• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu, pengembangaan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan keamanan. (Rustiadi et al., 2009).

Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis (Rustiadi et al., 2009).

Menurut Tarigan (2008), perencanaan pembangunan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di suatu wilayah. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang dianggap seragam. Pendekatan regional dilakukan dengan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Dalam prakteknya, pengembangan wilayah perlu memadukan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di suatu wilayah. Strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu supply side strategy dan demand side strategy. Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya lokal. Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal. Tujuan strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peningkatan taraf hidup masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang non pertanian sehingga dapat mendorong berkembangnya sektor industri dan jasa yang pada akhirnya akan lebih mendorong berkembangnya suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009).

Pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009), karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah maka setiap daerah perlu menetapkan skala prioritas dalam perencanaan pembangunannya. Skala prioritas tersebut didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dll); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak

merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah sasaran.

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain : mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward dan backward linkages) yang kuat, mampu

bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain

(complementary), mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluaran anggaran kepada sektor-sektor unggulan yang memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain itu, investasi pun diharapkan agar diarahkan kepada sektor ungulan sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006)

Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu upaya pengembangan wilayah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Pengembangan wilayah berbasis pertanian ini diarahkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah yang memiliki potensi di bidang pertanian sehingga diharapkan dapat memacu kemajuan pembangunan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang sebagian besar memiliki mata pencaharian dari kegiatan

pertanian. Strategi pengembangan wilayah berbasis pertanian lebih diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, bukan hanya mengandalkan investor asing. Hal ini karena investasi asing tersebut kurang bisa memberikan multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat. Salah satu strategi yang yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan konsep agropolitan (Hastuti, 2001).