• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KABUPATEN PRINGSEWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KABUPATEN PRINGSEWU"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL

DI KABUPATEN PRINGSEWU

(Skripsi)

Oleh :

ELVITA FENIARTI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL

DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Elvita Feniarti1, Hanung Ismono2, dan Achdiansyah Soelaiman2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui kelayakan finansial usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, (2) Mengetahui pengaruh adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial usaha peternakan itik secaran intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Pemilihan lokasi menggunakan metode Sampling Purposive. Data Primer yang digunakan diperoleh dari kuisioner dan wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, media cetak dan beberapa instansi seperti Badan Pusat Statistika dan Dinas Peternakan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010. Analisis yang dilakukan meliputi kelayakan usaha dari perhitungan NPV,

IRR, Gross B/C, Net B/C, Payback Period, dan Sensitivitas saat terjadinya

kenaikan harga pakan, penurunan harga telur dan penurunan produksi telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Usaha ternak itik petelur di Kabupaten Pringsewu dengan sistem intensif secara finansial menguntungkan dan layak dikembangkan pada tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 16%, (2) Perhitungan analisis finansial ternak itik petelur prospektif untuk dikembangkan dan

menguntungkan pada tingkat suku bunga yang berlaku. Usaha ternak itik ini merupakan unit usaha yang stabil meski terjadi penurunan produksi telur itik sampai dengan 20%, penurunan harga jual telur itik sampai dengan 16,67% dan kenaikan harga pakan sampai 10%.

Kata Kunci : Itik, analisis kelayakan, Pringsewu.

Keterangan : 1

(Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian) 2

(3)

ABSTRACT

FINANCIAL FEASIBLITY ANALYSIS DUCK LAYING EGGS WITH TRADITIONAL AND INTENSIVE SYSTEM IN PRINGSEWU DISTRICT

By

Elvita Feniarti1, Hanung Ismono2, dan Achdiansyah Soelaiman2

This research had purposes to: (1) determine the financial feasibility of intensive and traditional farming ducks in Ambarawa and Gadingrejo Sub-District

Pringsewu District, (2) determine the effects of the increase production cost, decrease price duck eggs, and number the production result on financial feasibility of intensively and traditionally duck farm in Ambarawa and Gadingrejo Sub-District Pringsewu District.

Location of the research was chosen purposively. The primary data was collected by interviewing farmers and using structured questioners. The secondary data was collected from literatures, news paper, and information from some institutions, such as Animal Husbandry Department and Central Bureau of Statistics. The research was conducted on April 2010. The analysis was conducted on the feasibility of calculating the NPV, IRR, Gross B/C, Net B/C, Payback Period and Sensitivity analysis of feed price, egg selling price and egg production.

The result showed that: (1) duck farming in Pringsewu District, where intensive and traditional systems, financially feasible to be developed on the accerting interest rate (i.e 16%), (2) the calculation of the financial analysis of prospective duck farm to be developed and profitable on the accerting interest rate. Duck farming will be stable even if duck egg production decline up to 20%, selling prices of duck eggs decline up to 16,67% and feed prices rise up to 10 %.

Keywords : duck, feasibility analysis, Pringsewu.

1

Scholar of Social Economic Department, Faculty of Agriculture, the University of Lampung 2

(4)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL

DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

ELVITA FENIARTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM

INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KABUPATEN PRINGSEWU

Nama Mahasiswa :

Elvita Feniarti

Nomor Pokok Mahasiswa : 0514021022

Jurusan / Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.S

NIP. 19620623 198603 1 003 NIP. 19560826 198603 1 001

2. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M. P.

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P ...

Sekretaris : Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.S .………...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si …………..

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP 19610826 198702 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 06 Maret 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bustami Sa‟ad (almarhum) dan Ibu Siti Saleha, S.Pd.I. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Labuhan Ratu pada tahun 1999 , pendidikan Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 9 Bandar Lampung pada tahun 2002, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 (MODEL) Bandar Lampung pada tahun 2005. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Panitia perlombaab word blank and spelling (SEC) tahun 2005, Pemenang ketiga perlombaan Be Entrepreneur With Pojok BNI di Universitas Lampung tahun 2008, Pada tahun 2008 mengikuti Kuliah Kerja lapang (KKL) selama delapan hari ke Malang, Bali Dan Yogyakarta. Asisten Dosen pada mata kuliah Kewirausahaan semester genap tahun 2009, Melaksanakan Praktik Umum selama empat puluh hari pada tahun 2009 di Perusahaan Juang Jaya Abdi Alam.

(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial

Ternak Itik Petelur dengan Sistem Intensif dan Tradisional di Kabupaten

Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat,

serta saran-saran yang membangun, karena itu dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Ketua jurusan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembimbing Pertama, yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

2. Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.S., sebagai Pembimbing Kedua, yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

(9)

4. Ir. Umi Kalsum, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Akademik atas bantuan dan sarannya selama masa kuliah.

5. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Ir. Eka Kasymir, M.S., dan Novi Rasanti, S.P., selaku Penanggung Jawab Laboratorium Analisis Agribisnis dan Ekonomi Pertanian atas bantuan dan arahan yang telah diberikan.

7. Bapak Suparlan, Tasno, Haris dan Kakak Nandi yang telah banyak memberi informasi mengenai data-data dalam skripsi ini.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Mba Iin, Mba Ai, Mas Bukhari, Mas Kardi, Pak Margono dan Mas Boim) atas semua bantuan yang telah diberikan.

9. Orang tuaku Tercinta, Mamaku tersayang Siti Saleha, S.Pd.I dan Papa ku tersayang Bustami Saat (Almarhum), Kakakku tercinta Lia Desiani, A.Md dan adikku tersayang Irfansyah Putra, atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

10. Sahabat dan Teman-teman AGB 05; Novi, Anggun, Resti, Hanum, Eni, Dayang,Yuli, Shinta, Ganis, Della, Friska, Fitri, Ade, Mary, April, Twe, Aty, Nining, Mitha, Resi, Kombe, Ninda, Dita, Ocha, Tio, Koko, Ari, Budi, Deni, Indra, Arif, Sutris, Niko, Oki dan yang senantiasa memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta atas

(10)

11. Teman-teman AGB 06 (Eliya, Dina Meliana, Erni, Astri, Rani, Rini, Harly, Astari, Rahma Dina, Astria, Yuni Fransiska, Nuriavita, Tiar, Dina Iryanti, Arif). Terima kasih atas semangat, kebersamaan, kecerian, bantuan yang telah diberikan selama ini.

12. Rekan-rekan Pkp „05, Atu n kiyai ‟03 dan ‟04, adinda Sosek ‟06, ‟07, ‟08 , 09 dan rekan-rekan FP Unila atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini.

13. Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, November 2010 Penulis,

(11)
(12)
(13)

1. Asumsi-asumsi analsisi finansial ... 87

2. Analisis finansial pemeliharaan itik petelur. ... 89

a. Biaya usaha peternakan itik petelur secara intensif ... 89

b. Penerimaan peternakan itik secara intensif ... 93

c. Biaya usaha peternakan itik petelur secara tradisional ... 94

d. Analisis finansial ternak itik petelur ... 97

C. Analisis Titik Impas ... 103

D. Analisis Sensitivitas ... 104

VI. Simpulan dan Saran ... 112

A. Simpulan ... 112

B. Saran ... 112

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai gizi telur itik dan telur ayam per 100 gram telur ... 2 2. Populasi ternak itik di Provinsi Lampung per Kabupaten/ Kota

tahun 2008 ... 5 3. Kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur secara

tradisional dan intensif ... 6 4. Populasi ternak unggas di Kabupaten Pringsewu per Kecamatan

tahun 2008 ... 8 5. Kebutuhan beberapa nutrisi itik tipe petelur ... 20 6. Banyaknya penduduk Kabupaten Pringsewu per Kecamatan

menurut pemeluk agama tahun 2008 ... 62 7. Banyaknya pekon (desa) / kelurahan per Kecamatan di

Kabupaten Pringsewu tahun 2008 ... 63 8. Luas panen dan produksi padi sawahdi Kabupaten Pringsewu

tahun 2008 ... 64 9. Penduduk Kecamatan Ambarawa menurut pekon, jenis kelamin

dan sex ratio tahun 2007 ... 66 10. Data kepadatan penduduk Kecamatan Ambarawa Kabupaten

Pringsewu tahun 2009 ... 67 11. Data panjang ruas jalan di Kecamatan Ambarawa Kebupaten

Pringsewu ... 68 12. Luas tanah dan peruntukannya (ha) di Kecamatan Ambarawa

tahun 2009 ... 69 13. Area pengembalaan itik secara tradisional di Kecamatan

(15)

14. Biaya variabel pada pemeliharaan itik petelur di Kecamatan

Gadingrejo ... 92 15. Penerimaan dan pemeliharaan itik intensif di Kecamatan

Gadingrejo ... 94 16. Biaya transportasi peternakan itik petelur secara tradisional ... 96 17. Biaya operasional ternak itik petelur dengan sistem tradisional di

Kecamatan Ambarawa... ... 97 18. Analisis Finansial Ternak Itik Petelur di Kecamatan

Gadingrejo ... 98 19. Analisis Finansial Ternak Itik Petelur di Kecamatan

Ambarawa ... 98 20. Analisis sensitivitas pada perubahan penurunan produksi telur,

penurunan harga jual telur, kenaikan biaya produksi (pakan) pada tingkat suku bunga 16 % pada usaha peternakan itik di

Kecamatan Gadingrejo ... 106 21. Analisis sensitivitas pada perubahan penurunan produksi telur,

penurunan harga jual telur pada tingkat suku bunga 16 % pada

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Atap kandang tipe Shade (miring tunggal) ... 15

2. Atap kandang tipe monitor (miring ganda) ... 15

3. Atap kandang tipe gable (kombinasi panggung dan lantai) ... 16

4. Break Event Point (Analisis Titik Impas) ... 40

5. Kerangka pemikiran analisis kelayakan ternak itik petelur dengan sistem intensif dan tradisional di Kabupaten Pringswu ... 44

6. Mesin penghancur keong ... 79

7. Pemberian pakan itik ... 79

8. Pemanenan telur itik petelur... 81

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Biaya penyusutan peralatan dan umur ekonomis ... 1 2. Rugi laba usaha itik petelur secara intensif di Kecamatan

Gadingrejo (tahun 1) ... 2 3. Rugi laba usaha itik petelur secara intensif di Kecamatan

Gadingrejo (tahun 2) ... 3 4. Rugi laba usaha itik petelur secara intensif di Kecamatan

Gadingrejo (tahun 3) ... 4 5. Penerimaan dan pengeluaran pada tahun 1 sampai 15 (sistem

intensif di Kecamatan Gadingrejo ... 5 6. Penurunan produksi telur itik secara intensif sebesar 20%

di Kecamatan Gadingrejo ... 7 7. Penurunan harga telur itik dengan sistem intensif sebesar 16,67%

Di Kecamatan Gadingrejo ... 9 8. Kenaikan harga pakan itik petelur dengan sistem intensif

sebesar 10% di Kecamatan Gadingrejo... 11 9. Analisis finansial usaha ternak itik secara intensif di Kecamatan

Gadingrejo dengan suku bunga 16% per tahun ... 13 10. Analisis finansial usaha peternakan itik petelur secara intensif

di Kecamatan Gadingrejo pada penurunan produksi telur 20%... 14 11. Analisis finansial usaha peternakan itik petelur secara intensif

di Kecamatan Gadingrejo pada penurunan harga telur

itik 16,67% ... 15 12. Analisis finansial usaha peternakan itik petelur secara intensif

di Kecamatan Gadingrejo pada kenaikan harga pakan

(18)

14. Analisis sensitivitas pada perubahan penurunan produksi telur , penurunan harga jual telur, kenaikan biaya produksi (pakan) pada tingkat suku bunga 16% per tahun pada usaha peternakan

itik petelur di Kecamatan Gadingrejo ... 18 15. Rugi laba usaha itik petelur secara tradisional di Kecamatan

Ambarawa (tahun 1) ... 19 16. Rugi laba usaha itik petelur secara tradisional di Kecamatan

Ambarawa (tahun 2) ... 20 17. Rugi laba usaha itik petelur secara tradisional di Kecamatan

Ambarawa (tahun 3)... ... 21 18. Penerimaan dan pengeluaran pada tahun 1 sampai 15 (sistem

tradisional di Kecamatan Ambarawa ... 22 19. Penurunan produksi telur itik secara tradisional sebesar 20%

di Kecamatan Ambarawa ... 23 20. Penurunan harga telur itik secara tradisional sebesar 16,67%

di Kecamatan Ambarawa ... 24 21. Analisis finansial usaha ternak itik secara tradisional di Kecamatan

Ambarawa dengan suku bunga 16% per tahun ... 25 22. Analisis finansial usaha peternakan itik petelur secara tradisional

di Kecamatan Ambarawa pada penurunan produksi telur 20% ... 26 23. Analisis finansial usaha peternakan itik petelur secara tradisional

di Kecamatan Ambarawa pada penurunan harga telur

itik 16,67% ... 27 24. Perhitungan laju kepekaan analisis sensitivitas ... 28 25. Analisis sensitivitas pada perubahan penurunan produksi telur ,

penurunan harga jual telur pada tingkat suku bunga 16% per tahun pada usaha peternakan itik petelur di

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan pertanian, terutama pada saat terjadinya krisis ekonomi dan mengalami kontraksi pertumbuhan yang negatif 1,92 % , menyebabkan suatu fluktuasi yang amat tajam dalam sejarah peternakan di Indonesia (Bustanul Arifin, 2010), oleh karena itu peningkatan pembangunan peternakan harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan

meningkatkan kesejahteraan petani peternak. Untuk meningkatkan pembangunan peternakan saat ini pola pendekatan pembangunan melalui pengembangan

kawasan agribisnis berbasis peternakan, sehingga masyarakat peternak benar-benar dalam usahanya mulai berpikir bisnis untuk mencari keuntungan.

Agribisnis berbasis peternakan itu sendiri adalah salah satu fenomena yang tumbuh pesat ketika basis lahan menjadi terbatas, tuntunan sistem usahatani terpadupun menjadi semakin rasional, seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain yang amat terbatas tersebut (Arifin, 2010). Pengembangan kawasan agribisnis

(20)

tersebut, maka komoditas ternak dapat menjadi unggulan atau sebagai penunjang, tergantung pada tingkat potensi serta pendapatan dari produk pertanian yang dihasilkan dari kawasan tersebut. (Dinas Peternakan Dan Kesehatan Provinsi Lampung, 2003)

Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia relatif lebih maju

dibandingkan usaha ternak yang lain. Hal ini tercermin dari kontribusinya yang cukup luas dalam memperluas lapangan kerja, peningkatan pendapatan

masyarakat dan terutama sekali dalam pemenuhan kebutuhan makanan bernilai gizi tinggi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2003). Salah satu usaha perunggasan yang cukup berkembang di Indonesia adalah usaha ternak itik. Ternak itik saat ini tidak sepopuler ternak ayam, akan tetapi itik mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging. Apabila dibandingkan dengan ternak unggas yang lain, ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit, oleh karena itu usaha ternak itik memiliki resiko yang relatif lebih kecil dan sangat potensial untuk dikembangkan. Itik mempunyai kandungan protein telur itik cukup tinggi yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur

Jenis Telur Kalori

(21)

Ternak itik merupakan penyumbang terhadap produksi telur nasional yang cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Itik berperan sebagai penghasil telur dan daging, sebanyak 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik (Ditjennak, 2005). Ukuran telurnya lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari

kehidupan masyarakat tani pedesaan.

Itik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan unggas lain yaitu (1) dari segi laju pertumbuhannya, ternak itik dapat tumbuh lebih cepat, (2) ternak itik diyakini jauh lebih tahan terhadap penyakit, (3) dalam bentuk usaha peternakan rakyat, peternakan itik dapat diusahakan dengan memanfaatkan peralatan yang amat sangat sederhana, (4) dalam usaha peternakan itik yang diusahakan secara digembalakan (tradisional), dapat memanfaatkan alam sekitar di mana banyak terdapat sumber-sumber karbohidrat dan protein yang terbuang sia-sia seperti sisa-sisa panen padi di sawah, cacing, ikan-ikan kecil di sungai-sungai dan itik

(22)

itik baik untuk komoditi telur atau daging terasa lebih stabil dibandingkan dengan jenis unggas lain. (Hendra, 2009)

Itik pun mempunyai beberapa prospek peluang usaha yang cukup menjanjikan yaitu (1) produksi ternak itik 200-240 butir telur per ekor per tahun, dengan asumsi harga jual Rp 1.200 per butir, telur itik sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan merupakan usaha baru yang prospektif, disamping sebagai sumber protein hewani keluarga petani, (2) permintaan pasar terhadap produk itik (telur dan daging) secara nasional masih besar, untuk mengantisipasi lonjakan permintaan tersebut, pemeliharaan itik secara tradisional maupun intensif layak dikembangkan, (3) telur itik cukup disukai oleh pembeli, baik untuk dimakan sehari-hari maupun sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan lainnya seperti kue, (4) semakin naiknya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan kaya protein hewani, sebagai akibat membaiknya pendapatan dan pengetahuan gizi. ( Sentra Bisnis UKM, 2009)

(23)

Populasi ternak baik ternak pemerintah maupun ternak rakyat yang terbesar di seluruh wilayah Lampung merupakan aset yang perlu diamankan, dibina dan dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat mewujudkan sekaligus

mempertahankan Lampung sebagai Lumbung Ternak. (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2003)

Populasi ternak itik di Provinsi Lampung cukup baik dan sangat baik untuk mengembangkan peternakan di Provinsi Lampung. Populasi ternak itik provinsi Lampung dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Ternak Itik di Provinsi Lampung Per Kabupaten / Kota tahun 2008 (ekor) Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung tahun 2009

Pada Tabel 2 terlihat bahwa populasi ternak itik di Provinsi Lampung dari tahun 2003 sampai pada tahun 2008 mengalami fluktuasi pertumbuhan. Pada

(24)

Kabupaten Pringsewu) terutamanya telah mengalami penurunan dan kenaikan populasi itik yang cukup signifikan, yaitu pada tahun 2003 - 2006, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi ternak terutama di provinsi lampung dan juga disebabkan oleh permodalan yang sulit untuk diakses oleh peternak, kualitas bibit dan produktivitas ternak di Lampung masih rendah. (Dinas peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2008). Pada tahun selanjutnya di daerah Pringsewu terjadi kestabilan dan kenaikan yang cukup baik.

Kabupaten Pringsewu merupakan sentra peternakan itik terbesar kedua setelah Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten ini merupakan sentra peternakan itik yang baik dimana masyarakat yang berternak itik masih memanfaatkan cara peternakan secara tradisional (digembalakan) dan intensif (terkurung). Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur tradisional dan intensif, dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif

No Aspek Kegiatan Tradisional Intensif

1 Investasi yang dibutuhkan Rendah Tinggi

2 Teknologi yang dipakai Mudah Sulit

3 Efisiensi tenaga kerja Rendah Tinggi

4 Produktivitas pekerja Sangat rendah Lebih tinggi

5 Efisiensi lahan Rendah Tinggi

6 Penanggulangan penyakit Sulit Mudah

7 Pengembangan usaha Sulit Mudah

(25)

Beternak secara sistem tradisional yaitu sistem pemeliharaan dimana ternak itik dilepas atau digembalakan di sawah setelah musim panen untuk mencari makanan sendiri. Produksi telurnya sangat bergantung pada ketersediaan pakan di sawah. Ternak itik yang dipelihara secara tradisional mampu menghasilkan telur ± 120-125 butir/ ekor/tahun.(Sarworini, 2002)

Beternak itik secara intensif (dikandangkan) adalah Itik tidak lagi digembalakan di sawah untuk mencari makan sendiri, tetapi pakan dan minum disediakan dalam kandang. Air untuk berenang-renang tidak disediakan sehingga itik hanya

memanfaatkan energinya untuk produksi telur. Sistem intensif memiliki

keuntungan yaitu produktivitas telur lebih tinggi, kesehatan dan keselamatan itik lebih terjamin serta biaya pemeliharaan lebih efisien. Sistem pemeliharaan intensif telurnya dapat mencapai lebih dari 200 – 225 butir/ekor/tahun (Sarworini, 2002).

Itik yang dikandangkan mampu menghasilkan telur yang lebih banyak dengan produksi yang lebih stabil dan lebih baik dibandingkan dengan sistem tradisional (digembalakan). Pertimbangan ekonomis lainnya untuk memelihara itik secara intensif adalah dapat menghemat tenaga. Seorang peternak dalam sistem penggembalaan hanya mampu merawat paling banyak 100 ekor itik, sedangkan dengan cara dikandangkan mampu merawat 600-1.000 ekor itik sekaligus. (Rochjat, 2000)

(26)

Populasi ternak unggas yang berada di Kabupaten Pringsewu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi Ternak Unggas di Kabupaten Pringsewu per Kecamatan tahun 2008

No Kecamatan Ayam Ayam Ras Ayam Ras Itik

Buras Petelur Pedaging

1 Pardasuka 8.776 - - 4.256

2 Ambarawa 12.418 - 5.000 18.056

3 Pagelaran 12.039 - 10.000 2.676

4 Pringsewu 19.730 23.500 20.000 5.196

5 Gadingrejo 13.610 72.000 1.620.000 8.846

6 Sukoharjo 18.550 18.550 41.000 3.420

7 Banyumas 8.550 3.000 958

8 Adiluwih 14.871 5.000 42.200 3.840

Jumlah 108.544 119.050 1.741.200 47.248

Sumber : Kabupaten Tanggamus dalam Angka tahun 2009

Salah satu populasi ternak itik di Kabupaten Pringsewu yaitu berada di Kecamatan Ambarawa yaitu 18.056 (sistem tradisional) dan Kecamatan Gadingrejo yaitu 8.846 (Sistem Intensif). Pada Kecamatan Ambarawa memiliki persawahan yang cukup baik dan sebagian peternak menggunakan lahan sawah dengan luas

1.383,80 Ha, untuk memenuhi pakan alternatif itik. (Kecamatan Ambarawa dalam Angka, 2008)

(27)

biaya produksi ternak itik. Walaupun dalam beternak itik terdapat banyak kendala dan resiko yang dihadapi, tetapi prospek dan potensi itik di Lampung sangat cerah, sehingga membuat peternak di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tetap berusaha ternak itik tersebut. Oleh karena itu,

dibutuhkan analisis kelayakan finansial mengenai usaha peternak itik ini, sehingga dapat diketahui kelayakan usaha tersebut dapat dikembangkan.

Analisis finansial berkaitan dengan masalah keuntungan pendapatan (revenue

earning) yang diperoleh oleh suatu proyek atau usaha. Hal ini berkaitan dengan

masalah apakah proyek yang bersangkutan sanggup menjamin dana yang

dibutuhkan dan apakah sanggup membayar kembali serta apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial (Sanusi, 2000). Berkaitan pula dengan sistem yang diterapkan pada peternakan itik yaitu sistem secara tradisional dan intensif.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu layak secara finansial? 2. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan

(28)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui kelayakan finansial usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. 2. Mengetahui pengaruh adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan

harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial usaha peternakan itik secaran intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

1. Peternak itik, sebagai masukan dalam mengambil keputusan dan penggunaan faktor-faktor produkasi dalam pengelolaannya usaha ternaknya untuk

mencapai efisiensi usaha, kelangsungan usaha dan memaksimalkan keuntungan, serta untuk mengetahui sistem pemeliharaan yang baik untuk kelangsungan pengembangan peternakannya.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Budidaya Itik

a. Karakteristik Komoditas

Itik tegal merupakan itik Indian runner dari jenis itik jawa (Anas

javanivus). Dinamakan itik tegal karena berkembang dan banyak

dipelihara di Tegal. Itik tegal ini tergolong sebagai itik tipe petelur produktif. Karakteristik itik tegal yakni berbadan langsing dengan postur tubuh tegak lurus (tidak horizontal) pada saat berjalan dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung sampai belakang, bentuknya menyerupai botol. Tubuhnya langsing dengan berat tubuh rata-rata 1,5 kg per ekor. Kepalanya kecil, matanya bersinar terang dan terletak agak di bagian atas. Lehernya panjang dan bulat, tinggi badannya antara 45-50 cm. Warna bulu itik tegal cukup bervariasi, tetapi warna yang paling banyak dijumpai adalah kecoklat-coklatan, akan tetapi yang dinilai sangat produktif adalah

itik tegal yang berbulu “branjangan”, yaitu warna bulu bertotol cokelat.

(30)

Itik tegal mulai bertelur pada umur 5,5 – 6 bulan, tetapi masa produksi telur itik tegal terjadi pada umur 1-2 tahun. Masa bertelur ini bisa berlangsung sampai 3 kali. Lama bertelur mencapai 11 bulan per

tahunnya. Setelah bertelur, itik akan mengalami masa istirahat selama 3-3,5 bulan. Pada saat inilah bulu-bulunya rontok. Setelah masa istirahat, itik mulai bertelur kembali. Hasil telur itik tegal dapat mencapai 250 butir/ ekor/ tahunnya, berat telurnya berkisar antara 60 – 70 gram/ butir. (Argono, 2008)

b. Kandang Itik

Sama halnya seperti ternak ayam, maka ternak itik juga memerlukan kandang terutama pada malam hari. Oleh karena itu kandang itik harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai luas yang cukup untuk jumlah itik yang di pelihara, maupun untuk rencana perluasan usaha.

2. Terpisah dari tempat pemukiman atau rumah 3. Mempunyai ventilasi udara yang cukup.

4. Cukup masuk sinar matahari, kandang sebaiknya menghadap ke timur. 5. Mudah dibersihkan, lantai kandang harus lebih tinggi dari tanah sekelilingnya dan harus padat lantainya. Tinggi kandangnya harus cukup bagi peternak untuk bekerja didalamnya.

(31)

7. Terletak di daerah yang tenang, aman dan mempunyai sumber air yang cukup dan bersih.

8. Di sekeliling kandang dibuat parit pembuang air dan jarak antar kandang cukup jauh, minimum 1 x lebar kandang.

Ada 3 sistem dan tipe kandang yang dianjurkan yaitu :

1) Kandang Boks untuk Anak Itik (DOD)

Anak itik berumur 0 hari (DOD) sampai 3 minggu dapat ditempatkan dalam kandang berbentuk boks. Kandang boks ini dapat dibuat dari papan atau bambu. Lantai kandang dapat terbuatdari kawat kasa (ram ayam) atau anyaman bambu dengan jarak anyaman 1-1.5 cm. Dengan jarak selebar ini, diperkirakan keadaan kandang menjadi bersih, karena kotoran itik bisa langsung jatuh kebawah, tanpa membuat kaki anak itik terperosok. Dengan ukuran luas 1 m2, kandang boks inin dapat menampung 50 ekor anak itik (DOD).

2) Kandang koloni sistem ren

(32)

sesuai dengan umurnya. Satu kelompok biasanya terdiri dari 60-100 ekor itik yang sama umurnya.

Lantai kandang yang beratap perlu diberi alas karena digunakan untuk tidur dan bertelur. Bahan alas yang digunakan bersifat empuk, tidak mudah memadat, kering agak lembab, hangat dan dapat mencegah telur agar tidak mudah pecah serta kebersihannya terjamin. Contoh, sekam, jerami atau campuran pasir kering, sekam padi dan kapur tohor dengan perbandingan 2 : 3 : 1. Bahan alas tersebut ditaburkan di atas lantai setebal 10 – 15 cm. (Sandhy, 1998)

3) Kandang koloni sistem potstal

Kandang koloni merupakan kandang yang dapat ditempati beberapa ekor itik sekaligus. Adapun yang dimaksud dengan kandang koloni sistem potstal adalah kandang yang seluruh ruangannya dinaungi atap. Seluruh kegiatan itik, mulai dari makan, minum, bertelur dilakukan di dalam kandang. Sepanjang hari itik benar-benar dikurung tanpa pernah keluar kandang. Dalam satu kandang dapat menampung 35 ekor itik, dengan luas kandang 3 x 3 meter.

(33)

1. Tipe Shade (miring tunggal). Tipe ini memungkian masuknya sinar matahari secara langsung sehingga akan mengurangi bau amoniak dalam kandang. Tipe Shade ini cocok untuk daerah yang tanahnya kering. Contoh kandang itik tipe shade lantai, dengan kapasitas 100 ekor dan ukuran kandang 4 x 4 meter serta denah kandangnya.

Gambar 1. Atap kandang tipe Shade (miring tunggal)

2. Tipe Monitor (atap miring ganda) adalah tipe atap yang cocok untuk kandang itik di daerah bertanah basah dan kelembaban tinggi. Contoh kandang itik tipe monitor panggung, dengan kapasitas 100 ekor dan ukuran kandang 4 x 4 meter serta denah kandangnya.

(34)

3. Tipe Gable (kombinasi panggung dan lantai) adalah tipe atap untuk kandang itik didaerah yang mempunyai kondisi tanah basah dan kering atau musiman. Contoh kandang tipe gable dengan kapasitas 100 ekor itik dan ukuran kandang 4 x 4 m serta denah kandangnya.

Gambar 3. Atap kandang tipe Gable (kombinasi panggung dan lantai)

Ukuran kepadatan kandang untuk ukuran 1 x 1 meter dapat menampung 1. Anak itik : 10 – 20 ekor

2. Iik remaja : 8 – 10 ekor 3. itik dewasa : 6 – 7 ekor

c. Pemilihan Pembibitan Ternak Itik

Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan.

1) Membeli Telur Tetas

Telur tetas adalah telur yang berasal dari induk itik yang sudah terbuahi. Ciri telur tetas yang baik :

(35)

c. Berat rata-rata 65 gr/ekor

d. Bila dilakukan peneropongan, terdapat bulatan hitam sebesar biji kapuk.

2) Pemilihan Calon Induk

Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin

keunggulannya, memelihara induk itik yaitu pejantan dan betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas.

Ciri pejantan yang baik :

a. Pada umur 40 minggu mempunyai bobot sekitar 1,8 kg b. Mempunyai libido atau keinginan kawin yang tinggi. c. Alat kelamin tumbuh normal

d. Menunjukkan sifat agresif

Ciri Betina yang baik :

a. Pada umur 20 minggu itik mempunyai bobot badan sekitar 1,5 kg b. Mata cerah

c. Tubuh kuat dengan sayap yang kuat mengapit, tidak bergerak saat itik berjalan

d. Alat kelamin tumbuh normal

(36)

3) Membedakan dan Kriteria DOD (Day Old Duck) Ciri anak itik berkelamin jantan :

a. Kepala besar dan berbulu kasar

b. Gerak geriknya tenang dan kurang aktif c. Suaranya terdengar berat dan kasar d. Warna paruh pada umumnya hitam

e. Bila ditelentangkan pada kloaka terdapat tonjolan seperti jarum

Ciri anak Itik berkelamin betina :

a. Kepala lebih kecil dan berbulu halus b. Tingkah lakunya lebih lincah dan aktif c. Suaranya keras dan nyaring

d. Warna paruh pada umumnya terlihat kemerah-merahan e. Bila ditelentangkan tidak terlihat tonjolan seperti jarum

4) Perawatan bibit dan calon induk a. Perawatan Bibit

(37)

dan tempat minum sesuai dengan ketentuan yaitu jenis pakan itik fase stater dan minuman itik perlu ditambah vitamin atau mineral. b. Perawatan calon Induk

Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan

keduanya sama saja, perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.

5) Reproduksi dan Perkawinan

Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur tetas yang fertile / terbuahi dengan baik oleh itik jantan.

Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand mating (perkawinan dengan bantuan manusia) dan nature mating (perkawinan itik secara alami). (Muhrizal, 2008)

d. Pakan Itik

(38)

menjadi penting untuk diperhatikan. Agar dapat dicapai produksi yang optimum, kebutuhan gizi pada itik petelur dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Kebutuhan Beberapa Nutrisi Itik Tipe Petelur

Uraian Anak

Energi Metabolis (kkal/kg) 2900 2800 2700

Protein Kasar (%) 17-20 18 16-18

Ca (%) 0,6-1,0 0,6-1,0 2,9-3,25

P (%) 0,6 0,6 0,47

Sumber : Muhrizal (2008)

Kecukupan gizi yang diuraikan diatas dapat dipenuhi dari campuran berbagai bahan pakan. Penggunaan bahan pakan lokal yang murah, tidak bersaing dengan manusia dan bermutu baik sangat disarankan agar usaha beternak itik dapat menguntungkan. Bahan pakan lokal yang dapat digunakan untuk makanan itik dapat dibagi menurut sumber nutrisi yang terkandung didalamnya. Bahan pakan sumber energi misalnya dedak padi (bekatul), gabah/beras/menir, jagung (dedak jagung), sagu, sorghum (cantel), singkong, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, dan molases.

(39)

bekicot dan kepala udang merupakan contoh bahan pakan yang kaya akan gizi.

e. Tata Laksana Pemeliharaan Itik

Keberhasilan usaha produksi ternak itik terletak pada pelaksanaan program tata laksana pemeliharaan itik sampai umur 22 minggu. Kesalahan nutrisi pada masa pertumbuhan ini bisa menyebabkan itik terlambat mencapai kedewasaan kelamin sehingga itik tidak bisa berproduksi pada umur yang diharapkan. Dalam usaha ternak itik secara intensif, ada tiga evaluasi pokok yang memiliki andil keberhasilan yakni :

1. Bibit itik; karakteristik ekonominya dalam menunjang keberhasilan usaha adalah 20%.

2. Makanan itik; dalam menunjang keberhasilan usaha mempunyai andil sebesar 30%.

3. Tata laksana pemeliharaan, termasuk kandang, cara pemeliharaan dan keterampilan, memegang peranan paling besar yakni 50%.

a. Pemelihraan Anak Itik

(40)

tirai plastik. Setelah 4 hari, tirai plastik dapat dibuka pada siang hari dan pada malam hari ditutup kembali. Pada umur 4 minggu tirai plastik dapat dilepas semua sebab anak itik sudah memiliki bulu yang cukup tebal, namun kalau ada hujan lebat atau ada angin kencang, tirai plastik masih diperlukan.

Induk buatan dengan alat pemanas lampu minyak atau lampu listrik sangat diperlukan sampai umur 3 minggu. Pada umur diatas 4 minggu lampu digunakan hanya sebagai alat penerang saja. Suhu alat pemanas yang baik adalah Minggu I : 320 C , Minggu II : 270 C dan Minggu III : 210 C.

b. Pemeliharaan Itik Masa Pertumbuhan (5 – 22 minggu)

Itik pada masa pertumbuhan tidak dipelihara dalam pelingkar lagi tapi sudah menyebar ke seluruh ruangan kandang yang sudah diberi alas litter (kulit padi, jerami kering, serbuk gergaji). Penggunan pasir dan kapur sebagai campuran alas lantai kandang sangat dianjurkan karena pasir tidak mudah menggumpal dan mampu menyerap air (basah).

(41)

kandang lebih terjamin. Kandang itik hanya digunakan pada malam hari. Siang hari itik dikeluarkan dari kandang agar bisa bermain dikolam. Agar kandang tidak terlalu padat dan itik merasa nyaman, perbandingan luas kandang dan jumlah itik adalah 1 meter persegi untuk 6–7 ekor itik. Kolam air untuk itik masa pertumbuhan, sebaiknya per meter persegi untuk 12 ekor itik, Kolam air jangan terlalu dalam agar itik tidak terlalu banyak membuang energi.

Pemberian makanan untuk itik masa pertumbuhan hendaknya mulai diatur dan dibatasi. Hal ini sangat menyangkut evisiensi penggunaan makanan dan kontrol berat tunbuh. Kontrol berat tubuh itik dalam masa pertumbuhan hendaknya dilakukan setiap minggu. Caranya adalah mengambil beberapa ekor itik secara acak dan menimbangnya, kemudian berat seluruhnya dibagi jumlah itik. Berat rata-rata dapat dijadikan acuan untuk mengontrol berat tunuh itik masa pertumbuhan. Bila berat rata-rata terlalu besar selisihnya dengan barat rata-rata kelompok lain, pemberian makanan hendaknya di kontrol lebih cermat lagi. Bila itik terlalu kurus, berilah makanan melebihi jatah biasanya selama 2-3 hari, bila itik terlalu gemuk tambahkan jumlah makanan yang banyak mengandung serat kasar, seperti bekatul tanpa mengurangi konversi ransum yang dikonsumsi.

(42)

lebih dari berat standar umumnya tidak bertelur tepat pada waktunya. Biasanya terlambat karena majir atau kegemukan.

c. Pemeliharan Itik masa Produksi (> 22 minggu)

Mulai usia 23 minggu, itik akan mulai bertelur. Jadi didalam kandang perlu disediakan sarang untuk bertelur. Sarang telur dibuat dengan ukuran 40x40x30 cm, dengan kapasitas persarang untuk 6 ekor itik. Sarang diisi kulit padi supya lunak dan tidak merusak telur. Itik sebaiknya menempati kandang yang sama sampai mengakhiri produksi telurnya karena itik terlalu peka dan mudah stress bila berpindah- pindah kandang. Selama masa produksi telur sebaiknya itik jangan dikeluarkan dari kandang sebelum pukul 09.00 pagi karena itik biasanya bertelur dini hari, sekitar pukul 03.00 pagi. Adakalanya telur yang belum sempat dikeluarkan dini hari, akan keluar sampai pukul 09.00 pagi.

Pemberian makanan secara teratur dapat menjaga keseimbangan konversi ransum dan produk telur. Makanan sebaiknya diberikan dua kali sehari dalam bentuk setengah basah. Makanan pertama diberikan pukul 09.00 pagi, dan yang kedua kali pukul 13.00 siang, sehingga pada sore hari makanan yang diberikan tidak tersisa. Jangan mengurangi jatah makanan jika itik mengalami gangguan kesehatan supaya berat standar dan tingkat produksi selalu seimbang.

(43)

cukup baik, bisa dipertahan-kan sampai usia 144 minggu (setelah mengalami 3 kali rontok bulu).

d. Pemeliharaan Itik Masa Rontok Bulu

Itik mengalami rontok bulu (moulting) setelah memproduksi telur selama 9–12 bulan, dan pada saat itu selama 2–3 bulan itik akan istirahat, tidak memproduksi telur. Rontok bulu adalah proses terlepasnya bulu yang kemudian diikuti tumbuhnya bulu–bulu baru sebagai pengganti bulu lama. Kejadian rontok bulu pada unggas, merupakan suatu peristiwa alami, bukan disebabkan oleh penyakit. Dalam masa rontok bulu dan pertumbuhan bulu baru, itik juga memperbaiki kondisi tubuhnya dan memberi kesempatan pada alat reproduksinya untuk istirahat dan bersiap – siap memasuki masa produksi berikutnya. Bila bulu–bulu baru sudah sempurna, itik akan bertelur lagi seperti sediakala.

f. Gizi Pakan Itik

1) Protein

Protein merupakan suatu susunan atau gabungan organis yang kompleks, yang terdiri dari berbagai unsur ( karbohidrat, lemak, mineral dan unsure lainnya), sehingga protein sangat dibutuhkan oleh itik. Adapun kebutuhan itik akan protein adalah

(44)

2) Itik usia 5 – 20 minggu (itik dara) membutuhkan protein sebanyak 14 – 16 %

3) Itik usia 21 minggu ke atas (sudah bertelur) membutuhkan protein sebanyak 15 – 17 %

2) Mineral

Mineral yang dibutuhkan oleh itik tidak terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan protein. Apabila itik kekurangan mineral membuat pertumbuhan itik menjadi terhambat. Adapun fungsi zat mineral terhadap itik, baik yang masih dalam pertumbuhan maupun produksi adalah

1) Menjaga keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh 2) Merupakan bagian aktif dalam struktur protein

3) Merupakan bagian kerangka dalam tubuh itik 4) Bagian dari asam amino

5) Bagian penting dalam tekanan osmotic sel 6) Meragsang enzim

7) Untuk menggerakkan sari-sari makanan yang beredar dalam tubuh

3) Vitamin

Vitamin yang dibutuhkan oleh itik yaitu Vitamin (A, D, E, K). Vitamin A sangat membantu pertumbuhan itik dan banyak terdapat pada

(45)

kekurangan vitamin ini maka menyebabkan itik yang sedang tumbuh mudah terserang penyakit dan pada itik dewasa yang sedang bertelur, maka telur yang dihasilkan tidak bisa menjadi bibit ; Kekurangan vitamin E akan menyebabkan kematian pada anak itik cukup tinggi, kegagalan dalam penetasan talur. Vitamin ini banyak terdapat pada biji-bijian (80-90%) ; Vitamin K banyak terkandung pada biji-bijian, bungkil kedelai, ampas kacang hijau dan tepung ikan. (Mei, 2000)

g. Hama dan Penyakit

Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu 1) Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri

dan protozoa

2) Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana perkandangan yang kurang tepat

Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah: a. Penyakit Duck Cholera

Penyebab: bakteri Pasteurela avicida. Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan. Pengendalian: sanitasi kandang,pengobatan dengan suntikan penisilin pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.

b. Penyakit Salmonellosis

(46)

yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat. (Muhrizal, 2008)

h. Panen dan Pasca Panen

1) Panen

Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik dan hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanam yang berharga

2) Pasca Panen

Kegiatan pascapanen yang bias dilakukan adalah pengawetan. Dengan pengawetan maka nilai ekonomis telur itik akan lebih lama dibanding jika tidak dilakukan pengawetan. Telur yang tidak diberikan perlakuan pengawetan hanya dapat tahan selama 14 hari jika disimpan pada temperatur ruangan bahkan akan segera membusuk.

Adapun perlakuan pengawetan telur itik terdiri dari 5 macam yaitu a. Pengawetan dengan air hangat

Pengawetan dengan air hangat merupakan pengawetan telur itik yang paling sederhana. Dengan cara ini telur dapat bertahan selama 20 hari.

b. Pengawetan telur dengan daun jambu biji

(47)

c. Pengawetan telur dengan minyak kelapa

Pengawetan ini merupakan pengawetan yang praktis. Dengan cara ini warna kulit telur dan rasanya tidak berubah.

d. Pengawetan telur dengan natrium silikat

Bahan pengawetan natrium silikat merupkan cairan kental, tidak berwarna, jernih dan tidak berbau. Natirum silikat dapat menutupi pori kulit telur, sehingga telur awet dan tahan lama hingga 1,5 bulan. Adapun caranya adalah dengan merendam telur dalam larutan natrium silikat 10% selama satu bulan.

e. Pengawetan telur dengan garam dapur

Garam direndam dalam larutan garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 25- 40% selama 3 minggu. (Sandhy, 1998)

2. Analisis Finansial

Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor,

(48)

Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer

(seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya. (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang dimasa lalu disebut sistem pertanian primer; (3) subsistem agribisnis hilir

(down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil

pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap saji (ready to cook/ready to used) atau siap untuk

dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; (4) subsistem jasa layanan pendukung seperti perkereditan, asuransi, transportasi, pergudangan, penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.

Keempat subsistem tersebut saling terkait dan saling menentukan. Subsistem usahatani memerlukan input dari subsistem agribisnis hulu. Sebaliknya subsistem agribisnis hulu memerlukan subsistem usahatani sebagai pasar produknya. Subsistem agribisnis hilir memerlukan bahan baku untuk diolah dan diperdagangkan dari subsistem usahatani. Ketiga subsistem di atas memerlukan subsistem jasa layanan pendukung untuk memperlancar aktivitasnya.

(49)

peternakan Berdasarkan jenis outputnya, subsistem usahatani dapat

digolongkan menjadi usaha ternak perah, usaha ternak potong/pedaging, usaha itik petelur, dan lain-lain. Subsistem agribisnis hilir meliputi usaha

pemotongan hewan, industri susu, industri pengalengan daging, industri telur asin, industri kulit, restoran dan lain sebagainya. Subsistem institusi penunjang meliputi lembaga penelitian pemerintah, penyuluhan, lembaga keuangan, kesehatan hewan dan lain-lain.

Mendirikan suatu usaha peternakan dibutuhkan sejumlah pertimbangan yang salah satunya adalah melakukan analisis keuangan atau analisis finansial. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak itik dalam kaitan kelayakan usaha ternak, untuk mengetahui berapa minimal seorang peternak mengusahakan ternak itiknya dan untuk

menghindarkan keterlanjutan investasi pada usaha yang tidak menguntungkan, sebagai perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan suatu usaha, untuk mengetahui modalnya akan kembali atau tidak dan usaha tersebut akan dapat dikembangkan lebih luas lagi sehingga dianggap matang secara finansial dan dapat berdiri sendiri.

(50)

Untuk mengetahui kriteria kelayakan secara financial suatu usaha dapat digunakan beberapa dasar penilaian antara lain

1. Net Present Value (NPV)

Untuk menganalisis kelayakan finansial usaha ternak itik memakai konsep Net Present Value, sering diterjemahkan sebagai nilai tunai bersih atau nilai tunai bersih sekarang. NPV merupakan kombinasi pengertian Present value penerimaan dan Present Value pengeluaran kas dalam perhitungan memakai NPV sebab rupiah saat ini adalah lebih berharga daripada rupiah nanti karena rupiah saat ini bisa diinvestasikan

untuk menghasilkan keuntungan dengan segera. Untuk menghitung PV yaitu mendiskonkan penerimaan kita di masa yang akan datang dengan tingkat keuntungan yang ditawarkan dengan alternatife yang sebanding. Tingkat keuntungan ini sering disebut discount rate atau opportunity cost of capital atau tingkat keuntungan yang disyaratkan. Disebut opportunity cost karena merupakan tingkat keuntungan yang hilang karena kita memilih investasi tersebut dan bukannya investasi lain.

Apabila jumlah nilai arus tunai sekarang sama dengan ongkos investasi atau lebih besar dari ongkos (dalam hal ini adalah modal investasi semula, maka nilai bersih sekarang sama dengan atau lebih besar (NPV ≥ 0). Jika demikian, maka penanaman modal boleh dilaksanakan karena hasil yang sama atau lebih besar dari ongkos tersebut.

(51)

a) bila NPV > 0, maka usaha dinyatakan layak (feasible)

b) bila NPV < 0, maka usaha dinyatakan tidak layak (no feasible)

c) bila NPV = 0, maka usaha dinyatakan dalam posisi Break Event Point

(BEP)

Secara sederhana, rumusnya adalah sebagai berikut : NPV = PV Benefit – PV Costs

= B - C dengan :

B = benefit yang telah didiscount

C = costs yang telah didiscount

2. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Kadariah, Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek. Dengan kata lain dapat juga disebut sebagai suatu tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV = 0.

Tingkat pengembalian Internal Rate of Return (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk menilai, apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria penilaian adalah sebagai berikut :

1) bila IRR > 1, maka usaha dinyatakan layak (feasible)

2) bila IRR < 1, maka usaha dinyatakan tidak layak (no feasible)

3) bila IRR = 0, maka usaha tersebut berada dalam keadaan Break Event

(52)

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut : NPV1

IRR = i + (i1– i2)

NPV1 – NPV2

dengan :

i = discount rate pada saat ini

i2 = discount rate terendah yang membuat NPV negatif

i1 = discount rate yang tinggi yang memberi NPV

positif

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negative

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah nilai perbandingan antara

jumlah pendapatan bersih dengan jumlah biaya bersih yang

diperhitungkan nilainya pada saat ini (present value). Nilai perbandingan antara penerimaan bersih dengan biaya bersih (Net Benefit Cost Ratio) merupakan parameter yang dipakai untuk menilai apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak.

Kriteria pengukuran dalam analisis ini adalah :

1) jika Net B/C > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan 2) jika Net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk

diusahakan

3) jika Net B/C = 1, maka usaha tersebut berada pada posisi Break

(53)

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut :

∑ PV net B yang positif

Net B/C Ratio =

∑ PV net B yang negatif

Net B =

Net C

4. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah perhitungan yang

menunjukkan tingkat perbandingan antara jumlah penerimaan kotor dengan jumlah biaya kotor yang diperhitungkan nilainya saat ini.

Rumusnya secara sederhana adalah sebagai berikut : PV dari gross benefits

Gross B/C Ratio =

PV dari gross costs

Yang dihitung sebagai gross cost adalah biaya modal atau biaya investasi permulaan dan biaya operasi dan pemeliharaan, sedangkan yang dihitung sebagai gross benefits adalah nilai total produksi dan nilai sisa (salvage value) dari investasi pada akhir umur ekonomis usaha.

5. Payback Period (Pp)

(54)

a. Payback Period sekarang harus lebih kecil dari umur investasi

b. Bandingkan dengan rata-rata Payback Period industri unit usaha yang sejenis.

c. Payback Period harus sesuai dengan target perusahaan

Rumusnya adalah Pp = I o Ab Keterangan : Pp = Payback Periode

Io = Investasi awal tahun ke 0 Ab = Manfaat bersih yang diperoleh

Kelemahan metode ini adalah sebagai berikut : a. Mengabaikan time value of money

b. Tidak mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah masa pengembalian

Kriteria penilaian dengan metode Payback Period adalah :

a. bila masa pengembalian (Pp) lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan

b. bila masa pengembalian (Pp) lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan.

3. Analisis Sensitivitas

(55)

proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas.

Menurut Gittinger (1993), dalam bidang pertanian, proyek-proyek sensitif untuk berubah yang diakibatkan oleh empat masalah utama yaitu :

1 Harga, terutama perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan oleh turunnya harga dipasaran.

2 Keterlambatan pelaksanaan proyek, dalam proyek-proyek pertanian dapat terjadi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan teknis atau inovasi baru yang diterapkan atau karena keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan.

3 Kenaikan biaya, baik dalam biaya konstruksi maupun operasional yang diakibatkan oleh perhitungan-perhitungan yang terlalu rendah.

4 Kenaikan hasil, dalam hal ini kesalahan perhitungan hasil.

Dengan adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut, berarti harus diadakan analisa kembali untuk mengetahui sejauh mana dapat diadakan penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan adanya perubahan harga tersebut. Tindakan menganalisa kembali ini dinamakan Sensitivity Analysis.

(56)

atau jika ada kesalahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Hal ini dikarenakan dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan

perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Variabel harga jual dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap, walaupun dalam keadaan nyata kedua variabel tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Dengan demikian analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. (Kasmir, 2003).

Kriteria :

1. Jika laju kepekaan > 1, maka hasil usaha atau proyek peka atau sensitif terhadap perubahan

2. Jika laju kepekaan < 1, maka hasil usaha atau proyek tidak peka atau sensitif terhadap perubahan

4. Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Break event point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama

(57)

Menurut Kasmir (2003), analisis titik impas atau Break Event Point (BEP) adalah suatu titik kembali modal dimana pengurangan penerimaan total dengan biaya total sama dengan nol (0). Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan impas (break-even) yaitu apabila setelah disusun laporan perhitungan laba rugi untuk suatu periode tertentu perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian, dengan perkataan lain labanya sama dengan nol atau ruginya sama dengan nol. Hasil penjualan

(sales revenue) yang diperoleh untuk periode tertentu sama besarnya dengan

keseluruhan biaya (total cost), yang telah dikorbankan sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau menderita kerugian.

Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi. Data yang diperlukan dalam menghitung titik impas adalah:

(58)

MC AC

AVC P

Q Break Event Point (BEP)

Gambar 4. Break Event Point (Analisis Titik Impas) Keterangan :

1. Pada saat MC = AC = P (Break Event Point), usaha yang dikembangkan tidak mengalami kerugian dan keuntungan.

2. Pada saat P > AC, usaha yang dikembangkan mengalami keuntungan. 3. Pada saat P diantara AC dan AVC, usaha yang dikembangkan mengalami

kerugian, tetapi masih dapat beroperasi.

4. Pada saat P ≤ AVC, usaha yang dikembangkan mengalami kerugian

(bangkrut).

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Mega Puspasari (2004) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Ternak Itik Petelur dan Pengembangan

Produksi Telur pada MS Corporation Bandar Lampung, hasil penelitian

(59)

yang berlaku, yaitu 12%, didapat NVP Rp 435.672,71 , Net B/C 4,253, IRR 61,07%, payback period 4 tahun yang berarti prospektif untuk dikembangkan secara finansial, karena nilai NVP > 0, Gross B/C > 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, dan pengembalian modal dengan batas waktu kurang dari 10 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, sensitif atau kepekaan terjadi pada perubahan kenaikan harga konsentrat sebesar 41,65% dan penurunan harga jual sebesar 7,69%.

Berdasarkan hasil penelitian Zuraida (2004) dalam skripsinya yang berjudul

Peluang Dan Potensi Usaha Ternak Itik Di Lahan Lebak di Kalimantan

Selatan, bahwa usaha ternak itik yang dilakukan di lahan rawa lebak di

Kabupaten HST dengan skala 100 ekor dalam 6 bulan menghasilkan

pendapatan sebesar Rp 4.914.000 dengan nilai R/C 2,56 dan kontribusi 58%.

C. Kerangka Pemikiran

Peternakan itik tidak terlepas dari sistem pengolahan dan pemberian pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena lebih dari 60-70% biaya produksi ternak itik baik petelur maupun pedaging berasal dari pakan. Walaupun demikian informasi kebutuhan gizi untuk itik petelur dan pedaging masih sangat terbatas. (Rochjat, 2000)

Pakan yang tidak memadai baik jumlah dan mutunya, mengakibatkan

(60)

tercukupi. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan pakan di setiap lokasi pengembalaan yang belum tentu memenuhi dari sisi jumlah dan komposisi gizi seimbang yang diperlukan itik. Air juga merupakan kebutuhan gizi yang sangat penting bagi unggas terutama untuk itik, sehingga jumlah dan mutu air yang disediakan sangat perlu diperhatikan.

Selain itu perhatian terhadap masalah kesehatan itik dan penerapan

teknologi tepat guna manajemen pemeliharaan menjadi kebutuhan penting bagi pengelolaan usaha peternakan itik. Untuk bisa meningkatkan produksi telur dan pedaging maka pemeliharaan itik harus ditangani secara modern. Modern dalam artian bahwa pengelolaannya tidak bisa dilakukan hanya sekedar usaha sambilan dengan pengelolaan yang tradisonal. Pada akhirnya usaha peternakan harus mampu bergerak dalam industri peternakan.

Itik identik dengan usaha sambilan masyarakat desa dan dipelihara dengan pola tradisional. Peternakan itik dicapai jika manajemen pengelolaan dilakukan secara terpadu dan intensif dengan mengedepankan kualitas produknya, artinya masyarakat peternak sudah harus bergerak di usaha peternakannya dengan menguasai permasalahan bibit dan pembibitan, sistem pemeliharaan itik yang meliputi bahan dan bentuk kandang serta peralatannya dan tatalaksana pemeliharaan, jenis dan bahan pakan serta cara

(61)

kualitas akan menjadikan sektor hulu-hilir peternakan itik dilakukan oleh peternak itik.

Usaha peternakan itik yang dikembangkan oleh peternak dalam

pengelolaannya diperlukan faktor-faktor produksi (input) untuk menghasilkan produk (output). Usaha peternakan itik yang terdapat di Kecamatan

Gadingrejo merupakan salah satu usaha pembudidayaan itik dengan cara intensif dan tradisional, maka hasil yang didapatkan yaitu berupa daging dan telur itik. Hasil panen yang utama usaha ternak itik petelur adalah telur itik dan hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai ternak daging dan kotoran ternak sebagai pupuk tanaman yang berharga, maka biaya produksi berupa biaya pembelian bibit itik, biaya pakan, obat-obatan vaksin serta biaya lainnya.

Kelayakan finansial ternak itik dapat diketahui dengan menggunakan

beberapa analisis yaitu : Analisis finansial, meliputi Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), Gross

Benefit-Cost Ratio (Gross B/C Ratio), dan Payback Perio ; Analisis titik

(62)

Gambar 5. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial ternak itik dengan sistem intensif dan tradisional di Kabupaten Pringsewu

(63)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian dan yang mencakup analisis kelayakan itik petelur yaitu mulai dari awal memproduksi telur sampai ke pemasaran telur.

Analisis finansial adalah suatu perhitungan yang didasarkan pada

perbandingan manfaat (benefit) yang akan diterima dengan biaya (cost) yang akan dikeluarkan selama suatu usaha dijalankan.

Pemeliharaan itik secara tradisional adalah sistem pemeliharaan dimana ternak itik dilepas atau digembalakan di sawah setelah musim panen untuk mencari makanan sendiri.

Pemeliharaan itik secara Intensif adalah pemeliharaan itik dengan cara dikandangkan, dimulai dari makan, minum dan bertelur.

(64)

Pakan (feed) adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

Jumlah Pakan adalah banyaknya pakan yang dikeluarkan oleh peternak atau yang dikonsumsi itik selama satu periode produksi (diukur dalam satuan gram/ hari/ ekor)

Jumlah Obat-obatan adalah Jumlah obat-obatan yang diberikan dalam satu periode produksi (diukur dalam satuan milliliter).

Tenaga Kerja adalah jumlah hari kerja yang digunakan dalam proses produksi selama satu periode pemeliharaan itik yang diukur selama satu periode

pemeliharaan itik (diukur dalam Hari Orang Kerja)

Harga sarana produksi adalah semua input yang dibutuhkan untuk melakukan proses produksi dengan tujuan menghasilkan output.

Jumlah produksi kotoran itik adalah jumlah kotoran itik yang dapat dijual dan dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (diukur dalam satuan karung).

Tingkat suku bunga adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai uang di masa lalu agar didapatkan nilainya pada saat ini

(65)

Harga jual kotoran itik adalah harga yang diterima peternak pada saat terjadi transaksi jual beli dan diukur dalam satuan karung.

Biaya adalah jumlah seluruh nilai korbanan yang dikeluarkan untuk usaha peternakan itik selama satu periode, diukur dalam satuan rupiah (Rp)

Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi itik sebelum itik menghasilkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Tetap adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usaha ternak yang jumlahnya tetap, tidak berubah dalam rangeoutput tertentu dan tidak

bergantung pada skala produksi, seperti sewa tanah, biaya gaji, kandang, peralatan dan lainnya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Variabel adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usaha ternak yang jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan volume kegiatan produksi, tetapi untuk setiap satu satuan produksi tetap, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya Total adalah seluruh biaya yang telah dikeluarkan peternak dalam proses produksi yang terdiri biaya tetap dan biaya variabel karena dipakainya faktor-faktor produksi dalam proses produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp)

(66)

Biaya Total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha termauk biya tunai dan biaya yang diperhitungkan, diukur dalam satuan rupuah (Rp).

Pendapatan adalah balas jasa yang diterima pengusaha ternak itik dari pekerjaan dan pengelolaan usaha ternak itik. Besarnya pendapatan dihitung dengan mengurangi penerimaan usaha ternak itik dengan biaya– biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp) per tahun.

Penerimaan adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan daging dan telur itik. Penerimaan total diperoleh dengan mengalikan jumlah produksi daging atau telur itik dengan harga jual per kilogram.

Harga pasar (finansial) adalah tingkat harga yang diterima peternak itik dalam menjual hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor-faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp).

Harga sarana produksi adalah harga semua input yang dibutuhkan untuk melakukan proses usaha ternak itik dengan tujuan menghasilkan output berupa daging dan telur itik. Sarana produksi yang digunakan meliputi bahan baku berupa pakan, bibit, kandang, obat-obatan dan tenaga kerja.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur
Tabel 2. Populasi Ternak Itik di Provinsi Lampung Per Kabupaten / Kota  tahun 2008 (ekor)
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada grafik diatas berdasarkan jenis industri yang dilihat dari jumlah karyawan bahwa industri keratif blangkon di Kecamatan Serengan tergolong industri kerajinan dan

Jika suatu website menggunakan satu database, fungsi mysql_select_db() dapat digunakan memilih database yang sedang aktif.. Dengan memilih database yang aktif

Data yang dimasukkan sesuai dengan format laporan awal maupun perkembangan dari BPBD DIY, meliputi: jenis bencana, lokasi bencana, penyebab bencana, jumlah korban,

Sesuai dengan kebijakan yang diambil oleh Bapak Rektor dan ditindak lanjuti oleh Bapak Wakil Rektor I, maka dirancang suatu bentuk atau pola Kuliah Kerja Nyata

Menurut Lismayanti, Anggraeni dan Hamidah (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Buku Pop Up Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Crustacea Untuk SMA

Pulau Sempu adalah kawasan cagar alam yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Malang. Selain fungsinya sebagai kawasan konservasi ekosistem alami, Pulau Sempu juga menjadi

pengembangan kawasan. 3) Pengembangan sknario, adalah merupakan tahap perumusan hasil analisis dan menjelaskan langkah-langkah utama yang perlu dikembangkan untuk