• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN CIANJUR

DWI HERTEDDY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Dwi Herteddy NRP H.252100015

___________________________

(3)

ABSTRACT

DWI HERTEDDY. Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and LUKMAN M. BAGA.

Economic growth and it’s sustainable process are the main conditions for the

sustainable of regional economy development. Implementation of development with limited resources as it’s consequence should be focused onsectors that provide a large multiplier effect onother sectors or the economy as a whole. Cianjur District Government needs to undertake regional development policy priorities in order to be able to meet the regions plan, budget and expenditure policies. Policy prioritization can be achieved either by determining the priority sectors or key sectors, as well asseeing the growth and development. This study employed methods: Scalogram, Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Quadrant analysis, Strenghts Weaknesses Opportunities and Treaths (SWOT) analysis and Road map strategy. The analysis showed that there was inequality of development between regions in Cianjur, where the northern Cianjur region is more complete in the availability of economic, social and governance than the central and southern regions, it needs to get more attention from the local government, as for the leading sub-sector is the livestock sub-sector, because it has a comparative and competitive advantage than other sectors as well as in line with the policy of both the central goverment and provincial level. Through SWOT analysis and strategy road map prepared 14 alternative strategies and

development programs and activities in the livestock subsector.

(4)

RINGKASAN

DWI HERTEDDY. Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan LUKMAN M. BAGA

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom, memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal,

yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten

Cianjur.Berdasarkan ranking ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan yang ada di tiap-tiap kecamatan, maka Kecamatan Cianjur memiliki ketersediaan paling lengkap disusul peringkat kedua Kecamatan Cibeber diikuti Kecamatan Campaka , Ciranjang, dan Cilaku. Hasil perangkingan ini memperlihatkan kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur utara mempunyai kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan lebih baik dibanding kecamatan di wilayah Cianjur Tengah maupun Cianjur Selatan yang hanya menempatkan Kecamatan Campaka pada peringkat ketiga yang mewakili Kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Kecamatan Cidaun pada peringkat ke sembilan yang mewakili wilayah Cianjur Selatan, selebihnya terdapat di urutan bawah.

(5)

dibandingkan dengan wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan, artinya fokus pembangunan masih terpusat pada wilayah Cianjur Utara, untuk itu Pemerintah Kabupaten Cianjur perlu juga memperhatikan pembangunan untuk kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan

Sektor penghela merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibanding wilayah lainnya di Cianjur. Sektor yang memiliki keunggulan komparatif merupakan sektor basis yang dianalisis dengan

menggunakan analisis LQ (locationt quotient), selanjutnya keunggulan

kompetitif dianalisis dengan SSA (shiftShare analysis). Tahun 2007-2011

menunjukkan bahwa terdapat 6 sektor perekonomian yang menjadi basis yaitu sektor pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; Pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dalam waktu rentang lima tahun sektor pertanian memiliki kedudukan sangat kuat dalam basis kabupaten cianjur dengan nilai LQ masing-masing 3 , 4 4; 3 , 4 3; 3 , 23 ; 3 , 32 dan 3,44. Ini berarti sektor pertanian memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai 37,38persen pada tahun 2011.

Berdasarkan analisis Shift Share, pertumbuhan tiap-tiap subsektor

dipengaruhi olehtiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen tersebut adalah pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sebagai pengaruh ketiga, menjelaskan subsektor yang memiliki keunggulan kompetitif pada subsektor perkebunan, peternakan dan kehutanan, penggalian, industri tanpa migas, listrik, air bersih, restoran, hotel, pengangkutan LSDP dan jasa pemerintahan umum dan

pertahanan. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor–subsektor tersebut

memiliki keunggulan untuk dikembangkan di Kabupaten Cianjur. Namun demikian analisis ini perlu dikolaborasi dengan analisis LQ sehingga kebijakan yang diambil akan lebih tepat.

(6)

Hasil analisis SWOT menunjukkan beberapa alternatif strategi yakni empat strategi agresif, lima strategi stabilitatif/rasional, empat strategi diversifikatif dan

satu strategi defensif. Dengan demikian, dalam rangka pengembangan subsektor

penghela Kabupaten Cianjur lebih banyak bertumpu pada strategi

stabilitatif/rasional dan strategi diversifikatif. Salah satu alternatif strateginya yakni membangun forum kemitraan pemerintah, peternak dan dunia usaha.

Berdasarkan hasil perancangan pelaksanaan strategi dengan menggunakan

road-map strategy. Road map strategy terbagi atas tiga dimensi yaitu : 1) Hulu, 2) Budidaya dan 3) Hilir. Dimensi Hulu menekankan upaya membangun kesatuan pemahaman antara stakeholder terkait sehingga masing-masing pihak dapat berbuat sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya yang akan menjadi fondasi awal dalam pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Peran Pemerintah daerah diarahkan pada kewenangan sebagai regulator, dan harus mampu menjembatani antara kepentingan peternak dan dunia usaha, selain itu penyediaan sarana dan prasarana hendaknya menjadi perhatian Pemerintah daerah dalam pengembangan subsektor peternakan ini. Pada dimensi Hulu ini dijumpai strategi Kemitran yang saling menguntungkan, strategi iklim usaha yang kondusif, strategi investasi bagi pembiayaan infrastruktur (sarana dan prasarana) serta strategi penyediaan skim kredit khusus.

Dimensi Budidaya menekankan pada strategi peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternakan guna pengembangan subsektor peternakan dengan teknologi yang ramah lingkungan dengan upaya optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal melalui pemeriksanaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan, sebagai langkah pengembangan subsektor peternakan berdasarkan potensi masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PENGHELA

DI KABUPATEN CIANJUR

DWI HERTEDDY

Tugas akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

Pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur

Nama : Dwi Herteddy

NRP : H.252100015

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Ketua

Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:

13 Desember 2013

(11)
(12)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam karya

ilmiah ini adalah “Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten

Cianjur”.

Melalui prakata ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, selaku dosen pembimbing serta segenap staf pengajar dan karyawan di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) yang dipimpin oleh Bapak Dr. Ir.

Ma’mun Sarma, MS. M.Ec sekaligus dosen penguji luar komisi. Ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan MPD angkatan ke-12 (2010/2011) atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini.

Hal yang sama juga penulis sampaikan kepada Istri tercinta dan anak-anak,

atas pengorbanan,dukungan dan dorongan moral, semangat dan do’a yang telah

diberikan selama ini selama penyelesaian studi di MPD IPB.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, Amin Ya Rabbal Alamin.

Bogor, Desember 2014

(13)

DAFTAR ISI

2.3. Pengembangan Kawasan/wilayah ... 11

2.4. Teori Pusat Pertumbuhan ... 11

2.5. Teori Basis Ekonomi ... 14

2.6. Teori Shift Share ... 15

2.7. Perencanaan Strategik ... 15

2.8. Hasil Studi atau Kajian Terdahulu ... 17

3 METODELOGI KAJIAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran ... 20

3.2. Lokasi Kajian ... 22

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.4. Metode Analisis Data ... 23

3.5. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program ... 31

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN ... 34

4.1. Kondisi Geografis ... 34

4.2. Kondisi Demografi ... 35

4.3. Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur ... 36

4.4. Pengembangan Wilayah Pembangunan Kabupaten Cianjur ... 39

4.5. Visi Misi Kabupaten Cianjur ... 43

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Identifikasi Status masing-masing Kecamatan di Cianjur ... 47

5.2. Analisis Locationt Quetient (LQ) ... 58

5.3. Analisis Shift Share (SSA) ... 63

5.4. Analisis Kuadran ... 67

6 STRATEGI PENGEMBANGAN ... 70

6.1. Faktor Strategi Internal ... 70

(14)

6.3. Analisis SWOT ... 79

6.4. Penyusunan Road Map Strategy dan Prioritas Program/Kegiatan ... 86

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1. Kesimpulan ... 95

7.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(15)

DAFTAR TABEL

1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2007-2010

2. PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2007-2011

3. Sumber data dan metode analisis data

4. Matriks SWOT

5. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2007-2011

6. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan

di wilayah utara Kabupaten Cianjur

7. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan

di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

8. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan

di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur

9. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan

di wilayah utara Kabupaten Cianjur

10. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan

di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

11. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan

di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur

12. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan

di wilayah Utara Kabupaten Cianjur

13. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan

di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

14. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan

diwilayah Selatan Kabupaten Cianjur

15. Ranking Kecamatan berdasarkan kelengkapan fasilitas ekonomi

Sosial dan Pemerintahan di Kabupaten Cianjur

16. Hasil Analisis LQ berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur

Tahun 2007-2011

17. Hasil Analisis SSA berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur

Tahun 2007 -2011

18. Matrik SWOT Pengembangan Peternakan

19. Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Peternakan

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan Manajemen Stratejik

2 Kerangka pemikiran Kajian

3 Kerangka Formulasi Strategi

4 Hasil analisis kuadran LQ dan SSA Kabupaten Cianjur

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kabupaten Cianjur

2. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kecamatan di

Kabupaten Cianjur Tahun 2011

3. Penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha

dan jenis kelamin di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2007 – 2011 (Juta Rupiah)

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur

Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun

2007 – 2011 (Juta Rupiah)

6. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2011 (persen)

7. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas ekonomi

kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

8. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas sosial

kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

9. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas pemerintahan

kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

10.Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Cianjur

11.Sebaran populasi Ternak

12.Populasi sapi potong dan sapi perah menurut jenis kelamin di

Kabupaten Cianjur Tahun 2011 (ekor)

13.Populasi kerbau dan kuda menurut jenis kelamin di Kabupaten

Cianjur Tahun 2011 (ekor)

14.Jumlah rumahtangga peternakan setiap kecamatan di Kabupaten

Cianjur Tahun 2011

15.Hasil analisis LQ sub sektor peternakan di Kabupaten Cianjur

Tahun 2011

(18)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk

suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan

ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Pembangunan ekonomi

daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh

pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan

memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang

perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup

masyarakat di daerah.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu

pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini

sejalan dengan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah untuk meningkatkan

pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Kedua Undang-Undang

tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya

pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini merupakan tanggung

jawab pemerintah pusat.

Kewenangan yang dilimpahkan ke daerah mencakup seluruh bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaan

termasuk salah satu yang dilimpahkan kepada daerah. Dengan kewenangan ini,

daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi,

serta sumber daya alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari pemerintah pusat.

(19)

tercipta peningkatan pembangunan daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintah

daerah dituntut kreatif dalam mengembangkan perekonomian di daerahnya serta

menentukan prioritas-prioritas pembangunannya.

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan

kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Hal ini

dikarenakan jumlah penduduk terus bertambah, yang berarti kebutuhan ekonomi

juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.

Pertumbuhan ekonomi dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat

(barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun

(Tambunan, 2001:2). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia

pada dasarnya terdiri atas sembilan sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2)

pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum;

(5) bangunan dan konstruksi; 6) perdagangan, hotel dan restoran; (7)

pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan

(9) jasa-jasa.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota

di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom,

memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan

serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola,

merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat

dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Cianjur.

Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas kebijakan

agar pembangunan daerah dapat berjalan sesuai dengan rencana, baik kebijakan

anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan tersebut

dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau sektor

unggulan, serta melihat pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan sektor

ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan

(20)

Tabel 1

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007-2010 (persen)

Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah

dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya, dan hanya lebih tinggi sedikit

(21)

laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat tahun 2011 yakni sebesar 6,48

maka Kabupaten Cianjur dan kabupaten sekitarnya masih dibawah rata-rata

pertumbuhan Jawa Barat

Tabel 2

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011

Lapangan usaha 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 5.823 6.170 6.563 7.031 7.690

2 Pertambangan dan Penggalian 18 22 23 23 25

3 Industri Pengolahan 398 475 558 669 774

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 148 165 183 204 223

5 Bangunan 477 557 593 639 725

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 3.276 3.873 4.288 5.037 5.568

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1.389 1.731 1.678 1.812 1.991

8

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 673 760 768 764 818

9 Jasa-jasa 1.605 1.928 2.198 2.487 2.757

Produk Domestik Regional Bruto 13.808 15.680 16.853 18.668 20.573

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur adalah disektor

pertanian, yang mampu menyerap sekitar 62,99 % dari total tenaga kerja. Sektor

lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan

yaitu sekitar 14,60 %. Berdasarkan Tabel 2, untuk tahun 2010 kita dapat melihat

bahwa Sektor Pertanian memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar Rp. 7.031

Miliar atau 37,67%. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa, struktur ekonomi

Kabupaten Cianjur ditopang oleh sektor pertanian. Namun kalau kita melihat

dalam kurun waktu lima tahun terakhir hingga tahun 2010, maka kontribusi sektor

pertanian terus mengalami penurunan. Tahun 2006 sebesar 43,90 persen, tahun

2007 sebesar 42,17 persen, tahun 2008 sebesar 39,35 persen dan tahun 2009

(22)

adalah Sektor Perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 5.037 Miliar atau

26,98% dan kontribusinya cenderung meningkat, pada tahun 2006 sebesar

23,10%, 2007 sebesar 23,73%, 2008 sebesar 24,70% dan 2009 sebesar 25,44%.

Struktur ekonomi tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara sektor

produksi dengan sektor perdagangan

Sedangkan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 01

Tahun 2011 tanggal 26 Januari 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Kabupaten Cianjur, besarnya pendapatan daerah kabupaten

cianjur adalah Rp 1.504 miliar sedangkan belanja daerah sebesar Rp. 1.604 miliar

sehingga defisit sebesar Rp 100 miliar lebih. Dari total belanja tersebut maka

untuk belanja tidak langsung sebesar Rp.1 triliun lebih atau sekitar 62% dari total

belanja dan sebagian besar atau sekitar 84% untuk belanja pegawai. Sedangkan

untuk belanja langsung hanya sekitar 38% dari total belanja dan sekitar 10%

untuk belanja pegawai, sehingga dari total belanja Kabupaten Cianjur sebesar Rp

1,6 triliun lebih, hanya 14% yang merupakan belanja modal dan 20% belanja

barang dan jasa. Apalagi kalo melihat alokasi untuk sektor pertanian maupun

sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan konstribusi paling besar

pada PDRB Kabupaten Cianjur, kurang dari 4% dari total belanja, dimana dinas

pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan mendapat alokasi anggaran sebesar

2,8% dari total belanja dan dinas pariwisata dan kebudayaan 0,35% dari total

belanja.

Dengan kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan

kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan kepada strategi kebijakan

pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal

bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan

kesejahteraan penduduk. Pelaksanaan pembangunan dengan sumber daya yang

terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan

sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda yang besar terhadap sektor-sektor-sektor-sektor

lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut maka

(23)

Kabupaten Cianjur yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian di wilayah Cianjur.

1.2. Perumusan Masalah

Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas

kebijakan agar pembangunan daerahnya dapat berjalan sesuai rencana, baik

kebijakan anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan

tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau

unggulan dan melihat pertumbuhan dan perkembangnya. Pertumbuhan sektor

ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan

kontribusi PDRB dari masing-masing sektor. Pertumbuhan sektor perekonomian

yang ada di Kabupaten Cianjur sangat berbeda pada masing-masing sektor

ekonomi berdasarkan laju pertumbuhan dan konstribusi PDRB setiap sektor

tersebut. Hal ini juga diperlukan untuk pengalokasian dana sektor ekonomi dan

untuk mengetahui klasifikasi/pola pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang ada

sebagai pertimbangan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat

diprioritaskan di Kabupaten Cianjur, untuk itu perlu mengetahui bagaimana pola

pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Cianjur berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian.

Sumberdaya alam yang ada di setiap daerah yang berbeda-beda merupakan

potensi yang dimiliki oleh setiap daerah, pemanfaatan sumberdaya yang ada

membutuhkan peranan masyarakat dalam pemanfaatannya. Sehingga perlu

diketahui sub sektor apa yang menjadi penghela untuk meningkatkan

perekonomian wilayah di Kabupaten Cianjur.

Dalam mengembangkan subsektor unggulan tentunya diperlukan strategi

yang tepat serta pentahapan dalam mengimplementasikan strategi, sehingga

diperlukan roadmap strategi yang menjabarkan program dan kegiatan apa saja

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur

ini adalah untuk merumuskan strategi dan program pengembangan produk unggulan

dalam rangka meningkatkan daya saing daerah. Sementara tujuan khusus kajian

adalah:

1. Menganalisis status (tingkat perkembangan) masing-masing kecamatan di

Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan

pemerintahan.

2. Menganalisis subsektor basis dan memiliki keunggulan kompetitif di

Kabupaten Cianjur;

3. Merumuskan strategi dan program pengembangan sub sektor penghela di

Kabupaten Cianjur.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam penentuan kebijakan pengembangan

sektor unggulan, serta pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonomi

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan dan Pengembangan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan

menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Sedangkan

Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses

perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya

alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup

yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam

masyarakat. Menurut Siagian dalam Riyadi dan Bratakusumah (2003)

pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu

kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi

sekarang.

Selain itu, Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai

suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan

berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan

sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

memperhatikan perkembangan global. Selanjutnya dikatakan bahwa

pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang

dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang

memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang

berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan masyarakat,

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan

berkeadilan.

Sedangkan pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan,

kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan

berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu

yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya

sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal

(26)

suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi.

Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan

pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Kedua istilah tersebut

diterjemahkan dari kata development (Rustiadi et al., 2007).

2.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal

Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses penjalinan

kepentingan antara sektor pemerintah, swasta, produsen dan masyarakat,

dengan mengoptimalkan sumber daya lokal (manusia, alam dan sosial), di

dalam sebuah komunitas, dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi

dan kesempatan kerja. Perhatian khusus diberikan pada dampak pertumbuhan

ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan usaha kecil (Boulle et al., 2002).

Pengembangan ekonomi lokal adalah sebuah proses yang membentuk

kemitraan pelaku (stakeholders) ekonomi, yakni pemerintah daerah,

kelompok kelompok berbasis masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola

sumber daya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan

menggiatkan ekonomi daerah. Pendekatan tersebut menekankan kewenangan

lokal, menggunakan potensi sumber daya manusia, sumber daya fisik dan

kelembagaan. Kemitraan pengembangan ekonomi lokal mengintegrasikan

upaya mobilisasi para pelaku, organisasi dan sumber daya, serta

pengembangan kelembagaan baru melalui dialog dan kegiatan-kegiatan

strategik (Dendi et al., 2004)

Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah pendekatan yang

menghubungkan daerah pedesaan atau daerah terbelakang dengan sistem

ekonomi pasar guna memacu kegiatan ekonomi daerah tersebut.

Pengembangan dan integrasi tersebut dicapai dengan berfokus pada klaster

yang memberikan kesempatan bagi kaum miskin untuk memainkan peranan

penting dalam kegiatan ekonomi itu. Pada gilirannya, implementasi

pengembangan ekonomi lokal akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan

dan kesempatan, serta memunculkan strategi untuk menjaga agar sebagian

besar kesempatan memperoleh pendapatan bertahan di daerah yang

(27)

ekonomi sebagai akibat dari peningkatan pendapatan rumah tangga, di

samping memperoleh pendapatan langsung (Boulle et al., 2002).

Pengembangan ekonomi lokal diarahkan untuk mencapai tiga tujuan

yang saling berkaitan, yaitu a) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan

lapangan kerja; b) berkurangnya jumlah penduduk miskin; c) terwujudnya

mata rantai kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood) (Dendi et al., 2004).

Pengembangan ekonomi lokal memainkan peranan penting dalam

mendorong kapasitas produsen dan membantu mereka dalam memperkuat

posisi. Program penguatan yang dikembangkan difokuskan pada : a)

pembentukan basis kolektif atau mendorong kemapanan organisasi, b)

meningkatkan ketrampilan dan kapasitas produsen, serta c) menyiapkan

wahana bagi para produsen untuk terlibat dalam perencanaan dan pembuatan

kebijakan. Produsen merupakan kelompok yang paling lemah dan

memerlukan dukungan untuk menyuarakan kepentingan mereka maupun

untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Mengorganisir para produsen ke

dalam sebuah kelompok hanyalah merupakan salah satu bagian dari upaya

untuk perbaikan. Peningkatan ketrampilan dan kapasitas produsen dalam

berproduksi dan menjalankan bisnis serta meningkatkan akses pasar, jauh

lebih penting dari itu semua (Boulle et al., 2004).

Dalam kaitannya dengan prinsip pengembangan ekonomi lokal yang

propoor, dalam penentuan komoditas unggulan daerah, disamping kriteria-kriteria kelayakan teknis, permintaan pasar, serta efek multiplier suatu

komoditi/ produk sektoral terhadap sektor usaha lainnya, faktor potensi nilai

tambah langsung bagi keluarga miskin juga sebagai kriteria penting (Dendi et

(28)

2.3. Pengembangan Kawasan / Wilayah

Wilayah dalam pengertian ruang mengandung makna : pertama,

bio-physical space yaitu tempat dimana struktur sumberdaya biofisik berada, kedua socio economic space yaitu tempat dimana interaktsi aktivitas sosial

ekonomi; dan ketiga policy space yaitu tempat dimana kebijakan

diberlakukan untuk memanfaatkan sumberdaya biofisik yang sesuai dengan

kondisi sosial ekonomi. Diantara ketiga variable tersebut, hanya variable

kebijaksanaan yang bersifat fleksibel dalam arti dapat dibuat mengikuti

variable lainnya untuk mencapai tingkat interaksi yang harmonis dari ketiga

ruang (space) tersebut untuk membentuk suatu wilayah yang unik dan

berbeda dengan wilayah lainnya.

Menurut Rustiadi et al. (2007) pembangunan secara sederhana dapat

ditafsirkan sebagai upaya untuk melakukan perubahan sosial yang dilakukan

secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan tujuan demi eksistensi dan

peningkatan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena tujuan pembangunan

adalah menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat, maka tujuan

pembangunan itu sendiri harus memuat 3 (tiga) hal yaitu : (1) pertumbuhan

(growth), (2) keberlanjutan (sustainable) dan (3) pemerataan (equity). Perlu

ditekankan bahwa pembangunan (development) mempunyai pengertian yang

berbeda dengan pertumbuhan (growth). Pembangunan lebih menunjukkan

pada peningkatan in well being, sedangkan pertumbuhan mengacu pada

perubahan output secara fisik. Tidak mungkin dapat melakukan pemerataan

tanpa adanya pertumbuhan dan tidak mungkin pula mampu mempertahankan

keberlanjutan pembangunan tanpa adanya pemerataan.

Pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari pengembangan

ekonomi secara umum. Menurut Stringer and Phingali (2004), bahwa

pengembangan ekonomi secara umum dan ekonomi pertanian pada intinya

adalah berfokus pada bagaimana pertanian dapat memberikan kontribusi

terbaik pada pertumbuhan pertumbuhan yang menyeluruh. Kontribusi

tersebut antara lain : penyerapan tenaga kerja, maupun mencukupi kebutuhan

pangan penduduk yang memiliki pendapatan memadai, mampu menyediakan

(29)

meningkatkan ekspor dan produksi pertanian yang mampu memproduksi

material primer sebagai bahan dasar industri pertanian. Oleh karena itu dalam

pembangunan pertanian harus terjadi pertumbuhan, berkelanjutan dan

pemerataan untuk memperoleh kontribusi dari pembangunan pertanian yang

dilaksanakan.

2.4. Teori Pusat Pertumbuhan

Perencanaan pengembangan ekonomi wilayah seharusnya dapat

menentukan lokasi tertentu yang dapat menjadi pusat pengembangan.

Hipotesa dasar dari pentingnya pusat pengembangan adalah (1) pertumbuhan

dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah

pusat-pusat pertumbuhan, (2) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi

disebarkan di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hierarki

kota-kota secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban centre) ke daerah

belakang (hinterland) masing-masing. Sinkron dengan yang dikemukakan

oleh Weber dalam Adisasmita (2005) bahwa faktor penentu suatu lokasi

industri adalah : (1) biaya bahan baku, (2) konsentrasi tenaga kerja, (3) gejala

aglomerasi.

Daerah hinterland yang umumnya memiliki sektor yang homogen

juga berfungsi untuk menopang pusat pengembangan dengan menyediakan

sumberdaya yang dapat digunakan oleh pusat pengembangan yang umumnya

merupakan multisektor.Sumberdaya yang disediakan daerah hinterland dapat

berupa bahan baku dan tenaga kerja. Suatu lokasi dapat menjadi pusat

pengembangan yang berkelanjutan karena tingginya permintaan dari daerah

hinterland terhadap produk yang dihasilkan oleh pusat pertumbuhan.

Sebagaimana dikatakan Losch dalam Rustiadi et al. (2007) bahwa

pusat pengembangan diharapkan mampu melayani semua wilayah pasar

karena jaringannya ditata sedemikian rupa sehingga dari titik pusat tersebar

banyak alternatif sektor sehingga mampu meminimumkan biaya transportasi

dan memaksimumkan jumlah usaha yang beroperasi di wilayah pusat. Ada

dua konsekuensi penting dari model Losch tersebut yakni berhubungan

(30)

distribusi populasi. Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa

yang secara terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan,

organisasi, perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan

pendidikan dan hiburan bagi daerah hinterland.

Sedangkan Christaller dalam Adisasmita (2005) menyatakan bahwa

permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding terbalik dengan

jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya

transportasi. Hal tersebut diperkuat oleh Rustiadi et al. (2007) bahwa dalam

pergerakan menuju lokasi pusat untukmempertukarkan pendapatan dengan

barang dan jasa, seorang konsumen harus menghabiskan sumberdaya yang

langka (uang, waktu, fisik, dan energi) untuk mengatasi friksi jarak tersebut.

Teori Christaller tersebut terus berkembang yang dikenal central place theory

yang menyatakan bahwa jarak antara pusat-pusat kota berorde tinggi lebih

jauh dan jarak tersebut akan semakin berkurang dengan semakin rendahnya

orde pusat kota. Pusat–pusat pertumbuhan tersebut telah dimodifikasi dan

dibedakan atas: (1) pusat pelayanan pada tingkat lokal, (2) titik pertumbuhan

pada tingkat subwilayah, (3) pusat pertumbuhan pada tingkat wilayah, (4)

kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Selanjutnya menurut Rustiadi et al.

(2007) dalam menelaah pengembangan suatu lokasi menjadi pusat

pertumbuhan perlu dikembangkan interaksi spread effect yang

menguntungkan daerah belakang bukan sebaliknya menimbulkan fenomena

(31)

2.5. Teori Basis Ekonomi

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor

yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan aktivitas yang

berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian

yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan

barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas

wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan

pemasarannya bersifat lokal, hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan

kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Adisasmita, 2005).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer

mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut,

dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis

akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian

regional (Adisasmita, 2005).

Analisis basis ekonomi berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis.

Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah

arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya

menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut,

sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non

basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan

berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga

akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis

(Adisasmita, 2005).

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang

lazim digunakan adalah kuosien lokasi (location quotient, LQ). LQ digunakan

untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau

unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat

digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan

kerja (tenaga kerja) dan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu

(32)

Asumsi utama dalam analisis LQ menurut Widodo (2006) bahwa semua

penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan

pola permintaan pada tingkat daerah referensi (pola pengeluaran secara

geografis adalah sama), produktifitas tenaga kerja adalah sama dan setiap

industri menghasilkan barang yang sama (homogeny) pada setiap sektor.

2.6. Teori Shift-Share

Analisis Shift-Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa

digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relative

terhadap struktur ekonomi wilayah administrative yang lebih tinggi sebagai

pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3

informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu pertama,

pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth

effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi

nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional

(proportional shift), yang menunjukkan perubahan relative kinerja suatu

sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau

nasional. Pergeseran proporsional (Proportional shift) disebut juga pengaruh

bauran industry (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk

mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada

industry-industri yang tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian yang dijadikan

referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan

informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (local)

dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial

dari suatu industri adalah positif, maka industry tersebut relative lebih tinggi

daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang

dijadikan referensi. Pergeseran diferensial ini disebut juga pengaruh

keunggulan kompetitif (Widodo, 2006).

2.7. Perencanaan Strategik

Secara singkat, berdasar rangkuman dari beberapa pustaka (antara lain:

(33)

perencanaan strategis untuk sektor publik mempunyai karakteristik sebagai

berikut: (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional.

Rencana strategis memuat antara lain: visi, misi, dan strategi (arahan

kebijakan); sedangkan rencana operasional memuat program dan rencana

tindakan (aksi); (2) penyusunan rencana strategis melibatkan secara aktif

semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan

satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategis); (3) tidak semua isu

atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanaan strategis,

ditetapkan isu-isu yang dianggap paling strategis atau fokus-fokus yang

paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan

eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date

berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan

mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal

(Djunaedi, 2001).

Tahapan manajemen strategik diawali dengan perumusan strategi.

Strategi dirumuskan melalui tahapan: 1) analisis arah, yaitu untuk

menentukan visi-misi-tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, 2) analisis

situasi, yaitu tahapan membaca situasi dan menentukan

Kekuatan-Kelemahan-Peluang- Ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi, 3)

penetapan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih

strategi yang akan dijalankan. Tahap selanjutnya setelah perumusan strategi

adalah implementasi strategi, yaitu membuat rencana pencapaian (sasaran)

dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang sesuai dengan

(34)

Tahapan kegiatan dalam manajemen strategik tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Manajemen Strategik

2.8Hasil Studi atau Kajian Terdahulu

Penelitian secara mengenai pengembangan komoditas unggulan telah

banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cianjur ini, baik

pengunaan alat analisis, variabel penelitian selain tempat dan waktu penelitian

serta digunakannya analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats)

dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

Mintarti, nana. (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil kajian

mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di

Kabupaten Pacitan, diperoleh hasil prioritas strategi yang direkomendasikan

untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan adalah

penumbuhan klaster industri kelapa dengan mengoptimalkan kegiatan

ekonomi komunitas yang selama ini telah terbentuk secara turun temurun

sebagai klaster alamiah. Klaster industri kelapa, diharapkan dapat

mempercepat pengembangan unit-unit usaha mikro, kecil dan menengah

PERUMUSAN STRATEGI

(Strategy Formulation)

PERENCANAAN STRATEGI

(Strategy Planning)

PERANCANGAN PROGRAM (Programming)

Hasil : analisis lingkungan, visi-misi-tujuan, strategi

Hasil : Tahapan pencapaian

tujuan dan sasaran

(target)

(35)

produk kelapa di Kabupaten Pacitan, karena klaster merupakan aglomerasi

ekonomi yang melibatkan pelaku dari hulu ke hilir, sehingga memungkinkan

penggabungan skala usaha antar pelaku, yang karenanya dapat mengeliminasi

beberapa kelemahan usaha mikro, kecil dan menengah yang selama ini

terjadi, terutama di bidang produksi dan pemasaran.

Baskoro (2007), dalam kajiannya tentang pengembangan kawasan

melalui agropolitan mengatakan bahwa melalui alat analisis spasial dengan

Sistem Informasi Geografi, analisis skalogram, analisis shift share, analisis

LQ dan analisis statistik non parametrik chi-square, menunjukkan hasil

bahwa arahan penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang dapat

dibagi menjadi beberapa zona, zona pertama merupakan kawasan pusat

pertumbuhan dan pelayanan, sektor pertanian merupakan sektor unggulan ini

dilihat dari kontribusi terhadap PDRB.

Fitri Andi, Puji (2006), dari hasil penelitiannya tentang arahan

pewilayahan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Timur

didapatkan hasil Kelas Kemampuan lahan I sampai IV sebesar 91,74%

cocok untuk budidaya pertanian. Potensi lahan dengan kesesuaian sangat

sesuai dan cukup sesuai memiliki luasan yang besar untuk pengembangan

komoditas pertanian. Dilihat dari produksi dan pemasarannya komdotas

dengan tujuan ekspor ke luar negeri adalah karet sedangkan untuk ekspor

antar propinsi karet,,kelapa sawit dan kelapa. Dari hasil analisis LQ

didapatkan Kecamatan Antang Kalang memiliki komoditas unggulan yaitu

komoditas dengan nilai LQ>1 sebanyak 20 komoditas. Dilihat dari skala

prioritas komoditas unggulan masing-masing kecamatan memiliki

komoditas yang berbeda-beda di mana komoditas padi (padi ladang dan padi

sawah) merupakan komoditas tanaman bahan makanan dengan skala prioritas

paling tinggi yang terdapat di semua kecamatan.

Arahan perwilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan

memperhatikan kesesuaian lahan dan komoditas unggulan yang ada di

setiap kecamatan. Komoditas pertanian tanaman pangan lahan basah

diarahkan di wilayah selatan Kabupaten Kotawaringin Timur, komoditas

(36)

perkebunan kelapa diarahkan di wilayah selatan. Hasil analisis

menunjukkan adanya kesesuaian lahan yang sama bagi beberapa komoditas

di suatu lahan yang sama. Untuk mencapai pemanfaatan lahan optimal

diarahkan beberapa alternatif pengusahaan dengan pola komplementer dan

suplementer.

Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah

pertama, kajian ini untuk mengidentifikasi komoditas yang menjadi basis dan

memiliki keunggulan kompetitif serta kondisi sarana dan prasarana di

Kabupaten Cianjur. Kedua, dalam kajian ini akan merumuskan strategi yang

perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka

mengembangkan komoditas unggulan di wilayahnya. Ketiga, kajian ini

menggunakan alat analisis SWOT dan analisis deskriptif yang akan

memberikan suatu rancangan strategi kebijakan pengembangan wilayah

(37)

BAB III

METODE KAJIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pembangunan Kabupaten Cianjur sampai saat ini belum terlalu jelas kemana

arahnya.Ini terlihat dari tidak fokusnya kebijakan pembangunan terutama dalam

pengembangan ekonomi masyarakat. Padahal pembangunan ekonomi lokal

semestinya berbasis potensi lokal pula. Salah satu caranya adalah dengan

pengembangan produk unggulan yang memang menjadi basis di wilayah

Kabupaten Cianjur. Pengembangan produk unggulan ini juga sebagai upaya untuk

meningkatkan daya saing daerah.

Pemilihan produk unggulan harus memperhatikan bahwa produk memang

menjadi ciri khas daerah, diusahakan oleh sebagian besar masyarakat serta

memiliki jangkauan pasar yang luas. Namun dalam pengembangan subsektor

unggulan ini tidak hanya memperhatikan ketersediaan produk saja tapi juga

memperhatikan fasilitas pendukung seperti transportasi, energi, jasa dan lainnya.

Karena pengembangan subsektor unggulan tanpa didukung fasiltas pendukung

akan menimbulkan biaya yang sangat mahal karena harus membangun fasilitas

pendukung. Untuk menentukan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dilakukan

dengan analisis skalogram. Analisis ini akan menghasilkan kecamatan dengan

fasilitas publik yang memadai sampai kecamatan yang minim fasilitasnya.

Tentunya tidak semua subsektor dapat dikembangkan menjadi

subsektor unggulan. Yang perlu diperhatikan juga adalah apakah subsektor

tersebut benar-benar menjadi subsektor basis di suatu wilayah sehingga

ketersediaan bahan baku dapat terjamin dan penyerapan tenaga kerja,

karena memang tujuan utama pengembangan subsektor unggulan adalah

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Identifikasi diperlukan sebagai dasar dalam

penentuan produk ungggulan yang akan dikembangkan dalam suatu wilayah.

Oleh karena itu perlu diketahui subsektor apa yang menjadi basis atau mempunyai

keunggulan komparatif di Kabupaten Cianjur menggunakan analisis LQ,

(38)

Cianjur, sehingga kita dapat mengetahui subsektor mana yang memiliki keunggulan

kompetitif di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka

disusunlah perumusan strategi dengan menggunakan analisis SWOT. Pada tahap

perumusan strategi digunakan matrik SWOT (strength, weaknesses, opportunities,

threats) guna memetakan posisi lembaga terhadap lingkungannya dan menetapkan strategi umum. Hasil analisis SWOT yang dilanjutkan dengan penyusunan

roadmap strategi, serta penyusunan program dan kegiatan. Maka diharapkan kajian mengenai strategi pengembangan subsektor unggulan ini dapat

dijadikan landasan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka mengejar

ketertinggalannya dari kabupaten lain. Kerangka pemikiran kajian ini tersaji dalam

Gambar 2.

Arah pengembangan subsektor penghela kab. Cianjur belum jelas

Fasilitas Ekonomi, Jumlah Komoditas Produksi

Sosial dan Penduduk Kecamatan kecamatan

Pemerintahan dan kabupaten &

Kabupaten

Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan Analisa

Skalogram

subsektor unggulan dan potensi daerah

Analisa LQ & SSA

prioritas pengembangan subsektor penghela

Strategi pengembangan subsektor penghela

Analisa SWOT

(39)

Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Cianjur, yang merupakan

salah satu kabupaten dalam Provinsi Jawa Barat. Dengan batasan waktu data

dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pertimbangan penelitian

dilakukan di Kabupaten Cianjur antara lain adalah dengan kondisi wilayah

yang strategis dekat dengan Ibukota akan tetapi laju pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Cianjur masih rendah, sehingga harapannya hasil penelitian ini

berupa Strategi pengembangan subsektor penghela perekonomian dapat

digunakan sebagai informasi dan dapat diprioritaskan dalam perencanaan

pembangunan Kabupaten Cianjur.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Dalam kajian ini data yang digunakan adalah data primer dan data

sekunder. Data Primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung

dengan responden untuk mendapatkan gambaran umum hal -hal yang

berhubungan dengan kajian ini, serta untuk mendapatkan informasi

faktor-faktor internal dan faktor-faktor-faktor-faktor eksternal dalam rangka penyusunan

strategi pengembangan subsektor penghela di Kabupaten Cianjur.

Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari publikasi

yang diterbitkan oleh badan, dinas dan instansi yang terkait. Data tersebut

berupa perkembangan PDRB, fasilitas ekonomi, fasiltas sosial, fasilitas

pemerintahan.

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

dan Kabupaten Cianjur, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah(Bappeda), Dinas Lingkup Pertanian, monografi masing-masing

kecamatan di Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilakukan dengan

mencatat langsung data yang telah tersedia sebagai data sekunder di tiap-tiap

kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur.

Data untuk analisis SWOT dilakukan dengan wawancara narasumber

(40)

Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur, Bapeda, Dinas Pertanian dan

Hortikultura, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan.Untuk

mendapatkan landasan teori yang kuat dalam mendukung kajian ini dilakukan

studi pustaka baik dalam bentuk buku literatur maupun hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Pada kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten

Cianjur digunakan analisis deskriptif, kuantitatif, dan kualitatif. Analisis

deskriptif dan kualitatif digunakan untuk mengetahui fasilitas ekonomi, sosial

dan pemerintahan apa saja yang dimiliki dan untuk mengetahui keunggulan

kompetitif serta subsektor basis. Sementara Analisis SWOT digunakan untuk

merumuskan strategi pengembangan subsektor unggulan serta penyusunan

roadmap serta program dan kegiatan dalam pengembangan subsektor unggulan.

Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan penelitian

(41)

Tabel 3. Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan

kajian dengan jenis dan sumber data

(42)

3.4.1 Analisis Skalogram

Untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama yaitu

mengindentifikasi status (tingkat perkembangan) masing-masing

kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan

fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan.maka digunakan alat

analisis metode skalogram. Metode ini membahas mengenai

kelengkapan fasilitas yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator

pusat pertumbuhan. Apabila suatu daerah memiliki berbagai fasilitas

yang lebih lengkap dari daerah lain maka kota tersebut mampu berperan

sebagai pusat pertumbuhan (Blakely, 1994). Analisis skalogram

merupakan analisis s t r u k t u r a l y a n g m e n g g u n a k a n s k a l a

h i r a r k i G u t t m a n d e n g a n mengelompokkannya berdasarkan

pada tiga komponen fasilitas utama. Ketiga komponen fasilitas utama

tersebut, yaitu:

1. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas

ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur

kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan

tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi

kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal

dan bekerja;

2. solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas sosial.

Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari

kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungki nkan tidak 100 %

merupakan kegi at an sosi al namun pengelompokan

tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relatif lebih

besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada

keuntungan (benefit oriented);

3. centrality adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan

pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan

dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini

(43)

sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.

Pada penelitian ini analisis skalogram menggunakan sistem skoring.

Adapun penilaian kelengkapan fasilitas-fasilitas tersebut

dilakukan dengan cara: (Haerudin dalam Harimadhona, 2003):

1. Fasilitas perkotaan (ekonomi, sosial, pemerintahan) yang ada

terdiri dari komponen-komponen fasilitas. Misalnya, fasilitas

ekonomi terdiri dari: komponen fasilitas perbankan, pasar,

toko/kios, koperasi, industri, hotel, rumah makan, perusahaan bus,

SPBU, PLN, Telkom, dan PDAM. Kemudian tiap komponen dibagi

lagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan kebutuhan. Pembagian

tersebut didasarkan pada skala pelayanan atau tolok ukur lain,

sesuai dengan komponen yang bersangkutan. Contoh: komponen

fasilitas perbankan, nilai yang diberikan berdasarkan skala

pelayanan kepada masyarakat. Untuk komponen fasilitas Toko/kios,

SPBU, hotel, rumah makan didasarkan pada banyaknya fasilitas

tersebut. Untuk komponen fasilitas pendidikan dari TK, SLTP,

SMU, dan perguruan tinggi didasarkan pada tingkat lembaga

pendidikan.

2. Tiap komponen fasilitas berdiri sendiri, sehingga skor yang

dihasilkan tidak bergantung antara komponen fasilitas yang satu

dengan komponen fasilitas yang lain. Masing-masing komponen

memiliki skor tersendiri.

3. Nilai dari tiap komponen fasilitas merupakan penjumlahan dari

nilai-nilai kelas dari komponen fasilitas. Untuk komponen fasilitas nilai-nilai

yang terkecil adalah 10, sedangkan untuk kelas dari komponen

nilai yang terkecil adalah 1.

4. Nilai yang diberikan berlaku sama bagi komponen fasilitas yang

tersebar di masing-masing kecamatan yang diteliti. Hal ini

yang menyebabkan penetapan nilai tidak akan berpengaruh

terhadap perolehan skor di tiap kecamatan, melainkan akan

(44)

Tahapan analisis penilaian fasilitas dilakukan dengan cara:

1. Menginventarisir berbagai fasilitas perkotaan pada tiap

kecamatan dan disusun sesuai dengan kelompoknya, yaitu

ekonomi, sosial, dan pemerintahan.

2. Tiap kelompok tersebut dihitung nilainya dengan menggunakan skor

melalui tahapan sebagai berikut.

a) Menyusun urutan-urutan komponen fasilitas (misalnya:

perbankan, pasar, toko, koperasi, dan lain-lain) yang terdapat

di kecamatan berdasarkan pada urgensinya komponen

fasilitas tersebut bagi fungsi pelayanan perkotaan. Sebagai

contoh, untuk fasilitas ekonomi perkotaan, perbankan

ditempatkan pada urutan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pertokoan. Alasannya adalah komponen fasilitas

perbankan mempunyai korelasi yang positif dengan

besarnya kota, sesuai dengan skala ekonominya.

b) Tiap komponen fasilitas dibagi dalam beberapa kelas yang

disesuaikan dengan skala pelayanan. Contoh: Telkom sebagai

salah satu komponen fasilitas ekonomi perkotaan dibagi

dalam 3 kelas yang memiliki skor berbeda. 1). Sentral

Telepon Otomat memiliki skor 5. 2). Wartel memiliki skor 3.

3). Telepon Umum memiliki skor 2

3. Penilaian terhadap tingkat kelengkapan fasilitas suatu kecamatan

merupakan penjumlahan nilai dari tiap fasilitas.

3.4.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Cianjur

digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ

merupakan salah satupendekatan yang umum digunakan dalam model

ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan

dari PDRB Kabupaten Cianjur yang menjadi pemacu pertumbuhan.

(45)

perekonomian,mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan

perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk

penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan

mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta

berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai

LQ menggunakan metodeyang mengacu pada formula yang

dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004:183) sebagai

berikut:

PDRBc,i

LQ = ΣPDRBC

PDRBJABAR,i

ΣPDRBJABAR

Di mana:

PDRBC,i = PDRB sektor i di Kabupaten Cianjur pada tahun

tertentu.

ΣPDRBC = Total PDRB di Kabupaten Cianjur pada tahun

tertentu.

PDRBJABAR,i = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat pada tahun

tertentu.

ΣPDRBJABAR = Total PDRB di Provinsi Jawa Barat pada tahun

tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas,

maka adatiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh

(Bendavid-Val dalam Kuncoro,2004:183), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di

daerah Kabupaten Cianjur adalah sama dengan sektor yang sama

(46)

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di

daerah Kabupaten Cianjur lebih besar dibandingkan dengan sektor

yang sama dalamperekonomian Provinsi Jawa Barat.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di

daerah Kabupaten Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan sektor

yang sama dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut

merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai

penggerak perekonomian Kabupaten Cianjur.Sebaliknya apabila nilai

LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang

potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian

Kabupaten Cianjur.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah

PDRB Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011

menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.4.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis shift share melihat perubahan PDRB yang terjadi pada dua

titik waktu. Tahun analisis yang digunakan adalah tahun 2007

sampai tahun 2011. Perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai

berikut

∆ Yij = Y’ij– Yij...(4.1)

Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah

dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu Pertumbuhan Nasional

(PN), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa

Wilayah (PPW). Ketiga Komponen tersebut dapat dirumuskan

(47)

Pnij = (Ra) Yij...(4.2)

PPij = (Ri-Ra) Yij...(4.3)

PPWij = (ri – Ri) Yij... (4.4)

Dimana :

Ra = (Y’..-Y..)/Y..

Ri = (Y’i.-Yi)/Yi.

ri = (Y’ij-Yij)/Yij

Dimana :

Y’.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2011

Y.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007

Y’i = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2011

Yi. = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2007

Yij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2011

Y’ij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2007

∆ Yij = Pnij + Ppij + PPWij...(4.5) Apabila persamaan (4.1), (4.2),(4.3), dan (4.4) disubtitusikan ke

persamaan (4.5) maka didapat :

Y’ij-Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij...(4.6) Apabila Ppij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke

j laju pertumbuhannya melambat, sedangkan apabila Ppij > 0

menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah tersebut laju

pertumbuhannya cepat. Apabila PPW < 0, sektor i tidak dapat

bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya,

sedangkan apabila PPW > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya

saing yang baik untuk perkembangan sektor i bila dibandingkan

Gambar

Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Tabel 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur
Gambar 2.
Tabel 3. Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi pembangunan ekonomi juga sesuai dengan arahan kebijakan pembangunan Kabupaten Cianjur tahun 2012, diantaranya (1) Pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal

Lahan yang sesuai dan tersedia untuk pengembangan komoditas tanaman padi seluas 95.068 ha (20,7 % dari luas kabupaten), untuk komoditas kedelai dan jagung yang berada

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui mengetahui profil peternak ayam petelur di Kabupaten Tabanan, menganalisis faktor – faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

Sedangkan subsektor yang mempunyai prospek untuk menjadi basis di masa yang akan datang yang paling sedikit terdapat di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purworejo adalah

Berdasarkan analisis AHP prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri kopi di Kabupaten Kerinci berturut-turut berdasarkan nilai tertinggi yaitu

Untuk mendukung upaya pemerintah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan Kabupaten Cianjur dalam dua titik tahun, yaitu 2000 dan

Identifikasi faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi pada pengembangan usaha ternak kelinci di Kelurahan Salokaraja Kecamatan

6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang subsektor industri kreatif dari 15 subsektor menjadi 16 subsektor, yaitu arsitektur; desain interior; desain