• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Sertifikasi/standarisas

pengelolaan yang belum maksimal diterapkan.

ST WT

Gambar 47 Hasil Analisis Matriks SWOT Aspek Kelembagaan

Dari hasil analisis Matriks SWOT, diperoleh rumusan strategi utama dan strategi alternatif lainnya sebagai berikut:

1. Strategi SO: (a) memanfaatkan kebijakan pemerintah pusat untuk perkembangan subsektor perikanan di daerah melalui dukungan APBN; (b) meningkatkan peran lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam memanfaatkan kebijakan pemerintah daerah yang terbuka terhadap investasi; (c) meningkatkan struktur kelembagaan “Bapak Angkat” sebagai cikal bakal berkembangnya Kelompok Usaha Bersama di bidang perikanan budidaya. 2. Strategi WO: (a) meningkatkan kemampuan manajemen kelembagaan

koperasi; (b) meningkatkan jumlah petugas penyuluh di bidang perikanan budidaya; (c) meningkatkan hubungan yang harmonis antara pemerintah, swasta dan masyarakat serta hubungan antar sektor.

3. Strategi ST: (a) Meningkatkan peran pemerintah dalam kebijakan perikanan budidaya yang lebih menguntungkan petani perikanan budidaya baik dalam proses sertifikasi/standarisasi pengelolaan atupun proses pemasaran; (b) memaksimalkan struktur kelmbagaan “Bapak Angkat” yang akan memperkuat struktur perekonomian masyarakat di subsektor perikanan budidaya; (c) meningkatkan peran lembaga yang sudah ada.

4. Strategi WT: meningkatkan bantuan stimulus melalui pemberdayaan masyarakat pembudidaya dengan melibatkan pemerintah dan swasta.

5.4.5 Pembahasan Umum

Dalam proses pengembangan wilayah, sangat penting memandang keterpaduan sektoral, spasial, serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap sektor kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Salah satu bentuk terjadinya kegagalan pemerintah yang umum adalah kegagalan menciptakan keterpaduan sektoral yang sinergis, dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al. 2011).

Kabupaten Indramayu dikenal sebagai sentra produksi perikanan di Provinsi Jawa Barat yang memiliki peranan dalam penyumbang pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat pada subsektor perikanan sebesar 45,56% (BPS Provinsi Jawa Barat 2012). Dari hasil analisis I-O dapat diketahui bahwa dalam peringkat pembentukan totaloutput, subsektor perikanan berada pada peringkat ke-5 dari 22 sektor dengan sektor migas atau terbesar ke-3 diluar sektor migas untuk pembentukan transaksi permintaan domestik maupun ekspor di Kabupaten Indramayu.

Permintaan akhir subsektor perikanan sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga (0,94%) dan sisanya untuk ekspor (0,06). Output antara subsektor perikanan sebesar 2,11% dari total output permintaan. Semakin kecil

output antara dibandingkan permintaan akhir menunjukkan semakin kecil pula keterkaitan antar sektor perekonomian domestik dalam melakukan proses produksi. Hal ini disebabkan kecilnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi, sehingga semakin besar kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Struktur Tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan akhir daripada permintaan antara. Hal ini menunjukkan bahwa

output yang ada cenderung digunakan untuk konsumsi secara langsung (baik masyarakat maupun pemerintah) daripada ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi.

Sumbangan PDRB subsektor perikanan cukup tinggi, tetapi secara total

keterkaitan langsung ke depan (DFL*i) dan keterkaitan langsung ke belakang

(DBL*j) dengan sektor-sektor lain masih dibawah rata-rata. Ini mengindikasikan bahwa keterkaitan penggunaan input maupun output pada subsektor perikanan secara keseluruhan relatif memiliki hubungan yang rendah dengan sektor-sektor pembentuk ekonomi wilayah lainnya di Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dimana keterkaitan subsektor perikananan dengan 12 (duabelas) sektor hulu yang ada di Kabupaten Indramayu memiliki total indeks keterkaitan sebesar 0,13. Untuk keterkaitan dengan lima sektor hilir, memiliki

total indeks keterkaitan sebesar 0,04.

Hubungan keterkaitan dengan sektor hulu dan sektor hilir relatif dibawah rata-rata, tetapi subsektor perikanan memiliki pengaruh diatas rata-rata terhadap dampak tidak langsung berkembangnya sektor-sektor lain. Ini terlihat dari hasil analisis terhadap nilai DIBL dan DIFL. Hal tersebut menunjukkan bahwa subsektor perikanan memiliki kemampuan secara tidak langsung untuk mendorong produktivitas sektor-sektor lainnya. Jika jumlah sektoral yang terkait

langsung dengan subsektor perikanan ini dapat ditingkatkan lagi maka dapat dipastikan akan mendorong peningkatan nilai DIBL maupun DIFL seluruh sektor perekonomian wilayah di Kabupaten Indramayu.

Dilihat dari Indeks Derajat Kepekaan (IDK), subsektor perikanan belum memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulu (penyedia

input) yang terkait langsung maupun tidak langsung kebelakang. Dengan kata lain, subsektor perikanan belum mampu meningkatkan output sektor lainnya sebagai input bagi subsektor itu sendiri. Berdasarkan hasil analisis I-O, sektor yang bisa dikategorikan sebagai sektor strategis adalah sektor industri bukan migas. Sektor industri bukan migas memiliki kemampuan menggerakkan kinerja sektoral dari sisi hulu maupun hilir. Ini berarti bahwa jika jumlah subsektor yang ada pada sektor industri bukan migas ditingkatkan maka akan mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Indramayu.

Dari sisi Indeks Daya Penyebaran (IDP), subsektor perikanan masih memiliki kemampuan dibawah rata-rata untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilir yang menggunakan input subsektor perikanan. Dengan kata lain subsektor perikanan masih kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor- sektor hilir yang menggunakan output subsektor perikanan sebagai input

produksinya. Keterkaitan ke depan subsektor perikanan dengan sektor industri bukan migas (khususnya lapangan usaha makanan dan minuman) baru mencapai nilai indeks sebesar 0,002. Keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor hilirnya pada sektor industri bukan migas masih kecil dan hanya ada pada kegiatan pengolahan kerupuk/udang, pengeringan ikan, pengalengan rajungan dan pengeringan teri nasi.

Dalam proses pembentukan output sektoral, selain penggunaan input antara, suatu sektor juga memerlukan input primer dalam proses produksi. Dari struktur tabel I-O (khususnya pada kuadran I) dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah keterkaitan sektoral terhadap suatu sektor dengan nilai keterkaitan yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk menggerakkan sektor-sektor domestik dalam internal wilayah. Semakin banyaknya keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain akan berdampak positif terhadap peningkatan keterkaitan sektor-sektor lain secara tidak langsung ke sektor hulu maupun hilir.

Pengembangan sarana prasarana pendukung pembangunan subsektor perikanan terutama ditujukan pada kecamatan-kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan rendah (hirarki III). Hal tersebut dikarenakan (1) wilayah hirarki III memiliki potensi sumberdaya manusia yang besar di subsektor perikanan dengan jumlah pembudidaya ikan dan nelayan yang dominan, (2) wilayah hirarki III memiliki jumlah masyarakat miskin yang relatif besar sehingga pengembangan subsektor perikanan akan berdampak langsung pada pengurangan tingkat kemiskinan, (3) pengembangan sarana prasarana/infrastruktur di wilayah hirarki III akan mendorong perkembangan wilayah yang kurang berkembang sehingga berdampak pada penurunan kesenjangan pendapatan dan disparitas antar wilayah. Melalui upaya tersebut, subsektor perikanan akan menjadi sektor strategis yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Indramayu dan akan menyelesaikan permasalahan kesenjangan antar wilayah.

Pengembangan subsektor perikanan memerlukan dukungan sarana prasarana/infrastruktur wilayah yang memadai. Pengembangan sarana prasarana harus menjadi prioritas pemerintah dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah terkait pengembangan subsektor perikanan. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya sehingga dapat menumbuhkan sektor baru di Kabupaten Indramayu. Pengembangan sarana prasarana wilayah untuk mendukung usaha perikanan tidak hanya untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial namun juga bersifat komprehensif dengan mempertimbangkan keserasian berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang.

Berdasarkan hasil analisis persepsi stakeholders terhadap pembangunan subsektor perikanan, masih terdapat perbedaan persepsi yang mencolok untuk skala prioritas pembangunan. Hal tersebut menunjukkan masih kurangnya pemahaman akan konsep pembangunan dan perencanaan pembangunan subsektor perikanan. Prioritas tersebut cenderung mengacu pada kegiatan peningkatan produksi berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya perikanan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu. Produksi perikanan yang tinggi diharapkan akan berimplikasi pada bertambahnya kontribusi subsektor perikanan terhadap PDRB secara keseluruhan, namun hal tersebut belum tentu akan berpengaruh positif pada keterkaitan antar sektor perekonomian secara keseluruhan. Dalam hal ini terdapat kontradiksi kegiatan prioritas pembangunan subsektor perikanan antara peningkatan produksi dan peningkatan keterkaitan antar sektor. Stakeholders

belum memahami manfaat peranan keterkaitan antar sektor perekonomian. Keterkaitan antar sektor perekonomian dapat mengetahui sektor-sektor mana yang memiliki potensi menjadi sektor yang strategis dan bisa menggerakan perekonomian wilayah berdasarkan keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya melalui struktur inputoutput.

Pemahaman konsep pembangunan dan perencanaan pembangunan subsektor perikanan hanya berorientasi pada kegiatan peningkatan produksi berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya perikanan di wilayah Kabupaten Indramayu tanpa memahami manfaat peranan keterkaitan antar sektor perekonomian akan berdampak negatif terhadap arahan dan strategi pengembangan subsektor perikanan di wilayah Kabupaten Indramayu. Berdasarkan faktor-faktor penentu kebijakan pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Indramayu, prioritas pembangunan perikanan yang akan dikembangkan berturut-turut adalah; kegiatan perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan penangkapan ikan dengan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia.

Peranan subsektor perikanan dalam pembangunan wilayah harus terus ditingkatkan karena memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta merupakan sumber daya yang dapat pulih (Dahuri 2002), sehingga diharapkan dalam arahan kebijakan pembangunan subsektor perikanan mampu meningkatkan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Anwar (2005) bahwa dalam pembangunan kewilayahan yang berkembang akan terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dengan sektor perikanan adalah; subsektor perikanan itu sendiri, sektor hotel, sektor restoran, sektor industri non migas dan sektor swasta. Sektor yang layak didorong

peningkatan keterkaitannya dengan perikanan adalah perikanan itu sendiri, sektor hotel, sektor restoran dan sektor industri non migas, karena ketiga sektor inilah yang memiliki nilai keterkaitan tertinggi dengan sektor perikanan.

Subsektor perikanan yang tumbuh cukup baik di Kabupaten Indramayu (6,11%/tahun), sektor hotel (4,96%/tahun), sektor industri non migas (4,85%/tahun) dan sektor restoran (4,75%/tahun) dapat didorong peningkatan keterkaitannya dengan subsektor perikanan. Berdasarkan hasil analisis Multiplier Effect, sektor industri non migas menempati peringkat pertama untuk parameter multiplier Effect Output/OM dan peringkat kedua untuk Multiplier Effect nilai tambah bruto/VM serta peringkat ketiga untuk Multiplier Effect pendapatan/IM.

Pengembangan subsektor perikanan akan memberikan dampak lebih besar bagi perekonomian wilayah dengan meningkatnya nilai tambah produksi. Peningkatan nilai tambah pada subsektor perikanan akan lebih bermanfaat bagi masyarakat di dalam wilayah dan juga bagi perkembangan wilayah itu sendiri. Oleh sebab itu salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah subsektor perikanan adalah dengan mengembangkan industri non migas (makanan dan minuman) yang menggunakan hasil produksi perikanan sebagai bahan baku utama. Hal tersebut bisa dilakukan melalui pengembangan industri skala kecil maupun menengah yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus menampung tenaga kerja.

Peranan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator harus lebih dominan dalam meningkatkan keterpaduan sektoral sehingga bisa meningkatkan keterkaitan subsektor perikanan dengan sektor lainnya, baik sebagai pengguna

output maupun penyedia input, sehingga potensi yang dimiliki daerah dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut perlu didukung dengan kebijakan pemerintah terkait perencanaan pembangunan industri-industri pengolahan ikan. Pengembangan industri non migas terkait pengolahan perikanan dengan sendirinya akan menciptakan keterkaitan sektor baru yang dapat meningkatkan keterkaitan antar sektor baik langsung maupun tidak langsung terhadap subsektor perikanan misalnya dengan sektor perdagangan besar dan eceran. Melalui sektor perdagangan besar dan eceran, produk hasil pengolahan perikanan dipasarkan dengan melibatkan tenaga kerja di sektor perdagangan. Secara tidak langsung sektor perdagangan besar dan eceran bisa menyerap tenaga kerja yang berimplikasi terhadap perekonomian di Kabupaten Indramayu.

Untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor, prioritas utama pembangunan perikanan adalah kegiatan pengolahan hasil perikanan melalui keterkaitan dengan sektor industri non migas yaitu industri kecil dan menengah pengolahan makanan berbahan baku ikan dengan didukung kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya sebagai penyedia bahan baku. Sektor perdagangan besar dan eceran diharapakan bisa mendukung sektor industri non migas dalam memasarkan produk-produk lokal yang dihasilkan melalui industri kecil dan menengah pengolahan makanan berbahan baku ikan. Melalui kegiatan pengolahan diharapkan nilai tambah yang terbentuk akan lebih besar, karena nilai transaksi antar sektor perekonomian dalam internal wilayah makin besar, sehingga potensi kebocoran wilayah dapat dikurangi.

Pengolahan hasil perikanan tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Penanganan yang tepat sejak ikan ditangkap atau dipanen sangat menentukan kualitas bahan baku yang akan diproses lebih lanjut.

Penerapan metode rantai dingin sudah menjadi standar dalam penanganan ikan yang memiliki sifat mudah busuk. Disamping itu peningkatan daya tarik sarana dan prasarana perikanan seperti pelabuhan, perbengkelan, tempat pengisian bahan bakar, fasilitas air bersih, serta kelembagaan (Koperasi/TPI/PPI) perlu dilakukan agar mampu menarik kapal-kapal nelayan dari luar wilayah untuk mendaratkan ikan hasil tangkapannya di Kabupaten Indramayu.

Arahan strategi pengembangan subsektor perikanan untuk mendukung meningkatkan keterkaitan dengan sektor hilir (industri non migas/pengolahan makanan) meliputi: a) membangun dan merevitalisasi sarana dan prasarana/infrastruktur perikanan berupa ketersediaan pelabuhan, perbengkelan, tempat pengisian bahan bakar, fasilitas air bersih, pabrik es, cold storage; b) membangun lantai jemur yang luas dan bersih untuk produk ikan asin; c) meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia di wilayah pesisir dalam kegiatan pengolahan perikanan dalam skala rumah tangga dan; d) memberdayakan industri kecil menengah dalam usaha pengolahan makanan.

6 SIMPULAN DAN SARAN