DI KABUPATEN CIANJUR
DWI HERTEDDY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dwi Herteddy NRP H.252100015
___________________________
ABSTRACT
DWI HERTEDDY. Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and LUKMAN M. BAGA.
Economic growth and it’s sustainable process are the main conditions for the
sustainable of regional economy development. Implementation of development with limited resources as it’s consequence should be focused onsectors that provide a large multiplier effect onother sectors or the economy as a whole. Cianjur District Government needs to undertake regional development policy priorities in order to be able to meet the regions plan, budget and expenditure policies. Policy prioritization can be achieved either by determining the priority sectors or key sectors, as well asseeing the growth and development. This study employed methods: Scalogram, Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Quadrant analysis, Strenghts Weaknesses Opportunities and Treaths (SWOT) analysis and Road map strategy. The analysis showed that there was inequality of development between regions in Cianjur, where the northern Cianjur region is more complete in the availability of economic, social and governance than the central and southern regions, it needs to get more attention from the local government, as for the leading sub-sector is the livestock sub-sector, because it has a comparative and competitive advantage than other sectors as well as in line with the policy of both the central goverment and provincial level. Through SWOT analysis and strategy road map prepared 14 alternative strategies and
development programs and activities in the livestock subsector.
RINGKASAN
DWI HERTEDDY. Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan LUKMAN M. BAGA
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom, memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal,
yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten
Cianjur.Berdasarkan ranking ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan yang ada di tiap-tiap kecamatan, maka Kecamatan Cianjur memiliki ketersediaan paling lengkap disusul peringkat kedua Kecamatan Cibeber diikuti Kecamatan Campaka , Ciranjang, dan Cilaku. Hasil perangkingan ini memperlihatkan kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur utara mempunyai kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan lebih baik dibanding kecamatan di wilayah Cianjur Tengah maupun Cianjur Selatan yang hanya menempatkan Kecamatan Campaka pada peringkat ketiga yang mewakili Kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Kecamatan Cidaun pada peringkat ke sembilan yang mewakili wilayah Cianjur Selatan, selebihnya terdapat di urutan bawah.
dibandingkan dengan wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan, artinya fokus pembangunan masih terpusat pada wilayah Cianjur Utara, untuk itu Pemerintah Kabupaten Cianjur perlu juga memperhatikan pembangunan untuk kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan
Sektor penghela merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibanding wilayah lainnya di Cianjur. Sektor yang memiliki keunggulan komparatif merupakan sektor basis yang dianalisis dengan
menggunakan analisis LQ (locationt quotient), selanjutnya keunggulan
kompetitif dianalisis dengan SSA (shiftShare analysis). Tahun 2007-2011
menunjukkan bahwa terdapat 6 sektor perekonomian yang menjadi basis yaitu sektor pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; Pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dalam waktu rentang lima tahun sektor pertanian memiliki kedudukan sangat kuat dalam basis kabupaten cianjur dengan nilai LQ masing-masing 3 , 4 4; 3 , 4 3; 3 , 23 ; 3 , 32 dan 3,44. Ini berarti sektor pertanian memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai 37,38persen pada tahun 2011.
Berdasarkan analisis Shift Share, pertumbuhan tiap-tiap subsektor
dipengaruhi olehtiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen tersebut adalah pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sebagai pengaruh ketiga, menjelaskan subsektor yang memiliki keunggulan kompetitif pada subsektor perkebunan, peternakan dan kehutanan, penggalian, industri tanpa migas, listrik, air bersih, restoran, hotel, pengangkutan LSDP dan jasa pemerintahan umum dan
pertahanan. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor–subsektor tersebut
memiliki keunggulan untuk dikembangkan di Kabupaten Cianjur. Namun demikian analisis ini perlu dikolaborasi dengan analisis LQ sehingga kebijakan yang diambil akan lebih tepat.
Hasil analisis SWOT menunjukkan beberapa alternatif strategi yakni empat strategi agresif, lima strategi stabilitatif/rasional, empat strategi diversifikatif dan
satu strategi defensif. Dengan demikian, dalam rangka pengembangan subsektor
penghela Kabupaten Cianjur lebih banyak bertumpu pada strategi
stabilitatif/rasional dan strategi diversifikatif. Salah satu alternatif strateginya yakni membangun forum kemitraan pemerintah, peternak dan dunia usaha.
Berdasarkan hasil perancangan pelaksanaan strategi dengan menggunakan
road-map strategy. Road map strategy terbagi atas tiga dimensi yaitu : 1) Hulu, 2) Budidaya dan 3) Hilir. Dimensi Hulu menekankan upaya membangun kesatuan pemahaman antara stakeholder terkait sehingga masing-masing pihak dapat berbuat sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya yang akan menjadi fondasi awal dalam pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Peran Pemerintah daerah diarahkan pada kewenangan sebagai regulator, dan harus mampu menjembatani antara kepentingan peternak dan dunia usaha, selain itu penyediaan sarana dan prasarana hendaknya menjadi perhatian Pemerintah daerah dalam pengembangan subsektor peternakan ini. Pada dimensi Hulu ini dijumpai strategi Kemitran yang saling menguntungkan, strategi iklim usaha yang kondusif, strategi investasi bagi pembiayaan infrastruktur (sarana dan prasarana) serta strategi penyediaan skim kredit khusus.
Dimensi Budidaya menekankan pada strategi peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternakan guna pengembangan subsektor peternakan dengan teknologi yang ramah lingkungan dengan upaya optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal melalui pemeriksanaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan, sebagai langkah pengembangan subsektor peternakan berdasarkan potensi masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PENGHELA
DI KABUPATEN CIANJUR
DWI HERTEDDY
Tugas akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
Pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur
Nama : Dwi Herteddy
NRP : H.252100015
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Ketua
Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
13 Desember 2013
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam karya
ilmiah ini adalah “Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten
Cianjur”.
Melalui prakata ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, selaku dosen pembimbing serta segenap staf pengajar dan karyawan di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) yang dipimpin oleh Bapak Dr. Ir.
Ma’mun Sarma, MS. M.Ec sekaligus dosen penguji luar komisi. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan MPD angkatan ke-12 (2010/2011) atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini.
Hal yang sama juga penulis sampaikan kepada Istri tercinta dan anak-anak,
atas pengorbanan,dukungan dan dorongan moral, semangat dan do’a yang telah
diberikan selama ini selama penyelesaian studi di MPD IPB.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, Amin Ya Rabbal Alamin.
Bogor, Desember 2014
DAFTAR ISI
2.3. Pengembangan Kawasan/wilayah ... 11
2.4. Teori Pusat Pertumbuhan ... 11
2.5. Teori Basis Ekonomi ... 14
2.6. Teori Shift Share ... 15
2.7. Perencanaan Strategik ... 15
2.8. Hasil Studi atau Kajian Terdahulu ... 17
3 METODELOGI KAJIAN ... 20
3.1. Kerangka Pemikiran ... 20
3.2. Lokasi Kajian ... 22
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 22
3.4. Metode Analisis Data ... 23
3.5. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program ... 31
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN ... 34
4.1. Kondisi Geografis ... 34
4.2. Kondisi Demografi ... 35
4.3. Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur ... 36
4.4. Pengembangan Wilayah Pembangunan Kabupaten Cianjur ... 39
4.5. Visi Misi Kabupaten Cianjur ... 43
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
5.1. Identifikasi Status masing-masing Kecamatan di Cianjur ... 47
5.2. Analisis Locationt Quetient (LQ) ... 58
5.3. Analisis Shift Share (SSA) ... 63
5.4. Analisis Kuadran ... 67
6 STRATEGI PENGEMBANGAN ... 70
6.1. Faktor Strategi Internal ... 70
6.3. Analisis SWOT ... 79
6.4. Penyusunan Road Map Strategy dan Prioritas Program/Kegiatan ... 86
7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
7.1. Kesimpulan ... 95
7.2. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 98
DAFTAR TABEL
1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Tahun 2007-2010
2. PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2007-2011
3. Sumber data dan metode analisis data
4. Matriks SWOT
5. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2007-2011
6. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan
di wilayah utara Kabupaten Cianjur
7. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan
di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur
8. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan
di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur
9. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan
di wilayah utara Kabupaten Cianjur
10. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan
di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur
11. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan
di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur
12. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan
di wilayah Utara Kabupaten Cianjur
13. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan
di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur
14. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan
diwilayah Selatan Kabupaten Cianjur
15. Ranking Kecamatan berdasarkan kelengkapan fasilitas ekonomi
Sosial dan Pemerintahan di Kabupaten Cianjur
16. Hasil Analisis LQ berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur
Tahun 2007-2011
17. Hasil Analisis SSA berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur
Tahun 2007 -2011
18. Matrik SWOT Pengembangan Peternakan
19. Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Peternakan
DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan Manajemen Stratejik
2 Kerangka pemikiran Kajian
3 Kerangka Formulasi Strategi
4 Hasil analisis kuadran LQ dan SSA Kabupaten Cianjur
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Cianjur
2. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kecamatan di
Kabupaten Cianjur Tahun 2011
3. Penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha
dan jenis kelamin di Kabupaten Cianjur Tahun 2011
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2007 – 2011 (Juta Rupiah)
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun
2007 – 2011 (Juta Rupiah)
6. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2011 (persen)
7. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas ekonomi
kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur
8. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas sosial
kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur
9. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas pemerintahan
kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur
10.Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Cianjur
11.Sebaran populasi Ternak
12.Populasi sapi potong dan sapi perah menurut jenis kelamin di
Kabupaten Cianjur Tahun 2011 (ekor)
13.Populasi kerbau dan kuda menurut jenis kelamin di Kabupaten
Cianjur Tahun 2011 (ekor)
14.Jumlah rumahtangga peternakan setiap kecamatan di Kabupaten
Cianjur Tahun 2011
15.Hasil analisis LQ sub sektor peternakan di Kabupaten Cianjur
Tahun 2011
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Pembangunan ekonomi
daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang
perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu
pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
sejalan dengan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah untuk meningkatkan
pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Kedua Undang-Undang
tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya
pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini merupakan tanggung
jawab pemerintah pusat.
Kewenangan yang dilimpahkan ke daerah mencakup seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaan
termasuk salah satu yang dilimpahkan kepada daerah. Dengan kewenangan ini,
daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi,
serta sumber daya alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari pemerintah pusat.
tercipta peningkatan pembangunan daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintah
daerah dituntut kreatif dalam mengembangkan perekonomian di daerahnya serta
menentukan prioritas-prioritas pembangunannya.
Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Hal ini
dikarenakan jumlah penduduk terus bertambah, yang berarti kebutuhan ekonomi
juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Pertumbuhan ekonomi dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat
(barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun
(Tambunan, 2001:2). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia
pada dasarnya terdiri atas sembilan sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2)
pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum;
(5) bangunan dan konstruksi; 6) perdagangan, hotel dan restoran; (7)
pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan
(9) jasa-jasa.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom,
memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan
serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola,
merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Cianjur.
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas kebijakan
agar pembangunan daerah dapat berjalan sesuai dengan rencana, baik kebijakan
anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan tersebut
dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau sektor
unggulan, serta melihat pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan sektor
ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan
Tabel 1
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007-2010 (persen)
Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah
dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya, dan hanya lebih tinggi sedikit
laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat tahun 2011 yakni sebesar 6,48
maka Kabupaten Cianjur dan kabupaten sekitarnya masih dibawah rata-rata
pertumbuhan Jawa Barat
Tabel 2
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011
Lapangan usaha 2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 5.823 6.170 6.563 7.031 7.690
2 Pertambangan dan Penggalian 18 22 23 23 25
3 Industri Pengolahan 398 475 558 669 774
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 148 165 183 204 223
5 Bangunan 477 557 593 639 725
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 3.276 3.873 4.288 5.037 5.568
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1.389 1.731 1.678 1.812 1.991
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 673 760 768 764 818
9 Jasa-jasa 1.605 1.928 2.198 2.487 2.757
Produk Domestik Regional Bruto 13.808 15.680 16.853 18.668 20.573
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur adalah disektor
pertanian, yang mampu menyerap sekitar 62,99 % dari total tenaga kerja. Sektor
lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan
yaitu sekitar 14,60 %. Berdasarkan Tabel 2, untuk tahun 2010 kita dapat melihat
bahwa Sektor Pertanian memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar Rp. 7.031
Miliar atau 37,67%. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa, struktur ekonomi
Kabupaten Cianjur ditopang oleh sektor pertanian. Namun kalau kita melihat
dalam kurun waktu lima tahun terakhir hingga tahun 2010, maka kontribusi sektor
pertanian terus mengalami penurunan. Tahun 2006 sebesar 43,90 persen, tahun
2007 sebesar 42,17 persen, tahun 2008 sebesar 39,35 persen dan tahun 2009
adalah Sektor Perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 5.037 Miliar atau
26,98% dan kontribusinya cenderung meningkat, pada tahun 2006 sebesar
23,10%, 2007 sebesar 23,73%, 2008 sebesar 24,70% dan 2009 sebesar 25,44%.
Struktur ekonomi tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara sektor
produksi dengan sektor perdagangan
Sedangkan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 01
Tahun 2011 tanggal 26 Januari 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Cianjur, besarnya pendapatan daerah kabupaten
cianjur adalah Rp 1.504 miliar sedangkan belanja daerah sebesar Rp. 1.604 miliar
sehingga defisit sebesar Rp 100 miliar lebih. Dari total belanja tersebut maka
untuk belanja tidak langsung sebesar Rp.1 triliun lebih atau sekitar 62% dari total
belanja dan sebagian besar atau sekitar 84% untuk belanja pegawai. Sedangkan
untuk belanja langsung hanya sekitar 38% dari total belanja dan sekitar 10%
untuk belanja pegawai, sehingga dari total belanja Kabupaten Cianjur sebesar Rp
1,6 triliun lebih, hanya 14% yang merupakan belanja modal dan 20% belanja
barang dan jasa. Apalagi kalo melihat alokasi untuk sektor pertanian maupun
sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan konstribusi paling besar
pada PDRB Kabupaten Cianjur, kurang dari 4% dari total belanja, dimana dinas
pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan mendapat alokasi anggaran sebesar
2,8% dari total belanja dan dinas pariwisata dan kebudayaan 0,35% dari total
belanja.
Dengan kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan
kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan kepada strategi kebijakan
pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal
bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan
kesejahteraan penduduk. Pelaksanaan pembangunan dengan sumber daya yang
terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan
sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda yang besar terhadap sektor-sektor-sektor-sektor
lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut maka
Kabupaten Cianjur yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian di wilayah Cianjur.
1.2. Perumusan Masalah
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas
kebijakan agar pembangunan daerahnya dapat berjalan sesuai rencana, baik
kebijakan anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan
tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau
unggulan dan melihat pertumbuhan dan perkembangnya. Pertumbuhan sektor
ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan
kontribusi PDRB dari masing-masing sektor. Pertumbuhan sektor perekonomian
yang ada di Kabupaten Cianjur sangat berbeda pada masing-masing sektor
ekonomi berdasarkan laju pertumbuhan dan konstribusi PDRB setiap sektor
tersebut. Hal ini juga diperlukan untuk pengalokasian dana sektor ekonomi dan
untuk mengetahui klasifikasi/pola pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang ada
sebagai pertimbangan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat
diprioritaskan di Kabupaten Cianjur, untuk itu perlu mengetahui bagaimana pola
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Cianjur berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian.
Sumberdaya alam yang ada di setiap daerah yang berbeda-beda merupakan
potensi yang dimiliki oleh setiap daerah, pemanfaatan sumberdaya yang ada
membutuhkan peranan masyarakat dalam pemanfaatannya. Sehingga perlu
diketahui sub sektor apa yang menjadi penghela untuk meningkatkan
perekonomian wilayah di Kabupaten Cianjur.
Dalam mengembangkan subsektor unggulan tentunya diperlukan strategi
yang tepat serta pentahapan dalam mengimplementasikan strategi, sehingga
diperlukan roadmap strategi yang menjabarkan program dan kegiatan apa saja
1.3. Tujuan Penelitian
Kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur
ini adalah untuk merumuskan strategi dan program pengembangan produk unggulan
dalam rangka meningkatkan daya saing daerah. Sementara tujuan khusus kajian
adalah:
1. Menganalisis status (tingkat perkembangan) masing-masing kecamatan di
Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan
pemerintahan.
2. Menganalisis subsektor basis dan memiliki keunggulan kompetitif di
Kabupaten Cianjur;
3. Merumuskan strategi dan program pengembangan sub sektor penghela di
Kabupaten Cianjur.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam penentuan kebijakan pengembangan
sektor unggulan, serta pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan dan Pengembangan
Pembangunan merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan
menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Sedangkan
Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses
perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya
alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup
yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam
masyarakat. Menurut Siagian dalam Riyadi dan Bratakusumah (2003)
pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu
kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi
sekarang.
Selain itu, Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai
suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan
berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan
sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memperhatikan perkembangan global. Selanjutnya dikatakan bahwa
pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang
dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang
memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang
berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan masyarakat,
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan
berkeadilan.
Sedangkan pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan,
kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan
berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu
yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya
sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal
suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi.
Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan
pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Kedua istilah tersebut
diterjemahkan dari kata development (Rustiadi et al., 2007).
2.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal
Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses penjalinan
kepentingan antara sektor pemerintah, swasta, produsen dan masyarakat,
dengan mengoptimalkan sumber daya lokal (manusia, alam dan sosial), di
dalam sebuah komunitas, dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi
dan kesempatan kerja. Perhatian khusus diberikan pada dampak pertumbuhan
ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan usaha kecil (Boulle et al., 2002).
Pengembangan ekonomi lokal adalah sebuah proses yang membentuk
kemitraan pelaku (stakeholders) ekonomi, yakni pemerintah daerah,
kelompok kelompok berbasis masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola
sumber daya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan
menggiatkan ekonomi daerah. Pendekatan tersebut menekankan kewenangan
lokal, menggunakan potensi sumber daya manusia, sumber daya fisik dan
kelembagaan. Kemitraan pengembangan ekonomi lokal mengintegrasikan
upaya mobilisasi para pelaku, organisasi dan sumber daya, serta
pengembangan kelembagaan baru melalui dialog dan kegiatan-kegiatan
strategik (Dendi et al., 2004)
Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah pendekatan yang
menghubungkan daerah pedesaan atau daerah terbelakang dengan sistem
ekonomi pasar guna memacu kegiatan ekonomi daerah tersebut.
Pengembangan dan integrasi tersebut dicapai dengan berfokus pada klaster
yang memberikan kesempatan bagi kaum miskin untuk memainkan peranan
penting dalam kegiatan ekonomi itu. Pada gilirannya, implementasi
pengembangan ekonomi lokal akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan
dan kesempatan, serta memunculkan strategi untuk menjaga agar sebagian
besar kesempatan memperoleh pendapatan bertahan di daerah yang
ekonomi sebagai akibat dari peningkatan pendapatan rumah tangga, di
samping memperoleh pendapatan langsung (Boulle et al., 2002).
Pengembangan ekonomi lokal diarahkan untuk mencapai tiga tujuan
yang saling berkaitan, yaitu a) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan
lapangan kerja; b) berkurangnya jumlah penduduk miskin; c) terwujudnya
mata rantai kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood) (Dendi et al., 2004).
Pengembangan ekonomi lokal memainkan peranan penting dalam
mendorong kapasitas produsen dan membantu mereka dalam memperkuat
posisi. Program penguatan yang dikembangkan difokuskan pada : a)
pembentukan basis kolektif atau mendorong kemapanan organisasi, b)
meningkatkan ketrampilan dan kapasitas produsen, serta c) menyiapkan
wahana bagi para produsen untuk terlibat dalam perencanaan dan pembuatan
kebijakan. Produsen merupakan kelompok yang paling lemah dan
memerlukan dukungan untuk menyuarakan kepentingan mereka maupun
untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Mengorganisir para produsen ke
dalam sebuah kelompok hanyalah merupakan salah satu bagian dari upaya
untuk perbaikan. Peningkatan ketrampilan dan kapasitas produsen dalam
berproduksi dan menjalankan bisnis serta meningkatkan akses pasar, jauh
lebih penting dari itu semua (Boulle et al., 2004).
Dalam kaitannya dengan prinsip pengembangan ekonomi lokal yang
propoor, dalam penentuan komoditas unggulan daerah, disamping kriteria-kriteria kelayakan teknis, permintaan pasar, serta efek multiplier suatu
komoditi/ produk sektoral terhadap sektor usaha lainnya, faktor potensi nilai
tambah langsung bagi keluarga miskin juga sebagai kriteria penting (Dendi et
2.3. Pengembangan Kawasan / Wilayah
Wilayah dalam pengertian ruang mengandung makna : pertama,
bio-physical space yaitu tempat dimana struktur sumberdaya biofisik berada, kedua socio economic space yaitu tempat dimana interaktsi aktivitas sosial
ekonomi; dan ketiga policy space yaitu tempat dimana kebijakan
diberlakukan untuk memanfaatkan sumberdaya biofisik yang sesuai dengan
kondisi sosial ekonomi. Diantara ketiga variable tersebut, hanya variable
kebijaksanaan yang bersifat fleksibel dalam arti dapat dibuat mengikuti
variable lainnya untuk mencapai tingkat interaksi yang harmonis dari ketiga
ruang (space) tersebut untuk membentuk suatu wilayah yang unik dan
berbeda dengan wilayah lainnya.
Menurut Rustiadi et al. (2007) pembangunan secara sederhana dapat
ditafsirkan sebagai upaya untuk melakukan perubahan sosial yang dilakukan
secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan tujuan demi eksistensi dan
peningkatan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena tujuan pembangunan
adalah menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat, maka tujuan
pembangunan itu sendiri harus memuat 3 (tiga) hal yaitu : (1) pertumbuhan
(growth), (2) keberlanjutan (sustainable) dan (3) pemerataan (equity). Perlu
ditekankan bahwa pembangunan (development) mempunyai pengertian yang
berbeda dengan pertumbuhan (growth). Pembangunan lebih menunjukkan
pada peningkatan in well being, sedangkan pertumbuhan mengacu pada
perubahan output secara fisik. Tidak mungkin dapat melakukan pemerataan
tanpa adanya pertumbuhan dan tidak mungkin pula mampu mempertahankan
keberlanjutan pembangunan tanpa adanya pemerataan.
Pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari pengembangan
ekonomi secara umum. Menurut Stringer and Phingali (2004), bahwa
pengembangan ekonomi secara umum dan ekonomi pertanian pada intinya
adalah berfokus pada bagaimana pertanian dapat memberikan kontribusi
terbaik pada pertumbuhan pertumbuhan yang menyeluruh. Kontribusi
tersebut antara lain : penyerapan tenaga kerja, maupun mencukupi kebutuhan
pangan penduduk yang memiliki pendapatan memadai, mampu menyediakan
meningkatkan ekspor dan produksi pertanian yang mampu memproduksi
material primer sebagai bahan dasar industri pertanian. Oleh karena itu dalam
pembangunan pertanian harus terjadi pertumbuhan, berkelanjutan dan
pemerataan untuk memperoleh kontribusi dari pembangunan pertanian yang
dilaksanakan.
2.4. Teori Pusat Pertumbuhan
Perencanaan pengembangan ekonomi wilayah seharusnya dapat
menentukan lokasi tertentu yang dapat menjadi pusat pengembangan.
Hipotesa dasar dari pentingnya pusat pengembangan adalah (1) pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah
pusat-pusat pertumbuhan, (2) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
disebarkan di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hierarki
kota-kota secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban centre) ke daerah
belakang (hinterland) masing-masing. Sinkron dengan yang dikemukakan
oleh Weber dalam Adisasmita (2005) bahwa faktor penentu suatu lokasi
industri adalah : (1) biaya bahan baku, (2) konsentrasi tenaga kerja, (3) gejala
aglomerasi.
Daerah hinterland yang umumnya memiliki sektor yang homogen
juga berfungsi untuk menopang pusat pengembangan dengan menyediakan
sumberdaya yang dapat digunakan oleh pusat pengembangan yang umumnya
merupakan multisektor.Sumberdaya yang disediakan daerah hinterland dapat
berupa bahan baku dan tenaga kerja. Suatu lokasi dapat menjadi pusat
pengembangan yang berkelanjutan karena tingginya permintaan dari daerah
hinterland terhadap produk yang dihasilkan oleh pusat pertumbuhan.
Sebagaimana dikatakan Losch dalam Rustiadi et al. (2007) bahwa
pusat pengembangan diharapkan mampu melayani semua wilayah pasar
karena jaringannya ditata sedemikian rupa sehingga dari titik pusat tersebar
banyak alternatif sektor sehingga mampu meminimumkan biaya transportasi
dan memaksimumkan jumlah usaha yang beroperasi di wilayah pusat. Ada
dua konsekuensi penting dari model Losch tersebut yakni berhubungan
distribusi populasi. Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa
yang secara terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan,
organisasi, perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan
pendidikan dan hiburan bagi daerah hinterland.
Sedangkan Christaller dalam Adisasmita (2005) menyatakan bahwa
permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding terbalik dengan
jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya
transportasi. Hal tersebut diperkuat oleh Rustiadi et al. (2007) bahwa dalam
pergerakan menuju lokasi pusat untukmempertukarkan pendapatan dengan
barang dan jasa, seorang konsumen harus menghabiskan sumberdaya yang
langka (uang, waktu, fisik, dan energi) untuk mengatasi friksi jarak tersebut.
Teori Christaller tersebut terus berkembang yang dikenal central place theory
yang menyatakan bahwa jarak antara pusat-pusat kota berorde tinggi lebih
jauh dan jarak tersebut akan semakin berkurang dengan semakin rendahnya
orde pusat kota. Pusat–pusat pertumbuhan tersebut telah dimodifikasi dan
dibedakan atas: (1) pusat pelayanan pada tingkat lokal, (2) titik pertumbuhan
pada tingkat subwilayah, (3) pusat pertumbuhan pada tingkat wilayah, (4)
kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Selanjutnya menurut Rustiadi et al.
(2007) dalam menelaah pengembangan suatu lokasi menjadi pusat
pertumbuhan perlu dikembangkan interaksi spread effect yang
menguntungkan daerah belakang bukan sebaliknya menimbulkan fenomena
2.5. Teori Basis Ekonomi
Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor
yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan aktivitas yang
berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas
wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan
pemasarannya bersifat lokal, hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan
kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Adisasmita, 2005).
Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer
mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut,
dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis
akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian
regional (Adisasmita, 2005).
Analisis basis ekonomi berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis.
Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah
arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya
menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut,
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non
basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga
akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis
(Adisasmita, 2005).
Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang
lazim digunakan adalah kuosien lokasi (location quotient, LQ). LQ digunakan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau
unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan
kerja (tenaga kerja) dan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu
Asumsi utama dalam analisis LQ menurut Widodo (2006) bahwa semua
penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan
pola permintaan pada tingkat daerah referensi (pola pengeluaran secara
geografis adalah sama), produktifitas tenaga kerja adalah sama dan setiap
industri menghasilkan barang yang sama (homogeny) pada setiap sektor.
2.6. Teori Shift-Share
Analisis Shift-Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa
digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relative
terhadap struktur ekonomi wilayah administrative yang lebih tinggi sebagai
pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3
informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu pertama,
pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth
effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi
nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional
(proportional shift), yang menunjukkan perubahan relative kinerja suatu
sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau
nasional. Pergeseran proporsional (Proportional shift) disebut juga pengaruh
bauran industry (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk
mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada
industry-industri yang tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian yang dijadikan
referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan
informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (local)
dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial
dari suatu industri adalah positif, maka industry tersebut relative lebih tinggi
daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang
dijadikan referensi. Pergeseran diferensial ini disebut juga pengaruh
keunggulan kompetitif (Widodo, 2006).
2.7. Perencanaan Strategik
Secara singkat, berdasar rangkuman dari beberapa pustaka (antara lain:
perencanaan strategis untuk sektor publik mempunyai karakteristik sebagai
berikut: (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional.
Rencana strategis memuat antara lain: visi, misi, dan strategi (arahan
kebijakan); sedangkan rencana operasional memuat program dan rencana
tindakan (aksi); (2) penyusunan rencana strategis melibatkan secara aktif
semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan
satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategis); (3) tidak semua isu
atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanaan strategis,
ditetapkan isu-isu yang dianggap paling strategis atau fokus-fokus yang
paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan
eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date
berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal
(Djunaedi, 2001).
Tahapan manajemen strategik diawali dengan perumusan strategi.
Strategi dirumuskan melalui tahapan: 1) analisis arah, yaitu untuk
menentukan visi-misi-tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, 2) analisis
situasi, yaitu tahapan membaca situasi dan menentukan
Kekuatan-Kelemahan-Peluang- Ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi, 3)
penetapan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih
strategi yang akan dijalankan. Tahap selanjutnya setelah perumusan strategi
adalah implementasi strategi, yaitu membuat rencana pencapaian (sasaran)
dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang sesuai dengan
Tahapan kegiatan dalam manajemen strategik tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan Manajemen Strategik
2.8Hasil Studi atau Kajian Terdahulu
Penelitian secara mengenai pengembangan komoditas unggulan telah
banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cianjur ini, baik
pengunaan alat analisis, variabel penelitian selain tempat dan waktu penelitian
serta digunakannya analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats)
dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
Mintarti, nana. (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil kajian
mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di
Kabupaten Pacitan, diperoleh hasil prioritas strategi yang direkomendasikan
untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan adalah
penumbuhan klaster industri kelapa dengan mengoptimalkan kegiatan
ekonomi komunitas yang selama ini telah terbentuk secara turun temurun
sebagai klaster alamiah. Klaster industri kelapa, diharapkan dapat
mempercepat pengembangan unit-unit usaha mikro, kecil dan menengah
PERUMUSAN STRATEGI
(Strategy Formulation)
PERENCANAAN STRATEGI
(Strategy Planning)
PERANCANGAN PROGRAM (Programming)
Hasil : analisis lingkungan, visi-misi-tujuan, strategi
Hasil : Tahapan pencapaian
tujuan dan sasaran
(target)
produk kelapa di Kabupaten Pacitan, karena klaster merupakan aglomerasi
ekonomi yang melibatkan pelaku dari hulu ke hilir, sehingga memungkinkan
penggabungan skala usaha antar pelaku, yang karenanya dapat mengeliminasi
beberapa kelemahan usaha mikro, kecil dan menengah yang selama ini
terjadi, terutama di bidang produksi dan pemasaran.
Baskoro (2007), dalam kajiannya tentang pengembangan kawasan
melalui agropolitan mengatakan bahwa melalui alat analisis spasial dengan
Sistem Informasi Geografi, analisis skalogram, analisis shift share, analisis
LQ dan analisis statistik non parametrik chi-square, menunjukkan hasil
bahwa arahan penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang dapat
dibagi menjadi beberapa zona, zona pertama merupakan kawasan pusat
pertumbuhan dan pelayanan, sektor pertanian merupakan sektor unggulan ini
dilihat dari kontribusi terhadap PDRB.
Fitri Andi, Puji (2006), dari hasil penelitiannya tentang arahan
pewilayahan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Timur
didapatkan hasil Kelas Kemampuan lahan I sampai IV sebesar 91,74%
cocok untuk budidaya pertanian. Potensi lahan dengan kesesuaian sangat
sesuai dan cukup sesuai memiliki luasan yang besar untuk pengembangan
komoditas pertanian. Dilihat dari produksi dan pemasarannya komdotas
dengan tujuan ekspor ke luar negeri adalah karet sedangkan untuk ekspor
antar propinsi karet,,kelapa sawit dan kelapa. Dari hasil analisis LQ
didapatkan Kecamatan Antang Kalang memiliki komoditas unggulan yaitu
komoditas dengan nilai LQ>1 sebanyak 20 komoditas. Dilihat dari skala
prioritas komoditas unggulan masing-masing kecamatan memiliki
komoditas yang berbeda-beda di mana komoditas padi (padi ladang dan padi
sawah) merupakan komoditas tanaman bahan makanan dengan skala prioritas
paling tinggi yang terdapat di semua kecamatan.
Arahan perwilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan
memperhatikan kesesuaian lahan dan komoditas unggulan yang ada di
setiap kecamatan. Komoditas pertanian tanaman pangan lahan basah
diarahkan di wilayah selatan Kabupaten Kotawaringin Timur, komoditas
perkebunan kelapa diarahkan di wilayah selatan. Hasil analisis
menunjukkan adanya kesesuaian lahan yang sama bagi beberapa komoditas
di suatu lahan yang sama. Untuk mencapai pemanfaatan lahan optimal
diarahkan beberapa alternatif pengusahaan dengan pola komplementer dan
suplementer.
Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah
pertama, kajian ini untuk mengidentifikasi komoditas yang menjadi basis dan
memiliki keunggulan kompetitif serta kondisi sarana dan prasarana di
Kabupaten Cianjur. Kedua, dalam kajian ini akan merumuskan strategi yang
perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka
mengembangkan komoditas unggulan di wilayahnya. Ketiga, kajian ini
menggunakan alat analisis SWOT dan analisis deskriptif yang akan
memberikan suatu rancangan strategi kebijakan pengembangan wilayah
BAB III
METODE KAJIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Pembangunan Kabupaten Cianjur sampai saat ini belum terlalu jelas kemana
arahnya.Ini terlihat dari tidak fokusnya kebijakan pembangunan terutama dalam
pengembangan ekonomi masyarakat. Padahal pembangunan ekonomi lokal
semestinya berbasis potensi lokal pula. Salah satu caranya adalah dengan
pengembangan produk unggulan yang memang menjadi basis di wilayah
Kabupaten Cianjur. Pengembangan produk unggulan ini juga sebagai upaya untuk
meningkatkan daya saing daerah.
Pemilihan produk unggulan harus memperhatikan bahwa produk memang
menjadi ciri khas daerah, diusahakan oleh sebagian besar masyarakat serta
memiliki jangkauan pasar yang luas. Namun dalam pengembangan subsektor
unggulan ini tidak hanya memperhatikan ketersediaan produk saja tapi juga
memperhatikan fasilitas pendukung seperti transportasi, energi, jasa dan lainnya.
Karena pengembangan subsektor unggulan tanpa didukung fasiltas pendukung
akan menimbulkan biaya yang sangat mahal karena harus membangun fasilitas
pendukung. Untuk menentukan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dilakukan
dengan analisis skalogram. Analisis ini akan menghasilkan kecamatan dengan
fasilitas publik yang memadai sampai kecamatan yang minim fasilitasnya.
Tentunya tidak semua subsektor dapat dikembangkan menjadi
subsektor unggulan. Yang perlu diperhatikan juga adalah apakah subsektor
tersebut benar-benar menjadi subsektor basis di suatu wilayah sehingga
ketersediaan bahan baku dapat terjamin dan penyerapan tenaga kerja,
karena memang tujuan utama pengembangan subsektor unggulan adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Identifikasi diperlukan sebagai dasar dalam
penentuan produk ungggulan yang akan dikembangkan dalam suatu wilayah.
Oleh karena itu perlu diketahui subsektor apa yang menjadi basis atau mempunyai
keunggulan komparatif di Kabupaten Cianjur menggunakan analisis LQ,
Cianjur, sehingga kita dapat mengetahui subsektor mana yang memiliki keunggulan
kompetitif di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka
disusunlah perumusan strategi dengan menggunakan analisis SWOT. Pada tahap
perumusan strategi digunakan matrik SWOT (strength, weaknesses, opportunities,
threats) guna memetakan posisi lembaga terhadap lingkungannya dan menetapkan strategi umum. Hasil analisis SWOT yang dilanjutkan dengan penyusunan
roadmap strategi, serta penyusunan program dan kegiatan. Maka diharapkan kajian mengenai strategi pengembangan subsektor unggulan ini dapat
dijadikan landasan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka mengejar
ketertinggalannya dari kabupaten lain. Kerangka pemikiran kajian ini tersaji dalam
Gambar 2.
Arah pengembangan subsektor penghela kab. Cianjur belum jelas
Fasilitas Ekonomi, Jumlah Komoditas Produksi
Sosial dan Penduduk Kecamatan kecamatan
Pemerintahan dan kabupaten &
Kabupaten
Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan Analisa
Skalogram
subsektor unggulan dan potensi daerah
Analisa LQ & SSA
prioritas pengembangan subsektor penghela
Strategi pengembangan subsektor penghela
Analisa SWOT
Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Cianjur, yang merupakan
salah satu kabupaten dalam Provinsi Jawa Barat. Dengan batasan waktu data
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pertimbangan penelitian
dilakukan di Kabupaten Cianjur antara lain adalah dengan kondisi wilayah
yang strategis dekat dengan Ibukota akan tetapi laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Cianjur masih rendah, sehingga harapannya hasil penelitian ini
berupa Strategi pengembangan subsektor penghela perekonomian dapat
digunakan sebagai informasi dan dapat diprioritaskan dalam perencanaan
pembangunan Kabupaten Cianjur.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Dalam kajian ini data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
dengan responden untuk mendapatkan gambaran umum hal -hal yang
berhubungan dengan kajian ini, serta untuk mendapatkan informasi
faktor-faktor internal dan faktor-faktor-faktor-faktor eksternal dalam rangka penyusunan
strategi pengembangan subsektor penghela di Kabupaten Cianjur.
Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari publikasi
yang diterbitkan oleh badan, dinas dan instansi yang terkait. Data tersebut
berupa perkembangan PDRB, fasilitas ekonomi, fasiltas sosial, fasilitas
pemerintahan.
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
dan Kabupaten Cianjur, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah(Bappeda), Dinas Lingkup Pertanian, monografi masing-masing
kecamatan di Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilakukan dengan
mencatat langsung data yang telah tersedia sebagai data sekunder di tiap-tiap
kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur.
Data untuk analisis SWOT dilakukan dengan wawancara narasumber
Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur, Bapeda, Dinas Pertanian dan
Hortikultura, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan.Untuk
mendapatkan landasan teori yang kuat dalam mendukung kajian ini dilakukan
studi pustaka baik dalam bentuk buku literatur maupun hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian ini.
3.4. Metode Analisis Data
Pada kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten
Cianjur digunakan analisis deskriptif, kuantitatif, dan kualitatif. Analisis
deskriptif dan kualitatif digunakan untuk mengetahui fasilitas ekonomi, sosial
dan pemerintahan apa saja yang dimiliki dan untuk mengetahui keunggulan
kompetitif serta subsektor basis. Sementara Analisis SWOT digunakan untuk
merumuskan strategi pengembangan subsektor unggulan serta penyusunan
roadmap serta program dan kegiatan dalam pengembangan subsektor unggulan.
Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan penelitian
Tabel 3. Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan
kajian dengan jenis dan sumber data
3.4.1 Analisis Skalogram
Untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama yaitu
mengindentifikasi status (tingkat perkembangan) masing-masing
kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan
fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan.maka digunakan alat
analisis metode skalogram. Metode ini membahas mengenai
kelengkapan fasilitas yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator
pusat pertumbuhan. Apabila suatu daerah memiliki berbagai fasilitas
yang lebih lengkap dari daerah lain maka kota tersebut mampu berperan
sebagai pusat pertumbuhan (Blakely, 1994). Analisis skalogram
merupakan analisis s t r u k t u r a l y a n g m e n g g u n a k a n s k a l a
h i r a r k i G u t t m a n d e n g a n mengelompokkannya berdasarkan
pada tiga komponen fasilitas utama. Ketiga komponen fasilitas utama
tersebut, yaitu:
1. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas
ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur
kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan
tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi
kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal
dan bekerja;
2. solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas sosial.
Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari
kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungki nkan tidak 100 %
merupakan kegi at an sosi al namun pengelompokan
tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relatif lebih
besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada
keuntungan (benefit oriented);
3. centrality adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan
pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan
dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini
sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.
Pada penelitian ini analisis skalogram menggunakan sistem skoring.
Adapun penilaian kelengkapan fasilitas-fasilitas tersebut
dilakukan dengan cara: (Haerudin dalam Harimadhona, 2003):
1. Fasilitas perkotaan (ekonomi, sosial, pemerintahan) yang ada
terdiri dari komponen-komponen fasilitas. Misalnya, fasilitas
ekonomi terdiri dari: komponen fasilitas perbankan, pasar,
toko/kios, koperasi, industri, hotel, rumah makan, perusahaan bus,
SPBU, PLN, Telkom, dan PDAM. Kemudian tiap komponen dibagi
lagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan kebutuhan. Pembagian
tersebut didasarkan pada skala pelayanan atau tolok ukur lain,
sesuai dengan komponen yang bersangkutan. Contoh: komponen
fasilitas perbankan, nilai yang diberikan berdasarkan skala
pelayanan kepada masyarakat. Untuk komponen fasilitas Toko/kios,
SPBU, hotel, rumah makan didasarkan pada banyaknya fasilitas
tersebut. Untuk komponen fasilitas pendidikan dari TK, SLTP,
SMU, dan perguruan tinggi didasarkan pada tingkat lembaga
pendidikan.
2. Tiap komponen fasilitas berdiri sendiri, sehingga skor yang
dihasilkan tidak bergantung antara komponen fasilitas yang satu
dengan komponen fasilitas yang lain. Masing-masing komponen
memiliki skor tersendiri.
3. Nilai dari tiap komponen fasilitas merupakan penjumlahan dari
nilai-nilai kelas dari komponen fasilitas. Untuk komponen fasilitas nilai-nilai
yang terkecil adalah 10, sedangkan untuk kelas dari komponen
nilai yang terkecil adalah 1.
4. Nilai yang diberikan berlaku sama bagi komponen fasilitas yang
tersebar di masing-masing kecamatan yang diteliti. Hal ini
yang menyebabkan penetapan nilai tidak akan berpengaruh
terhadap perolehan skor di tiap kecamatan, melainkan akan
Tahapan analisis penilaian fasilitas dilakukan dengan cara:
1. Menginventarisir berbagai fasilitas perkotaan pada tiap
kecamatan dan disusun sesuai dengan kelompoknya, yaitu
ekonomi, sosial, dan pemerintahan.
2. Tiap kelompok tersebut dihitung nilainya dengan menggunakan skor
melalui tahapan sebagai berikut.
a) Menyusun urutan-urutan komponen fasilitas (misalnya:
perbankan, pasar, toko, koperasi, dan lain-lain) yang terdapat
di kecamatan berdasarkan pada urgensinya komponen
fasilitas tersebut bagi fungsi pelayanan perkotaan. Sebagai
contoh, untuk fasilitas ekonomi perkotaan, perbankan
ditempatkan pada urutan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pertokoan. Alasannya adalah komponen fasilitas
perbankan mempunyai korelasi yang positif dengan
besarnya kota, sesuai dengan skala ekonominya.
b) Tiap komponen fasilitas dibagi dalam beberapa kelas yang
disesuaikan dengan skala pelayanan. Contoh: Telkom sebagai
salah satu komponen fasilitas ekonomi perkotaan dibagi
dalam 3 kelas yang memiliki skor berbeda. 1). Sentral
Telepon Otomat memiliki skor 5. 2). Wartel memiliki skor 3.
3). Telepon Umum memiliki skor 2
3. Penilaian terhadap tingkat kelengkapan fasilitas suatu kecamatan
merupakan penjumlahan nilai dari tiap fasilitas.
3.4.2. Analisis Location Quotient (LQ)
Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Cianjur
digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ
merupakan salah satupendekatan yang umum digunakan dalam model
ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan
dari PDRB Kabupaten Cianjur yang menjadi pemacu pertumbuhan.
perekonomian,mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan
perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk
penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan
mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta
berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai
LQ menggunakan metodeyang mengacu pada formula yang
dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004:183) sebagai
berikut:
PDRBc,i
LQ = ΣPDRBC
PDRBJABAR,i
ΣPDRBJABAR
Di mana:
PDRBC,i = PDRB sektor i di Kabupaten Cianjur pada tahun
tertentu.
ΣPDRBC = Total PDRB di Kabupaten Cianjur pada tahun
tertentu.
PDRBJABAR,i = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat pada tahun
tertentu.
ΣPDRBJABAR = Total PDRB di Provinsi Jawa Barat pada tahun
tertentu.
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas,
maka adatiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh
(Bendavid-Val dalam Kuncoro,2004:183), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Cianjur adalah sama dengan sektor yang sama
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Cianjur lebih besar dibandingkan dengan sektor
yang sama dalamperekonomian Provinsi Jawa Barat.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan sektor
yang sama dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat
Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai
penggerak perekonomian Kabupaten Cianjur.Sebaliknya apabila nilai
LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang
potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian
Kabupaten Cianjur.
Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah
PDRB Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011
menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
3.4.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)
Analisis shift share melihat perubahan PDRB yang terjadi pada dua
titik waktu. Tahun analisis yang digunakan adalah tahun 2007
sampai tahun 2011. Perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut
∆ Yij = Y’ij– Yij...(4.1)
Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah
dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu Pertumbuhan Nasional
(PN), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa
Wilayah (PPW). Ketiga Komponen tersebut dapat dirumuskan
Pnij = (Ra) Yij...(4.2)
PPij = (Ri-Ra) Yij...(4.3)
PPWij = (ri – Ri) Yij... (4.4)
Dimana :
Ra = (Y’..-Y..)/Y..
Ri = (Y’i.-Yi)/Yi.
ri = (Y’ij-Yij)/Yij
Dimana :
Y’.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2011
Y.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007
Y’i = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2011
Yi. = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2007
Yij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2011
Y’ij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2007
∆ Yij = Pnij + Ppij + PPWij...(4.5) Apabila persamaan (4.1), (4.2),(4.3), dan (4.4) disubtitusikan ke
persamaan (4.5) maka didapat :
Y’ij-Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij...(4.6) Apabila Ppij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke
j laju pertumbuhannya melambat, sedangkan apabila Ppij > 0
menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah tersebut laju
pertumbuhannya cepat. Apabila PPW < 0, sektor i tidak dapat
bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya,
sedangkan apabila PPW > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya
saing yang baik untuk perkembangan sektor i bila dibandingkan