DAFTAR LAMPIRAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.6. Pembahasan Umum
Tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk menciptakan sebesar- besarnya kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi daerah-daerah perdesaan yang berbasis pertanian pelaksanaan pembangunan terus diupayakan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan yang timbul antara desa dengan kawasan perkotaan.
Kemajuan pembangunan daerah diantaranya dapat dilihat dari indikator ekonomi dan indikator sosial. Kemajuan perekonomian daerah seringkali dijadikan landasan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat dilakukan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengoptimalkan potensi wilayah. Berlakunya otonomi daerah menyebabkan setiap daerah berlomba-lomba untuk dapat mengangkat potensi spesifik lokasi yang dimiliki agar mampu bersaing dengan daerah lainnya.
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi lokal di sektor pertanian. Apabila dilihat dari indikator ekonomi berupa PDRB, maka subsektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Majalengka adalah subsektor tanaman bahan makanan. Untuk itu subsektor ini perlu mendapat perhatian khusus dengan berbagai kebijakan pembangunan serta didukung oleh ketersediaan data dan informasi yang akurat tentang potensi subsektor ini di wilayah Kabupaten Majalengka.
Syafruddin et al. (2004) mengemukakan bahwa untuk membangun sektor pertanian yang kuat, tingkat produksi tinggi, efisien, berdaya saing tinggi dan berkelanjutan, perlu dilakukan penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah pengembangan disertai kebijakan pemerintah daerah yang tepat. Untuk itu maka berbagai hasil analisis dalam penelitian ini diperlukan untuk menyusun arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan sebagai masukan bagi para pembuat kebijakan dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.
Arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka berdasarkan hasil dari beberapa analisis dalam penelitian ini adalah :
1. Fokus pada pengembangan komoditas unggulan yang meliputi : padi, jagung, mangga, kedelai, pisang dan melinjo.
2. Peningkatan keterkaitan antara subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lainnya.
3. Peningkatan kinerja subsektor tanaman bahan makanan yang diarahkan pada penerapan konsep agribisnis.
Peningkatan kinerja komoditas subsektor tanaman bahan makanan dilakukan agar komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka senantiasa selalu dapat bersaing dengan komoditas- komoditas dari wilayah lainnya di Provinsi Jawa Barat. Peningkatan kinerja subsektor tanaman bahan makanan diarahkan pada penerapan konsep agribisnis. Berdasarkan hasil analisis prioritas kebijakan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan menurut persepsi para stakeholder, diketahui bahwa permasalahan yang ada di Kabupaten Majalengka masih berada pada subsistem usahatani sehingga subsistem ini mendapat prioritas pertama untuk dikembangkan diikuti oleh subsistem agribisnis hulu, hilir dan jasa layanan pendukung.
Pengembangan subsistem usahatani diarahkan pada peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas hasil produksi. Hal ini sejalan dengan isu strategis yang tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD, 2009) yang menyebutkan bahwa tingkat produksi dan produktivitas komoditas pertanian di Kabupaten Majalengka masih rendah. Secara lebih rinci pengembangan subsistem ini dilakukan melalui :
a. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia baik petani maupun petugas pertanian terkait, dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan yang kontinyu. Dalam hal ini, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia diarahkan pada transfer teknologi budidaya yang efektif dan efisien.
b. Pengembangan sarana prasarana, diarahkan pada pengembangan sarana irigasi dan peralatan panen. Pengembangan sarana irigasi dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan air sedangkan pengembangan peralatan panen dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya kehilangan hasil dan menjaga kualitas produk.
c. Pengembangan kelembagaan, diarahkan pada pengembangan kerjasama kelompok tani untuk meningkatkan skala usaha sehingga diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani.
Khusus untuk peningkatan produksi padi, menurut Ilham (2008) peningkatan produksi padi membutuhkan dukungan teknologi yang diprioritaskan pada sistem irigasi. Keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menyebabkan pembangunan sistem irigasi ini perlu melibatkan peranserta masyarakat. Peranserta masyarakat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan sistem irigasi yang telah dibangun oleh pemerintah. Selain itu, keberadaan sistem penyuluhan diperlukan sebagai pendukung peningkatan produksi.
Pengembangan subsistem agribisnis hulu diarahkan pada ketersediaan sarana produksi bermutu. Penggunaan sarana produksi yang berkualitas baik akan mendukung terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk yang baik pula. Selain itu, adanya jaminan ketersediaan sarana produksi yang bermutu dapat meningkatkan partisipasi petani dalam melakukan usahatani. Hal ini terungkap dari hasil penelitian Zakaria et al. (2010) yang menyebutkan bahwa rendahnya tingkat partisipasi petani dalam melakukan usahatani kedelai terkendala oleh kurang tersedianya benih unggul bermutu sehingga resiko usahatani cukup tinggi dan tidak adanya jaminan harga jual yang layak. Sesuai dengan hasil analisis prioritas pembangunan berdasarkan persepsi stakeholders
maka pengembangan subsistem agribisnis hulu secara berurutan diprioritaskan pada : pengembangan sarana prasarana, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan pengembangan kelembagaan.
Pengembangan subsistem agribisnis hilir diarahkan pada pengembangan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil komoditas subsektor tanaman bahan makanan. Secara berurutan prioritas pengembangan subsistem ini berdasarkan persepsi stakeholder adalah : pengembangan sumberdaya manusia (pelaku pemasaran dan pengolahan hasil pertanian), pengembangan sarana prasarana dan pengembangan kelembagaan.
Selain pengembangan ketiga subsistem agribisnis diatas, menurut Jaya (2009), pengembangan agribisnis memerlukan dukungan dari lembaga penunjang seperti kebijakan pemerintah, pembiayaan/permodalan, pendidikan, penelitian,
perhubungan dan pertanahan. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempersiapkan para pelaku agribisnis yang profesional, sedangkan lembaga penelitian memberikan sumbangan teknologi dan informasi.
Pengembangan subsistem agribisnis jasa layanan pendukung yang diperlukan di Kabupaten Majalengka lebih ditekankan pada masalah permodalan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan permodalan di kawasan-kawasan sentra produksi, pengembangan sarana prasarana untuk memudahkan petani mengakses informasi permodalan serta peningkatan kapasitas sumberdaya manusia untuk lebih memahami mengenai masalah-masalah permodalan.
Menurut Supriatna (2009), pola pelayanan kredit (permodalan) yang ideal bagi petani yaitu menghindari penetapan agunan sertifikat tanah, memberikan kredit berbentuk uang tunai, memberikan kredit jangka pendek dengan pengembalian musiman, jumlah plafon kredit mencukupi untuk membeli benih, pupuk dan obat-obatan serta pengajuan/penyaluran kredit melalui kelompok tani. Di sisi lain petani perlu memahami prinsip penggunaan kredit yang benar, berusaha membangun modal sendiri dan menciptakan diversifikasi usaha yang memberikan penerimaan secara harian, mingguan atau musiman.
Dengan dilaksanakannya pengembangan subsistem-subsistem agribisnis tersebut di Kabupaten Majalengka, diharapkan dapat meningkatkan kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan meningkatkan keterkaitannya baik keterkaitan antar subsistem maupun keterkaitan dengan sektor lainnya diluar subsistem agribisnis sehingga pada akhirnya mampu menggerakkan perekonomian wilayah dan mengatasi isu-isu strategis aspek ekonomi yang tercantum dalam dokumen RPJMD. Peningkatan ekonomi wilayah diharapkan mampu menjadi landasan bagi pengembangan wilayah yang berbasis pertanian di Kabupaten Majalengka.