• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fisheries Subsector Analysis in Indramayu Regency Regional Development

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fisheries Subsector Analysis in Indramayu Regency Regional Development"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SUBSEKTOR PERIKANAN

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN INDRAMAYU

ADE SYARIEF

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Ade Syarief

(4)

RINGKASAN

ADE SYARIEF. Analisis Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan ACENG HIDAYAT.

Kabupaten Indramayu memiliki potensi perikanan yang besar dengan sifatnya yang dapat diperbaharui. Diharapakan subsektor perikanan ini akan terus berkembang dan menjadi subsektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Indramayu. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi peranan subsektor perikanan terhadap perekonomian wilayah dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain di Kabupaten Indramayu; (2) mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah pengembangan subsektor perikanan khususnya wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu berdasarkan kondisi sarana dan prasarana; dan (3) menggali persepsi stakeholders dalam menentukan prioritas pembangunan pada subsektor perikanan dan menyusun arahan strategi pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu. Analisis yang digunakan adalah analisis

Input-Output (I-O), analisis hirarki perkembangan wilayah (Metode Skalogram),

Analytic Hierarchy Process (AHP), dan analisis kombinasi AHP dan SWOT (A’WOT).

Subsektor perikanan memiliki keterkaitan sektoral yang masih rendah. Hasil analisis menunjukkan direct forward linkage (DFLi), direct backward linkage (DBLj), nilai indeks daya penyebaran/IDP (backward linkages effect ratio) dan nilai indeks derajat kepekaan/IDK (forward linkages effect ratio) dibawah rata-rata. Multiplier effect output, multiplier effect nilai tambah bruto, multiplier effect

pendapatan rendah dibanding sektor lainnya. Subsektor perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan melalui meningkatkan keterkaitan antar sektor dengan sektor industri non migas dan sektor perdagangan besar dan eceran.

Analisis skalogram menunjukkan bahwa kecamatan yang berada pada hirarki III merupakan wilayah yang dianggap layak untuk dilakukan pengembangan. Hal tersebut didukung dengan jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) budidaya sebanyak 2.952 orang (68%) dari total 4.344 orang dan RTP nelayan sebanyak 26.936 orang (72%) dari total 37.425 orang yang berada di wilayah pesisir dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibawah 70. Kecamatan-kecamatan yang termasuk kedalam hierarki III adalah Kecamatan Krangkeng, Juntinyuat, Cantigi, Pasekan, Kandanghaur dan Kecamatan Patrol.

Menurut stakeholders skala prioritas pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu adalah pembangunan kegiatan perikanan budidaya (42,04%) dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusianya (33,66%). Dalam strategi pengembangan subsektor perikanan kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Indramayu, pembangunan perlu diprioritaskan pada pengembangan sumberdaya yang ada (Sumberdaya Alam/SDA, Sumberdaya Manusia/SDM, Sumberdaya Buatan/Sarana Prasarana, Kelembagaan, Teknologi dan Modal) untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

(5)

SUMMARY

ADE SYARIEF. Fisheries Subsector Analysis in Indramayu Regency Regional Development. Supervised by ERNAN RUSTIADI and ACENG HIDAYAT .

Indramayu Regency has a great potential in renewable fisheries. It is expected that this fisheries subsector continues to grow and become a strategic subsector in Indramayu regional development. The objectives of this research were: (1) to identify the role of the fisheries subsector in the economy of the region and its links with other sectors in Indramayu regency, (2) to learn about the level of development of the regional development of fisheries subsector in Indramayu Regency based on the conditions of facilities and infrastructure, and (3) to find out the perception of stakeholders in determining development priorities for the fisheries subsector as well as to formulate a strategic direction in the development of the fisheries subsector in Indramayu regency. The analysis methods used were of Input-Output (I-O) analysis, hierarchical analysis of regional development (Skalogram Method), Analytic Hierarchy Process (AHP), and the combination of AHP and SWOT analysis (A'WOT).

Based on the analysis, the fisheries subsector had a relatively low sectoral relationship. The result of direct forward linkage (DFLi), direct backward linkage (DBLj), Index deployment value (backward linkages effect ratio) and degree of sensitivity index value (forward linkages effect ratio) were below average. The result of multiplier effect output of fisheries, multiplier effect of fisheries gross value added, and multiplier effect of fisheries were revenue relatively low compared to other sectors. The fisheries subsector has the potential to be developed through enhancing linkages between sectors with industry excluding oil/gas sector and wholesale and retail trade sector.

Schallogram analysis showed that the districts on hierarchy III were considered feasible to do the development since they were supported by the number of Farmer Households of culture amounting to 2,952 people (68%) of the

total 4,344 people and 26,936 Fishermen Households (72%) of the total 37,425 people residing in the coastal area with the value of Human Development Index under 70. The districts in hierarchy III are the districts of Krangkeng, Juntinyuat, Cantigi, Pasekan, Kandanghaur and Patrol.

According to the stakeholders, the priority of fisheries subsector development in Indramayu Regency was the development of aquaculture activities (42.04%) in terms of improving the quality of human resources (33.66%). In the development strategy of the fisheries subsector of aquaculture activities in Indramayu regency, priorities should be in the development of existing resources (Natural Resources, Human Resources, Artificial Resource/Infrastructure, Institutional, Technology and Capital) to achieve sustainable development.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS SUBSEKTOR PERIKANAN

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN INDRAMAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu

Nama : Ade Syarief NIM : A 156120294

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr Ketua

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah perkembangan ekonomi wilayah dengan judul Analisis Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan sehingga penelitian berhasil diselesaikan dan diwujudkan dalam bentuk karya tulis ilmiah.

2. Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB atas motivasi dan bimbingan dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini.

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

4. Kepala PUSBINDIKLATREN BAPPENAS beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Kabupaten Indramayu yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.

6. Rekan-rekan PWL kelas BAPPENAS angkatan 2012 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Ayahanda Djodjo Soekardja (Alm) dan Ibunda Ratna Saenah, Istriku terkasih Defi Pudiasri, ST, M.Eng dan Putraku tersayang Rafif Athaillah Syarief serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 6

1.6 Kerangka Pemikiran 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1 Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu 9 2.2 Permasalahan Pembangunan Subsektor Perikanan 10

2.3 Keterkaitan antar Sektor 11

2.4 Pengembangan Wilayah 12

2.5 Hipotesis Penelitian 13

3 METODE PENELITIAN 14

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 14

3.3 Metode Analisis Data 15

4 KONDISI UMUM WILAYAH 30

4.1 Kondisi Fisik Wilayah 30

4.2 Demografi Penduduk 32

4.3 Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi 35

4.4 Kondisi Umum 11 Kecamatan di Wilayah Pesisir 38

4.5 Kondisi dan Potensi Perikanan 41

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 46

5.1 Peranan Subsektor Perikanan dan Keterkaitan antar Sektor 46

5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah dan 68

Pengembangan Wilayah Subsektor Perikanan 68

5.3 Prioritas Pembangunan Subsektor Perikanan 72

5.4 Arahan dan Strategi Pengembangan Subsektor Perikanan 76

6 SIMPULAN DAN SARAN 98

6.1 Simpulan 98

6.2 Saran 99

DAFTAR PUSTAKA 100

LAMPIRAN 102

(13)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah Penduduk Miskin, IPM, PDRB/kapita Kecamatan-Kecamatan

Pesisir di Kabupaten Indramayu 3

2. Tujuan Penelitian, Jenis/Sumber/Cara Pengumpulan dan Metode

Analisis 14

3. Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Indramayu Hasil

Update Tahun 2011 (22 sektor) 15

4. Struktur Tabel Input-Output 17

5. Struktur Analisis Skalogram 21

6. Skala Perbandingan Berpasangan 24

7. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary(IFAS) 26 8. Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary(EFAS) 27 9. Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) 30

10. Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Indramayu 31

11. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Indramayu 34 12. Jumlah Angkatan Kerja Kabupaten Indramayu (Orang) 34 13. PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2008-2011 (Juta Rupiah) 37 14. Panjang Garis Pantai dan Jumlah Desa Pantai di Kabupaten Indramayu 38 15. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten

Indramayu Tahun 2011 (ha) 39

16. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Pesisir

Kabupaten Indramayu Tahun 2011 40

17. PDRB Kecamatan Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2011 Tanpa Minyak dan Gas Bumi (Juta

Rupiah) 41

18. Produksi Hasil Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Tahun

2011 42

19. Produktivitas Kapal dan Nelayan Tahun 2009-2011 43

20. Jenis Kapal Penangkap Ikan Tahun 2011 44

21. Jumlah Alat Penangkap Ikan Tahun 2009-2011 44

22. Jumlah Produksi Perikanan (ton) Tahun 2009-2011 45 23. Nilai Produksi Perikanan Tahun 2009-2011 (Rupiah) 45

24. Luas Area Pengembangan Tahun 2009-2011 (ha) 45

25. Data Saluran Tambak yang Rusak Tahun 2009 46

26. PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Konstan 2000 (2011) 47 27. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2011 (%) 48 28. Struktur Perekonomian Kabupaten Indramayu berdasar Tabel I-O

Tahun 2011 (22 x 22 sektor) 49

29. Struktur Perekonomian Kabupaten Bandung Barat berdasar Tabel I-O

Tahun 2008 (28 x 28 sektor) 50

30. OutputTotal berdasarkan Tabel I-O Tahun 2011 51

31. Pengelompokan Sektor Perekonomian di Kabupaten Indramayu

Berdasarkan Nilai IDP dan IDK 61

32. Kontribusi Sektor Industri non Migas (2012) 62

(14)

34. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Aspek Ekologi 77

35. Hasil Analisis Matriks IFAS Aspek Ekologi 77

36. Hasil Analisis Matriks EFAS Aspek Ekologi 78

37. Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Aspek

Ekonomi 81

38. Hasil Analisis Matriks IFAS Aspek Ekonomi 81

39. Hasil Analisis Matriks EFAS Aspek Ekonomi 82

40. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Aspek Sosial 85

41. Hasil Analisis Matriks IFAS Aspek Sosial 86

42. Hasil Analisis Matriks EFAS Aspek Sosial 86

43. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Aspek Kelembagaan 89 44. Hasil Analisis Matriks IFAS Aspek Kelembagaan 90 45. Hasil Analisis Matriks EFAS Aspek Kelembagaan 91

DAFTAR GAMBAR

1. Jumlah Tenaga Kerja Perikanan dan Kelautan Tahun 2008 dan 2011 2 2. Perbandingan PDRB per Kapita Kecamatan Tanpa Minyak dan Gas

Bumi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011 (Rupiah) 4

3. Kerangka Pemikiran Penelitian 8

4. Tahapan Metode RAS 16

5. Struktur AHP Penentuan Prioritas Pembangunan Subsektor Perikanan 23

6. Model Matriks Internal Eksternal 28

7. Model Matriks SPACE 29

8. Gambar Wilayah Administrasi Kabupaten Indramayu 31

9. Sebaran Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu 32

10. Sebaran Kepadatan Penduduk Kabupaten Indramayu 33

11. Sebaran IPM Kabupaten Indramayu 35

12. Sebaran Persentase Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Indramayu 36

13. Sebaran PDRB/kapita Kabupaten Indramayu 37

14. Jumlah Produksi Ikan di Kabupaten Indramayu (2011) 42 15. Produksi Tangkapan Ikan Laut Tahun 2009-2011 43 16. Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian

(DBLj) 53

17. Nilai Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian

(DFLi) 54

18. Indeks Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian

(DBL*j) 55

19. Indeks Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian

(DFL*i) 56

20. Nilai Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Sektor-Sektor Perekonomian (DIBL) 57

21. Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor-Sektor Perekonomian 58 22. Nilai Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Sektor-Sektor Perekonomian (DIFL) 59

(15)

24. Keterkaitan ke Depan Subsektor Perikanan dengan Sektor-Sektor Lain 61 25. Keterkaitan Ke Belakang Subsektor Perikanan dengan Sektor-Sektor

Lain 62

26. Nilai Multiplier EffectOutput/OM Tipe I Sektor-Sektor Ekonomi 64 27. Nilai Dampak Sektor-Sektor Perekonomian terhadap NTB/VM 65 28. Nilai Multiplier Effect/IM Pendapatan Tipe I Sektor-Sektor

Perekonomian 66

29. Peta Hirarki Perkembangan Wilayah 11 Kecamatan Pesisir Kabupaten

Indramayu 69

30. Alternatif Pembangunan Persepsi Dinas Perikanan dan Kelautan 72

31. Alternatif Pembangunan Persepsi Bappeda 73

32. Alternatif Pembangunan Persepsi Tokoh Masyarakat 73

33. Alternatif Pembangunan Persepsi LSM 74

34. Alternatif Pembangunan Persepsi Pihak Swasta/Pengusaha 75 35. Alternatif Pembangunan Persepsi Seluruh Stakeholders 76 36. Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal Aspek Ekologi 79 37. Hasil Analisis Matriks SPACE Aspek Ekologi 79

38. Hasil Analisis Matriks SWOT Aspek Ekologi 80

39. Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal Aspek Ekonomi 83 40. Hasil Analisis Matriks SPACE Aspek Ekonomi 83

41. Hasil Analisis Matriks SWOT Aspek Ekonomi 84

42. Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal Aspek Sosial 87 43. Hasil Analisis Matriks SPACE Aspek Sosial 88

44. Hasil Analisis Matriks SWOT Aspek Sosial 88

45. Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal Aspek Kelembagaan 91 46. Hasil Analisis Matriks SPACE Aspek Kelembagaan 92 47. Hasil Analisis Matriks SWOT Aspek Kelembagaan 93

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keterangan Kode Sektor Ekonomi di Kabupaten Indramayu 102 2. Tabel Input-Output Kabupaten Indramayu Tahun 2011 (juta rupiah) 103

3. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1 108

(16)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan pembangunan, salah satu masalah yang sering dihadapi pemerintah daerah adalah masih terbatasnya informasi tentang potensi dan perkembangan ekonomi wilayah itu sendiri. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan program-program pembangunan umumnya lebih bersifat politis tanpa didasarkan pada suatu kajian ilmiah. Hubungan antar sektor ekonomi dan tingkat perkembangan wilayah seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang menyebabkan fokus pembangunan menjadi bias dan tidak menyentuh permasalahan yang ada.

Pembangunan berbasis sumber daya perikanan dan kelautan perlu dijadikan arus utama (mainstream) pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu: (1) melimpahnya sumberdaya kelautan dan perikanan yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat (backward dan forward linkages) antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik, stabilitas politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5) dari sisi sosial dan budaya, merupakan penemuan kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim (Dahuri 2002).

Kabupaten Indramayu salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki garis pantai sejauh 147 km sepanjang wilayah pesisir utara, sehingga potensi perikanan yang dimiliki juga besar. Dari sisi pengembangan wilayah, subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu masih sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan tahun 2012, Kabupaten Indramayu memiliki potensi pengembangan perikanan tangkap dengan panjang pantai 147 km dengan perkiraan MSY (Maximum Sustainable Yield) sebesar 49.395 ton, areal yang sesuai untuk tambak seluas 39.911,60 ha (produk potensial 142.819 ton) dan areal untuk budidaya air tawar/kolam seluas 25.000 ha (produk potensial 125.000 ton). Hal ini berdasarkan data BPS Kabupaten Indramayu tahun 2012, wilayah pesisir memiliki kontribusi paling besar di subsektor perikanan. Total produksi ikan terhadap produksi di Jawa Barat yang dihasilkan di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu melalui perikanan tangkap (40,54%) dan perikanan tambak/air payau (38,08%) dengan wilayah pengusahaan tambak seluas 10.013 ha (97%) dari total

10.345 ha dan wilayah pengusahaan kolam seluas 3.473 ha (78%) dari total 4.462 ha berada di wilayah pesisir.

(17)

Indramayu (BPS Indramayu 2012). Bila dibandingkan dengan subsektor lainnya, subsektor perikanan Kabupaten Indramayu memiliki share yang tinggi terhadap PDRB subsektor perikanan Provinsi Jawa Barat yakni sebesar 45,56% (BPS Provinsi Jawa Barat 2012). Jumlah produksi perikanan Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 mencapai 266.392,37 ton, terdiri atas perikanan tangkap sebesar 107.989,60 ton (40,54%), perikanan tambak/air payau sebesar 101.454,95 ton (38,08%), perikanan kolam sebesar 51.214,62 ton (19,23%), dan perikanan sungai sebesar 5.733,20 ton (2,15%).

Dari sisi perencanaan tata ruang, wilayah pesisir Kabupaten Indramayu memiliki nilai strategis yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sentra perikanan. Hal tersebut didukung dengan menetapkan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Minapolitan dalam 11 (sebelas) kecamatan wilayah pesisir melalui Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Indramayu Tahun 2011-2031.

Dari jumlah serapan tenaga kerja kegiatan perikanan dan kelautan mengalami kenaikan dari tahun 2008 sebanyak 71.538 orang menjadi sebanyak 86.895 orang pada tahun 2011 atau naik sekitar 11,07% (DPK Indramayu 2012), dengan rincian seperti yang terlihat pada Gambar 1.

(18)

Kabupaten Indramayu merupakan Kabupaten/Kota kedua termiskin se-Jawa Barat dengan tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu mencapai 16,58%, diatas rata-rata tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Barat (11,27%) dan nasional (13,33%). Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Indramayu sebesar 11,29% dari jumlah total angkatan kerja, diatas rata-rata tingkat pengangguran terbuka Provinsi Jawa Barat (10,33%) dan nasional sebesar 7,14% (TNP2K 2011).

Jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu tersebar di 11 (sebelas) kecamatan dengan jumlah mencapai 38% dari total penduduk miskin Kabupaten Indramayu. Hal tersebut juga menunjukan bahwa pembangunan belum menyentuh kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini juga dibuktikan dengan rendahnya nilai IPM di wilayah pesisir. Meskipun secara umum nilai IPM di wilayah pesisir diatas nilai IPM Kabupaten, namun nilai IPM di wilayah pesisir rata-rata berada di bawah 70 (TNP2K 2011) seperti dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin, IPM, PDRB/kapita Kecamatan-Kecamatan Pesisir di Kabupaten Indramayu

Kecamatan Penduduk Jumlah (Jiwa)

Jumlah Individu Miskin (Orang)

Jumlah Individu Miskin terhadap Jumlah Penduduk (%)

IPM PDRB Per kapita 2011 (Rupiah)

Indramayu 106.937 44.486 42 76,13 24.115.470

Karangampel 62.892 27.282 43 72,04 14.220.040

Balongan 38.103 17.817 47 71,99 5.701.710

Losarang 51.905 23.068 44 70,17 12.482.722

Sukra 43.786 21.895 50 68,99 29.465.160

Krangkeng 65.508 33.286 51 68,38 5.495.834

Juntinyuat 76.554 34.220 45 69,61 10.888.390

Cantigi 26.670 14.612 55 67,31 6.452.200

Pasekan 23.502 12.825 55 68,61 6.649.925

Kandanghaur 84.992 42.364 50 69,57 18.320.956

Patrol 54.019 26.700 49 69,99 23.088.057

Wilayah Pesisir 634.868 298.555 47 14.261.860

Kab. Indramayu 1.675.790 790.003 47 68,18 12.238.773

Sumber: TNP2K (2011) dan BPS Indramayu (2012b)

(19)

Gambar 2 Perbandingan PDRB per Kapita Kecamatan Tanpa Minyak dan Gas Bumi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011 (Rupiah)

Berdasarkan hasil penelitian Ruswandi (2009) bahwa ada dua sektor utama yang menjadi potensi utama wilayah pesisir Indramayu yaitu sektor migas (24,6%) dan subsektor perikanan (24,4%). Peranan subsektor perikanan relatif kecil dibandingkan sektor minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya alam yang keberadaannya tidak dapat pulih. Walaupun Kabupaten Indramayu merupakan produsen perikanan terbesar di Jawa Barat, subsektor perikanan diindikasikan belum mampu menjadi sektor strategis untuk menggerakan perekonomian wilayah Kabupaten Indramayu karena memiliki keterkaitan antar sektor dibawah rata-rata sehinggabelum mampu menarik sektor-sektor hulu dan hilirnya. Hal tersebut berimplikasi terhadap kesenjangan wilayah di pesisir Kabupaten Indramayu yang disebabkan sarana-prasarana wilayah/infrastruktur yang kurang mendukung terhadap pengembangan subsektor perikanan. Dengan semakin menurunnya daya dukung sumberdaya alam kegiatan perikanan tangkap, maka kegiatan pengolahan perikanan bisa menjadi alternatif prioritas pembangunan dalam mendorong peranan subsektor perikanan.

Subsektor perikanan diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor yang strategis dan menjadi motor penggerak sektor riil dalam pembangunan wilayah Kabupaten Indramayu pada masa mendatang. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan informasi terkait perencanaan pengembangan wilayah dengan memperhatikan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya dan tingkat perkembangan wilayah sebagai dasar pengembangan wilayah, serta prioritas pembangunan dan strategi pengembangannya sehingga diharapkan tercipta suatu pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Morrissey dan O’Donoghue (2012), bahwa analisis ekonomi wilayah penting dilakukan untuk menyediakan akses bagi pemegang kebijakan terkait dampak sektor ekonomi.

1.2 Perumusan Masalah

Subsektor perikanan harus menjadi fokus pembangunan Kabupaten Indramayu karena merupakan subsektor yang berbasis sumberdaya alam dengan potensi yang besar, beragam dan bersifat dapat diperbaharui (renewable

(20)

resources). Kondisi sumber daya perikanan tersebut didukung oleh keadaan wilayah dengan karakter pesisir yang menjadi habitat bagi kehidupan berbagai komoditas perikanan. Dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana perikanan (sumber daya buatan), serta sumber daya sosial menjadikan subsektor perikanan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam perekonomian Kabupaten Indramayu.

Untuk menjadikan subsektor perikanan sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Indramayu, selain melalui peningkatan peranan dan sumbangannya dalam perekonomian, juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Keterkaitan subsektor perikanan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya (sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang) dan menarik sektor-sektor di hilirnya (sektor yang memiliki keterkaitan ke depan). Semakin kuat keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor utama lainnya seperti perdagangan dan industri non migas, maka akan makin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan wilayah Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan dan sumbangan subsektor perikanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan identifikasi sehingga dapat disusun arahan pembangunan yang tepat sasaran.

Untuk mendukung pengembangan subsektor perikanan, perlu diidentifikasi hirarki perkembangan wilayah melalui analisis yang didasarkan pada jumlah dan ketersediaan sarana prasarana wilayah. Untuk itu ditetapkan faktor-faktor penentu yang merupakan unsur indikator strategis terkait perkembangan sarana dan prasarana/infrastruktur wilayah di 11 kecamatan pesisir.

Untuk menetapkan fokus pembangunan berdasarkan prioritas potensi dan sumberdaya kewilayahan, perlu dianalisis kegiatan subsektor perikanan mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Oleh karena itu, dalam menyusun rencana pembangunan subsektor perikanan, pendapat dan persepsi stakeholders

yang terlibat harus dapat diketahui karena dengan melibatkan seluruh

stakeholders, pembangunan akan berjalan lebih baik dan aspiratif. Dalam kaitannya dengan subsektor perikanan, stakeholders yang dimaksud adalah masyarakat di bidang perikanan, pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat.

Pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik dan potensi yang dimiliki suatu wilayah, merupakan hal yang penting dalam merumuskan strategi pengembangan wilayah yang akan dilakukan, dengan harapan agar competitive advantage dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan suatu wilayah. Untuk menetapkan arahan strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Indramayu, perlu dianalisis faktor-faktor yang terkait dengan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Hal ini dilakukan dengan cara meminimumkan kelemahan serta mengatasi ancaman terkait pengembangan subsektor perikanan. Dengan begitu akan dihasilkan suatu arahan yang efektif untuk pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu yang melibatkan seluruh aspek baik aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan dengan tujuan meningkatkan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor hilirnya.

(21)

stakeholders maka selanjutnya diharapkan bisa disusun suatu arahan pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu berdasarkan pertimbangan aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berimbang antara growth, equity and sustainability.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar subsektor perikanan mampu menarik sektor-sektor ekonomi lain di Kabupaten Indramayu?

2. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah berdasarkan kondisi sarana prasarana/infrastruktur wilayah dalam pemenuhan persyaratan sebagai lokasi pengembangan subsektor perikanan khususnya di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu?

3. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap prioritas pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi peranan subsektor perikanan terhadap perekonomian wilayah dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain di Kabupaten Indramayu.

2. Mengidentifikasi tingkat perkembangan wilayah pengembangan subsektor perikanan khususnya di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu berdasarkan kondisi sarana prasarana/infrastruktur.

3. Menggali persepsi stakeholders dalam menentukan prioritas pembangunan pada subsektor perikanan dan menyusun arahan strategi pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dan seluruh stakeholders dalam menyusun rencana pengelolaan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian daerah serta mendorong aktivitas pembangunan yang berkelanjutan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini, wilayah penelitian di Kabupaten Indramayu khususnya di wilayah pesisir yang dibatasi pada wilayah daratan yaitu wilayah administrasi kecamatan yang memiliki garis pantai dan ditetapkan sebagai Kawasan Strategi Kabupaten (KSK) Minapolitan meliputi 11 Kecamatan yaitu Kecamatan Sukra, Patrol, Kandanghaur, Losarang, Cantigi, Pasekan, Indramayu, Balongan, Juntinyuat, Karangampel dan Krangkeng.

(22)

maupun responden ditentukan dengan metode purposive berdasarkan pertimbangan efektivitas dan kemudahan dalam pencapaian tujuan penelitian.

1.6 Kerangka Pemikiran

Setiap wilayah memiliki sumber daya yang berbeda-beda, baik jenis maupun kuantitasnya. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki suatu wilayah mengharuskan perencanaan pembangunan dilakukan dengan menetapkan suatu skala prioritas. Penetapan skala prioritas pembangunan dikarenakan beberapa alasan, antara lain: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya (Rustiadi et al. 2011).

Kabupaten Indramayu memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dan beragam. Selain sektor migas salah satu kekayaan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif adalah sumber daya perikanan. Sektor migas memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Indramayu, namun sektor tersebut yang merupakan bagian dari sektor pertambangan hanya mengandalkan sumber daya alam tidak terbaharukan dan eksploitasinya menyebabkan kerusakan serta mencemari lingkungan. Disisi lain, sektor migas juga memiliki keterkaitan antar sektor yang rendah dan nilai multiplier yang rendah terhadap perekonomian di Kabupaten Indramayu atau dengan kata lain adanya kebocoran wilayah melalui sektor tersebut karena nilai total permintaan akhir yang melebihi total output antara.

Sumber daya perikanan yang besar diharapkan menjadikan subsektor perikanan sebagai subsektor alternatif yang potensial dikembangkan selain sektor pertambangan (minyak dan gas bumi). Subsektor perikanan memiliki keunggulan karena merupakan sumber daya alam yang dapat pulih dan pengelolaannya dapat berkelanjutan. Alur kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada Gambar 3.

Subsektor perikanan yang ideal sebagai sektor yang strategis dicirikan oleh peranannya yang besar dalam perekonomian serta memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor-sektor lain. Peranan subsektor perikanan terutama dalam penyerapan tenaga kerja, serta memberikan kontribusi PDRB ketiga yang signifikan setelah subsektor perdagangan besar dan eceran; dan subsektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan keterkaitannya, sektor-sektor yang diharapkan memiliki keterkaitan ke depan yang kuat dengan subsektor perikanan, antara lain adalah: sektor hotel, restoran, industri non migas, perdagangan dan perikanan itu sendiri. Keterkaitan ke belakang yang kuat terutama dengan sektor industri non migas dan subsektor perikanan itu sendiri, oleh karena itu, penekanan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi, potensi, peranan, dan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor perekonomian lain sehingga dapat dijadikan dasar perencanaan pengembangan wilayah Kabupaten Indramayu.

(23)

keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan spasial menghendaki pembangunan dilakukan secara merata dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat secara menyeluruh di semua wilayah. Dukungan sarana-prasarana/infrastruktur wilayah yang memadai sangat diperlukan dalam mencapai pembangunan yang merata untuk menghindari kesenjangan wilayah dan mendukung sektor perekonomian yang akan dikembangan sesuai dengan potensi sumberdaya yang dimiliki.

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterpaduan antar pelaku pembangunan dapat dimaknai sebagai keterlibatan seluruh stakeholders dalam seluruh tahap pembangunan, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan pengawasannya. Pembangunan subsektor perikanan memerlukan perencanaan yang bersifat terpadu. Kondisi dan potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), sumber daya buatan

Keterkaitan Antar Sektor

Ekonomi

Sarana prasarana/Infra struktur Wilayah

Prioritas Pembangunan

Analisis I-O

Arahan dan Strategi Pengembangan Wilayah Subsektor Perikanan

A’WOT (Persepsi Stakeholders)

Potensi dan Kondisi Wilayah Pembangunan Perikanan

Potensi Wilayah Kondisi Wilayah

Model Skalogram

AHP (Persepsi

(24)

(Sarana dan prasarana), serta sumber daya sosial (Biaya dan Pasar) subsektor perikanan menentukan arah pembangunan yang ingin dicapai sesuai kapasitasnya.

Dalam penentuan prioritas pembangunan subsektor perikanan masih perlu diketahui bobot masing-masing faktor sumber daya yang berpengaruh untuk mengetahui alternatif pembangunan subsektor perikanan yang menjadi pilihan berdasarkan faktor-faktor sumber daya ditujukan untuk meningkatkan produksi (kegiatan penangkapan dan budidaya) dan untuk meningkatkan nilai tambah (pengolahan hasil perikanan).

Pelaku pembangunan atau stakeholders subsektor perikanan yang berkepentingan dalam pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu terdiri atas; (1) instansi teknis, yang terdiri atas Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); (2) pihak swasta (pengusaha di bidang perikanan); (3) tokoh masyarakat di bidang perikanan; dan (4) lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan dan perikanan. Peranan dan sumbangan subsektor perikanan dalam pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Identifikasi kondisi, potensi, peranan, serta keterkaitan subsektor perikanan menghasilkan gambaran subsektor perikanan aktual dan potensial. Hasil analisis tersebut yang disintesiskan dengan persepsi stakeholders dan kebijakan pemerintah akan menghasilkan arahan pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah Kabupaten Indramayu Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu tahun 2010-2015, Pemerintah Kabupaten Indramayu menyatakan isu-isu strategis pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas pembangunan subsektor perikanan meliputi: (1) potensi pengembangan perikanan dan kelautan relatif tinggi; (2) minimnya infrastruktur; (3) kualitas sumber daya manusia relatif masih rendah; (4) peluang pasar luar daerah belum dimanfaatkan secara optimal; dan (5) tingkat investasi relatif masih rendah. Hal tersebut erat kaitannya dengan visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu tahun 2011-2015, yaitu: ”Mewujudkan Masyarakat Religius, Maju, Mandiri, Sejahtera” (Indramayu Remaja) dengan pengertian sebagai berikut:

(25)

• Mandiri bermakna mampu menerapkan prinsip kemandirian.

• Sejahtera bermakna mampu memenuhi segenap kebutuhan hidup secara layak yang mencakup aspek sosial-budaya, ekonomi dan fisik.

Visi tersebut diatas diwujudkan melalui 7 (tujuh) misi yang terangkum dalam SAPTA KARYA MULIH HARJA diantaranya adalah:

1. Mengelola Wilayah secara Selaras, Lestari dan Optimal

Tujuan : Menyelaraskan tata ruang, keamanan dan kelestarian lingkungan serta meningkatkan kelayakan permukiman dan keparasaranaan.

Sasaran:Tata ruang, lingkungan hidup, bencana alam dan permukiman dan prasarana wilayah.

2. Menguatkan Struktur Perekonomian Masyarakat Tujuan : Meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Sasaran: Pelaku wirausaha, serapan tenaga kerja, Produk Domestik Regional Brutto (PDRB), ketahanan pangan serta Neraca Perdagangan Daerah. 3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Tujuan :Meningkatkan sumber dan nilai pendapatan asli daerah.

Sasaran :Nilai Pendapatan Asli Daerah dan sumber Pendapatan Asli Daerah. Dari visi dan misi tersebut terkandung tiga pengertian mendasar, bahwa: (1) untuk mewujudkan pembangunan yang mandiri dan produktif sangat memerlukan ketersediaan sumber daya pendukungnya. Dalam hal ini perwujudan yang dapat dilakukan adalah dengan menyeimbangkan antara upaya pemanfaatan dengan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan; (2) untuk mewujudkan pembangunan yang mandiri dan produktif selain memerlukan sumber daya pendukung, juga memerlukan partisipasi yang luas dari masyarakat dan

stakeholders lain dalam implementasinya; dan (3) untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu dilakukan upaya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan (Pemkab Indramayu 2010).

2.2 Permasalahan Pembangunan Subsektor Perikanan

Secara umum sumber daya dapat dikelompokkan sebagai sumber daya alam

(natural resources), sumber daya manusia (human resources), sumber daya buatan (man made resources), dan sumber daya sosial (social resources). Dalam pengelompokan ini, sumber daya perikanan tergolong sebagai sumber daya alam yang lebih khusus lagi diklasifikasikan sebagai sumber daya alam flow (alir), dimana jumlah kuantitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Dengan kata lain, disebut sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable) tergantung pada proses reproduksinya. Berdasarkan sifat persaingan untuk memanfaatkan dan kemungkinan penguasaannya, maka sumber daya perikanan digolongkan sebagai barang publik (public goods) karena memiliki dua sifat dominan yaitu non-rivalry

dan non-excludable (Fauzi 2006).

Stobutzki et al. (2006) menyatakan bahwa salah satu permasalahan utama perikanan tangkap di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah kekhawatiran tentang keadaan perikanan pesisir, terutama kondisi penyusutan sumber daya. Penyebab utama penyusutan tersebut adalah overfishing

(26)

tangkapan per unit usaha. Hal ini disebabkan besarnya jumlah nelayan yang terlibat dalam kegiatan eksploitasi sumber daya ikan di daerah pesisir.

Sependapat dengan pernyataan Stobutzki et al. (2006) dan Fauzi (2005) menyatakan bahwa penyebab utama krisis perikanan global adalah buruknya pengelolaan perikanan dilihat dari dua fenomena menonjol, yaitu overcapacity

dan destruksi habitat. Dari kedua fenomena itu kemudian muncul berbagai penyebab lain, misalnya subsidi yang massive, kemiskinan, overfishing dan berbagai turunannya. Overcapacity di subsektor perikanan akan menimbulkan berbagai masalah, yaitu: (1) tidak sehatnya kinerja subsektor perikanan sehingga permasalahan kemiskinan dan degradasi sumber daya dan lingkungan menjadi lebih persisten; (2) menimbulkan tekanan yang intens untuk mengeksploitasi sumber daya ikan melewati titik lestarinya; (3) menimbulkan inefisiensi dan memicu economic waste sumber daya yang ada, di samping menimbulkan komplikasi dalam pengelolaan perikanan, terutama dalam kondisi akses yang terbuka (open acces). Penyusutan sumber daya perikanan di Indonesia makin diperparah oleh adanya otonomi daerah, dimana setiap daerah terus memacu pendapatan setinggi-tingginya melalui eksploitasi sumber daya perikanan tanpa memperhitungkan daya dukungnya (Heazle dan Butcher, 2007).

Menurut Fauzi (2005), permasalahan perikanan dan penyelesaiannya akan sangat tergantung pada bagaimana kita mengambil pelajaran dari kegagalan-kegagalan yang terjadi dimasa lalu (path dependency). Dengan demikian maka pembangunan perikanan akan lebih banyak dilaksanakan oleh segenap masyarakat yang didukung oleh pemerintah melalui instansi terkait sebagai penyedia prasarana dan sarana yang bersifat non komersial dan bersifat pembinaan. Sependapat dengan hal tersebut, Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.

2.3 Keterkaitan antar Sektor

Optimalisasi pengembangan subsektor perikanan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat salah satunya bisa didekati dengan analisis

Input-Output untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dengan cara menarik sektor-sektor yang ada di hulu maupun di hilirnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bekhet dan Abdullah (2010), bahwa beberapa implikasi kebijakan diusulkan untuk membantu para pengambil keputusan di bidang perencanaan ekonomi terutama pada pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan keterkaitan antar sektor ekonomi.

(27)

saling keterkaitan antar sektor, analisis dampak ekonomi, serta sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi (BPS Indramayu 2012).

Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010), pemakaian model I-O akan mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain: (1) dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional atau regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal dari ekspor dan impor; (2) untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; (3) dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan (4) perubahan-perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O adalah (BPS 2000b):

a. Asumsi keseragaman atau homogenitas, mensyaratkan bahwa setiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain;

b. Asumsi kesebandingan atau proporsionalitas, mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi lurus (linier), yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;

c. Asumsi penjumlahan atau additivitas, menyatakan bahwa efek total

pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

2.4 Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output

industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis (Rustiadi et al. 2011).

Pendekatan dalam pembangunan subsektor perikanan meliputi dua macam pendekatan yaitu pendekatan institusional dan pendekatan kewilayahan. Terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana perikanan, maka pendekatan pembangunan yang digunakan adalah pendekatan kewilayahan dengan menetapkan prioritas wilayah pembangunan untuk mempersempit kesenjangan wilayah pembangunan (Rustiadi et al. 2011).

(28)

wilayah, dan lain-lain); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektor-sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya.

Pembangunan adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam, manusia, buatan, maupun sumber daya sosial. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al.

2011). Menurut Rustiadi et al. 2011, untuk menilai pembangunan suatu wilayah dapat digunakan beberapa indikator sebagai berikut:

a. Indikator berbasis tujuan pembangunan: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth); (2) pemerataan, keadilan dan keberimbangan (equity);

dan (3) keberlanjutan (sustainibility).

b. Indikator pembangunan berdasarkan “kapasitas sumber daya pembangunan”, yaitu cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan pemanfaatan dan kondisi sumber daya yang meliputi sumber daya alam, manusia, buatan, dan sumber daya sosial.

c. Indikator pembangunan berbasis proses, merupakan suatu cara mengukur kinerja pembangunan dengan mengedepankan proses pembangunan itu sendiri dengan melihat input, proses atau implementasi, output, outcome, benefit, dan

impact.

Menurut Rustiadi et al. (2011), pembangunan regional yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka, yaitu adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil interaksi yang saling memperkuat diantara sesama wilayah yang terlibat, sehingga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah (disparitas pembangunan regional).

2.5 Hipotesis Penelitian

Dari uraian kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan beberapa hipotesis, yaitu:

1. Subsektor perikanan memiliki keterkaitan antar sektor yang rendah sehingga belum optimal menjadi penggerak perekonomian wilayah Kabupaten Indramayu.

2. Masih adanya wilayah-wilayah pesisir yang kurang berkembang sehingga terjadi ketimpangan tinggi di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu.

3. Kegiatan pengolahan perikanan bisa menjadi alternatif prioritas pembangunan dalam mendorong peranan subsektor perikanan.

(29)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di 11 kecamatan wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu yang termasuk dalam Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Minapolitan meliputi Kecamatan Sukra, Patrol, Kandanghaur, Losarang, Cantigi, Pasekan, Indramayu, Balongan, Juntinyuat, Karangampel dan Krangkeng. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April-Oktober 2013.

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Tujuan penelitian, jenis/sumber/cara pengumpulan dan metode analisis data serta keluaran yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tujuan Penelitian, Jenis/Sumber/Cara Pengumpulan dan Metode Analisis

No Tujuan Jenis data

(30)

pembangunan baik dari kalangan swasta maupun masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) bidang perikanan yang berjumlah 15 orang meliputi unsur pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), tokoh masyarakat bidang perikanan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan swasta/pengusaha di bidang perikanan. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indramayu, Badan Pusat Statistik serta data-data lain pada instansi terkait. Analisis menggunakan softwareGAMS.

3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Analisis Keterkaitan antar Sektor

Analisis keterkaitan antar sektor dilakukan dengan menggunakan analisis

Input-Output (I-O). Analisis I-O secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Selain itu, analisis I-O

digunakan untuk mengidentifikasi sektor strategis pada perekonomian Kabupaten Indramayu, berdasarkan data yang diturunkan dari tabel I-O Provinsi Jawa Barat. Analisis dilakukan mengacu pada tabel I-O Provinsi Jawa barat tahun 2003 dengan 39 sektor perekonomian (39X39) yang di-update ke tahun 2011, kemudian diturunkan ke level kabupaten sehingga diperoleh tabel I-O Kabupaten Indramayu dengan 22 sektor (22x22) seperti ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Indramayu Hasil

Update Tahun 2011 (22 sektor) Kode

I-O Sektor

Kode

I-O Sektor

1 Tanaman Bahan Makanan 12 Bangunan

2 Tanaman Perkebunan 13 Perdagangan Besar dan Eceran 3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 14 Hotel

4 Kehutanan 15 Restoran

5 Perikanan 16 Pengangkutan

6 Minyak dan Gas Bumi 17 Komunikasi

7 Penggalian 18 Bank/Lembaga Keuangan Lainnya 8 Industri non Migas 19 Sewa Bangunan

9 Industri Migas 20 Jasa Perusahaan

10 Listrik 21 Pemerintahan Umum

11 Air Bersih 22 Swasta

(31)

Gambar 4 Tahapan Metode RAS

Metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t “A(t)” dengan menggunakan informasi

koefisien inputtahun dasar “A(0)”, total permintaan tahun antara t, dan totalinput

antara tahun t. Secara matematis metode RAS dapat diuraikan sebagai berikut: Andaikan matriks koefisien input pada tahun dasar proyeksi adalah A(0) = {aij(0)}, i,j = 1,2....n, matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R = matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh substitusi, dan S = matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh fabrikasi. Pengaruh substitusi menunjukkan seberapa jauh suatu komoditas dapat digantikan oleh komoditas lain dalam proses produksi. Pengaruh fabrikasi menunjukkan seberapa jauh suatu sektor dapat menyerap input antara dari totalinput yang tersedia.

Andaikan ri dan sj berturut-turut merupakan elemen matriks diagonal R dan S. Misalkan pula Xij(0) adalah input antara sektor j yang berasal dari output sektor i pada tahun dasar. Untuk menjaga konsistensi hasil estimasi ri dan sj, perlu ditambahkan dua persamaan pembatas seperti tertera di bawah ini (BPS 2000a).

=1

0 = , = 1,2…. . ,�

dan

=1

0 = , = 1,2…. . ,�

Dengan bi = jumlah permintaan antara sektor i pada tahun t dan kj = jumlah input antara sektor j pada tahun t. Hasil dari metode RAS adalah Tabel I-O Kabupaten Indramayu tahun 2011. Data yang diperoleh antara lain adalah; input antara masing-masing sektor, nilai tambah bruto, total input atau output, dan jumlah permintaan akhir. Untuk mendetailkan data input primer atau nilai tambah bruto (NTB) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung maka didekati dengan nilai proporsi dari tabel I-O dasar.

Tabel I-O

Provinsi JABAR Tahun 2003 (39X39 sektor)

Proses agregasi menjadi Tabel I-O Provinsi JABAR Tahun 2011

(24X24 sektor)

Matriks koefisien teknis Tabel I-O Provinsi JABAR Tahun 2011

(22X22 sektor)

Metode RAS

Tabel I-O Kabupaten Indramayu Tahun 2011

(22X22 sektor) Kabupaten Indramayu Tahun 2011

(32)

Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung; (2) pengaruh tidak langsung; dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dalam produksi sektor yang bersangkutan.

Pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dalam sektor yang bersangkutan. Pengaruh total atau total effect adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Berdasarkan ketiga pengaruh diatas, dengan model I-O kita bisa menelusuri kemana saja output dari suatu sektor itu didistribusikan dan input

apa saja yang digunakan oleh sektor tersebut. Tabel input-output dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Struktur Tabel Input-Output

Sumber : Rustiadi et al. (2011) Keterangan :

ij : sektor ekonomi

Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : totaloutput sektor i

Xj : totaloutput sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), totaloutput sama dengan

totalinput

Ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i

Gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap

output sektor i

Ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i;

output sektor i yang menjadi barang modal

(33)

Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i ( Yi=Ci+Gi+Ii+Ei)

Wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j

Tj : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j

Sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli dari

luar wilayah

Analisis yang dilakukan terhadap tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier).

Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O

secara matematis diformulasikan sebagai rumus berikut:

= atau = .�

Dimana:

: rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

( ) atau disebut pula sebagai koefisien input.

Beberapa parameter teknis yang dapat diperoleh melalui analisis I-O adalah: 1. Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage/DBLj) yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung.

� =

untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized � ∗ yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya.

� ∗ = 1 � � �

= �.�

Nilai � ∗> 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi turunan permintaan yang ditimbulkan oleh sektor ini.

2. Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage/DFLi)yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain.

�� = =

(34)

Normalized�� atau �� ∗ dirumuskan sebagai berikut : �� ∗= ��

1 � ��

= ���

��

Nilai �� ∗> 1 menunjukkan bahwa sektor i memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah. 3. Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward

linkage/DIBLj) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian.

�� =

di mana DIBLj adalah elemen-elemen matriks B atau (� − )−1 yang merupakan matriks Leontief.

4. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran/IDP (backward linkages effect ratio) yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian.

�� = 1

= �

Besaran nilai �� dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Bila �� =1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai �� >1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan sebaliknya �� <1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi.

5. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect forward linkage/DIFLi), yaitu peranan suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian.

��� = �

6. Indeks derajat kepekaan/IDK atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan kedepan (forward linkage).

�� = 1

= �

Nilai �� >1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya �� <1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata seluruh sektor ekonomi.

(35)

a. Output multiplier/OM, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap totaloutput seluruh sektor di suatu wilayah.

= (� − )−1.��

b. Total value added multiplier/VM atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB berhubungan dengan

output secara linier.

� = �

dimana � : matriks NTB

: matriks diagonal koefisien NTB �: matriks output, X = (I-A)-1.Fd

c. Income multiplier/IM, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan.

� = �

dimana � : matriks income

: matriks diagonal koefisien income �: matriks output, X = (I-A)-1.Fd 3.3.2 Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan dengan menggunakan analisis hirarki perkembangan wilayah berdasarkan metode Skalogram. Analisis ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat wilayah dan keberadaan kota-kota kecil menengah dalam mendukung penentuan lokasi pusat minapolis/pelayanan. Dalam metode ini, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram

ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram

dilakukan sebagai berikut (Saefulhakim 2004 dalam Tar 2010):

1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah.

2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal, baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit wilayah.

4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah.

(36)

Setelah diperoleh hasil dari penyusunan skalogram seperti pada butir 2, dihitung nilai standar deviasi dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di seluruh wilayah. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung nilai sentralitas dan mengelompokkan unit wilayah dalam kelas-kelas yang dibutuhkan. Sebagai contoh kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah.

Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk yang lebih besar atau sama dengan (standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok I, kemudian jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk antara standar deviasi sampai (standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok II dan jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk ini kurang dari standar deviasi maka dikategorikan kecamatan kelompok III.

Secara matematis kelompok tersebut adalah: 1) kelompok I ≥ µ + standar deviasi (tingkat perkembangan tinggi); 2) µ + standar deviasi > kelompok II ≥ standar deviasi (tingkat perkembangan sedang); dan 3) kelompok III < standar deviasi (tingkat perkembangan rendah).

Penyusunan tabel skalogram menggunakan asumsi bahwa masing-masing fasilitas mempunyai bobot dan kualitas yang bersifat indifferent. Proses analisis skalogram didasarkan pada struktur tabel sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Struktur Analisis Skalogram

No

Gambar

Gambar  2  Perbandingan  PDRB  per  Kapita  Kecamatan  Tanpa  Minyak  dan  Gas  Bumi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011 (Rupiah)
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2 Tujuan Penelitian, Jenis/Sumber/Cara Pengumpulan dan Metode Analisis
Tabel 10 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Indramayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Anton Eka Saputa (2012) yang meneliti mengenai pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas

menghadiri Klarifikasi hasil evaluasi ini dianggap menerima seluruh hasil keputusan Pokja ULP perihal hasil penawaran yang ingin diperjelas oleh Pokja ULP dalam

Hasil analisis statistik untuk tanaman tomat pada tinggi tanaman umur 40 dan 80 HST, tidak berbeda nyata di setiap perlakuan baik tomat yang ditanam sistem tunggal maupun yang

[r]

Menyimpan project, klik save project beri nama Tugas1Looping.dpr dan klik save as untuk menyimpan coding, beri nama

Tidak terdapat bahan lainnya yang, sejauh pengetahuan pemasok saat ini dan pada konsentrasi yang berlaku, diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya pada kesehatan atau lingkungan dan

[r]

Untuk melihat apakah penerapan kebijakan office channeling tersebut telah meyebabkan adanya perubahan struktural terhadap peningkatan DPK pada periode penelitian, maka data