• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisis Finansial Pemeliharaan Itik

2. Analisis finansial pemeliharaan itik petelur

Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor,

pascaproduksi, meliputi pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dengan demikian agribisnis peternakan merupakan kegiatan usaha yang terkait dengan subsektor peternakan, mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi (budidaya), penanganan pasca panen, pengolahan, sampai pemasaran produk ke pembeli.

Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer

(seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya. (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang dimasa lalu disebut sistem pertanian primer; (3) subsistem agribisnis hilir

(down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil

pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap saji (ready to cook/ready to used) atau siap untuk

dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; (4) subsistem jasa layanan pendukung seperti perkereditan, asuransi, transportasi, pergudangan, penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.

Keempat subsistem tersebut saling terkait dan saling menentukan. Subsistem usahatani memerlukan input dari subsistem agribisnis hulu. Sebaliknya subsistem agribisnis hulu memerlukan subsistem usahatani sebagai pasar produknya. Subsistem agribisnis hilir memerlukan bahan baku untuk diolah dan diperdagangkan dari subsistem usahatani. Ketiga subsistem di atas memerlukan subsistem jasa layanan pendukung untuk memperlancar aktivitasnya.

Subsektor peternakan terdapat subsistem hulu meliputi industri bibit ternak, pakan ternak, obat-obatan dan vaksin ternak, serta alat-alat dan mesin

peternakan Berdasarkan jenis outputnya, subsistem usahatani dapat

digolongkan menjadi usaha ternak perah, usaha ternak potong/pedaging, usaha itik petelur, dan lain-lain. Subsistem agribisnis hilir meliputi usaha

pemotongan hewan, industri susu, industri pengalengan daging, industri telur asin, industri kulit, restoran dan lain sebagainya. Subsistem institusi penunjang meliputi lembaga penelitian pemerintah, penyuluhan, lembaga keuangan, kesehatan hewan dan lain-lain.

Mendirikan suatu usaha peternakan dibutuhkan sejumlah pertimbangan yang salah satunya adalah melakukan analisis keuangan atau analisis finansial. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak itik dalam kaitan kelayakan usaha ternak, untuk mengetahui berapa minimal seorang peternak mengusahakan ternak itiknya dan untuk

menghindarkan keterlanjutan investasi pada usaha yang tidak menguntungkan, sebagai perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan suatu usaha, untuk mengetahui modalnya akan kembali atau tidak dan usaha tersebut akan dapat dikembangkan lebih luas lagi sehingga dianggap matang secara finansial dan dapat berdiri sendiri.

Analisis finansial dapat digunakan sebagai petunjuk di bidang sarana keuangan, yang dilengkapi dengan informasi yang sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak lain, seperti lembaga pemberi dana (perbankan) maupun rekanan usaha dan merupakan Analisis finansial juga mencakup semua beban biaya, baik biaya investasi maupun biaya operasional dan perbandingan dengan perkiraan penerimaan atau manfaat (benefit) yang diperoleh.

Untuk mengetahui kriteria kelayakan secara financial suatu usaha dapat digunakan beberapa dasar penilaian antara lain

1. Net Present Value (NPV)

Untuk menganalisis kelayakan finansial usaha ternak itik memakai konsep Net Present Value, sering diterjemahkan sebagai nilai tunai bersih atau nilai tunai bersih sekarang. NPV merupakan kombinasi pengertian Present value penerimaan dan Present Value pengeluaran kas dalam perhitungan memakai NPV sebab rupiah saat ini adalah lebih berharga daripada rupiah nanti karena rupiah saat ini bisa diinvestasikan

untuk menghasilkan keuntungan dengan segera. Untuk menghitung PV yaitu mendiskonkan penerimaan kita di masa yang akan datang dengan tingkat keuntungan yang ditawarkan dengan alternatife yang sebanding. Tingkat keuntungan ini sering disebut discount rate atau opportunity cost of capital atau tingkat keuntungan yang disyaratkan. Disebut opportunity cost karena merupakan tingkat keuntungan yang hilang karena kita memilih investasi tersebut dan bukannya investasi lain.

Apabila jumlah nilai arus tunai sekarang sama dengan ongkos investasi atau lebih besar dari ongkos (dalam hal ini adalah modal investasi semula, maka nilai bersih sekarang sama dengan atau lebih besar (NPV ≥ 0). Jika demikian, maka penanaman modal boleh dilaksanakan karena hasil yang sama atau lebih besar dari ongkos tersebut.

Perhitungan ini diukur dengan nilai uang yang sekarang dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a) bila NPV > 0, maka usaha dinyatakan layak (feasible)

b) bila NPV < 0, maka usaha dinyatakan tidak layak (no feasible)

c) bila NPV = 0, maka usaha dinyatakan dalam posisi Break Event Point

(BEP)

Secara sederhana, rumusnya adalah sebagai berikut : NPV = PV Benefit – PV Costs

= B - C dengan :

B = benefit yang telah didiscount

C = costs yang telah didiscount

2. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Kadariah, Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek. Dengan kata lain dapat juga disebut sebagai suatu tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0.

Tingkat pengembalian Internal Rate of Return (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk menilai, apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria penilaian adalah sebagai berikut :

1) bila IRR > 1, maka usaha dinyatakan layak (feasible)

2) bila IRR < 1, maka usaha dinyatakan tidak layak (no feasible)

3) bila IRR = 0, maka usaha tersebut berada dalam keadaan Break Event

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut : NPV1

IRR = i + (i1– i2)

NPV1 – NPV2

dengan :

i = discount rate pada saat ini

i2 = discount rate terendah yang membuat NPV negatif

i1 = discount rate yang tinggi yang memberi NPV

positif

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negative

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah nilai perbandingan antara

jumlah pendapatan bersih dengan jumlah biaya bersih yang

diperhitungkan nilainya pada saat ini (present value). Nilai perbandingan antara penerimaan bersih dengan biaya bersih (Net Benefit Cost Ratio) merupakan parameter yang dipakai untuk menilai apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak.

Kriteria pengukuran dalam analisis ini adalah :

1) jika Net B/C > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan 2) jika Net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk

diusahakan

3) jika Net B/C = 1, maka usaha tersebut berada pada posisi Break

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut :

∑ PV net B yang positif

Net B/C Ratio =

∑ PV net B yang negatif

Net B =

Net C

4. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah perhitungan yang

menunjukkan tingkat perbandingan antara jumlah penerimaan kotor dengan jumlah biaya kotor yang diperhitungkan nilainya saat ini.

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut : PV dari gross benefits

Gross B/C Ratio =

PV dari gross costs

Yang dihitung sebagai gross cost adalah biaya modal atau biaya investasi permulaan dan biaya operasi dan pemeliharaan, sedangkan yang dihitung sebagai gross benefits adalah nilai total produksi dan nilai sisa (salvage value) dari investasi pada akhir umur ekonomis usaha.

5. Payback Period (Pp)

Metode Payback Period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek (usaha). Untuk menilai apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan / dikembangkan adalah :

a. Payback Period sekarang harus lebih kecil dari umur investasi

b. Bandingkan dengan rata-rata Payback Period industri unit usaha yang sejenis.

c. Payback Period harus sesuai dengan target perusahaan

Rumusnya adalah Pp = I o Ab Keterangan : Pp = Payback Periode

Io = Investasi awal tahun ke 0 Ab = Manfaat bersih yang diperoleh Kelemahan metode ini adalah sebagai berikut : a. Mengabaikan time value of money

b. Tidak mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah masa pengembalian

Kriteria penilaian dengan metode Payback Period adalah :

a. bila masa pengembalian (Pp) lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan

b. bila masa pengembalian (Pp) lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan.

3. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana

proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas.

Menurut Gittinger (1993), dalam bidang pertanian, proyek-proyek sensitif untuk berubah yang diakibatkan oleh empat masalah utama yaitu :

1 Harga, terutama perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan oleh turunnya harga dipasaran.

2 Keterlambatan pelaksanaan proyek, dalam proyek-proyek pertanian dapat terjadi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan teknis atau inovasi baru yang diterapkan atau karena keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan.

3 Kenaikan biaya, baik dalam biaya konstruksi maupun operasional yang diakibatkan oleh perhitungan-perhitungan yang terlalu rendah.

4 Kenaikan hasil, dalam hal ini kesalahan perhitungan hasil.

Dengan adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut, berarti harus diadakan analisa kembali untuk mengetahui sejauh mana dapat diadakan penyesuaian- penyesuaian sehubungan dengan adanya perubahan harga tersebut. Tindakan menganalisa kembali ini dinamakan Sensitivity Analysis.

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apakah yang akan terjadi pada analisis usaha jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya maupun manfaat atau penerimaan. Analisis kepekaan ini dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan usaha, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat adanya keadaan yang berubah-ubah

atau jika ada kesalahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Hal ini dikarenakan dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan

perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Variabel harga jual dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap, walaupun dalam keadaan nyata kedua variabel tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Dengan demikian analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. (Kasmir, 2003).

Kriteria :

1. Jika laju kepekaan > 1, maka hasil usaha atau proyek peka atau sensitif terhadap perubahan

2. Jika laju kepekaan < 1, maka hasil usaha atau proyek tidak peka atau sensitif terhadap perubahan

4. Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Break event point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama

dengan total cost, dengan kata lain disebut dengan keadaan suatu perusahaan yang rugi labanya sebesar nol, perusahaan tidak mempunyai laba tetapi juga tidak menerima rugi. (Mulyadi, 1990).

Menurut Kasmir (2003), analisis titik impas atau Break Event Point (BEP) adalah suatu titik kembali modal dimana pengurangan penerimaan total dengan biaya total sama dengan nol (0). Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan impas (break-even) yaitu apabila setelah disusun laporan perhitungan laba rugi untuk suatu periode tertentu perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian, dengan perkataan lain labanya sama dengan nol atau ruginya sama dengan nol. Hasil penjualan

(sales revenue) yang diperoleh untuk periode tertentu sama besarnya dengan

keseluruhan biaya (total cost), yang telah dikorbankan sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau menderita kerugian.

Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi. Data yang diperlukan dalam menghitung titik impas adalah:

a. Hasil keseluruhan penjualan atau harga jual per unit. b. Biaya variabel keseluruhan atau biaya variabel per unit. c. Jumlah biaya tetap keseluruhan.

MC AC

AVC P

Q Break Event Point (BEP)

Gambar 4. Break Event Point (Analisis Titik Impas) Keterangan :

1. Pada saat MC = AC = P (Break Event Point), usaha yang dikembangkan tidak mengalami kerugian dan keuntungan.

2. Pada saat P > AC, usaha yang dikembangkan mengalami keuntungan. 3. Pada saat P diantara AC dan AVC, usaha yang dikembangkan mengalami

kerugian, tetapi masih dapat beroperasi.

4. Pada saat P ≤ AVC, usaha yang dikembangkan mengalami kerugian

(bangkrut).

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Mega Puspasari (2004) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Ternak Itik Petelur dan Pengembangan

Produksi Telur pada MS Corporation Bandar Lampung, hasil penelitian

menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial usaha ternak itik tersebut prospektif untuk dikembangkan dan menguntungkan pada tingkat suku bunga

yang berlaku, yaitu 12%, didapat NVP Rp 435.672,71 , Net B/C 4,253, IRR 61,07%, payback period 4 tahun yang berarti prospektif untuk dikembangkan secara finansial, karena nilai NVP > 0, Gross B/C > 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, dan pengembalian modal dengan batas waktu kurang dari 10 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, sensitif atau kepekaan terjadi pada perubahan kenaikan harga konsentrat sebesar 41,65% dan penurunan harga jual sebesar 7,69%.

Berdasarkan hasil penelitian Zuraida (2004) dalam skripsinya yang berjudul

Peluang Dan Potensi Usaha Ternak Itik Di Lahan Lebak di Kalimantan

Selatan, bahwa usaha ternak itik yang dilakukan di lahan rawa lebak di

Kabupaten HST dengan skala 100 ekor dalam 6 bulan menghasilkan

pendapatan sebesar Rp 4.914.000 dengan nilai R/C 2,56 dan kontribusi 58%.

C. Kerangka Pemikiran

Peternakan itik tidak terlepas dari sistem pengolahan dan pemberian pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena lebih dari 60-70% biaya produksi ternak itik baik petelur maupun pedaging berasal dari pakan. Walaupun demikian informasi kebutuhan gizi untuk itik petelur dan pedaging masih sangat terbatas. (Rochjat, 2000)

Pakan yang tidak memadai baik jumlah dan mutunya, mengakibatkan

produktivitas telur rendah (maksimal 40%) dan bobot telur yang juga rendah (maksimal 65 gram per butir) (Rochjat, 2000). Jika pemeliharaan dengan digembalakan, maka tidak ada jaminan kebutuhan pakan harian itik bisa

tercukupi. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan pakan di setiap lokasi pengembalaan yang belum tentu memenuhi dari sisi jumlah dan komposisi gizi seimbang yang diperlukan itik. Air juga merupakan kebutuhan gizi yang sangat penting bagi unggas terutama untuk itik, sehingga jumlah dan mutu air yang disediakan sangat perlu diperhatikan.

Selain itu perhatian terhadap masalah kesehatan itik dan penerapan

teknologi tepat guna manajemen pemeliharaan menjadi kebutuhan penting bagi pengelolaan usaha peternakan itik. Untuk bisa meningkatkan produksi telur dan pedaging maka pemeliharaan itik harus ditangani secara modern. Modern dalam artian bahwa pengelolaannya tidak bisa dilakukan hanya sekedar usaha sambilan dengan pengelolaan yang tradisonal. Pada akhirnya usaha peternakan harus mampu bergerak dalam industri peternakan.

Itik identik dengan usaha sambilan masyarakat desa dan dipelihara dengan pola tradisional. Peternakan itik dicapai jika manajemen pengelolaan dilakukan secara terpadu dan intensif dengan mengedepankan kualitas produknya, artinya masyarakat peternak sudah harus bergerak di usaha peternakannya dengan menguasai permasalahan bibit dan pembibitan, sistem pemeliharaan itik yang meliputi bahan dan bentuk kandang serta peralatannya dan tatalaksana pemeliharaan, jenis dan bahan pakan serta cara

pemeliharaannya. Pemeliharaan kesehatan dan penanganan penyakit itik juga perlu dikuasai oleh peternak, dan yang tidak kalah penting adalah manajemen pasca panen dan manajemen pemasaran produknya. Pada akhirnya tuntutan

kualitas akan menjadikan sektor hulu-hilir peternakan itik dilakukan oleh peternak itik.

Usaha peternakan itik yang dikembangkan oleh peternak dalam

pengelolaannya diperlukan faktor-faktor produksi (input) untuk menghasilkan produk (output). Usaha peternakan itik yang terdapat di Kecamatan

Gadingrejo merupakan salah satu usaha pembudidayaan itik dengan cara intensif dan tradisional, maka hasil yang didapatkan yaitu berupa daging dan telur itik. Hasil panen yang utama usaha ternak itik petelur adalah telur itik dan hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanaman yang berharga, maka biaya produksi berupa biaya pembelian bibit itik, biaya pakan, obat-obatan vaksin serta biaya lainnya.

Kelayakan finansial ternak itik dapat diketahui dengan menggunakan

beberapa analisis yaitu : Analisis finansial, meliputi Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Gross

Benefit-Cost Ratio (Gross B/C Ratio), dan Payback Perio ; Analisis titik

impas (Break Event Point) ; Analisis Sensitivitas (Sensitivity Analysis) Untuk memperjelas kerangka pemikiran ini, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial ternak itik dengan sistem intensif dan tradisional di Kabupaten Pringsewu

Input

Usaha Ternak Itik

Output

- bibit ternak itik - pakan ternak itik - Obat-obatan - T. Kerja - Alat –alat peternakan Biaya produksi Penerimaan Pendapatan usaha peternakan itik 1. Analisis Finansial - IRR - NPV - Net B/C - Gross B/C - Payback Period 2. Analisis Titik Impas 3. Analisis Sensitivitas

Layak Tidak Layak

Sistem Intensif

Input Output

- bibit ternak itik - Obat-obatan - T. Kerja - Alat –alat peternakan – Telur itik Itik afkir Kotoran itik Telur itik Itik Afkir Sistem Tradisional

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian dan yang mencakup analisis kelayakan itik petelur yaitu mulai dari awal memproduksi telur sampai ke pemasaran telur.

Analisis finansial adalah suatu perhitungan yang didasarkan pada

perbandingan manfaat (benefit) yang akan diterima dengan biaya (cost) yang akan dikeluarkan selama suatu usaha dijalankan.

Pemeliharaan itik secara tradisional adalah sistem pemeliharaan dimana ternak itik dilepas atau digembalakan di sawah setelah musim panen untuk mencari makanan sendiri.

Pemeliharaan itik secara Intensif adalah pemeliharaan itik dengan cara dikandangkan, dimulai dari makan, minum dan bertelur.

Jumlah populasi itik yang dibudidayakan adalah banyaknya populasi itik yang dipelihara oleh peternak dalam satu periode produksi (diukur dalam satuan ekor).

Pakan (feed) adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

Jumlah Pakan adalah banyaknya pakan yang dikeluarkan oleh peternak atau yang dikonsumsi itik selama satu periode produksi (diukur dalam satuan gram/ hari/ ekor)

Jumlah Obat-obatan adalah Jumlah obat-obatan yang diberikan dalam satu periode produksi (diukur dalam satuan milliliter).

Tenaga Kerja adalah jumlah hari kerja yang digunakan dalam proses produksi selama satu periode pemeliharaan itik yang diukur selama satu periode

pemeliharaan itik (diukur dalam Hari Orang Kerja)

Harga sarana produksi adalah semua input yang dibutuhkan untuk melakukan proses produksi dengan tujuan menghasilkan output.

Jumlah produksi kotoran itik adalah jumlah kotoran itik yang dapat dijual dan dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (diukur dalam satuan karung).

Tingkat suku bunga adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai uang di masa lalu agar didapatkan nilainya pada saat ini

Harga telur itik adalah harga telur yang diterima peternak pada saat terjadi transaksi jual beli dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga jual kotoran itik adalah harga yang diterima peternak pada saat terjadi transaksi jual beli dan diukur dalam satuan karung.

Biaya adalah jumlah seluruh nilai korbanan yang dikeluarkan untuk usaha peternakan itik selama satu periode, diukur dalam satuan rupiah (Rp)

Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi itik sebelum itik menghasilkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Tetap adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usaha ternak yang jumlahnya tetap, tidak berubah dalam rangeoutput tertentu dan tidak

bergantung pada skala produksi, seperti sewa tanah, biaya gaji, kandang, peralatan dan lainnya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Variabel adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usaha ternak yang jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan volume kegiatan produksi, tetapi untuk setiap satu satuan produksi tetap, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Total adalah seluruh biaya yang telah dikeluarkan peternak dalam proses produksi yang terdiri biaya tetap dan biaya variabel karena dipakainya faktor-faktor produksi dalam proses produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp)

Biaya Tunai adalah biaya yang digunakan untuk pembelian barang dan jasa dalam usaha peternakan, diukur dalam satuan rupuah (Rp).

Biaya Total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha termauk biya tunai dan biaya yang diperhitungkan, diukur dalam satuan rupuah (Rp).

Pendapatan adalah balas jasa yang diterima pengusaha ternak itik dari pekerjaan dan pengelolaan usaha ternak itik. Besarnya pendapatan dihitung dengan mengurangi penerimaan usaha ternak itik dengan biaya– biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp) per tahun.

Penerimaan adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan daging dan telur itik. Penerimaan total diperoleh dengan mengalikan jumlah produksi daging atau telur itik dengan harga jual per kilogram.

Harga pasar (finansial) adalah tingkat harga yang diterima peternak itik dalam menjual hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor-faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp).

Harga sarana produksi adalah harga semua input yang dibutuhkan untuk melakukan proses usaha ternak itik dengan tujuan menghasilkan output berupa daging dan telur itik. Sarana produksi yang digunakan meliputi bahan baku berupa pakan, bibit, kandang, obat-obatan dan tenaga kerja.

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

Umur ekonomis bangunan adalah jumlah tahun bangunan selama digunakan,

Dokumen terkait