• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pengeluaran setiap responden masing-masing strata berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pengetahuan, jumlah tanggungan setiap keluarga dan faktor lainnya. Jenis-jenis pengeluaran masyarakat untuk semua responden hampir sama yaitu untuk memenuhi kebutuhan beras dan non beras, biaya pendidikan, biaya transportasi, biaya usaha tani, dan untuk pengeluaran lain-lain. Responden diklasifikasikan berdasarkan luasan hutan rakyatnya, bukan berdasarkan luasan pertanian sehingga pengeluaran rata-rata tiap responden berbeda-beda. Rata-rata pengeluaran petani per tahun dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Rata-rata pengeluaran responden pertahun

Sumber I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha)

Pengeluaran (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%)

Beras 2,292,857 22.3 2,774,545 26.6 2,619,333 20.8 Non beras 2,171,429 21.2 2,022,727 19.4 2,958,000 23.5 Input usaha tani 745,714 7.3 754,545 7.2 945,533 7.5 Pendidikan 1,002,857 9.8 1,063,636 10.2 963,333 7.7 Lain-lain 4,047,143 39.4 3,797,273 36.5 5,079,033 40.4 Jumlah 10,260,000 100 10,412,726 100 12,565,232 100

Pada strata I pengeluaran terbanyak pada kebutuhan hal lain-lain seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, rekreasi, peralatan rumah tangga, pajak, dan biaya tak terduga lainnya, yaitu Rp. 4.047.143.00 per tahun (39.4%). Dan pengeluaran terkecil pada kebutuhan akan input usaha tani yaitu sebesar Rp. 745.714.00,- per tahun (7.3%). Hal ini terjadi karena banyak responden yang enggan atau tidak mau menggunakan pupuk dalam kegiatan penanaman. Dan jarang sekali responden melakukan perawatan terhadap tanaman yang mereka punyai sehingga kebutuhan mereka akan input usaha tani sangat kecil. Besarnya nilai kebutuhan akan hal-hal lain itu terjadi karena banyak responden mempunyai pengeluaran yang tiba-tiba di dalam kurun waktu satu tahun ini. Selain itu juga kebutuhan responden akan kendaraan sangat tinggi sehingga memerlukan konsumsi bahan bakar yang tinggi pula. Rumah juga mempunyai sumber pengeluaran yang tinggi dikarenakan harga material yang harganya cukup mahal di pasaran.

Pada strata II pengeluaran terbesar masih pada kebutuhan lain-lain yaitu

kecil ada pada kebutuhan akan input usaha tani sebesar Rp. 754.545.00 per tahun (7,2%). Pada strata III pengeluaran terbesar juga pada kebutuhan akan lain-lain

dengan rata-rata sebesar Rp. 5.079.033.00 per tahun (40.4%) dan kebutuhan

terkecil pada imput usaha tani yaitu dengan rata-rata sebesar Rp. 945.533.00 per

tahun (7.5%).

Tingkat pengeluaran responden akan sangat berpengaruh pada pendapatan per kapita responden. Dengan pengeluaran yang besar maka pendapatan per kapita responden akan berkurang, apabila pengeluaran lebih besar daripada pendapatan maka responden akan mengalami defisit yang mengakibatkan responden harus mengeluarkan sejumlah uang dari tabungannya untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan jika pengeluaran lebih kecil daripada pendapatan maka responden akan mendapatkan sisa yang dapat ditabung untuk kebutuhan yang akan datang.

Pada tabel 7 secara keseluruhan dari ketiga kelas, presentase pendapatan terhadap pengeluaran adalah 125,9%. Dengan kata lain masyarakat di Desa Lambakara dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan mempunyai sisa. Sisa dari pendapatan tersebut biasanya mereka gunakan untuk membeli barang yang bersifat monumental seperti membangun rumah, membeli tanah, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya presentase pendapatan total rata-rata terhadap pengeluaran total rata-rata dapat dilihat di table 7.

Tabel 7. Presentase Pendapatan Total rata terhadap Pengeluaran Total Rata-rata

Kelas Pendapatan Pengeluaran Presentase Pendapatan Rata-rata Rata-rata Terhadap Pengeluaran (%) I 10,872,857 10,260,000 106.0 II 12,918,182 10,412,727 124.1 III 18,544,667 12,565,233 147.6 Rata-rata 14,111,902 11,079,320 125.9

5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat

Untuk mengetahui kelayakan pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis finansial dengan menggunakan metode analisis aliran kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto. Besarnya suku bunga yang digunakan adalah

18% yaitu suku bunga yang berlaku tahun 2008 di daerah penelitian pada saat dilakukan penelitian.

Biaya pengusahaan hutan rakyat terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang ada dalam pengusahaan hutan rakyat yaitu biaya sewa/pajak tanah. Sedangkan biaya variabel yang terdapat dalam pengusahaan hutan rakyat yaitu : biaya pengadaan bibit dan benih, biaya tanam, biaya pemeliharaan, biaya pemanenan, dan biaya tak terduga lainnya.

Kriteria Kelayakan yang digunakan dalam analisis adalah Net Present

Value (NPV) merupakan selisih antara present value daripada benefit dan present value daripada biaya, Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR).

Berdasarkan lampiran 4 dapat dilihat bahwa biaya pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara terdiri dari :

A. Biaya tetap

1. Biaya pajak rata-rata pada strata I sebesar Rp. 9.893,00 per tahun, pada strata

II sebesar Rp. 15.409,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp. 19.983,00 per tahun. Biaya pajak ini dikeluarkan terus setiap tahunnya. Besar kecilnya biaya pajak ini tergantung dari luasan lahannya.

B. Biaya variabel

1. Biaya pengadaan bibit dengan menghitung upah pekerja dan jasa yang dikeluarkan. Pada strata I, biaya bibit yang diperoleh sebesar Rp. 25.000,00 per tahun, pada strata II sebesar Rp. 26.364,00 per tahun, dan strata III sebesar Rp. 31.000,00 per tahun.

2. Biaya pembuatan ajir pada strata I sebesar Rp. 100.000,00 per tahunnya, strata

II sebesar Rp. 125.000,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp 200.000,00 per tahunnya.

3. Biaya tanam yang terdiri dari pembuatan lubang tanam, pengadaan pupuk,

serta upah tukang. Biaya tanam pada strata I sebesar Rp. 149.643,00 per tahun, pada strata II biaya tanamnya sebesar Rp. 314.545,00 per tahunnya, dan pada strata III biaya tanamnya sebesar Rp. 400.167,00 per tahunnya.

4. Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya pemangkasan cabang, pengadaan alat,

serta biaya pemberian pupuk tambahan. Biaya tersebut di total dan mendapatkan rata-rata pertahunnya yang dikeluarkan petani pada strata I

sebesar Rp. 82.857,00 per tahun, pada strata II sebesar Rp. 231.364,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp. 259.833,00 per tahun.

5. Biaya pemanenan terdiri dari biaya penyewaan alat serta upah tukang. Biaya

pada strata I sebesar Rp. 307.857,00 per tahunnya, pada strata II sebesar Rp. 387.273,00 per tahunnya, dan pada strata III sebesar Rp. 505.000,00 per tahun. Biaya panen ini akan berubah ketika volume tebangan bertambah.

6. Untuk biaya lain-lain seperti pengadaan makanan kecil ataupun rokok pada

strata I sebesar Rp. 17.857,00 per tahunnya, strata II sebesar Rp. 25.000,00 per tahunnya, dan pada strata III sebesar Rp. 51.667,00 per tahunnya.

C. Perkiraan Nilai Tegakan Sisa pada Tahun 2008

Perkiraan nilai tegakan sisa ini merupakan perkiraan biaya yang dikeluarkan oleh petani saat pertama kali orang tua mereka menanam jati hingga sekarang. Nilai ini diperoleh dari jumlah volume sisa yang ada saat sekarang atau volume yang belum ditebang hingga tahun 2008 saat penelitian ini dilakukan dikalikan dengan harga tegakan yang berlaku di pasar. Harga tegakan saat pohon berdiri diperoleh dengan pengurangan harga log yang berlaku di pasar dengan biaya pemanenan. Harga log yang berlaku di pasar saat ini adalah Rp. 1.500.000,00/m3.

Tabel 8. Rincian biaya pemanenan

Biaya sewa chainsaw : 300000

Upah buruh angkut : 50000

Biaya Penampungan di TPN : 175000 Pengangkutan dari TPN ke TPK : 100000 Biaya Total Pemanenan : 625000

Dari tabel terlihat bahwa total biaya pemanenan sebesar Rp. 625.000,00 /m3. Setelah diketahui volume sisa rata-rata dari masing-masing strata, maka dapat diperoleh nilai tegakan sisa pada tahun 2008 dengan cara mengkalikan harga tegakan pada tahun 2008 dengan volume tegakan sisa. Nilai tegakan sisa ini dikalikan lagi dengan 50% mengingat bahwa tegakan jati di Konawe Selatan ini umumnya berupa tegakan jati sisa penebangan. Selain itu juga jika dilihat dari hasil panen yang mereka peroleh, banyak yang terbuang daripada yang terpakainya. Rata-rata pohon jati yang dimiliki warga juga banyak yang cacat growong. Maka dari itu, pengkalikan 50% dari nilai tegakan sisa ini

mempunyai maksud memperoleh nilai yang bersih untuk dimasukkan ke

dalam tabel aliran cash flow. Dengan pendekatan tersebut, nilai tegakan sisa

pada strata I diperoleh sebesar Rp. 10.305.313,00 (untuk 23,56m3); Strata II

sebesar Rp. 16.384.256,00 (untuk 37,45m3); Strata III sebesar Rp.

25.531.159,00 (untuk 58,36m3).

D. Simulasi Proyeksi Hasil Tanam

Pada Lampiran 6 dapat dijelaskan bahwa penghitungan dilakukan hingga tahun ke-33 atau tahun 2041. Diperkirakan pada tahun 2023, tanaman jati yang sekarang baru berumur 3 tahun sudah mencapai umur 18 tahun dan sudah dapat di panen.

1. Strata I

Terlihat pada lampiran 6 strata I pada tahun 2005 hingga tahun 2018 masih menggunakan atau masih memanen tegakan sisa tanaman jati yang lama yaitu

sebesar 2,12 m3. Tahun 2019, volume tegakan sisa sudah habis. Maka untuk

kontinyuitas penghasilan petani dari hutan rakyatnya sejat tahun tersebut (2019) hingga tahun 2022 akan memanfaatkan tanaman jati yang akan dipanen pada tahun 2023. Pada tahun 2023 volumenya sudah berkurang karena

dimanfaatkan pada tahun 2019 hingga tahun 2022 menjadi 11,76 m3. Dari

tahun 2024 hingga tak terhingga sudah memanfaatkan tegakan jati yang

mereka tanam tahun 2005 yaitu sebesar 20 m3.

2. Strata II

Pada strata II tahun 2005 hingga tahun 2022 masih memanfaatkan jati sisa

sebesar 2,5m3/th. Pada tahun 2023 hingga tahun selanjutnya sudah bisa

memanen jati yang mereka tanam di tahun 2005 sebesar 24m3/th.

3. Strata II

Pada strata III tahun 2005 hingga tahun 2025 masih memanfaatkan jati

tahun 2005 yaitu sebesar 3,16m3/ha. Namun tahun 2026 volume sisanya

menjadi 1,48m3. Pada tahun 2023 sudah bisa memanfaatkan tanaman jati yang

ditanam tahun 2005, sehingga tahun tersebut volume yang ditebang menjadi

28,13m3 hingga tahun 2025. Tahun 2026 dipanen sebesar 26,78m3.

Setelah diketahui pendapatan kotor hutan rakyat dan biaya pengusahaan hutan rakyat, maka dapat dilakukan perhitungan analisis finansial pada masing-masing strata.

5.4.1 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Pada Periode Pembenahan

Pada periode pembenahan ini dihitung hingga tahun 2023 dikarenakan tegakan jati yang baru ditanam pada tahun 2005 sudah mencapai umur 18 tahun dan sudah siap panen pada tahun tersebut. Pada periode ini masyarakat Konawe lebih memfokuskan pada kegiatan penanaman dan diharapkan pada tahun 2023 tanaman yang mereka tanam sudah dapat mereka panen. Sedangkan pemungutan hasil selama periode ini merupakan pemanfaatan tanaman sisa hasil penanaman waktu yang lalu.

Berdasarkan lampiran 7 untuk strata 1 dapat dijelaskan bahwa sumber yang masuk dalam aliran kas ini berasal dari penjualan log. Pada strata 1 biaya penjualan log sebesar Rp. 2.543.828,00 per tahunnya hingga tahun 2022 dan pada tahun 2023 sudah memanfaatkan tanaman jati baru yang di tanam tahun 2005 sebesar Rp. 14.115.000,00. Nilai ini didapat dari penjualan rata-rata kayu jati rakyat per tahunnya. Untuk arus kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan atau yang telah dikeluarkan selama periode analisis investasi yang ditetapkan. Pada strata ini kas yang keluar pada tahun ke-0 adalah perkiraan nilai tegakan sisa pada tahun 2008 yang besarnya Rp. 10.305.313,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 693.107,00 dan pada tahun ke-15 (2023) besarnya Rp. 2.089.326,00. Setelah semuanya dihitung, didapat bahwa kas keluar pada tahun 2008 sebesar Rp. 10.305.313,00. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 kas keluarnya jumlahnya sama yaitu Rp. 693,107,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp.

2.089.326,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount

rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 27.501,00; BCR sebesar 1,00; dan IRR sebesar 17,94%.

Pada lampiran 8 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp. 2.994.436,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp. 2.940.000,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 28.800.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume tegakan sisa pada tahun

2008 sebesar 37,45m3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 16.384.256,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.124.995,00. Pada tahun ke-14 nilainya Rp. 1.117.209,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 4.455.493,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 4.231.546,00; BCR sebesar 0,78; dan IRR sebesar 12,37%.

Pada lampiran 9 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp. 3.791.160,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp. 42.195.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume

tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m3. Nilai tegakan sisa pada tahun

tersebut strata II sebesar Rp. 25.531.159,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.467.460,00 sedangkan pada tahun ke-15 besarnya Rp. 6.577.538,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp. 9.254.448,00; BCR sebesar 0,67; dan IRR sebesar 10%.

Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga yang dipakai di daerah penelitian, yaitu sebesar 18% (2008). Dari hasil perhitungan analisis finansial dalam satu periode pembangunan hutan rakyat pada masing-masing strata maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 9. Analisis Finansial pada Periode Pembenahan

Strata Analisis Finansial Status

NPV BCR IRR

I -27.501 1,00 17,94 Impas

II -4.231.546 0,78 12,37 Tidak Layak

III -9.254.448 0,67 10,00 Tidak Layak

Dari tabel 8 di atas, terlihat bahwa pengusahaan hutan rakyat pada strata II dan III tidak layak secara finansial untuk diusahakan di desa Lambakara. Pada penilaian finansial pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara strata I didapatkan hasil NPV negatif sebesar Rp. 27.501,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat di strata I impas karena nilai negatif Rp. 27.501,00 jika dibandingkan dengan nilai pendapatan dari hutannya tidak terlalu berpengaruh. Nilai NPV negatif di dapat pada strata II dan strata III dengan masing-masing nilai

nilainya kurang dari satu. Berarti hutan tersebut tidak layak untuk di usahakan.

IRR strata II dan III lebih kecil dari discount rate (18%) maka usaha hutan rakyat

tersebut tidak layak.

5.4.2 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Selama Daur Pertama

Pembenahan (Periode Pembenahan + Periode Mantap)

1. Skenario 1

Pada skenario satu ini terlihat pada lampiran 6 dimana tanaman jati yang ditanam oleh petani pada strata I, strata II, dan strata III masing-masing sebanyak 25 pohon per tahun, 30 pohon per tahun, dan 40 pohon per tahun (sesuai dengan yang dianjurkan oleh KHJL yaitu apabila melakukan pemanenan sebanyak 1 pohon maka petani diwajibkan menanam 10 pohon).

Pada lampiran 10 strata I biaya penjualan log sebesar Rp. 2.543.828,00 per tahunnya hingga tahun 2022 dan pada tahun 2023 sudah memanfaatkan tanaman jati baru yang di tanam tahun 2005 sebesar Rp. 14.115.000,00. Pada tahun ke-16 (2024) hingga tahun ke-33 (2041) di peroleh penghasilan sebesar Rp. 24.000.000,00. Nilai ini didapat dari penjualan rata-rata kayu jati rakyat per tahunnya. Untuk arus kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan atau yang telah dikeluarkan selama periode analisis investasi yang ditetapkan. Pada strata ini kas yang keluar pada tahun ke-0 adalah perkiraan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Nilai tegakan sisa pada tahun 2008 diperoleh dari perkalian antara volume tegakan sisa dengan harga tegakan. Volume tegakan sisa

pada strata I sebesar 23,55m3. Nilai tegakan sisanya sebesar Rp. 10.305.313,00.

Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 693.107,00 sedangkan pada tahun ke-15 (2023) besarnya Rp. 2.089.326,00. Pada tahun ke-16 (2024) hingga tahun ke-33 (2041) besarnya biaya operasional sebesar Rp. 3.282.722,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp. 7.704.499,00; BCR sebesar 1,59; dan IRR sebesar 25,08%.

Pada lampiran 11 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp. 2.994.436,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp. 2.940.000,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 28.800.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume tegakan sisa

pada tahun 2008 sebesar 37,45m3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 16.384.256,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun 13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.124.995,00. Pada tahun ke-14 nilainya Rp. 1.117.209,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 4.455.493,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp. 4.854.191,00; BCR sebesar 1,24; dan IRR sebesar 20,82%.

Pada lampiran 12 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp. 3.791.160,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-17 sebesar Rp. 42.195.000,00. Pada tahun ke-18 diperoleh penjualan log sebesar Rp. 40.170.000,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 38.400.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa

pada tahun 2008. Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m3. Nilai

tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 25.531.159,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.467.460,00 sedangkan pada tahun ke-15 hingga tahun ke-17 besarnya Rp. 6.577.538,00. Pada tahun ke-18 besarnya biaya operasional sebesar Rp. 6.308.072,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 besarnya Rp. 6.072.538,00. Setelah dihitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp. 3.241.314,00; BCR sebesar 1,11; dan IRR sebesar 19,23%.

Tabel 10. Analisis Finansial Selama Daur Pertama Pembenahan Berdasarkan Strata Luasan Lahan (Periode Pembenahan + Periode Mantap)

Strata Analisis Finansial Status

NPV BCR IRR

I 7.704.499 1,59 25,08 Layak

II 4.854.191 1,24 20,82 Layak

III 3.241.314 1,11 19,23 Layak

Dari tabel 9 di atas, terlihat bahwa pengusahaan hutan rakyat pada strata I, II, III layak secara finansial untuk diusahakan di desa Lambakara. Pada penilaian finansial pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara strata I didapatkan hasil NPV sebesar Rp. 7.704.499,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat layak di usahakan. Nilai NPV positif juga di dapat pada strata II dan strata

III dengan masing-masing nilai NPV sebesar Rp. 4.854.191,00 dan Rp. 3.241.314,00. Strata III memperoleh NPV terkecil dikarenakan pada strata tersebut JPT rata-rata yang diperoleh sangat kecil dan tidak sebanding dengan luasan lahannya yang di atas satu hektar. Dapat juga dilihat bahwa BCR pada strata I lebih dari satu (BCR>1), ini berarti bahwa setiap pengeluaran Rp. 1.- akan memperoleh keuntungan sebesar nilai BCR yang dihasilkan. BCR pada strata II dan III nilainya juga lebih dari satu. Berarti hutan tersebut layak untuk di

usahakan. IRR strata I, II, III lebih besar dari discount rate (18%) maka usaha

hutan rakyat tersebut layak.

Terlihat bahwa NPV pada strata II dan III nilainya lebih kecil dari strata I, hal ini diduga karena pihak koperasi mewajibkan adanya sistem tebang satu tanam sepuluh. Karena berlakunya sistem tersebut mengakibatkan strata II dan III hanya melakukan penanaman sangat sedikit. Banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara maksimal. Pada strata II terlihat hanya melakukan kegiatan penanaman sebanyak 30 tanaman baru pertahunnya, sedangkan strata III melakukan kegiatan penanaman sebanyak 40 pohon. Hal ini mengakibatkan banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara maksimal dan hasilnya juga kurang maksimal. Maka untuk memenuhi lahan yang belum termanfaatkan itu, KHJL hendaknya menambah jumlah tanaman yang akan di tanam pada strata II dan III. Pada strata II jumlah yang ditanam sebanyak 30 tanaman, sedangkan rata-rata luasan lahan yang diperoleh strata II sebesar 0,84 ha. Seharusnya jumlah tanaman yang ditanam di strata II sebanyak 924 tanaman, tetapi kenyataan di lapangan hanya sebanyak 540 tanaman yang diperoleh dari 30 tanaman dikalikan dengan 18 tahun (daur dari tanaman ditanam hingga dipanen). Maka untuk memenuhi kekurangan itu perlu adanya penanaman lagi sebanyak 384 tanaman atau sekitar 20 tanaman lagi pertahun.Pada strata III juga terlihat adanya kekurangan penanaman. Luasan lahan rata-rata yang dimiliki strata III sebesar 2,19 ha. Seharusnya jumlah tanaman yang ditanam di strata III sebanyak 2409 tanaman, tetapi kenyataan di lapangan hanya sebanyak 720 tanaman yang diperoleh dari 40 tanaman dikalikan dengan 18 tahun (daur dari tanaman ditanam hingga dipanen). Maka untuk memenuhi kekurangan itu perlu adanya penanaman lagi sebanyak 1680 tanaman atau sekitar 95 tanaman lagi pertahun.

2. Skenario 2

Pada skenario 2 dilakukan peningkatan kegiatan penanaman. Pada strata II dilakukan peningkatan penanaman tanaman jati yang tadinya ditanam sebanyak 30 tanaman baru per tahunnya menjadi 50 tanaman. Pada strata III dilakukan juga peningkatan kegiatan penanaman dari yang ditanam sebanyak 40 tanaman baru per tahunnya menjadi 135 tanaman.

Pada lampiran 13 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp. 2.994.436,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp. 2.940.000,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 48.000.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun 2008. Volume tegakan sisa

pada tahun 2008 sebesar 37,45m3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II

sebesar Rp. 16.384.256,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun 13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 1.388.300,00. Pada tahun ke-14 nilainya Rp. 1.341.610,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 7.415.231,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp. 10.022.538,00; BCR sebesar 1,42; dan IRR sebesar 22,35%.

Pada lampiran 14 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp. 3.791.160,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-17 sebesar Rp. 133.395.000,00. Pada tahun ke-18 diperoleh penjualan log sebesar Rp. 131.370.000,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 sebesar Rp. 129.600.000,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa

pada tahun 2008. Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m3. Nilai

tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp. 25.531.159,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp. 3.706.483,00 sedangkan pada tahun ke-15 hingga tahun ke-17 besarnya Rp. 112.442.733,00. Pada tahun ke-18 besarnya biaya operasional sebesar Rp. 110.687.199,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 besarnya Rp. 109.152.732,00. Setelah dihitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp. 27.849.197,00; BCR sebesar 1,6; dan IRR sebesar 23,22%.

Dari hasil tersebut terlihat bahwa strata II dan strata III telah mengalami

Dokumen terkait