HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Wilayah Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada 106° 88’ 78” Bujur Timur (BT) dan 6 10’ – 6 30’ Lintang Selatan (LS). Secara administratif wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Bogor di sebelah Selatan, DKI Jakarta dan Kota Bekasi di sebelah Barat, dan Kabupaten Karawang di sebelah Timur. Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam daerah yang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 28-40 °C. Sampai dengan bulan Desember 2010 jumlah curah hujan 1502.85 mm dengan 88 hari hujan. Kabupaten Bekasi dilewati oleh 16 sungai diantaranya, sungai Bekasi, Cikarang, Cihea, dan Cipamingkis yang bermuara di Laut Jawa. Alira air sungai banyak dimanfaatkan untuk pertanian, industri, perikanan, dan rumah tangga
Kabupaten Bekasi teridiri dari dua wilayah pengembangan pertanian yang pertama adalah sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang) merupakan daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai Cipamingkis.
Penggunaan lahan sawah pengairan teknis merupakan lahan yang paling banyak ditanamai padi lebih dari 2 kali tanam dengan luas 34 844 ha, sedangakan pengairan sederhana merupakan lahan sawah yang paling sedikit ditanam padi dengan luas 460 ha (Tabel 1).
Tabel 1 Luas dan status penggunaan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun 2010
No Penggunaan lahan
Dalam satu tahun (ha) Sementara tidak diusahakan
(ha)
Luas (ha) Ditanam padi Tidak
ditanam padi 1 kali 2 kali > 2 kali
1 Pengairan
teknis
- 31 956 2 880 8 - 34 844
2 Pengairan ½ teknis
898 6 026 - 0 0 6 924
3 Pengairan
sederhana
- 460 - 0 0 460
4 Pengairan
pedesaan
- 4 135 23 0 0 4 158
5 Tadah hujan 2 939 3 373 - 886 0 7 198
6 Pasang surut - - - - - -
7 Lebak - - - - - -
8 Polder dan
sawah lainnya
- - - - - -
Jumlah 3 837 45 950 2 903 894 0 53 584
a Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2010 sebesar 2 629 551 jiwa yang terdiri dari 1 345 500 pria dan 1 284 051 wanita. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi tersebar di 23 kecamatan. Kecamatan Tambun Utara memiliki jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu seluas 2 551 ha dengan luas lahan berukuran 0.5-1 ha yang dimiliki oleh 872 rumah tangga (Tabel 2).
Table 2 Jumlah rumah tangga usaha tani padi, jagung, kedelai, dan tebu menurut Kecamatan dan penguasaan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2009a No Kecamatan Golongan luas lahan yang dikuasai (ha)
<0.1 0.1-0.5 0.5-1 1-2 2-3 >3 Jumlah
1 Setu 72 3 158 1 053 332 40 21 4 676
2 Serang Baru 96 1 992 1 140 418 75 40 3 761
3 Cikarang Pusat 13 1 702 1 054 450 92 70 3 381
4 Ciakarang Sel. 58 491 213 62 19 12 855
5 Cibarusah 46 1 316 491 247 88 42 2 230
6 Bojongmangu 9 1 723 1 062 497 110 62 3 463
7 Cikarang Timur 62 991 935 449 92 77 2 606
8 Kedungwaringin 2 623 572 437 127 80 1 841
9 Cikarang Utara 145 384 137 60 27 28 781
10 Karangbahagia 4 960 929 579 141 89 2 702
11 Cibitung 31 510 608 671 191 84 2 095
12 Cikarang Barat 249 1 155 270 102 27 17 1 820
13 Tambun Sel. 31 198 59 32 5 4 329
14 Tambun Utara 30 635 872 711 190 113 2 551
15 Babelan 2 529 1 160 940 260 119 3 010
16 Tarumajaya 6 679 740 595 159 107 2 286
17 Tambelang 4 472 820 707 213 111 2 327
18 Sukawangi 1 569 1 155 1 084 279 178 3 266
19 Sukatani 7 730 857 781 225 160 2 760
20 Sukakarya 2 603 996 1 053 337 208 3 199
21 Pebayuran 9 1 617 2 252 1 576 448 366 6 268
22 Cabangbungin 31 1 608 1329 1 025 267 137 4 397
23 Muaragembong 12 721 892 415 92 43 2 175
Jumlah 922 23 366 19 596 13 223 3 504 2 168 62 779
aSumber: BPS Kabupaten Bekasi
Jumlah kelompok tani di Kabupaten Bekasi mengalamai penurunan dari tahun ke tahun. Kelompok tani Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 berjumlah 2 571 dan pada tahun 2010 menurun menjadi 1 882 (Tabel 3). Pos penyuluhan pertanian di Kabupaten Bekasi tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan pembangunan pertanian Kabupaten Bekasi berjumlah 57 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 118 pos penyuluhan.
Tabel 3 Kelembagaan kelompok tani dan usaha di Kabupaten Bekasi Tahun 2010a
No Kelompok tani Jumlah
Tahun 2009 Tahun 2010
1 Kelompok tani berdasarkan kelas
2 571 1 882
1 Kelompok tani dewasa 2 356 1626
2 Kelompok wanita tani 132 128
3 Kelompok taruna tani 83 128
2 Kelompok tani
berdasarkan jenis usaha
2 562 2 562
1 Kelompok tani tanaman pangan
2 296 2 296
Kelompok tani peternakan 101 101
Kelompok tani perkebunan
77 77
Kelompok tani perikanan 88 88
3 P3A MitraCal 211 211
4 P4K 120 120
5 Gapoktan 184 171
6 Pos penyuluhan pertanian 57 118
a Sumber: Laporan tahunan pembangunan pertanian tahun 2010 Kabupaten Bekasi
Kebijakan Nasional tentang PHT
Tahun 1978 produksi beras turun dengan drastis akibat serangan wereng batang coklat. Presiden atas nama pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang berisi 4 butir kebijakan, yaitu : 1) Menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, 2) Melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi (Lampiran), 3) Melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan 4) Melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT (Untung 2007).
Secara prinsip Inpres 3 Tahun 1996 mengakui peran strategis pengamatan dan petugas pengamat hama dalam penerapan PHT wereng cokelat. Lampiran Inpres 3/1986 Bab IV ayat 1 dinyatakan :
1. Pengamatan hama untuk mengetahui kemungkinan timbulnya hama secara dini dan akurat perlu ditingkatkan dengan antara lain menambah jumlah tenaga pengamat hama serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
2. Hasil pengamatan tersebut pada angka 1 merupakan dasar dalam menentukan jenis dan cara aplikasi insektisida.
3. Menteri Pertanian menetapkan fungsi dan peranan pengamat hama dalam gerakan pengendalian hama wereng cokelat.
Berdasarkan tindak lanjut Inpres 3/1986 pada tahun 1987 pemerintah menambah jumlah pengamat hama dan penyakit (PHP) sekitar 1500 orang atau dua kali jumlah PHP sebelumnya. Mendukung Instruksi Presiden No. 3/1986 pemerintah mengeluarkan Kebijakan nasional UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pada pasal 20 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT. Berdasarkan data Departemen Pertanian, petani yang sudah mengikuti SLPHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2010 berjumlah 136 120 petani. Berdasarkan UU 12/1992 pada pasal 20 ayat 1 pemerintah menjelaskan perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT, namun menurut surat kabar Jurnal Nasional pada tanggal 15 oktober 2012 dikatakan Kementerian Pertanian sedang memaksakan pengadaan pestisida cadangan dengan menggunakan anggaran APBNP (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pusat) 2012 senilai 200 miliar rupiah, sedangkan stok cadangan pestisida tahun 2011 masih tersedia. Hal tersebut tidak sesuai dengan isi dari prinsip-prinsip SLPHT dan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menghindari penggunaan pestisida.
Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah :
1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Cokelat Pada Tumbuhan Padi.
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.
Kebijakan Daerah Kabupaten Bekasi mengenai PHT Landasan Hukum
Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2010-2012 adalah :
a. Landasan Idiil Pancasila
b. Landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 c. Landasan operasional yaitu :
1. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.
6. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 33 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kabupaten Bekasi.
7. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 7 Tahun 2009 tentang pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi.
8. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012.
9. Peraturan Bupati Bekasi Nomor 15 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2007- 2012.
10. Peraturan Bupati Bekasi Nomor 33 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan.
11. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2010-2014, Departemen Republik Indonesia.
Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan adalah melaksanakan kewenangan di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan, dengan kewenangan sebagai berikut: melakukan pengontrolan air irigasi secara berkala, pemberian pupuk bersubsidi, penggunaan pestisida seperlunya, penyediaan alat dan mesin pertanian, memberikan benih tanaman secara gratis, penerapan teknis dan budidaya secara tepat, pembinaan usaha, panen, pasca panen, dan pengolahan hasil, pemberiaan sarana untuk keberlanjutan usaha, dan pengawasan dan evaluasi untuk melihat perkembangan dari kegiatan yang belum dan sudah berlangsung.
Isu-isu Strategis
1. Belum ditetapkannya komoditas agribisnis unggulan 2. Belum optimalnya tingkat produksi pertaian
3. Rendahnya kondisi infrastruktur pertanian
4. Belum berkembangnya industri pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
5. Tidak stabilnya tingkat harga hasil pertanian
6. Tingginya konversi lahan pertanian menjadi peruntukan lainnya 7. Kurangnya regenerasi petani
8. Peran kelembagaan masih rendah 9. Terbatasnya pemodalan
10. Teknologi konvensional
Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi Visi Kabupaten Bekasi pada bidang Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan adalah terwujudnya usahatani produktif yang berdaya saing, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan. Terwujudnya usahatani yang produktif dimaksudkan bahwa Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan harus mampu memberikan motivasi dan fasilitasi usahatani perorangan, kelompok, koperasi, industri kecil maupun besar pada bidang pertanian dari hulu produksi dan hilir pasca panen, agar produktif dengan tetap memperhatikan mutu dan stabilisasi harga hasil pertanian, sehingga akan terwujud keseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran.
Berdaya saing merupakan suatu upaya agar usahatani dapat memenangkan persaingan atau kompetisi, untuk itu diperlukan senjata dalam memenangkan kompetesi, yaitu mempunyai keunggulan kompetitif berupa skill (keahlian sumberdaya manusia), pemanfaatan teknologi, efisiensi, produktivitas, mutu, berorientasi pasar (efektif) dan inovatif. Berwawasan lingkungan untuk mengupayakan pembangunan pertanian tidak bersifat eksploitatif dan merusak kelestarian manusia, hewan, tanaman, serta lingkungan. Pembangunan pertanian berkelanjutan dimaksudkan untuk pembangunan pertanian yang tidak berhenti pada suatu waktu generasi, tetapi harus terus meningkatkan keunggulannya dengan memperhatikan; kelestarian ekosistem dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, pembangunan yang berkeadilan antar kelompok masyarakat, waktu, dan wilayah (wilayah kota dan desa), pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat miskin dan tertinggal, dan pemberdayaan lembaga masyarakat.
Misi Dinas pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi yaitu; 1) mewujudkan sistem pelayanan publik yang profesional dan akuntabel, 2) meningkatkan kualitas petani dan kuantitas serta kualitas hasil pertanian, dan 3) mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dengan konservasi dan penghijauan wilayah terbuka.
Penjelasan misi
1. Mewujudkan sistem pelayanan publik yang profesional dan akuntabel maksudnya untuk mewujudkan visi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan perlu didukung dengan sistem pelayanan publik yang profesional serta administrasi dan pelaporan yang akuntabel (dapat
dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sesuai hukum yang berlaku).
2. Meningkatkan kualitas petani dan kuantitas serta kualitas hasil pertanian dimaksudkan untuk mewujudkan usahatani produktif yang berdaya saing memerlukan petani yang berkualitas, oleh sebab itu, pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani serta aparat atau petugas pertanian perlu ditingkatkan secara terus-menerus sesuai kebutuhan atau perkembangan teknologi yang terjadi.
3. Mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dengan konservasi dan penghijauan wilayah terbuka. Mewujudkan usahatani yang berkelanjutan maka kelestarian lingkungan atau ekosistem perlu dijaga.
Program PHT di Kabupaten Bekasi
Di Kabupaten Bekasi, program pemasyarakatan PHT melalui SLPHT dilaksanakan setiap tahunnya. Program SLPHT di Kabupaten Bekasi didanai dari dana APBN Pangan. Petani Kabupaten Bekasi yang telah mengikuti SLPHT berjumlah 4 550 petani. Tahun 2007 program pemasyarakatan PHT dilakukan di 9 kecamatan yang diikuti oleh 9 kelompok tani dengan jumlah 225 petani (Tabel 4), tahun 2008 program pemasyarakatan PHT hanya diikuti oleh kecamatan Tambelang, Tambun Utara, dan Suka tani, dengan jumlah 75 petani. Tahun 2009 program pemasyarakatan PHT diikuti kecamatan Babelan dan Tambelang dengan jumlah 50 petani, sedangkan pada tahun 2010 program pemasyarakatan PHT hanya diikuti oleh kecamatan Sukawangi dengan jumlah peserta 25 petani. Berdasarkan data yang di dapat terlihat penurunan jumlah anggota keikutsertaan petani dalam program pemasyarakatan PHT dari tahun ke tahun.
Tabel 4 Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2007a
Kecamatan Desa Kelompok tani Peserta (orang) Sumber anggaran
Sukatani Banjarsari Indahsari 25 APBN pangan
Sukakarya Sukakarya Srimurni 25 APBN pangan
Babelan Buih bakti Tambun tani I 25 APBN pangan
Krng Bahagia Krng rahayu Mekar rahayu 25 APBN pangan Cikarang Utara Krg raharja Setia jaya 25 APBN pangan Cikarang Utara Waluya jaya Mekkar sari 25 APBN pangan Cikarang Timur Karang sari Layun sari 25 APBN pangan
Tambun utara Srimukti Gabus tengah 25 APBN pangan
Tambun Sumber jaya Tanggul jaya 25 APBN pangan
Jumlah 225
a Sumber: Instalasi POPT Subang wilayah Purwakarta 2007-2010.
Berdasarkan data yang didapat dari Laporan Tahunan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi, terdapat anggaran belanja langsung untuk Departemen Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan sebesar 12 062 606 100 rupiah (Tabel 5) yang terdiri dari 55 kegiatan. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bekasi yang mempunyai kewenangan di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Dinas tahun 2010-2012 yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, indikator kinerja, dan strategi yang berupa kebijakan.
Isi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bekasi, yaitu : 1) Memberikan kesempatan bagi masyarakat pertanian untuk meningkatkan (perilaku, sikap, dan keterampilan), 2) Memberikan fasilitas penerapan teknologi, peningkatan produksi pertanian dan perkebunan, dan 3) Memberikan fasilitas bagi konservasi lahan secara terpadu. Data laporan tahunan Kabupaten Bekasi melaporkan berbagai serangan OPT di Kabupaten Bekasi tahun 2010 dengan pengendalian paling banyak dilakukan menggunakan pestisida sintetik. Hal tersebut tidak sesuai dengan program PHT, penerapan teknologi yang sudah diajarkan pada saat sekolah lapang, dan dana anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk pestisida dan musuh alami yang tidak digunakan secara maksimal.
Program Dinas Pertanian Bekasi diantaranya adalah program peningkatan kesejahteraan petani dan program peningkatan produksi pertanian. Untuk menunjang program PHT, Kabupaten Bekasi memberikan dana 50 juta rupiah bantuan makanan dan minuman dalam kegiatan sekolah lapang, 25 juta rupiah dana peningkatan sistem penyuluhan, 149 juta rupiah untuk dana penerapan teknologi pestisida nabati dan musuh alami, 50 juta rupiah dana pupuk bersubsidi, dan 292 juta rupiah dana pengadaan sarana produksi dalam pengembangan PHT (Tabel 5).
Tabel 5 Program dan kegiatan Departemen Pertanian Kabupaten Bekasi 2010a Pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2010
Program Input (rupiah) Realisasi (rupiah) Sumber dana Pengembangan agribisnis 85 000 000 85 000 000 APBN Peningkatan ketahanan
pangan 169 875 000 169 875 000 APBN
Peningkatan ketahanan
pangan 570 000 000 570 000 000 APBN
Peningkatan kesejahteraan
petani 22 500 000 22 500 000 APBN
Peningkatan sarana dan
prasarana aparatur 104 854 000 98 440 000 APBN
Peningkatan penerapan teknologi
pertanian/perkebunan 149 124 600 148 884 600 APBN
Penyediaan sarana dan prasarana pertanian,
antisipasi serangan OPT 315 000 000 307 860 000 APBN Pengadaan alat mesin
pertanian 160 000 000 157 273 900 APBN
Bantuan makanan dan minuman kegiatan SLPTT
tanaman pangan 50 000 000 0 APBD Provinsi
Jumlah 1 626 353 600 1 559 833 500
a Sumber: Laporan Tahunan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi.
Pencapaian penerapan teknologi pertanian di Kabupaten Bekasi berdasarkan data tahun 2010 terlihat perkembangan dari pemakaian pupuk organik yang tinggi.
Tahun 2009 penerapan pupuk organik hanya digunakan 75% sedangkan pada tahun 2010 penerapan pupuk organik mencapai 78% (Tabel 6). Penerapan teknologi untuk pengendalian OPT pada padi sawah hanya bertambah 1.05% (Tabel 6).
Tabel 6 Pencapaian penerapan teknologi budidaya padi sawah tahun 2010a
No Unsur Teknologi % Penerapan Teknologi
% Pertumbuhan
2009 2010
1 Pengolahan tanah 95.80 96.00 0.21
2 Populasi tanaman 77.76 81.50 4.81
3 Kualitas benih 77.00 78.50 1.95
4 Pergiliran varietas 65.00 70.80 8.92
5 Pengairan/tata guna air 92.00 80.00 -13.04
6 Pemupukan berimbang 36.00 40.00 11.11
a. Penggunaan KCL 2.00 2.00 00.00
b. Penggunaan SP 36 50.00 54.60 9.20
c. Penggunaan Urea 77.00 78.00 1.30
d. Penggunaan ZA 4.00 0.00
e. Penggunaan pupuk
ganda/NPK 75.00 78.50 4.67
f. Penggunaan pupuk
organic 40.70 50.00 22.85
7 Penggunaan PPC 38.00 42.00 10.53
8 Pengendalian OPT 95.00 96.00 1.05
9 Pola pertanaman 84.00 85.00 1.19
10 Pasca panen 88.00 89.50 1.70
Rata-rata 62.33 64.15 2.92
aSumber: BP4K dan KP (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pangan).
Program PHT di Kecamatan Tambun Utara
Program PHT di Kecamatan Tambun Utara masih berjalan sampai dengan tahun 2012. Terdapat 6 desa yang telah melaksanakan program pemasyarakatan SLPHT pada tahun 2011-2012 dengan jumlah 150 petani (Tabel 7). Desa Sriwijaya merupakan Desa yang baru melaksanakan program pemasyarkatan SLPHT dengan waktu pelaksanaan Februari-April 2012. Terdapat 2 kelompok tani yang baru menyelesaikan program pemasyarakatan SLPHT, yaitu kelompok tani cempaka 1 dan kelompok tani cempaka 3. Masing-masing kelompok tani berjumlah 25 petani.
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Pengamatan Hama dan Penyakit (PHP) kelompok tani di Desa Srijaya adalah Bapak Dono yang diutus dari Kantor Kecamatan Tambun Utara.
Tabel 7 Inventarisasi dan validasi data kelompok tani dan alumni SLPHT aktif tahun 2011-2012a
Kecamatan Desa Kelompok tani
Ketua kelompok
Anggota aktif
Tahun berlangsungnya
SLPHT Tambun
Utara Srimukti Gabus
tempah Bosin 25 2011
Srimahi Alas malap Lajo 25 2011
Sriamas Tari Jaya 2 Nasik 25 2011
Srimahi Burpur H. Klasman 25 2011
Srijaya Cempaka Isini 25 2012
Sriamar Sumber
batu 2 Karto 25 2012
Jumlah 150
aSumber: Laporan sementara pembangunan pertanian tahun 2012 Kecamatan Tambun Utara.
Petani padi di Kabupaten Bekasi mendapatkan benih dari pemerintah. Varietas benih yang sering digunakan petani adalah varietas Ciherang, Mikongga, IR 64, dan Inpari 3 (Tabel 8). Varietas benih yang sering digunakan petani merupakan benih yang dianjurkan dari pemerintah untuk digunakan. Pemberian benih secara gratis dapat mengurangi biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh petani padi.
Tabel 8 Penggunaan varietas padi di Kabupaten Bekasi tahun 2010a
No Varietas Realisasi (ha)
2009/2010 2010 Jumlah %
1 IR 64 2 263 1 792 4 055 3.79
2 Ciherang 45 895 43 750 89 645 83.82
3 IR 42 1 249 787 2 036 1.90
4 Gilirang - - - 0.00
5 Cigeulis - 35 35 0.03
6 Way apoboru - - - 0.00
7 Muncul 38 100 138 0.13
8 Hibrida - - - 0.00
9 Situ
Bagendit - - - 0.00
10 Inpari 3 8 3 438 3 466 3.22
11 Mikongga 326 330 656 0.61
12 Lain-lain 3 806 3 132 6 938 6.49
Jumlah 53 585 53 364 106 949 100.00
a Sumber: Laporan Pembangunan Pertanian Tahun 2010 Kabupaten Bekasi.
Potret Aktual Pelaksanaan SLPHT di Lapang
Pelaksanaan SLPHT di Kabupaten Bekasi sudah menyebar ke setiap daerah.
Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Bekasi terdapat 182 kelompok SLPHT dengan masing-masing kelompok berjumlah 25 orang yang berada di Kabupaten Bekasi dan 102 kelompok yang masih aktif hingga tahun 2012. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) ditempatkan pada setiap Kecamatan yang akan diadakan SLPHT, masing-masing tempat terdapat satu PPL dan satu PHP. Peran PPL dan PHP di lapang tidak hanya sebagai narasumber tetapi juga sebagai tempat berbagi pengalaman. Petani yang telah mengikuti SLPHT diharapkan dapat mengelola lahannya dengan baik, dimulai dari persiapan lahan hingga pasca panen. Teknik bercocok tanam juga diajarkan pada saat sekolah lapang.
Karakteristik Petani Petani SLPHT
Semua petani responden yang diwawancara adalah laki-laki. Petani padi yang menjadi responden berumur antara 21-58 tahun. Hasil survei menunjukan bahwa 65%
petani SLPHT berusia 41-50 tahun, 25% petani berusia 21-30 tahun, dan 10% petani berusia lebih dari 50 tahun (Tabel 9). Petani responden memilki sebaran jenjang pendidikan yang cukup beraneka ragam, 35% petani SLPHT adalah petani dengan jenjang pendidikan SD, 30% SMP, 15% SMA, dan 20% tidak bersekolah.
Pengalaman bertani dalam bercocok tanam padi rata-rata lebih dari 20 tahun. Petani SLPHT yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 40 tahun berjumlah 40%. Petani umumnya memulai kegiatan bertani pada usia 10-20 tahun dan mengikuti pekerjaan orang tua mereka. Petani SLPHT menjadikan pekerjaan petani padi sebagai mata pencaharian utama. Salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan bagi usahatani yang dilakukannya adalah kondisi sosial petani tersebut.
Kondisi sosial ekonomi menjadi suatu batasan petani dalam mengikuti informasi teknologi PHT. Kondisi sosial ekonomi yang diantaranya lama pendidikan,
pengalaman bertani, tingkat pendapatan, banyaknya sumber mata pencaharian, dan status pengusahaan pada lahan garapan (Untung 1993).
Tanggungan keluarga petani SLPHT terbanyak adalah 3 sampai 5 orang dengan persentase 60%, tanggungan keluarga kurang atau sama dengan 2 dengan persentase 30%, dan tanggungan keluarga lebih dari 5 dengan jumlah 10%. Banyaknya tanggungan keluarga memengaruhi petani dalam mencari pekerjaan sampingan.
Petani nonSLPHT
Petani nonSLPHT pada umumnya berumur antara 41 sampai 50 tahun. Petani nonSLPHT dengan umur 41 sampai 50 tahun berjumlah 55% (Tabel 9). Jumlah persentase umur petani nonSLPHT terendah terdapat pada kisaran umur 21 sampai 30 tahun, dengan jumlah persentase 5%. Jenjang pendidikan tertinggi petani nonSLPHT hanya berada sampai tingkat SMP dengan persentase 20%. Rendahnya tingkat pendidikan petani dapat memengaruhi daya tangkap petani terhadap pemahaman komponen PHT dan memakan waktu yang cukup lama dalam meningkatkan pengetahuan petani tentang hama dan penyakit (Mardai 1996).
Petani nonSLPHT memiliki tanggungan keluarga terbanyak berjumlah antara 6 sampai 8 dengan persentase 10%. Jumlah persentase tanggungan keluarga petani nonSLPHT sebesar 50% terdapat pada jumlah tanggungan keluarga antara 3 sampai 5 orang. Pengalaman bertani petani nonSLPHT terbanyak terdapat antara 31 sampai 40 tahun dengan jumlah persentase 40%. Pengalaman bertani petani nonSLPHT lebih dari 50 tahun berjumlah 35% sedangkan petani SLPHT hanya 10%, hal ini terlihat petani nonSLPHT memiliki pengalaman bertani lebih lama dibanding petani SLPHT.
Pekerjaan utama petani nonSLPHT adalah bertani, tetapi banyak petani nonSLPHT yang memiliki pekerjaan sampingan. Terdapat 75% petani nonSLPHT yang memiliki pekerjaan sampingan, 40% buruh, 30% beternak, dan 5% pedagang.
Tabel 9 Karakteristik petani responden
Karakteristik Petani responden (%)
SLPHT NonSLPHT
Kisaran umur (tahun)
≤ 20 0 0
21 sampai 30 25 5
41 sampai 50 65 55
> 50 10 40
Tingkat pendidikan
Tidak sekolah 20 40
SD 35 40
SMP 30 20
SMA 15 0
Perguruan tinggi 0 0
Tanggungan keluarga (orang)
≤ 2 30 40
3 sampai 5 60 50
6 sampai 8 10 10
> 8 0 0
Pengalaman bertani (tahun)
1 sampai 10 5 0
11 sampai 20 5 5
21 sampai 30 20 0
31 sampai 40 20 40
41 sampai 50 40 20
> 50 10 35
Pekerjaan utama
Petani 100 100
Pekerjaan sampingan
Pedagang - 5
Beternak 20 30
Buruh 20 40
Keadaan Umum Usahatani Varietas yang Digunakan
Varietas yang digunakan oleh petani padi SLPHT maupun petani nonSLPHT adalah varietas Mikongga dan varietas Ciherang. Benih atau bibit padi yang digunakan adalah pemberian dari pemerintah setempat. Menurut petani responden, benih padi yang mereka tanam merupakan varietas yang menghasilkan produksi tinggi dan hasil produksi (beras) yang disenangi konsumen. Sebanyak 80% petani
nonSLPHT yang menggunakan varietas Mikongga dan hanya 20% petani nonSLPHT yang menggunkan varietas Ciherang. Varietas yang digunakan petani SLPHT terbanyak adalah varietas Mikongga dengan presentase 75% dan varietas Ciherang hanya digunakan oleh 25% petani SLPHT (Tabel 10).
Tabel 10 Varietas padi yang digunakan petani
Varietas padi Petani responden (%)
SLPHT nonSLPHT
Mikongga 75% 80%
Ciherang 25% 20%
Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian
Status kepemilikan lahan petani padi terbagi menjadi petani pemilik penggarap, petani penyewa penggarap, dan petani penggarap. Dari keseluruhan petani responden, diperoleh hasil bahwa 70% petani SLPHT dan 70% petani nonSLPHT bekerja sebagai petani penyewa-penggarap (Tabel 11). Petani yang bekerja sebagai penyewa penggarap akan membayar lahan sewaannya setiap waktu panen. Petani responden berstatus pemilik penggarap dapat mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi usaha tani. Saat proses pengolahan dan penggarapan lahan, petani juga kerap berdiskusi dengan petani lainnya terkait dengan proses pembudidayaan tanaman mereka. Petani penggarap mengambil sistem bagi hasil untuk pembayaran kepada pemilik lahan. Petani padi nonSLPHT memiliki luas lahan terbesar 2.5ha dengan peresentase 5%. Hasil produksi yang dihasilkan oleh petani padi nonSLPHT dengan luas lahan 2.5 ha sebesar 4000 kg/ha (Lampiran 5). Luas lahan terbesar yang dimiliki petani SLPHT adalah 2 ha dengan hasil produksi rata-rata berjumlah 5200 kg/ha.
Terdapat perbedaan hasil produksi antara petani SLPHT dengan luas lahan 2 ha dan petani nonSLPHT dengan luas lahan 2.5 ha.
Tabel 11 Pemilikan dan pengusahaan lahan
Lahan SLPHT (%) nonSLPHT (%)
Status pemilikian
Pemilik-penggarap 5 0
Penyewa-penggarap 70 70
Penggarap 25 30
Luas yang diusahakan
≤ 0.1 0 0
> 0.1 s/d ≤ 0.5 10 25
> 0.5 s/d ≤ 1.0 30 50
> 1.0 s/d ≤ 2.0 60 20
> 2.0 s/d ≤ 3.0 0 5
> 3.0 0 0
Hasil Panen dan Sistem Penjualan
Hasil panen padi rata-rata petani SLPHT adalah 5.765 ton per musim tanam (Lampiran 4), sedangkan hasil panen padi rata-rata petani nonSLPHT adalah 5.525 ton per musim tanam (Lampiran 5). Petani SLPHT dan petani nonSLPHT di Desa Srijaya menjual hasil panen mereka kepada tengkulak. Hasil panen padi mereka dalam musim tanam tahun 2011/2012 di hargai 3600 rupiah per kg.
Proporsi Biaya Input Usahatani
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap petani sangat beragam.
Beragamnya produksi yang dikeluarkan tergantung luas lahan dan ketersediaan dana.
Biaya produksi paling besar terdapat pada input usahatani tenaga kerja. Petani SLPHT menegeluarkan biaya produksi tenaga kerja sebesar 54.27%, sedangkan petani nonSLPHT mengerluarkan biaya produksi tenaga kerja sebesar 53.46%. Biaya tenaga kerja berasal dari biaya pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, dan biaya pemanenan. Biaya yang diberikan untuk tenaga kerja biasanya 5% dari hasil produksi yang didapat oleh petani. Petani SLPHT mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82 % sedangkan petani nonSLPHT 5.93 % (Tabel 12). Persentase Biaya yang dikeluarkan petani nonSLPHT cenderung lebih besar. Petani padi di Desa Srijaya tidak mengeluarkan biaya untuk benih padi. Desa Srijaya mendapatkan benih atau bibit padi dari pemerintah setempat. Petani padi nonSLPHT mengeluarkan biaya produksi pupuk
padat lebih sedikit dibandingkan dengan petani SLPHT. Petani nonSLPHT hanya mengeluarkan 37.75% pupuk padat sedangkan petani SLPHT 40.44%. Biaya produksi pestisida lebih banyak dikeluarkan oleh petani nonSLPHT dengan persentase 5.93% sedangkan petani SLPHT hanya mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82%.
Tabel 12 Proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per hektar per musim tanam
Input usahatani Biaya yang dikeluarkan petani (%)
SLPHT NonSLPHT
Bibit / benih 0 0
Pupuk padat 40.44 37.75
Pupuk cair 2.46 2.54
Pestisida 2.82 5.93
Tenaga kerja 54.27 53.46
Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Semua petani responden baik petani SLPHT maupun petani nonSLPHT melakukan pengamatan OPT di lahan sawahnya. Pengamatan OPT dilakukan untuk mengambil keputusan dalam pengendalian OPT. Petani SLPHT dan nonSLPHT rutin dalam melakukan pengamatan OPT. Umumnya petani responden melakukan pengamatan setiap petani datang ke sawah. Petani SLPHT hampir setiap hari datang ke lahan sawah dan hampir setiap hari petani SLPHT melakukan pengamatan OPT.
Pengamatan OPT dilakukan untuk pengambilan keputusan dalam pengendalian OPT.
Dekatnya jarak antara lahan sawah dengan tempat tinggal petani yang menjadi salah satu alasan petani dapat rutin melakukan pengamatan OPT. Pengamatan OPT dilakukan dengan cara melihat ada atau tidaknya populasi hama dan berapa jumlah hama yang berada di lahan sawah.
Pengamatan Hama dan Penyakit
Permasalahan hama dan penyakit yang dihadapi oleh petani padi dalam musim tanam tahun 2011/2012 antara lain hama walang sangit, keong mas, tikus, dan penyakit hawar daun bakteri (Tabel 13). Sebanyak 80% petani SLPHT dan 75%
petani nonSLPHT mengatakan walang sangit merupakan hama yang paling banyak ditemukan petani responden di lahan pertanaman. Salah satu pengendalian yang digunakan oleh seluruh petani responden yaitu dengan cara penanaman serentak.
Sebanyak 70% petani SLPHT dan 70% petani nonSLPHT mengatakan keong mas merupakan hama yang banyak ditemukan setelah walang sangit. Petani responden mengendalikan hama keong mas dengan cara mekanis yaitu dengan mengambil dan mengumpulkan hama keong mas tersebut. Sebanyak 40% petani SLPHT dan 35%
petani nonSLPHT mengatakan tikus merupakan salah satu hama penting yang sering ditemukan di lahan sawah petani responden. Tikus merupakan salah satu hama yang dapat merusak pertanaman padi, petani responden mengendalikan hama tikus dengan cara melakukan gropyokan. Lingkungan yang bersih merupakan syarat utama dalam manajemen pengendalian hama tikus agar perkembangbiakannya dapat ditekan (Thamrin et al. 2001). Selain hama terdapat penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi responden. Penyakit hawar daun bakteri sering disebut petani sebagai penyakit “kresek”. Pengendalian yang dilakukan oleh petani SLPHT dengan menggunakan pupuk lengkap sebagai salah satu cara pencegahan penyakit hawar, sedangkan petani nonSLPHT menggunakan pestisida untuk pengendaliannya.
Tabel 13 Hama / penyakit penting pada pertanaman padi petani responden
Jenis hama / penyakit Petani responden (%)
SLPHT NonSLPHT
Walang sangit 80 75
Keong mas 70 70
Tikus 40 35
Hawar daun bakteri 55 45
Pengendalian Gulma
Gulma menjadi salah satu tumbuhan pengganggu di lahan petani, keberadaan gulma di lahan dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, dan cahaya serta sebagai sumber penyakit bagi tanaman padi. Gulma yang sering dijumpai oleh petani responden adalah gulma padi-padian (Ecinochloa colonum) dan bayam-bayaman (Amaranthus spinosus). Pengendalian gulma yang
dilakukan umumnya dengan cara menyiangi gulma, menurut petani SLPHT dan petani nonSLPHT cara seperti ini lebih efektif dan tidak perlu harus mengeluarkan biaya lagi. Semua petani responden menyatakan tidak ada kesulitan ataupun kendala dalam mengendalikan gulma.
Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida sintetik masih digunakan 95% oleh petani SLPHT, namun pengendalian menggunakan pestisida sintetik adalah alternatif terkahir yang digunakan para petani SLPHT apabila jumlah hama di lahan sudah tinggi populasinya. Pestisida digunakan akibat kekhawatiran petani SLPHT terhadap kehilangan hasil panen bila hama dan penyakit yang menyerang sudah sangat luas dan tidak segera dikendalikan. Terdapat 5% petani SLPHT yang sudah tidak menggunakan pestisida sintetik dan lebih memilih pestisida nabati. Manfaat yang didapat dari kegiatan SLPHT sangat dirasakan bagi para petani. Petani yang pada awalnya hanya mengerti mengendalikan hama dan penyakit menggunakan pestisida, semenjak mengikuti kegiatan SLPHT menjadi mengerti mengendalikan dengan cara menggunakan teknik mekanis, musuh alami, maupun dengan menggunakan pestisida nabati. Petani SLPHT mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.82 % sedangkan petani nonSLPHT 5.93 % (Tabel 12). Persentase Biaya yang dikeluarkan petani nonSLPHT cenderung lebih besar, dan jadwal waktu penyemprotan pestisida lebih sering dengan dosis yang tidak sesuai dengan aturan.
Sebanyak 4 merek dagang pestisida yang dipakai oleh petani responden.
Pestisida yang sering digunakan oleh petani responden adalah Decis, Virtako, Plenum, dan Matador (Tabel 14). Matador dan Decis merupakan 2 merek dagang pestisida yang paling banyak digunakan petani responden.
Tabel 14 Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi.
Jenis pestisida Petani responden (%)
SLPHT nonSLPHT
Decis 30 30
Virtako 15 20
Plenum 10 0
Matador 10 0
Decis dan Virtako 0 10
Matador dan Decis 35 40
Kerasionalan Mencampur Pestisida
Pencampuran pestisida menurut petani SLPHT dapat dilakukan, namun tidak semua jenis pestisida dapat dicampurkan. Pencampuran pestisida dapat dilakukan apabila reaksi yang ditimbulkan bersifat sinergistik. Pencampuran pestisida menurut petani nonSLPHT dapat dilakukan. Menurut petani nonSLPHT tidak ada ketentuan atau larangan dalam melakukan pencampuran pestisida. Petani nonSLPHT melakukan pencampuran pestisida karena dengan melakukan pencampuran daya bunuh dari pestisida akan menjadi meningkat dan dapat menghemat waktu penyemprotan.
Tabel 15 Pencampuran pestisida
Pencampuran Petani responden (%)
SLPHT nonSLPHT
Mencampur pestisida
Ya 35 85
Tidak 65 15
Alasan mencampur
Efisiensi 100.00 100.00
Meningkatkan daya
tumbuh 100.00 100.00
Menghemat waktu 100.00 100.00
Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida
Seluruh petani SLPHT mengetahui bahwa penyemprotan pestisida dapat membunuh organisme bukan sasaran. Petani SLPHT mengetahui bahwa dalam melakukan penyemprotan pestisida perlu memakai perlengkapan pelindung saat
bekerja dengan pestisida, namun sebagian petani SLPHT masih melakukan penyemprotan dengan tidak menggunakan perlengkapan pelindung.
Petani SLPHT lebih mengerti dalam menggunakan pestisida dibandingkan dengan petani nonSLPHT. Sebanyak 70% petani SLPHT menggunakan pestisida sesuai dengan dosis anjuran, sedangkan 55% petani nonSLPHT menggunakan pestisida di atas dosis anjuran. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan dosis anjuran dapat mempercepat timbulnya resistensi dan resurjensi hama.
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami
Semua petani SLPHT mengetahui bahwa laba-laba merupakan musuh alami, sedangkan hanya 30% petani nonSLPHT yang mengetahui bahwa laba-laba merupakan musuh alami hama padi. Selain itu sekitar 50% petani nonSLPHT menganggap bahwa kumbang Coccinellidae sebagai hama padi (Tabel 16). Tingkat pengetahuan petani SLPHT tentang musuh alami masih kurang baik. Petani SLPHT yang mengetahui famili Braconidae sebagai musuh alami hanya 30% dan sisanya menganggap sebagai hama atau tidak tahu peranannya.
Tabel 16 Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami pada tanaman padi Pernyataan
SLPHT (%) NonSLPHT (%)
Cocci- nellidae
Parasitoid Laba -laba
Cocci- nellidae
Parasitoid Laba-laba Pernah melihat
di pertanaman 100 100 100 85 80 100
Menganggap
sebagai hama 10 5 0 50 15 20
Mengetahui sebagai musuh alami
90 30 100 15 5 30
Menganggap hanya
bertengger dan tidak tahu peranannya
10 35 0 20 85 40
Budidaya Tanaman Penentuan Waktu Tanam
Petani SLPHT dan nonSLPHT di Desa Srijaya Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi melakukan teknik penanaman serentak sesuai dengan saran PPL.
Penanaman serentak bermanfaat untuk mengurangi berbagai jenis hama dan penyakit. Kabupaten Bekasi terdiri dari dua wilayah pengembangan pertanian, yang pertama adalah di sebelah Utara saluran induk Traum Barat (Kalimalang) merupakan daerah pengembangan padi sawah dan palawija, mendapatkan pengairan dari Proyek Otorita Jatiluhur (POJ). Pengembangan yang kedua adalah wilayah Selatan, yaitu Kecamatan Setu, Serang Baru, dan Cibarusah merupakan daerah pengembangan hortikultura, padi, dan perkebunan yang mendapat pengairan dari sungai Cipamingkis. Kecamatan Tambun Utara termasuk sebelah Utara saluran induk Tarum Barat (Kalimalang). Pengairan sawah petani padi di Desa Srijaya mendapatkan pengaiaran dari proyek otorita Jatiluhur.
Pemupukan
Seluruh petani responden tidak menggunakan pupuk kandang untuk menggemburkan tanah walaupun petani responden mengetahui manfaat dari pupuk kandang tersebut. Sebanyak 85% petani SLPHT dan 13% petani nonSLPHT menggunakan pupuk organik cair dalam budidaya tanaman padi. Petani padi yang menggunakan pupuk organik cair beranggapan dengan memakai pupuk organik cair produksi padi dapat meningkat. Dosis penggunaan pupuk organik cair atau POC menurut anjuran adalah 2 cc/liter air (Sudarmono 1997). Petani SLPHT dan nonSLPHT telah menggunakan POC sesuai dengan anjuran. Jenis POC yang sering digunakan oleh petani adalah Kuda laut dan Bio super.
Sebagian besar petani responden menggunakan pupuk urea dan TSP dengan memberikan pupuk N, P, dan K. Hasil survei menunjukan hanya 20% petani nonLSPHT memberikan pupuk N sesuai dengan anjuran, 25% petani nonSLPHT yang memberikan dosis pupuk P sesuai dengan anjuran, dan tidak ada petani
nonSLPHT yang menggunakan pupuk K karena untuk menekan biaya pengeluaran produksi (Tabel 17).
Tabel 17 Dosis penggunaan pupuk padat
Jenis Dosis pupuk a Petani responden (%)
SLPHT NonSLPHT
N < anjuran 20 50
= anjuran b 65 25
> anjuran 15 25
P < anjuran 25 75
= anjuran c 75 20
> anjuran 10 5
K < anjuran 40 0
= anjuran d 60 0
> anjuran 0 0
a Sumber: Purwono dan Purnamawati (2007)
b Dosis anjuran pupuk N = 200 kg/ha, c P = 75 sampai 100 kg/ha, d K = 75 sampai 100 kg/ha.
Disamping itu terdapat lebih dari 50% petani yang sudah memberikan pupuk NPK sesuai dengan dosis anjuran. Untuk memberikan insentif produksi bagi petani dalam rangka mendukung program intensifikasi usahatani padi, pemerintah memberikan subsidi pupuk dan benih sekitar satu triliun rupiah pada tahun anggaran 2002 (Suryana dan Hermanto 2004). Kecamatan Tambun Utara merupakan kecamatan yang tidak mendapatkan subsidi pupuk, sehingga biaya produksi pupuk menjadi tinggi.
Teknik Bercocok Tanam
Petani responden melakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor.
Menurut petani responden pengolahan lahan dengan traktor lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga. Pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan ntuk menciptakan kondisi fisik, biologi, dan kimiawi tanah menjadi lebih baik sampai kedalaman tertentu sehingga sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan utama dari pengolahan lahan adalah menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Petani SLPHT dan petani nonSLPHT menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm atau 25 cm x 25 cm.
Pemeliharaan dan Pemanenan Tanaman
Penyulaman tanaman dilakukan antara minggu ke 1 sampai 2 minggu setelah tanam (MST). Penyulaman dilakukan apabila bibit padi yang telah ditanam kering, rusak atau mati. Seluruh petani responden menyatakan melakukan metode panen potong bawah. Metode panen potong bawah dipilih petani karena dengan memotong bagian bawah padi seluruh malai akan dapat terbawa dan tidak ada malai yang terbuang atau tertinggal. Sistem panen dilakukan secara bersamaan atau serempak oleh seluruh petani responden. Seluruh petani responden menyatakan tidak melakukan pembakaran pada jerami padi. Petani beranggapan jerami padi mengandung pupuk yang sebelumnya telah diberikan petani pada saat budidaya, oleh sebab itu jerami yang tidak dibakar melainkan dijadikan sebagai pupuk untuk musim penanaman padi selanjutnya.
Tanggapan terhadap PHT Tanggapan Petani terhadap PHT
Seluruh petani SLPHT memperoleh manfaat yang besar dalam mengikuti program PHT. Manfaat yang diperoleh diantaranya dapat menekan atau meminimalkan pengeluaran biaya produksi padi, dapat melakukan pengendalian dengan menggunakan teknik pengendalian secara mekanis terlebih dahulu sebelum menggunakan pestisida yang dapat menambah pengeluaran dalam produksi.
Sebagian besar petani nonSLPHT yang diwawancarai tidak tertarik untuk menerapkan program PHT. Petani nonSLPHT beranggapan bahwa teknik PHT terlalu rumit untuk diterapkan dan cukup menghabiskan waktu. Umumnya petani nonSLPHT tidak mau mengikuti SLPHT dikarenakan jarak rumah petani yang jauh dengan tempat dilaksanakan SLPHT, tidak memiliki cukup waktu untuk mengikuti sekolah lapang karena memiliki pekerjaan sampingan, dan tidak tertarik dengan program SLPHT.
Pengaruh Keberadaan Petani SLPHT terhadap Petani nonSLPHT
Petani SLPHT memiliki peran di lapang bagi petani nonSLPHT, keberadaan petani SLPHT dapat sebagai sarana bertanya untuk petani nonSLPHT dalam masalah pengelolaan lahan sampai dengan masalah pengendalian, namun tidak semua saran yang diberikan oleh petani SLPHT diterapkan di laha oleh petani nonSLPHT.