat GPS yang berfungsi sebagai penentu posisi suatu benda di

permukaan bumi.

Penginderaan Jauh untuk Interpretasi Citra

Analisis jenis penutupan/penggunaan lahan dilakukan melalui

pengolahan citra dengan tahapan yakni: (1) penyiapan citra asli, dan (2)

analisis dan interpretasi citra. Tahap penyiapan dilakukan ketika akan

menggunakan sebuah citra satelit, yakni dengan melakukan koreksi geometri

(akibat pengaruh rotasi dan bentuk bumi, efek panoramik, perubahan kecepatan

dan variasi ketinggian satelit) dan koreksi radiometri, untuk mengurangi

kesalahan perekaman nilai pixel yang diakibatkan adanya pengaruh azimut matahari dan kondisi atmosfer seperti kabut aerosol, dan sebagainya.

Sedangkan tahap analisis dan interpretasi citra dilakukan dengan klasifikasi

dan interpretasi visual citra. Interpretasi citra secara visual dapat dilakukan dengan

dua metode, yaitu penajaman citra (image enhancement) dan visualisasi dalam

warna semu (color composite). Penajaman citra bertujuan meningkatkan

kontras objek objek geografis yang tergambar pada citra. Sedangkan penampilan

dalam komposisi warna semu, seringkali lebih mempermudah pengenalan objek

melalui perbedaan warna (Hanggono, 1999). Istilah penutupan lahan adalah hal

(30)

penggunaan lahan adalah berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan

tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1990). Menurut Lindgren (1985), penginderaan

jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis

informasi tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang

dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.

Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk

mengkaji citra yang menunjukan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam

citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Howard,

1991). Menurut Hanggono (1999), tujuan dari suatu prosedur analisis citra

adalah untuk mendapatkan deskripsi dan kelas penutupan dan penggunaan

lahan secara menyeluruh mengenai lokasi penelitian. Salah satu penerapan

yang sering dilakukan adalah segmentasi atau klasifikasi citra dengan tujuan

menghasilkan informasi tutupan lahan. Klasifikasi citra dilakukan secara

terbimbing (supervised classification) dengan metode kemiripan maksimum

(maximum like hood classification atau MLC).

Perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh dewasa ini

memungkinkan dilakukannya pemetaan sumberdaya alam/lahan. Untuk maksud

identifikasi dan pemetaan jenis tanaman dari citra Landsat, cara yang paling efektif adalah dengan mengamati pada dua saluran atau lebih secara

bersama-sama dengan bantuan alat pengamat warna aditif atau melakukan interpretasi

pada citra paduan warna.

Salah satu bidang ilmu dan teknologi penginderaan jauh dengan

menggunakan satelit LANDSAT yang dikelola oleh Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN), dapat dihasilkan data cakupan citra satelit suatu

wilayah. Melalui pemanfaatan interpretasi data satelit dengan menggunakan

perangkat keras dan lunak serta didukung dengan peta topografi, peta tematis

serta data statistik pertanian, dapat dianalisis potensi hijauan pakan ternak di

suatu wilayah lebih cepat dan cukup akurat. Berdasarkan data ketersediaan

hijauan pakan ternak di suatu wilayah, dibagi dengan kebutuhan per ekor ternak

akan didapatkan kapasitas tampung (Ma'sum, 1999).

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

(31)

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena

yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Menurut Tapiador dan Casanova

(2003), karakteristik utama dari metode penginderaan jauh yang digunakan

untuk pemetaan penggunaan lahan adalah tingkat otomatisasi dan objektivitas

yang tinggi, serta memungkinkan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan

informasi dari citra Landsat dan data vektor dipadukan dan dianalisis dengan

SIG.

Kunci keberhasilan terapan suatu sistem penginderaan jauh terletak pada

manusia (kelompok manusia) yang menggunakan data penginderaan jauh. Data

yang dihasilkan dengan sistem penginderaan jauh hanya akan menjadi informasi

bila seseorang memahami asal-usulnya, mengerti bagaimana menginterpretasinya

dan memahami bagaimana cara menggunakannya secara tepat (Lillesand & Kiefer

1990). Hasil interpretasi data penginderaan jauh sangat tergantung pada keluasan

dan kedalaman pengetahuan dari interpreter (Munibah dan Barus 1992).

Sutanto (1998), mengatakan penafsiran citra pemginderaan jauh berupa

pengenalan obyek dan elemen yang tergambar pada citra penginderaan jauh serta

penyajiaannya ke dalam bentuk peta tematik Alat yang digunakan adalah alat

pengindera atau sensor dengan wahananya berupa pesawat terbang, satelit,

pesawat ulang-alik atau wahana lain. Kegiatan penginderaan jauh terbagi menjadi

dua kegiatan utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data, dengan demikian

pembicaraan penginderaan jauh tidak dapat lepas dari alat pengumpul data dan

alat analisis data agar menghasilkan informasi yang bermanfaat. Pengumpulan

data dari jarak jauh dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, termasuk variasi

agihan daya, agihan gelombang bunyi atau agihan energi elektromagnetik.

Citra Landsat adalah salah satu contoh bentuk data hasil perekaman penginderaan

jauh dalam bentuk energi elektromagnetik yang diperoleh dari hasil penyiaman

satelit yang membawa dua sensor yaitu MSS (Multi Spectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper). Citra landsat biasa digunakan untuk mengetahui kondisi sumberdaya alam di muka bumi, khususnya untuk melihat tutupan lahan dan jenis

penggunaan lahan. Obyek-obyek di permukaan bumi mempunyai karakteristik

yang berbeda terhadap tenaga elektromagnetik yang sampai pada obyek tersebut.

(32)

interpretasi yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs dan

asosiasi. Tetapi tidak semua unsur interpretasi tersebut digunakan untuk

pengenalan obyek, tergantung kepada kemudahan interpretasi. Semakin mudah

obyek itu dikenali, semakin sedikit unsur interpretasi yang digunakan.

Penginderaan jauh akan semakin sederhana, bila setiap benda memantulkan

dan/atau memancarkan tenaga secara unik diketahui. Jenis benda yang berbeda

dapat memiliki kesamaan spektral dan mempersulit pembedaan benda tersebut.

Penyiam (scanner) TM adalah suatu penyiam multispectral yang merekam pantulan elektromagnetik dari daerah spektrum tampak, infra merah, infra merah

tengah dan inframerah termal. TM mempunyai resolusi spasial, spektral, temporal

dan radiometrik yang cukup tinggi. Resolusi spasial TM5 adalah 30 m x 30 m

untuk semua saluran kecuali saluran 6 yang mempunyai resolusi spasial

120 m x 120 m sedangkan ETM 7 pada saluran 8 telah memiliki resolusi spasial

15 m x 15 m. Resolusi radiometriknya adalah 8 bit yang berarti masing-masing

piksel mempunyai range data dari 0 - 255. Saluran spektral landsat TM beserta

penggunaannya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Panjang gelombang kanal-kanal sensor TM dan fungsi aplikasinya

Saluran

Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat

3 0.63 – 0.69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil

4 0.76 – 0.90

Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.

5 1.55 – 1.75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.

6 2.08 – 2.35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. 7 10.40 – 12.50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan

tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. 8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

(33)

Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia

Menurut Riady (2004), sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh

peternak antara lain: lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan,

dan hutan rakyat, dengan tingkat kepadatan tergantung kepada keragaman dan

intensitas tanaman, ketersediaan air dan jenis sapi potong yang dipelihara. Luas

lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola

integrasi ternak-tanaman yang merupakan suatu proses saling menunjang dan

saling menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan

kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman

pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat

diolah sebagai makanan sapi. Sedangkan kebun dan hutan memberikan

sumbangan rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi

diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga

dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak.

Berdasarkan kebutuhan lahan, usaha peternakan dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu: usaha peternakan yang berbasis lahan (land base agriculture)dan usaha

peternakan yang tidak berbasis lahan (non land base agriculture). Khusus untuk usaha peternakan yang berbasis lahan yaitu ternak dengan komponen pakannya

sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan (rumput dan leguminosa), lahan

merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan.

Pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada posisi bahwa: (a) lahan

adalah sumber pakan untuk ternak, (b) semua jenis lahan cocok sebagai sumber

pakan, (c) pemanfaatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha

penserasian antara peruntukan lahan dengan sistem pertanian, dan (d) hubungan

antara lahan dan ternak bersifat dinamis (Suratman et al.1998).

Agar ternak dapat berproduksi dengan baik, maka perlu memperhatikan

persyaratan penggunaan dan sifat-sifat pembatas lahan yang meliputi

sekelompok kualitas lahan yang diperlukan dan yang mempunyai pengaruh

merugikan untuk produksi ternak. Kualitas lahan yang perlu diperhatikan

untuk produksi ternak tersebut meliputi:

* Semua kualitas lahan untuk pertumbuhan tanaman/rumput temak antara lain:

(34)

daya memegang unsur hara, kondisi untuk perkecambahan, mudah tidaknya

diolah, kadar garam, unsur-unsur beracun, kepekaan erosi, hama dan

penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar matahari, dan periode

photosintesis, iklim, kelembaban udara dan masa kering untuk pematangan

tanaman,

* Kesulitan-kesulitan iklim yang mempengaruhi hewan ternak,

* Ketersediaan air minum ternak,

* Nilai nutrisi dari rumput;

* Sifat-sifat racun dari rumput,

* Penyakit-penyakit hewan,

* Ketahanan terhadap kerusakan rumput,

(35)

Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi

Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari

2011. Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu terletak antara 2°52' - 3°47'

Lintang Selatan dan 115°15' - 116°04' Bujur Timur (Badan Pusat Statistik, 2009).

Wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru, sebelah selatan

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Kotabaru dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kabupaten

Tanah Laut.

Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari

berbagai sumber, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

No. Jenis Data Sumber

1 Peta digital administrasi tahun 2010 dan peta kuntor RBI Kabupaten Tanah Bumbu (1 : 50 000) tahun 2010

Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu dan Bakosurtanal

2 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2004 (bentuk JPEG)

Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu

3 Peta RTRW Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2004-2014 (bentuk JPEG)

Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu 4 Citra satelit Landsat 7 ETM+ Kabupaten Tanah

Bumbu tahun 2010

BTIC (Biotrop) Bogor 5 Peta tanah Kabupaten Tanah Bumbu (1 : 250 000)

tahun 2000

Puslittanak Bogor 6 Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Tanah Bumbu

tahun 2004-2006

BPS Kabupaten Tanah Bumbu 7 Kabupaten Tanah Bumbu Dalam Angka tahun 2009 BPS Kabupaten Tanah Bumbu 8 PDRB Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2004-2006 BPS Pusat Jakarta

9 PDRB Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2004-2006 BPS Kabupaten Tanah Bumbu 10 Pedoman RTRW Kabupaten Tanah Bumbu tahun

2004-2014

Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu 11 Data Populasi dan Produksi Ternak Kabupaten Tanah

Bumbu tahun 2010

Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah Bumbu

12 Data Populasi dan Produksi Ternak Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2008

(36)
(37)

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu perangkat

komputer hardware dan perangkat lunak GIS Arc View 3.3, Erdas Imagine 8.6, Excel dalam Microsoft Windows XP, alat bantu GPS.

Komputer dan software pendukung SIG digunakan untuk pengolahan data

atribut dan peta-peta digital, baik untuk persiapan, analisis serta penyajian hasil

penelitian, sedangkan GPS sebagai alat bantu dalam kegiatan pengecekan di

lapangan.

Analisis dan Pengolahan Data

Analisis Sektor Basis dan Pemusatan Aktifitas Sektor Peternakan

Untuk melihat sektor basis dan pemusatan aktifitas sektor peternakan di

wilayah penelitian digunakan data populasi ternak dan analisisnya menurut

Panuju dan Rustiadi (2005), menggunakan Location Quotient (LQ), Localization Index (LI) dan Specialization Index (SI):

Keterangan:

Xij adalah nilai aktifitas ke-j pada wilayah ke-i Xi. adalah jumlah seluruh aktifitas di wilayah ke-I X.j adalah jumlah aktifitas ke-j di seluruh wilayah X.. adalah besaran aktifitas total di seluruh wilayah

Kisaran nilai LQ:

(a) LQ>1 artinya komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

(b) LQ=1 komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor.

(c) LQ<1 komoditas ini juga termasuk non basis. Produksi komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar.

(38)

Nilai LI dan SI berkisar antara 0 – 1

Interpretasi LI:

~0 : (Mendekati 0) perkembangan aktifitas bersifat indifferent tidak ada perbedaan tingkat performa untuk dikembangkan di seluruh lokasi

~1 : (Mendekati 1) ada indikasi terjadi pemusatan aktifitas tertentu di salah satu unit wilayah

Interpretasi SI:

~0 : (Mendekati 0) kecenderungan unit wilayah tidak memiliki kekhasan aktifitas

~1: (Mendekati 1) ada indikasi unit wilayah tertentu memiliki aktifitas khas.

Penilaian Kesesuaian Lingkungan Ekologis Sapi Potong

Penilaian lingkungan ekologis sapi potong dilakukan secara matching

antara peta satuan lahan Gambar 8 yang berisi kualitas/karakteristik lahan

Lampiran 3 dengan persyaratan lingkungan ekologis sapi potong Lampiran 2. Hasil akhir penilaian dibedakan menjadi dua kategori yaitu pemeliharaan sapi

potong sistem gembala dan sistem kandang. Menurut Suratman et al. (1998) ada empat kriteria lingkungan ekologis dalam pengembangan sapi potong, yaitu: rejim

temperatur (suhu rata-rata, kelembaban); ketersediaan air (bulan kering, curah

hujan, keberadaan sumber air) dan kualitas air; terrain (lereng, elevasi) serta

persentase kandungan batuan.

Identifikasi Tingkat Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak

Daya dukung (DD) hijauan makanan ternak adalah kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan pakan terutama berupa hijauan yang dapat

menampung bagi kebutuhan sejumlah populasi sapi potong dalam bentuk segar

maupun kering, tanpa melalui pengolahan dan tanpa pengolahan khusus dan

diasumsikan penggunaannya hanya untuk sapi potong. Daya dukung hijauan

dihitung berdasarkan produksi bahan kering (BK) terhadap kebutuhan satu satuan

ternak (1 ST) sapi potong dalam satu tahun, dimana kebutuhan bahan kering

adalah 6.25 kg/hari atau 2.28 Ton/tahun (NRC, 1984), untuk sapi dengan berat

hidup mencapai 500 kg. Untuk ternak sapi di Indonesia pada umumnya tiap 1 ST

memiliki berat hidup rata-rata 250 kg. Jadi kebutuhan pakan/bahan kering

minimum untuk 1 ST selama satu tahun dapat berbeda-beda, tergantung berat

(39)

adalah 250 kg maka kebutuhan pakan minimum ternak ruminansia per satu satuan

ternak (1 ST) dihitung menurut Sumanto dan Juarini (2006) sebagai berikut :

K = 2.5% x 50% x 365 x 250 kg = 1.14 ton BKC/tahun/ST

Keterangan :

K = Kebutuhan pakan minimum untuk 1 ST dalam ton bahan

kering tercerna atau DDM (digestible dry matter) selama satu tahun

2.5% = Kebutuhan minimum jumlah ransum hijauan pakan (bahan

kering) terhadap berat badan

50% = Nilai rata-rata daya cerna berbagai jenis tanaman

365 = Jumlah hari dalam satu tahun

250 kg = Berat hidup 1 ST (keadaan dapat berubah sesuai kondisi ternak pada setiap wilayah).

Produksi bahan kering merupakan jumlah dari produksi pakan asal limbah

pertanian dan produksi pakan dari hijauan alami. Jumlah potensi limbah dari

masing-masing tanaman pangan merupakan potensi ketersediaan pakan potensial

saat ini. Perhitungan pakan asal limbah pertanian per kecamatan dihitung menurut

Pedoman Identifikasi Wilayah (Sumanto dan Juarini, 2006). Hasil perhitungan

produksi bahan kering selanjutnya digunakan untuk mendapatkan daya dukung

pakan hijauan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Sumanto dan

Juarini, 2006):

Daya Dukung (ST) = Produksi bahan kering cerna (kg)

Kebutuhan bahan kering cerna sapi dewasa (kg/ST)

Indeks daya dukung (IDD) adalah angka yang menunjukan status nilai daya dukung pada suatu wilayah. Indeks daya dukung hijauan makanan ternak

dihitung dari total produksi hijauan makanan ternak yang tersedia terhadap jumlah

kebutuhan hijauan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia di suatu wilayah.

Indeks daya dukung dihitung berdasarkan bahan kering cerna (BKC) dengan

persamaan sebagai berikut (Sumanto dan Juarini, 2006):

Indeks Daya Dukung Hijauan

=

Total produksi bahan kering cerna (kg) Populasi ruminansia (ST) x Kebutuhan BKC sapi dewasa (kg/ST)

(40)

Indeks Daya

Dukung Hijauan =

Daya dukung hijauan makanan ternak (ST) Populasi ruminansia

Setelah didapat nilai indeks daya dukung maka diperoleh kriteria status daya

dukung hijauan seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria status daya dukung hijauan berdasarkan indeks daya dukung

No. Indeks daya dukung (IDD) Kriteria

Masing-masing nilai IDD tersebut mempunyai makna sebagai berikut:

Nilai 1 : - Ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan

sumberdaya yang tersedia,

- Terjadi pengurasan sumberdaya dalam agro-ekosistemnya, - Tidak ada hijauan alami maupun limbah yang kembali

melakukan siklus haranya.

Nilai >1-1.5 : - Ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi. Nilai >1.5-2 : - Pengembangan bahan organik ke alam pas-pasan. Nilai >2 : - Ketersediaan sumberdaya pakan secara fungsional

mencukupi kebutuhan lingkungan secara efesien.

Produksi limbah tanaman pangan diambil dari data Tabel 18 yaitu luas

panen tanaman padi dan Palawija berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tanah

Bumbu dikalikan indikator Tabel 6. Produksi hijauan makanan ternak diambil

dari data Tabel 22 jenis penutupan dan penggunaan lahan di Kabupaten Tanah

Bumbu dikalikan indikator Tabel 7. Perhitungan jumlah populasi ternak

ruminansia dalam satuan ternak (ST) didasarkan pada data nilai ST ternak ruminansia utama Kabupaten Tanah Bumbu seperti disajikan pada Tabel 8.

Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan

Lahan yang diprioritaskan untuk pengembangan sapi potong merupakan

lahan yang sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong (S) dan urutan

prioritasnya didasarkan pada indeks daya dukung hijauan makanan ternak. Lahan bukan prioritas adalah lahan yang kurang sesuai (N) untuk lingkungan ekologis

(41)

Tabel 6 Karakterisasi pakan limbah tanaman pangan

Sumber : Sumanto dan Juarini (2006), *Natasasmita dan Murdikdjo (1980).

Tabel 7 Karakterisasi pakan hijauan pada setiap penggunaan lahan

No. Penggunaan

Sumber : Sumanto dan Juarini (2006), *Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak (1995), **Tingkat kecernaan diperhitungkan 50% BKC

Tabel 8 Nilai satuan ternak (ST) ruminansia utama di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009

No. Jenis ternak Populasi (ekor) Faktor konversi* Nilai (ST)

1 Sapi potong 31 568 0.700 22 098

2 Kerbau 4 883 0.800 3 906

3 Kambing/Domba 7 177 0.055 395

Total 43 628 26 399

Sumber : *Sumanto dan Juarini (2006)

Tabel 9 Matriks prioritas arahan lahan pengembangan sapi potong

Kesesuaian

(S) (Prioritas I) (Prioritas II) (Prioritas III) (Prioritas IV)

Kurang Sesuai

(42)

Peta satuan lahan

Peta satuan lahan diperoleh dengan melakukan operasi tumpang tindih

(overlay) peta-peta tematik berupa peta administrasi, peta tanah, peta curah hujan, peta tutupan/penggunaan lahan, peta lereng dan peta ketinggian (elevasi). Proses pembuatan peta satuan lahan Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010

disajikan pada Gambar 3. Penjelasan dari masing-masing peta tematik adalah:

1. Peta administrasi, berisi polygon kecamatan dan kabupaten yang menjadi

acuan dalam penentuan luas pada analisis selanjutnya. Peta administrasi

diperoleh dari Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010.

2. Peta satuan lahan, berisi polygon yang masing-masing berisi atribut dan

karakteristik lahan yang terdapat di lokasi penelitian.

3. Peta curah hujan, dibuat berdasarkan data dari 4 (empat) stasiun pengamatan.

Data dikumpulkan selama kurun waktu 2003-2008 yaitu dari stasiun

pengamatan Kusan Hilir, Sungai Loban, Kusan Hulu dan Batulicin.

4. Peta tutupan/penggunaan lahan, dibuat berdasarkan Klasifikasi citra

menggunakan software ERDAS Imagine 8.6. Selanjutkan dilakukan analisis citra berupa:

a). Pemotongan batas area penelitian, diperlukan untuk melakukan clip citra landsat sehingga tidak semua image area citra Landsat yang luas akan

dianalisis. Data vektor peta administrasi kabupaten di jadikan acuan dalam

penentuan luas.

b). Rektifikasi citra, citra landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/koreksi geometrik untuk mengurangi distorsi geomertik selama akuisisi citra

seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari

beberapa sensor yang tidak normal dan efek panoramik yang

menyebabkan posisi citra tidak sama posisinya dengan posisi geografis

yang sebenarnya. Citra yang mempunyai kesalahan geometri memberikan

implikasi terhadap variasi jarak, luas, arah, sudut dan bentuk di semua

bagian citra sehingga perlu dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat

digunakan sebagai peta. Rektifikasi citra mentah bertujuan agar citra dapat

semaksimal mungkin sesuai denga keadaan aslinya di lapangan. Koreksi

(43)

resampling citra. Pada koreksi ini diperlukan Ground Control Point (GCP) yang dapat diacu dari peta topografi seperti peta RBI ataupun dengan

memanfaatkan satelit GPS. Setelah didapatkan peta tutupan/penggunaan

lahan, kemudian dilakukan pengecekan menggunakan peta

tutupan/penggunaan lahan rujukan, pengamatan ke lapangan dan

konfirmasi dengan masyarakat untuk perbaikan peta, sehingga dihasilkan

peta akhir tutupan/penggunaan lahan (existing) Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010.

5. Peta lereng dan peta ketinggian (elevasi), merupakan hasil olahan peta kontur

Rupa Bumi Indonsia (RBI) Kabupaten Tanah Bumbu yang diperoleh dari

Bakosurtanal. Selanjutnya dihasilkan peta lereng dan peta ketinggian (elevasi).

Peta Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Sapi Potong

Setelah dilakukan matching dan query antara peta satuan lahan dengan persyaratan kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong maka dihasilkan peta

kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong. Kemudian dilakukan analisis daya

dukung (DD) dan indeks daya dukung (IDD) hijauan makanan ternak, yang

merupakan perhitungan luas peta tutupan/penggunaan lahan Kabupaten Tanah

Bumbu keadaan tahun 2010 dengan data populasi dan komposisi ternak yang

diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Tanah Bumbu

(2010), maka dihasilkan peta status daya dukung hijauan makanan ternak. Adapun

produksi limbah tanaman pangan diambil dari data luas panen tanaman padi dan Palawija berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu (2009) dikalikan

indikator karakterisasi pakan limbah tanaman pangan, data produksi limbah

tanaman pangan berdasarkan kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009

disajikan pada Lampiran 6.

Analisis spasial dilakukan dengan operasi tumpang tindih (overlay) peta-peta tematik berupa peta-peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong, peta-peta status

daya dukung hijauan makanan ternak dan peta RTRW maka dihasilkan peta

prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong. Adapun diagram alir

pembuatan peta prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong dapat

(44)

Gambar 3 Diagram alir pembuatan peta satuan lahan Kabupaten Tanah Bumbu Citra Satelit Landsat

7 ETM+ (2010)

Pengamatan di Lapangan

Konfirmasi dengan Masyarakat

Cek Lapang

Peta Digital

Tutupan/Penggunaan lahan Keadaan Tahun (2010)

Peta RBI (Kontur)

Peta Lereng (Slope)

Peta Ketinggian (Elevasi)

OVERLAY Peta Curah Hujan

Peta Tutupan Lahan (Bentuk JPEG) (Bappeda 2004)

Pengolahan dengan GIS

Interpretasi Tutupan/ Penggunaan Lahan

Rujukan

Peta Satuan Lahan

Peta Administrasi

(45)

Gambar 4 Diagram alir pembuatan peta prioritas dan arahan lahan pengembangan sapi potong

Peta Satuan Lahan Kabupaten Tanah Bumbu

Persyaratan Kesesuaian

Lingkungan Ekologis Sapi Potong

Matching

Data Populasi dan Komposisi Ternak Analisis Daya Dukung dan Indeks Daya Dukung

Hijauan Makanan Ternak

OVERLAY

Peta Status Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak

Data Produksi Limbah Tanaman Pangan

Peta RTRW Peta Kesesuaian Lingkungan

Ekologis Sapi Potong

Peta Prioritas dan Arahan Lahan Pengembangan Sapi Potong

(46)

Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi

Kalimantan Selatan, kabupaten ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No.2

Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten

Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan melalui rapat paripurna DPR RI tanggal

8 April 2003, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Kotabaru. Kabupaten

Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13 kabupaten/kota di Provinsi

Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan.

Kabupaten yang beribukota di Batulicin ini memiliki 10 kecamatan yaitu

Kecamatan Kusan Hilir, Sungai Loban, Satui, Kusan Hulu, Batucin, Karang

Bintang, Simpang Empat, Mantewe, Kuranji dan Angsana. Lima kecamatan yang

terakhir disebutkan adalah kecamatan hasil pemekaran pada pertengahan tahun

2005. Kabupaten Tanah Bumbu memiliki luas wilayah sebesar 506 696 Ha

(Badan Pusat Statistik, 2009) atau 13.50% dari total luas Provinsi Kalimantan

Selatan.

Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tanah Bumbu menurut Badan Pusat Statistik

(2009), adalah sebesar 302 137 jiwa dengan kepadatan penduduk 59.63 jiwa/km2

seperti disajikan pada Tabel 10. Sebagian besar penduduk adalah berasal dari suku

Banjar dan suku Bugis yang beragama Islam. Penduduk pada umumnya bertempat

tinggal di daerah pesisir dan sepanjang sungai utama. Penduduk lainnya adalah

suku Dayak yang bermukim di daerah pedalaman dan pada umumnya masih

menganut kepercayaan Kaharingan. Pendatang baru dari Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara Barat merupakan transmigran di daerah tersebut yang menempati

Kecamatan Angsana, Batulicin, Karang Bintang, Kuranji, Mantewe, Satui dan

Sungai Loban. Mata pencaharian penduduk terutama bertani dan sebagai nelayan,

lapangan pekerjaan lain adalah sebagai pekerja di perkebunan kelapa sawit, karet,

kelapa hibrida, sebagian di pertambangan dan juga mendulang emas, intan serta

Gambar

Tabel 4  Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
Gambar 2   Peta lokasi penelitian Kabupaten Tanah Bumbu
Gambar 3  Diagram alir pembuatan peta satuan lahan Kabupaten Tanah Bumbu
Gambar 4  Diagram alir pembuatan peta prioritas dan arahan lahan pengembangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas penerapan sistem pengendalian internal perusahaan tidak akan tercapai, apabila pertimbangan yang keliru digunakan dalam pembuatan keputusan, terjadi

Serta memberikan kontribusinya terhadap pengguna internet dapat mengakses dan berlangganan Voucher Pulsa Celluler untuk keperluan pribadi maupun untuk komersil dan terhadap

Penelitian dengan tujuan untuk pengambilan keputusan penyelenggaraan kelas kuliah Semester Reguler pada Institut Bisnis dan Informatika Indonesia pada program studi

[r]

PERALATAN DAN MESIN Tahun 1900 s/d Tahun 2017.

Dari peta – peta yang sudah dianalisis sehingga diperolehlah peta wilayah kesesuaian tanaman kelapa di Provinsi Bangka Belitung dapat diketahui bahwa luas kesesuaian tanaman

Adler mengemukakan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh cita – cita yang ada pada masa depan daripada pengalaman – pengalaman yang telah terjadi i=di masa lampau.tanpa

perlakuan yang paling efektif mempengaruhi perubahan berat badan adalah pada kelompok yang diberi taburia dan konseling dengan nilai p=0,00 sehingga dapat disimpulkan