• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan usaha dan kontribusi pengelolaan hutan rakyat koperasi hutan jaya lestari, kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan usaha dan kontribusi pengelolaan hutan rakyat koperasi hutan jaya lestari, kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI

KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI

SULAWESI TENGGARA

L. BINTANG SETYADI B.

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO

Permintaan kayu yang tinggi serta adanya pembalakan liar terutama di lahan negara menumbuhkan inisiatif masyarakat untuk mengatasi masalah illegal logging. Langkah yang di tempuh masyarakat yaitu dengan cara pembangunan hutan rakyat. Koperasi Hutan Jaya Lestari didirikan ditengah keprihatinan masyarakat terhadap lajunya degradasi hutan Konawe Selatan, oleh karena itu salah satu tujuan koperasi ini dibentuk adalah untuk menekan kegiatan pembalakan tak legal yang marak terjadi di kawasan hutan produksi Konawe Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat, mempelajari sistem pengelolaan hutan rakyat, mengetahui pola kemitraan, mengetahui sistem pemasaran kayu, serta mengetahui kontribusi pendapatan petani terhadap pendapatan total di Konawe Selatan

Sulawesi Tenggara. Penentuan responden dengan menggunakan metode stratified

random sampling dengan jumlah responden sebanyak 55 orang. Untuk metode pengolahan data terdiri dari kriteria pembagian hutan rakyat berdasarkan luas lahan, penerimaan dan pendapatan petani, analisis deskriptif kualitatif, analisis

kelayakan usaha (Net Present Value, Benefit Cost Ratio, dan Internal Rate of

Return), serta pola kemitraan yang ada di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan rakyat di Kabupaten Konawe Selatan pada periode pembenahan ini strata I impas, sedangkan strata II dan III tidak layak diusahakan secara financial. Nilai NPV masing-masing strata sebesar

–Rp. 27.501,00; –Rp. 4.231.546,00 dan –Rp. 9.254.448,00. Untuk BCR sebesar

1,00; 0,78; dan 0,67. Sedangkan untuk IRR nilainya 17,94%; 12,37%; 10,00%. Status hutan pada strata I, II dan III bisa menjadi layak jika ada kenaikan harga kayu masing-masing sebesar 10%, 30%, dan 50%. Apabila diusahakan selama daur pertama pembenahan, hutan tersebut menjadi layak dengan nilai NPV, BCR, dan IRR pada masing masing strata yaitu untuk NPV sebesar Rp. 7.704.499,00; Rp. 4.854.191,00 dan Rp. 3.241.314,00. Untuk BCR masing-masing strata yaitu sebesar 1,59; 1,24; dan 1,11. Sedangkan untuk IRR masing-masing strata nilainya 25,08%; 20,77%; 19,23%. Pola kemitraan antara KHJL dengan petani dan antara KHJL dengan TFT termasuk kemitraan jangka panjang. Kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata pada masing-masing strata sebesar 20,30%; 17,87%; dan 20,03%. Ini berarti hutan rakyat hanya merupakan pekerjaan tambahan atau dapat dikatakan pekerjaan waktu luang saja. KHJL melakukan penjualan kayunya berdasarkan pemesanan, namun tidak melebihi jatah tebang tahunan. KHJL memasarkan kayunya dalam bentuk square dengan bersertifikat FSC.

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan

Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari,

Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara adalah benar-benar hasil

karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah

digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , Juni 2009

L. Bintang Setyadi B.

(4)

KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI

KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI

SULAWESI TENGGARA

L. BINTANG SETYADI B.

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan,

Propinsi Sulawesi Tenggara

Nama : L. Bintang Setyadi B.

NRP : E24104040

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS.

NIP : 131671598

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

NIP : 131578788

(6)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Agustus

1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Orangtua penulis bernama Robertus Prasetyo Utomo dan

Yuliana Budi Hastuti. Pekerjaan orang tua penulis adalah

Karyawan Swasta di Indocement Tiga Roda.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun

yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor lewat jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi yang dipilih oleh penulis

adalah Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa

oraganisasi, yaitu International Forestry Students Association Local Committee

IPB (IFSA LC IPB), Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), dan

Paduan Suara Fahutan (Masyarakat Roempoen). Penulis juga pernah mengikuti

berbagai kepanitiaan seperti Acara Aeromodelling sebagai humas dan danus yang

diadakan oleh HIMASILTAN, dan Panitia Kompak 2006. Selain itu penulis juga

melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Lambakara Kecamatan Lainea

Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dibimbing oleh

(7)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Kedua orang tua tercinta, bapak Robertus Prasetyo Utomo dan Ibu Yuliana

Budi Hastuti serta adik-adikku tercinta Nikolas Hastian Mantarino dan

Yovita Kartika Adventi atas dukungan secara moral maupun material serta

kasih sayang yang senantiasa tercurah.

2. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi dapat selesai dengan

baik.

3. Dosen penguji bapak Prof. Dr. Ir. IGK Tapa Darma, M.Sc dan ibu Ir. Lin

Nuriah Ginoga, M.Si.

4. Pihak TFT, KHJL, serta orang-orang dari JAUH Sultra yang telah

mendukung sehingga dapat terlaksananya penelitian ini.

5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kehutanan IPB, terutama seluruh dosen

dan staff dari Departemen Hasil Hutan yang telah banyak mendidik dan

membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman di pemanenan dan non pemanenan, Arief, Harzan, Ozo,

Ucok, Imam, Ipul, Aya, Putri, Gita, Armand, Adhon, Juli, Kur-kur, Jarot,

Niam, Kiki, Rieka,

7. Lisa Mariance yang selalu memberi dukungan dan doa.

8. Teman-teman Hasil Hutan yang sudah berjuang selama 4 tahun

bersama-sama.

9. Seluruh teman-teman THH, BDH, KSHE, dan MNH angkatan 41, 42, dan

43, serta teman-teman dari SMUN 2 Bogor.

10.Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Bogor, Juni 2009

(8)

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian. Judul

dari skripsi adalah “Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Bramasto

Nugroho, MS selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis

disampaikan pula kepada bapak Husain selaku orang tua saya selama saya

melaksanakan penelitian di Konawe Selatan dan telah mengijinkan saya untuk

tinggal di tempat bapak. Seluruh staff KHJL yang berada di Konawe Selatan serta

seluruh teman-teman di Institut Pertanian Bogor, teman-teman di Fakultas

Kehutanan IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, dan

Adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

manfaat bagi pihak semua yang membacanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2009

(9)

RINGKASAN ... i

PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sejarah Hutan Rakyat ... 3

2.2 Hutan Rakyat ... 3

2.3 Peran Hutan Rakyat dan Manfaatnya ... 4

2.4 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 5

2.5 Pengusahaan Hutan Rakyat ... 7

2.6 Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 8

2.7 Pola Kemitraan ... 9

BAB III METODOLOGI ... .. 10

3.1 Tempat dan Lokasi Penelitian ... 10

3.2 Sasaran dan Alat ... 10

3.3 Pengumpulan Data ... 10

3.4 Analisis Data ... 10

3.4.1 Metode Pengambilan Sampel ... 10

3.4.2 Metode Pengambilan Data ... 11

(10)

4.1 Gambaran Umum Lokasi ... .... .. ... ...16

4.2 Sejarah Koperasi Hutan Jaya Lestari ... . ... ... 16

4.3 Profil Koperasi Hutan Jaya Lestari ... .. ... ...18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1 Keadaan Umum Responden ... 20

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 21

5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman ... 21

5.2.2 Tahap Pembangunan Hutan Rakyat ... 22

5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat .... 25

5.3.1 Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 25

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 27

5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat ... 28

5.4.1 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat pada Periode Pembangunan ... 32

5.4.2 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Selama Daur Pertama Pembenahan (Periode Pembenahan + Periode Mantab) ... 34

5.5 Analisis Sensitivitas ... 38

5.6 Analisis Pola Kemitraan ... 42

5.6.1 Kemitraan Antara KHJL dengan Masyarakat ... 42

5.6.2 Kemitraan Antara TFT dengan KHJL... 43

5.7 Pemasaran Hasil Hutan Rakyat ... 43

BAB VI KESIMPULAN ... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA

(11)

KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI

KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI

SULAWESI TENGGARA

L. BINTANG SETYADI B.

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO

Permintaan kayu yang tinggi serta adanya pembalakan liar terutama di lahan negara menumbuhkan inisiatif masyarakat untuk mengatasi masalah illegal logging. Langkah yang di tempuh masyarakat yaitu dengan cara pembangunan hutan rakyat. Koperasi Hutan Jaya Lestari didirikan ditengah keprihatinan masyarakat terhadap lajunya degradasi hutan Konawe Selatan, oleh karena itu salah satu tujuan koperasi ini dibentuk adalah untuk menekan kegiatan pembalakan tak legal yang marak terjadi di kawasan hutan produksi Konawe Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat, mempelajari sistem pengelolaan hutan rakyat, mengetahui pola kemitraan, mengetahui sistem pemasaran kayu, serta mengetahui kontribusi pendapatan petani terhadap pendapatan total di Konawe Selatan

Sulawesi Tenggara. Penentuan responden dengan menggunakan metode stratified

random sampling dengan jumlah responden sebanyak 55 orang. Untuk metode pengolahan data terdiri dari kriteria pembagian hutan rakyat berdasarkan luas lahan, penerimaan dan pendapatan petani, analisis deskriptif kualitatif, analisis

kelayakan usaha (Net Present Value, Benefit Cost Ratio, dan Internal Rate of

Return), serta pola kemitraan yang ada di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan rakyat di Kabupaten Konawe Selatan pada periode pembenahan ini strata I impas, sedangkan strata II dan III tidak layak diusahakan secara financial. Nilai NPV masing-masing strata sebesar

–Rp. 27.501,00; –Rp. 4.231.546,00 dan –Rp. 9.254.448,00. Untuk BCR sebesar

1,00; 0,78; dan 0,67. Sedangkan untuk IRR nilainya 17,94%; 12,37%; 10,00%. Status hutan pada strata I, II dan III bisa menjadi layak jika ada kenaikan harga kayu masing-masing sebesar 10%, 30%, dan 50%. Apabila diusahakan selama daur pertama pembenahan, hutan tersebut menjadi layak dengan nilai NPV, BCR, dan IRR pada masing masing strata yaitu untuk NPV sebesar Rp. 7.704.499,00; Rp. 4.854.191,00 dan Rp. 3.241.314,00. Untuk BCR masing-masing strata yaitu sebesar 1,59; 1,24; dan 1,11. Sedangkan untuk IRR masing-masing strata nilainya 25,08%; 20,77%; 19,23%. Pola kemitraan antara KHJL dengan petani dan antara KHJL dengan TFT termasuk kemitraan jangka panjang. Kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata pada masing-masing strata sebesar 20,30%; 17,87%; dan 20,03%. Ini berarti hutan rakyat hanya merupakan pekerjaan tambahan atau dapat dikatakan pekerjaan waktu luang saja. KHJL melakukan penjualan kayunya berdasarkan pemesanan, namun tidak melebihi jatah tebang tahunan. KHJL memasarkan kayunya dalam bentuk square dengan bersertifikat FSC.

(13)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan

Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari,

Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara adalah benar-benar hasil

karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah

digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , Juni 2009

L. Bintang Setyadi B.

(14)

KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI

KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI

SULAWESI TENGGARA

L. BINTANG SETYADI B.

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat Koperasi Hutan Jaya Lestari, Kabupaten Konawe Selatan,

Propinsi Sulawesi Tenggara

Nama : L. Bintang Setyadi B.

NRP : E24104040

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS.

NIP : 131671598

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

NIP : 131578788

(16)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Agustus

1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Orangtua penulis bernama Robertus Prasetyo Utomo dan

Yuliana Budi Hastuti. Pekerjaan orang tua penulis adalah

Karyawan Swasta di Indocement Tiga Roda.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun

yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor lewat jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi yang dipilih oleh penulis

adalah Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa

oraganisasi, yaitu International Forestry Students Association Local Committee

IPB (IFSA LC IPB), Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), dan

Paduan Suara Fahutan (Masyarakat Roempoen). Penulis juga pernah mengikuti

berbagai kepanitiaan seperti Acara Aeromodelling sebagai humas dan danus yang

diadakan oleh HIMASILTAN, dan Panitia Kompak 2006. Selain itu penulis juga

melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Lambakara Kecamatan Lainea

Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dibimbing oleh

(17)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Kedua orang tua tercinta, bapak Robertus Prasetyo Utomo dan Ibu Yuliana

Budi Hastuti serta adik-adikku tercinta Nikolas Hastian Mantarino dan

Yovita Kartika Adventi atas dukungan secara moral maupun material serta

kasih sayang yang senantiasa tercurah.

2. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi dapat selesai dengan

baik.

3. Dosen penguji bapak Prof. Dr. Ir. IGK Tapa Darma, M.Sc dan ibu Ir. Lin

Nuriah Ginoga, M.Si.

4. Pihak TFT, KHJL, serta orang-orang dari JAUH Sultra yang telah

mendukung sehingga dapat terlaksananya penelitian ini.

5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kehutanan IPB, terutama seluruh dosen

dan staff dari Departemen Hasil Hutan yang telah banyak mendidik dan

membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman di pemanenan dan non pemanenan, Arief, Harzan, Ozo,

Ucok, Imam, Ipul, Aya, Putri, Gita, Armand, Adhon, Juli, Kur-kur, Jarot,

Niam, Kiki, Rieka,

7. Lisa Mariance yang selalu memberi dukungan dan doa.

8. Teman-teman Hasil Hutan yang sudah berjuang selama 4 tahun

bersama-sama.

9. Seluruh teman-teman THH, BDH, KSHE, dan MNH angkatan 41, 42, dan

43, serta teman-teman dari SMUN 2 Bogor.

10.Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Bogor, Juni 2009

(18)

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian. Judul

dari skripsi adalah “Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan Hutan

Rakyat”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Bramasto

Nugroho, MS selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis

disampaikan pula kepada bapak Husain selaku orang tua saya selama saya

melaksanakan penelitian di Konawe Selatan dan telah mengijinkan saya untuk

tinggal di tempat bapak. Seluruh staff KHJL yang berada di Konawe Selatan serta

seluruh teman-teman di Institut Pertanian Bogor, teman-teman di Fakultas

Kehutanan IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, dan

Adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

manfaat bagi pihak semua yang membacanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2009

(19)

RINGKASAN ... i

PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sejarah Hutan Rakyat ... 3

2.2 Hutan Rakyat ... 3

2.3 Peran Hutan Rakyat dan Manfaatnya ... 4

2.4 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 5

2.5 Pengusahaan Hutan Rakyat ... 7

2.6 Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 8

2.7 Pola Kemitraan ... 9

BAB III METODOLOGI ... .. 10

3.1 Tempat dan Lokasi Penelitian ... 10

3.2 Sasaran dan Alat ... 10

3.3 Pengumpulan Data ... 10

3.4 Analisis Data ... 10

3.4.1 Metode Pengambilan Sampel ... 10

3.4.2 Metode Pengambilan Data ... 11

(20)

4.1 Gambaran Umum Lokasi ... .... .. ... ...16

4.2 Sejarah Koperasi Hutan Jaya Lestari ... . ... ... 16

4.3 Profil Koperasi Hutan Jaya Lestari ... .. ... ...18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1 Keadaan Umum Responden ... 20

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 21

5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman ... 21

5.2.2 Tahap Pembangunan Hutan Rakyat ... 22

5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat .... 25

5.3.1 Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 25

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 27

5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat ... 28

5.4.1 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat pada Periode Pembangunan ... 32

5.4.2 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Selama Daur Pertama Pembenahan (Periode Pembenahan + Periode Mantab) ... 34

5.5 Analisis Sensitivitas ... 38

5.6 Analisis Pola Kemitraan ... 42

5.6.1 Kemitraan Antara KHJL dengan Masyarakat ... 42

5.6.2 Kemitraan Antara TFT dengan KHJL... 43

5.7 Pemasaran Hasil Hutan Rakyat ... 43

BAB VI KESIMPULAN ... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA

(21)

No. Halaman

1. Daftar anggota KHJL tahun 2004... 18

2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan... 20

3. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok... 21

4. Pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber selama 1 tahun... 25

5. Kontribusi pendapatan responden hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata pada tahun 2008... 26

6. Rata-rata pengeluaran responden pertahun... 27

7. Presentase pendapatan total rata terhadap pengeluaran total rata-rata………... 28

8. Rincian biaya pemanenan... 30

9. Analisis finansial pada periode pembenahan... 33

10. Analisis finansial selama daur pertama pembenahan berdasarkan strata luasan lahan (periode pembenahan + periode mantap)... 35

(22)

No. Halaman

1. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Harga (%) Strata I... 39

2. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Harga (%) Strata II... 40

3. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Harga (%) Strata III... 40

4. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%)

Strata I... 41

5. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%)

Strata II... 42

6. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%)

(23)

No. Halaman

1. Identitas responden petani hutan rakyat... 50

2. Sumber pendapatan total petani hutan rakyat………. 52

3. Pengeluaran petani hutan rakyat………. 54

4. Biaya tetap dan biaya variable……… 56

5. Nilai Tegakan Sisa Tahun 2008... 58

6. Simulasi proyeksi hasil tanam... 60

7. Proyeksi cash flow strata I pada periode pembenahan hutan rakyat... 65

8. Proyeksi cash flow strata II pada periode pembenahan hutan rakyat... 66

9. Proyeksi cash flow strata III pada periode pembenahan hutan rakyat... 67

10. Proyeksi cash flow Strata I selama daur pertama pembenahan…... 68

11. Proyeksi cash flow Strata II selama daur pertama pembenahan skenario 1… 71

12. Proyeksi cash flow Strata III selama daur pertama pembenahan scenario 1.. 74

13. Proyeksi cash flow Strata II selama daur pertama pembenahan skenario 2... 77

14. Proyeksi cash flow Strata III selama daur pertama pembenahan scenario 2... 80

15. Sensitivitas pada periode pembenahan hutan rakyat... 83

16. Sensitivitas selama daur pertama pembenahan... 83

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dahulu kala masyarakat telah memanfaatkan hutan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang telah

memanfaatkan hutan sebagai lahan pertanian dan beternak untuk memenuhi

kebutuhan pangan. Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal untuk

menjadi tempat perlindungan dari binatang buas dan cuaca ekstrim. Masyarakat

juga memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu.

Semakin bertambahnya populasi manusia di Indonesia telah menimbulkan

berbagai masalah antara lain meningkatnya kebutuhan hidup penduduk dan

kebutuhan akan lahan. Permasalahan tersebut menyebabkan terjadinya tekanan

terhadap sumberdaya hutan yang terus bertambah dalam rangka memenuhi

kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan, mutu lingkungan yang baik, dan dalam

perkembangannya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan. Tekanan

terhadap hutan yang sangat tinggi itu disebabkan oleh penebangan hutan yang luas

untuk dijual kayunya.

Sebenarnya ini tidak perlu terjadi jika masyarakat dapat mengelola

lahannya secara optimal. Pengoptimalan itu didapat dari berbagai macam

bantuan-bantuan yang diberikan. Baik itu berupa bantuan-bantuan bibit ataupun bantuan-bantuan berupa

pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan penduduk dalam

mengelola hutannya secara optimal.

Sementara itu kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan hasil

hutan, utamanya kayu, saat ini masih mengandalkan pada hutan alam. Di sisi lain

peningkatan permintaan masyarakat akan kayu tersebut belum diiringi dengan

upaya pembangunan hutan tanaman sebagai langkah antisipatif terhadap

kebutuhan masyarakat tersebut.

Pemintaan akan kayu yang tinggi serta dengan adanya pembalakan liar

terutama di lahan negara menumbuhkan inisiatif masyarakat untuk mengatasi

masalah illegal logging itu. Langkah yang di tempuh masyarakat dalam

(25)

Koperasi Hutan Jaya Lestari didirikan ditengah keprihatinan masyarakat

terhadap lajunya degradasi hutan Konawe Selatan, oleh karena itu salah satu

tujuan koperasi ini dibentuk adalah untuk menekan kegiatan pembalakan liar yang

marak terjadi di kawasan hutan produksi Konawe Selatan sekaligus

mengembalikan dan mewujudkan cita – cita „Koperasi sebagai soko guru

perekonomian masyarakat‟.

Program ini diprakarsai dan difasilitasi oleh jaringan LSM lokal yang

berbasis masyarakat yang dikenal dengan nama Jaringan Untuk Hutan (JAUH),

Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai),

Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan, dan Tim Kelompok Kerja

Kehutanan Sosial (Pokja SF) dari Dinas Kehutanan. Dengan segenap

kemampuannya program tersebut secara intensif mendampingi kelompok

masyarakat untuk mewujudkan program pemerintah tersebut.

Konawe Selatan merupakan pelopor dari seluruh hutan rakyat di luar jawa,

jadi untuk mengetahui keberhasial pengelolaan hutan rakyat di Konawe Selatan

perlu dilakukan penelitian. Dalam hal ini penulis memandang perlu melakukan

penelitian dengan judul Analisis Kelayakan Usaha dan Kontribusi Pengelolaan

Hutan Rakyat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kelayakan usaha pada pengelolaan hutan rakyat di Desa

Lambakara, Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara.

2. Mempelajari sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Lambakara, Kabupaten

Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara.

3. Mengetahui pola kemitraan yang terjadi di Koperasi Hutan Jaya Lestari.

4. Mengetahui sistem pemasaran kayu yang terjadi di KHJL.

5. Mengetahui kontribusi pendapatan petani terhadap pendapatan total.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petani hutan rakyat dalam

mengelola hutan untuk dapat meningkatkan pendapatan dengan lebih

memperhatikan hasil komoditi sehingga pendapatan masyarakat meningkat secara

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Hutan Rakyat

Istilah “Social Forestry” untuk pertama kalinya digunakan oleh Westoby

(1968) dalam Ninth Commonwealth Forestry Congress tahun 1968 di New Delhi,

India. Selanjutnya disebutkan oleh Tiwari (1983), bahwa Social Forestry pada

dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di pedesaan dari

hutan, yaitu bahan bakar, pakan hewan, makanan, kayu, pemasukan ekonomi, dan

lingkungan.

Tujuan utama kegiatan hutan rakyat itu sendiri yaitu mencapai keadaan

sosial ekonomi penduduk pedesaan yang lebih baik, terutama penduduk di dalam

dan di sekitar hutan. Masyarakat setempat diajak untuk ikut berpartisipasi dalam

pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lebih teratur dan lebih bertanggung

jawab.

2.2 Hutan Rakyat

Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat

merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan aspek

kelestarian hasil dan aspek konservasi namun tetap memberikan peluang untuk

meningkatkan hasil tanaman pangan, peningkatan pendapatan, dan perbaikan

kesejahteraan petani. Di dalam UUPK No.5/1967 istilah hutan rakyat dijumpai di

dalam penjelasan undang-undang tersebut. Di dalam batang tubuhnya sendiri

istilah hutan rakyat tidak ada, akan tetapi ada disebutkan istilah hutan milik, yaitu

lahan milik rakyat yang ditanami dengan pepohonan. Titik berat perhatian rakyat

adalah menanam tanaman pangan karena pada waktu itu masyarakat Indonesia

masih mengalami defisit suplai pangan terutama beras, atau ditanami dengan

tanaman holtikultura dan tanaman semusim yang cepat menghasilkan dan dapat

dijual untuk menghasilkan uang tunai (Simon, 1995).

Sedikit berbeda dengan pengertian hutan rakyat yang disebutkan dalam

UUPK No.5/1967, di dalam UUPK No.41/1999 istilah hutan milik tidak dijumpai

lagi, diganti dengan istilah hutan hak sebagai sisi lain dari hutan negara. Hutan

(27)

hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di lahan milik, dikelola dan dikuasai

sepenuhnya oleh pemiliknya atau rakyat (Djuwadi, 2002). Berdasarkan SK

Menteri Kehutanan No.46/kpts-II/1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki

oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman

kayu-kayuan dan jenis lainnya lebih dari 50% dan pada tanaman tahun pertama dengan

tanaman sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar.

Pemerintah Indonesia telah menawarkan sistem hutan kemasyarakatan

sejak tahun 1998, namun konsep tersebut belum mengedepankan rakyat sebagai

aktor utama dalam pengelolaan hutan. Rakyat hanya diajak, dan bukan rakyat

yang menentukan sistem pengelolaan hutan. Kemudian di tahun 2003, dikeluarkan

kembali pencanangan social forestry oleh pemerintah, yang konsepnya tidak jauh

beda dengan konsep hutan kemasyarakatan (WALHI, 2004).

Selain itu, sangat banyak terdapat sistem pengelolaan hutan oleh rakyat

yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan

Bersama Masyarakat, masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman

semusim di sela tanaman jati yang arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan

masyarakat hanya ikut „menumpang‟ di lahan tersebut.

Sistem Hutan Kerakyatan yang digagas WALHI memiliki dua kata kunci,

yaitu “sistem hutan” dan “kerakyatan”. Sistem hutan untuk menggambarkan

bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan

kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan

sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak

lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan

bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.

2.3 Peran Hutan Rakyat dan Manfaatnya

Menurut Direktur Penghijauan dan Perhutanan Sosial (Departemen

Kehutanan 1995) menyatakan bahwa hutan rakyat mempunyai manfaat ganda,

yaitu selain manfaat ekologis juga mempunyai manfaat ekonomis. Tujuan dan

manfaat dibangunnya hutan rakyat tersebut adalah:

1. Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi

(28)

3. Menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air

4. Meningkatkan produktifitas lahan

5. Meningkatkan pendapatan masyarakat

6. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan

kayu rakyat.

Departemen Kehutanan (1995) sendiri menegaskan bahwa tujuan pokok

dari pengembangan hutan rakyat adalah:

1. Memenuhi kebutuhan kayu

2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat

3. Memperluas kesempatan kerja penduduk

4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan

Saragih, Sunito, dan Suharjito (1995), mengemukakan hutan rakyat adalah

bagian yang integral dari ekonomi rumah tangga rakyat yang mempunyai ciri

multi purpose, yaitu :

1. Memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan anggota rumah tangga, kebutuhan

pakan ternak, bahan bangunan, dan sumber pendapatan

2. Memberikan hasil sepanjang tahun, tidak terikat musim sehingga dapat

mengisi kebutuhan pada saat lahan-lahan pertanian tanaman semusim tidak

menghasilkan

3. Hutan rakyat di Pulau Jawa berfungsi sebagai jaminan bagi kredit informal

4. Dapat berperan sebagai kebutuhan ekonomi daerah akan kayu, sayur, dan

buah-buahan serta tanaman obat-obatan

5. Berperan positif di dalam penyerapan air dan mencegah erosi

6. Dapat menjadi sumber plasma nutfah, khususnya hutan rakyat di pulau jawa.

Toha (1987) menyebutkan bahwa sasaran pengembangan hutan rakyat

terbagi menjadi tiga, yaitu sasaran fisik lingkungan hidup (environment), sasaran

sosial ekonomi (prosperity) dan sasaran keamanan dan keutuhan negara

(security).

2.4 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat di satu sisi memang menunjukkan potensi hasil

(29)

tentu saja peningkatan pendapatan masyarakat pengelola hutan. Akan tetapi di sisi

lain masih ditemui beberapa permasalahan, misalnya keterbatasan akses dan

pengetahuan pasar masyarakat, penebangan yang masih dilakukan dengan sistem

”tebang butuh”, kualitas kayu dari hutan rakyat yang belum optimal akibat

kurangnya pengetahuan tentang teknik silvikultur, serta masih lemahnya

pengetahuan pengelola hutan terkait dengan penaksiran dan perhitungan volume

pohon maupun teknik pemotongan log, yang berakibat pada rendahnya harga jual

kayu jika dibandingkan dengan harga pasar.

Pola usahatani hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan belum

sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang paling

menguntungkan (Hardjanto, 1990). Pemilik hutan rakyat umumnya belum

menggantungkan penghidupannya pada hutan-hutan yang dimilikinya, mereka

mengusahakan hutan rakyat tersebut sebagai sambilan. Faktor penyebab para

petani tidak menggantungkan penghidupannya pada hutan yaitu:

1. Belum adanya persatuan antar pemilik hutan rakyat

2. Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna

3. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat

4. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya adalah merupakan upaya

menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan

penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan

pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin di

capai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu

rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus

menerus selama daur.

Departemen Kehutanan (1995) menyebutkan keberhasilan pengembangan

hutan rakyat sangat tergantung pada :

1. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas

2. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat

3. Pemilihan jenis yang di tanam

4. Sistem penanaman, pemeliharaan, dan Pengelolaan

(30)

6. Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu.

Departemen Kehutanan (1995) juga menyebutkan sistem pendanaan yang

dilaksanakan dalam pengembangan hutan rakyat dapat ditempuh melalui:

1. Swadaya masyarakat baik perorangan, kelompok, maupun mitra usaha

2. Program bantuan impres penghijauan dan reboisasi/APBD

3. Kredit, berupa pinjaman lunak kepada petani/kelompok tani dengan pola

acuan P3KUK-DAS melalui bank penyalur

4. Kredit usaha perhutanan rakyat, berupa pinjaman lunak kepada petani melalui

mitra usaha yang pelaksanaannya diatur oleh Departemen Kehutanan dan BRI

selaku bank penyalur.

2.5 Pengusahaan Hutan Rakyat

1. Biaya Pengusahaan Hutan Rakyat

Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

mengurangi suatu tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala

bentuk korbanan ekonomi yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk

mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada prinsipnya biaya yang terlibat

dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu

biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi berubah (variable cost).

Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang tidak berubah besarnya

walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah, misalnya sewa tanah.

Sedangkan biaya produksi berubah adalah biaya produksi yang besarnya

tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya membeli pupuk, bibit,

upah tenaga kerja (Sumarta, 1963 dalam Hayono, 1996).

2. Pendapatan Usaha Hutan Rakyat

Pendapatan adalah penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum

dikurangi dengan biaya produksi. Besarnya Pendapatan dipengaruhi oleh jumlah

barang yang dihasilkan/diproduksi dan harga masing-masing jenis dan kualitas

produk. Pendapatan dari usaha hutan rakyat diperoleh dari penjualan kayu rakyat

(31)

3. Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat

Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut

badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam suatu proyek. Analisis

finansial pengelolaan hutan rakyat dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan

dalam pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut bagi masyarakat maupun pemerintah

untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan manfaat di masa

yang akan datang, sehingga penggunaan dan alokasi sumberdaya yang terbatas

dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif.

Menurut Gittinger (1986), dalam menilai suatu proyek yang menggunakan

Discounted Cash Flow (DCF) atau aliran kas yang berdiskonto berdasarkan pada tiga kriteria, yaitu :

1. Net Present Value (NPV), yaitu nilai kini atau sekarang dari suatu proyek setelah dikurangi dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari

keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun bersangkutan dan

didiskontokan pada tingkat bunga yang berlaku.

2. Benefit Cost Ratio (BCR), adalah suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh proyek dengan

nilai sekarang seluruh biaya proyek.

3. Internal Rate of Return (IRR), adalah suatu tingkat suku bunga maksimal yang dibayarkan oleh suatu proyek untuk semua investasi dan sumberdaya yang

digunakan.

Proyek diprioritaskan pelaksanaannya (layak), apabila nilai NPV>0,

BCR>1 dan IRR lebih besar daripada suku bunga yang berlaku.

2.6 Pendapatan Rumah Tangga Petani

Pendapatan rumah tangga adalah kumpulan dari pendapatan

anggota-anggota rumah tangga dari masing-masing kegiatannya. Menurut Soeharjo dan

Patong (1973), pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan,

konsumsi keluarga akan komoditi yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan komoditi tersebut.

Biro Pusat Statistik (1993), menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga

(32)

sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa

pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain. Bahkan kadang penghasilan di

luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya dari pertanian.

Sedangkan Kartasubrata (1980), menjelaskan bahwa pendapatan rumah

tangga menurut sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan

kehutanan, adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan, dan pendapatan

non kehutanan, yaitu pendapatan yang berasal dari hasil kegiatan di luar

kehutanan.

2.7 Pola Kemitraan

Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan menengah atau

dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan

oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

menguntungkan.

Terdapat beberapa pola yang dapat diterapkan dalam pelaksanan

kerjasama kemitraan. Pemilihan bentuk kerjasama dapat disesuaikan dengan

melihat kondisi masing-masing pelaku kerjasama. Menurut Departemen Pertanian

(1997), berdasarkan jangka waktunya, kemitraan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Kemitraan Insidental

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama

dalam jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai,

dengan atau tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja. Bentuk

kemitraan seperti ini biasanya ditemui dalam pengadaan input dan

pemasaran usaha tani.

2. Kemitraan Jangka Menengah

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam

jangka menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa

perjanjian tertulis.

3. Kemitraan Jangka Panjang

Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan

terus-menerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis. Misalnya

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lambakara, Kecamatan Lainea,

Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Juni sampai bulan Agustus 2008.

3.2 Sasaran

Sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilik hutan rakyat

di desa Lambakara, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Propinsi

Sulawesi Tenggara. Selain itu penelitian ini menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari instansi-instansi terkait.

Penentuan responden dilakukan dengan metode stratified random

sampling terhadap rumahtangga yang memiliki usaha hutan rakyat berdasarkan luas penguasaan lahannya.

3.3 Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Laporan kegiatan pengelolaan hutan rakyat, LSM pendamping,

Kepala Desa dan Forum Kelompok Tani Hutan.

2. Data Primer

a. Wawancara dengan pengelola hutan rakyat, LSM Pendamping, Kepala

Desa dan Forum Kelompok Tani Hutan.

b. Pengecekan langsung di lapangan.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Metode Pengambilan Sampel

Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode stratified

random sampling terhadap rumah tangga yang memiliki usaha hutan rakyat berdasarkan luas penguasaan lahannya. Stratifikasi lahan dibuat berdasarkan luas

(34)

Lambakara. Stratifikasi kepemilikan lahan masyarakat desa yang dijadikan sample

terbagi menjadi 3 strata yaitu :

Strata 1 : kepemilikan lahan <0,5 Ha

Strata 2 : kepemilikan lahan 0,5-1 Ha

Strata 3 : kepemilikan lahan >1 Ha

3.4.2 Metode Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah :

a. Teknik Observasi

Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti

baik untuk responden maupun di lapangan.

b. Teknik Wawancara

Data dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap

responden yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat, pejabat setempat dan

pemimpin formal maupun informal.

3.4.3 Metode Pengolahan Data

a. Kriteria Pembagian Hutan Rakyat berdasarkan luas lahan

Hutan rakyat dibagi menjadi 3 strata dengan batasan luasan sebagai

berikut :

i. Strata I : Luas lahan kurang dari 0,5 Ha

ii. Strata II : Luas lahan antara 0,5-1 Ha

iii. Strata III : Luas lahan lebih besar dari 1 Ha

b. Penerimaan dan Pendapatan Petani Hutan Rakyat

Penerimaan merupakan perkalian jumlah hasil produk dengan harga

satuannya. Selanjutnya pendapatan merupakan selisih total penerimaan (total

revenue) dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengelolaan hutan (total cost). Untuk menentukan pendapatan dengan cara membagi jenis pendapatannya. Misalnya perolehan pendapatan dari padi, dari hutan rakyat, jasa,

dagang, dan pengelolaan hutan rakyatnya. Setelah itu membagi jenis

(35)

berdasarkan luas lahan. Setelah itu jumlahkan rata-rata dari masing-masing strata.

Secara sistematis untuk menentukan pendapatan dituliskan sebagai berikut:

Pendapatan = TR-TC

Keterangan :

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

c. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis Deskriptif Kualitatif menyangkut analisis tingkat pendapatan dan

sumbangan masing-masing sektor ekonomi sebagai sumber pendapatan rumah

tangga yaitu hutan rakyat dan non hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga

buruh dan pekerja jasa dengan tujuan untuk melihat pengaruh kedua jenis usaha

petani hutan rakyat. Adapun analisis yang digunakan adalah :

1. Rata-rata Pendapatan dan pengeluaran petani

Diperoleh dengan cara membagi antara pendapatan dan pengeluaran

rumah tangga dari para petani per tahun dari jenis usaha tersebut dengan

banyaknya rumah tangga responden.

2. Rata-rata Pendapatan san Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani

Diperoleh dengan menjumlahkan total semua pendapatan dan

pengeluaran rumah tangga para petani dari berbagai jenis usaha yang ada di

tempat itu dengan banyaknya rumah tangga responden.

3. Kontribusi Kegiatan

Sumber pendapatan petani tidak sama antara lain usaha tani, hutan

rakyat, dan jasa. Dalam hal ini hanya membandingkan dua saja yaitu

mencari pendapatan masyarakat dari usaha hutan rakyat dan peranannya

terhadap pendapatan total masyarakat. Hasil hutan rakyat biasanya dijadikan

sebagai sumber penghasilan. Nantinya diharapkan dapat membandingkan

kontribusi dari masing-masing kegiatan seperti mencari kontribusi

pendapatan dan pengeluaran responden hutan rakyat terhadap pendapatan

dan pengeluaran total rata-rata selama tahun 2008. Untuk mencari

(36)

X

ki

=

x100%

Xti Xwi

Keterangan :

∑Xwi = Pendapatan rumah tangga dari petani per tahun jenis usaha ke–i

∑Xti = Pendapatan rumah tangga total dari petani per tahun jenis usaha ke–i Xki = Kontribusi kegiatan yang diperoleh petani

d. Analisis Kelayakan Usaha

1. Nilai Sekarang (Present Value)

Konsep nilai sekarang atau Present Value merupakan konsep untuk

mengetahui nilai uang sekarang dan akan datang.

Dalam perhitungan PV tersebut ditentukan discount factor untuk menilai

uang terhadap waktu. Rumus discount factor adalah :

df =

t

r) 1 (

1

keterangan :

df = discount factor t = jangka waktu (thn)

r = suku bunga PV = present value

Sehingga rumus untuk PV adalah

PV =

t

n

t r

Vt

) 1 (

1 

keterangan :

Vt = Value pada tahun ke-t

5. Net Persent Value (NPV)

Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat

diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya

NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian.

NPV =

n t

t i

Ct Bt

) 1 (

1 

(37)

i = discount rate yang berlaku (%)

Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

n = umur proyek (tahun)

1. NPV>0 ; maka proyek menguntungkan dan dapat atau layak dilaksanakan.

2. NPV=0 ; maka proyek tidak untung dan tidak juga rugi, jadi tergantung pada

penilaian subyektif pengambilan keputusan.

3. NPV<0 ; maka proyek ini merugikan karena keuntungan lebih kecil dari biaya,

jadi lebih baik tidak dilaksanakan.

6. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek

akan mengembalikan semua investasi salama umur proyek. Jika dinilai Internal

Rate of Return lebih kecil dari discount rate maka NPV<0, artinya sebaiknya proyek itu tidak dilaksanakan.

Inti analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan dengan

pengeluaran, dimana suatu kegiatan atau usaha adalah feasible apabila pendapatan

lebih besar dari pengeluaran.

IRR =

(2 1)

2 1

1

1 x i i

NPV NPV

NPV

i

 

Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negative

1. IRR > discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi layak

dijalankan

2. IRR < discount rate yang berlaku ; maka kegiatan investasi tidak layak

dijalankan

7. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio merupakan suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil dengan nilai sekarang seluruh biaya

(38)

jumlah hasil diskonto biaya. Apakah usaha tersebut sudah layak dilaksanakan atau

tidak,maka kita perlu menghitung nilai BCRnya. Kriteria usaha tersebut haruslah

lebih besar dari 1.

BCR =

 

 

n t

t t n

t

t t

i C

i B

1 1

) 1 (

) 1 (

Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t

Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

t = umur proyek (tahun)

i = discount rate yang berlaku (%) BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan

BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan

e. Kemitraan

Mengetahui pola kemitraan dengan mengetahui bentuk-bentuk kerjasama

yang terjadi. Bentuk kerjasama dapat berupa :

1. Kemitraan Insidental

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama dalam

jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai, dengan atau

tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja.

2. Kemitraan Jangka Menengah

Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka

menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis.

3. Kemitraan Jangka Panjang

Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan

(39)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Lokasi

Kabupaten Konawe Selatan beribukota Andoolo dan secara geografis

terletak di bagian selatan khatulistiwa. Luas wilayahnya 451.421 Ha atau 11,83%

dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara, dengan jumlah penduduk 226.734

jiwa.

Kabupaten Konawe Selatan terdiri dari 11 kecamatan dengan 286 desa dan

10 kelurahan. Dari 296 desa/kelurahan yang terdapat di Konawe Selatan 211

(71,28 %) masuk klasifikasi desa swadaya mula dan 85 sisanya (28,72 %) desa

swadaya madya (BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2005).

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2005, jumlah penduduk

Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 228.765 jiwa dengan laju pertumbuhan

penduduk Kabupaten Konawe Selatan sebesar 2,71 persen pertahun (BPS

Kabupaten Konawe Selatan, 2005).

Batas wilayah :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Konawe dan kota Kendari

b) Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku

c) Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bombana dan Muna

d) Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Kolaka

Permukaan tanah pada umumnya bergunung dan berbukit yang diapit

dataran rendah yang sangat potensial untuk perkembangan sektor pertanian.

4.2Sejarah Koperasi Hutan Jaya Lestari

Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) dibentuk pada bulan Maret tahun

2003 sebagai bagian dari program kehutanan sosial Konawe Selatan yang dikelola

oleh anggota masyarakat di sekitar area hutan produksi jati milik negara di

Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pendirian koperasi ini di inisiasi

oleh 46 ketua kelompok Social Forestry (SF) dari 46 desa, dalam 6 kecamatan, di

wilayah kabupaten Konawe Selatan. Program ini diprakarsai dan difasilitasi oleh

(40)

Untuk Hutan (JAUH), Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS (Badan Pengelola

Daerah Aliran Sungai), Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan, dan Tim

Kelompok Kerja Kehutanan Sosial (Pokja SF) dari Dinas Kehutanan.

Kegiatan pengorganisasian sejak awal hingga terbentuknya Koperasi

Hutan jaya Lestari tidak lepas dari peran LSM yang peduli terhadap kelestarian

lingkungan, oleh karena itu sebuah jaringan LSM lokal Sultra yang bernama

JAUH-Sultra dengan segenap kemampuannya secara intensif mendampingi

kelompok masyarakat untuk mewujudkan program pemerintah tersebut.

Hutan yang rakyat miliki saat ini dulunya merupakan hutan tanaman jati

milik orang tua mereka. Orang tua mereka menanam jati agar nantinya anak cucu

mereka bisa menikmati jati yang mereka tanam. Koperasi Hutan Jaya Lestari

merupakan koperasi yang di bentuk oleh masyarakat konawe untuk menjaga

kelestarian hutan. Koperasi mewajibkan anggotanya untuk menanam agar hutan

yang mereka miliki lestari. Awalnya sebelum masyarakat bergabung dengan

KHJL, mereka menjual kayu kepada pabrik-pabrik dengan harga yang murah.

Namun setelah mereka bergabung dengan koperasi, masyarakat diajari tentang

pentingnya menanam untuk masa depan dan kelestarian. Pada awal 2004 banyak

masyarakat yang mulai mengikuti atau masuk menjadi anggota KHJL. Sehingga

tahun 2004 merupakan tahun awal penanaman jati di konawe selatan ini.

Koperasi Hutan Jaya Lestari didirikan ditengah keprihatinan masyarakat

terhadap lajunya degradasi hutan Konawe Selatan, oleh karena itu salah satu

tujuan Koperasi ini dibentuk adalah untuk menekan kegiatan pembalakan tak legal

yang marak terjadi di kawasan hutan produksi Konawe Selatan sekaligus

mengembalikan dan mewujudkan cita – cita „Koperasi sebagai soko guru

perekonomian masyarakat‟.

Koperasi Hutan jaya Lestari dalam usahanya lebih mengedepankan nilai

sosial yang dibangun dengan mengangkat kearifan lokal yang selama ini sangat

dipatuhi oleh masyarakat, hal ini sangat efektif dalam kegiatan pengelolaan hutan

secara lestari, dan secara umum dapat mempertahankan budaya local dalam upaya

(41)
[image:41.595.121.506.124.683.2]

Tabel 1. Daftar anggota KHJL tahun 2004

No unit Unit/Desa Nama KU Kecamatan Jml Anggota

1 Lambakara Husen Laeya 53

2 Aoreo Abd. Maal Lainea 43

3 Pamandati Ramli Lainea 12

4 Anggoroboti Sultan H. A. Laeya 31

5 Eewa Jahar Palangga 17

6 Onembute Zakaria Palangga 22

7 Wonua Raya Warma S. Baito 47

8 Matabubu Kadir M. Baito 54

9 Rahamenda Syafrudin Andoolo 35

10 Mekarsari Siong Palangga 50

11 Koeono Chunding Palangga 14

12 Sawah Harami Kolono 44

13 Sambahule Haris Sp. Baito 31

14 Keaea Sailan Palangga 11

15 Mataiwoi Arbal Kolono 36

16 Polewali Taharuddin Lainea 13

17 Palendia Sarmudin Buke 28

18 Watumerembe Berdin Manus Palangga 17

19 Andinete Laode Hadisi Kolono 14

20 Lalobao Saenudin Sp Andoolo 4

21 Labokeo Kadir Laeya

22 Adayu Indah M. Toha

23 Buke Agustan Buke

24 Matabubu Jaya Togasi Lainea 3

(42)

4.3Profil Koperasi Hutan Jaya Lestari

Pengurus KHJL berjumlah 5 orang dan Pengawas KHJL berjumlah 3

orang, yang dipilih setiap 3 tahun dalam satu periode masa jabatan yang berasal

dari pengurus di unit kerja tiap desa.

Karyawan KHJL terdiri dari :

a) Supervisor 2 orang

b) Staf administrasi 1 orang

c) Staf inventarisasi 3 orang

d) Staf grading 2 orang

Seluruhan karyawan KHJL direkrut melalui penjaringan dan seleksi.

Tugas masing-masing karyawan diberikan berdasarkan kontrak kerja yang

memuat tentang tata tertib kerja, hak dan tanggung jawab. Pengangkatan

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Umum Responden

Petani yang mengikuti program Koperasi Hutan Jaya Lestari di Desa

Lambakara ini berjumlah 579 orang. Untuk pengambilan sampel digunakan

statistik parametrik yang membutuhkan sampel minimal 30 sampel. Dari total

petani tersebut diambil sampel sebanyak 55 orang sebagai responden. Dasar yang

digunakan di dalam pengambilan sampel adalah luasan lahan hutan rakyat,

dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luasan lahan <0,5 ha

dengan jumlah responden 14 orang (25,45%), strata II dengan luasan lahan 0,5-1

ha dengan jumlah responden 11 orang (20%), dan strata III yang mempunyai

luasan lahan lebih dari 1 ha dengan jumlah responden 30 orang (54,55%).

Responden mempunyai tingkat pendidikan tergolong sedang. Dari 55 responden,

yang menyelesaikan sekolah sampai tingkat SMP dan SMA masing-masing

sebesar 13 orang dan 15 orang. Sebagian besar responden mempunyai tingkat

pendidikan SD dengan jumlah 18 responden dan 5 orang melanjutkan ke jenjang

kuliah dengan beragam tingkat seperti D1, D3, dan S1. Sedangkan responden

[image:43.595.114.437.497.633.2]

yang tidak pernah sekolah sebanyak 4 orang (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Strata Responden

Pendidikan I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Jumlah

n % n % n % n %

Tidak

Sekolah 1 7.14 1 9.09 2 6.67 4 7.27

SD 4 28.57 6 54.55 8 26.67 18 32.73

SMP 5 35.71 2 18.18 6 20.00 13 23.64 SMA 1 7.14 2 18.18 12 40.00 15 27.27

Kuliah 3 21.43 0 0.00 2 6.67 5 9.09

Jumlah 14 100 11 100 30 100 55 100

Dari data di atas dapat diketahui tingkat pendidikan responden tergolong

rendah, karena masih banyak orang yang lulusan SD tinggal di daerah tersebut.

Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola pikir responden dalam menjawab

(44)

Seluruh responden mempunyai status sudah berkeluarga dengan jumlah

anggota keluarga rata-rata 4-5 jiwa. Mata pencaharian pokok yaitu sebagai petani

baik pada strata I (64%), strata II (91%), maupun pada strata III (53,33%). Mata

pencaharian pokok yang menempati urutan kedua yaitu mata pencaharian yang

berhubungan dengan wiraswasta. Dalam hal ini wiraswasta dapat diartikan

mereka yang memperoleh hasil dari membuka lapangan pekerjaan sendiri seperti

warung, ataupun sebagai pengrajin dan penjual jasa. Dari tabel 3 terlihat bahwa

pada strata I sebanyak 3 responden (21%) bermata pencaharian sebagai

wiraswasta, strata II sebanyak 1 responden (9%), strata III sebanyak 8 responden

[image:44.595.112.428.313.463.2]

(26,67%). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok

Strata Responden

Mata

I (<0,5 ha)

II (0,5-1

ha) III (>1 ha) Jumlah

Pencaharian n % n % n % n %

PNS 0 0 0 0 3 10.00 3 5.45

Guru 0 0 0 0 1 3.33 1 1.82

Tani 9 64 10 91 16 53.33 35 63.64

Wiraswasta 3 21 1 9 8 26.67 12 21.82

Karyawan 2 14 0 0 0 0.00 2 3.64

Kades 0 0 0 0 2 6.25 2 3.64

Total 14 100 11 100 30 100 55 100

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman

Masyarakat di sana umumnya menanam tanaman jati diselingi dengan

tanaman tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak diminati oleh para

petani yang mengikuti koperasi KHJL ini umumnya lada. Bibit lada yang mereka

dapat berasal dari bantuan-bantuan, sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan

uang lagi untuk membeli bibit lada.

Untuk jarak tanam, petani hutan rakyat sudah punya inisiatif untuk

menanam jati dalam ukuran 3x3m. Biasanya mereka menanam dengan menyelingi

tanaman tumpang sari, sehingga mereka memperoleh manfaat ganda dan

(45)

Petani hutan rakyat Desa Lambakara umumnya menanam jati. Mereka

berpikir bahwa jati akan memberikan pendapatan yang tinggi di masa depan

dibandingkan tanaman lain.

Petani memperoleh benih jati dari BPDAS Sampara. Benih diberikan

secara gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun. Namun sering kali benih yang

sampai ke tangan masyarakat busuk. Hal ini dikarenakan oleh lamanya benih yang

didistribusikan ke masyarakat dan tempat penyimpanan benih yang tidak layak

karena benih hanya di bungkus dengan kantong plastik yang tidak kedap udara.

Dalam penyimpananya, sering kali benih terjemur terlalu lama dan terkena hujan.

Ini terjadi karena pihak koperasi tidak mempunyai tempat khusus dalam

penyimpanan benih sehingga benih diletakkan di halaman depan koperasi. Untuk

menutupi kekurangan bibit di masyarakat, kebanyakan masyarakat mencari

bibit-bibit jati yang berasal dari pohon induk. Biasanya mereka menunggu musim

dimana pohon jati berbunga. Dalam mengambil bibit yang jatuh pun ada

perhitungannya. Umumnya masyarakat di sana mempunyai pohon induk yang

digunakan dalam memperoleh bibit jati.

5.2.2 Tahapan Pembangunan Hutan Rakyat

Pembangunan hutan rakyat di desa Lambakara ini terdiri dari beberapa

kegiatan antara lain : Penyediaan benih, pembersihan lahan, penanaman,

pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

1. Pengadaan benih

Benih jati diperoleh dari BPDAS yang dibagikan secara gratis. Ada juga

yang memanfaatkan benih jati yang petani ambil saat jati memasuki musim

berbunga. Benih-benih yang diberikan tadi terlebih dahulu dilakukan seleksi,

sehingga di mana benih yang diberikan secara gratis itu benar-benar benih yang

bagus. Sering kali benih yang diberikan itu kondisinya sudah rusak dan jelek

dikarenakan jarak yang ditempuh dan waktu yang dibutuhkan untuk sampainya

benih itu ke tangan masyarakat cukup lama.

2. Persiapan lahan

Kegiatan persiapan lahan ini dilakukan dengan cara membersihkan

(46)

lahan selesai baru dipasang ajir, dengan jarak tanam 3x3m. Setelah pemasangan

ajir selesai dilakukan maka langkah selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam,

dimana lubang tanam dibuat dengan ukuran 1x1x1m. Setelah pembuatan lubang

tanam maka bibit siap untuk ditanam.

3. Penanaman dan Pemupukan

Setelah penebangan dilakukan, para anggota koperasi diwajibkan untuk

menanami kembali tanah-tanah mereka yang terdaftar dengan jumlah bibit yang

memadai untuk menggantikan pohon-pohon yang telah ditebang. Keberhasilan

penyemaian (penanaman) yang ditanami oleh anggota koperasi dipantau secara

dekat selama tiga tahun pertama untuk memastikan tercapainya tujuan yang ingin

dicapai.

Di kawasan hutan jati rakyat, dengan pohon dan anak jati yang tumbuh

secara berdekatan, para anggota akan diajari untuk senantiasa memperjarang

penanaman (hanya untuk pohon jati) agar tingkat pertumbuhan pohon maksimal

dan berkualitas tinggi.

Sesuai dengan standar SOP yang ada bahwa dalam proses penanaman,

bibit yang siap ditanam dimasukkan di dalam lubang yang telah disiapkan, setelah

dikeluarkan dari polybag dengan cara disobek dengan hati-hati agar tidak merusak

akar. Bibit itu haruslah ditanam bersama tanahnya agar akar jati tidak terlambat

pertumbuhannya. Dalam menanam jati, hendaknya kita membuat lubang yang

dalam untuk menghindari kekeringan akar dan akar tidak terlipat.

Setelah bibit di masukkan ke dalam lubang, timbun lubang tanam itu

dengan tanah dan tinggikan di sekitar batang tanaman agar genangan air tidak

terkumpul di akar jati yang baru ditanam. Bila jati ditanam terlambat pada musim

kemarau, maka di sekitar batang jati ± 1m di sekeliling batang tanahnya dibuat

lebih rendah (cekungan) agar air yang ada terkumpul di sekitar akar pohon dan

dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

Dalam perawatannya, bibit jati seharusnya diberi perlakuan yang baik.

Perlakuan itu meliputi pemindahan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman

harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar dan mengakibatkan stres.

Selama proses pemindahan, usahakan bibit tidak mengalami proses kekeringan.

(47)

jangan sekali-kali memangkas akar bibit jati yang akan ditanam. Semakin banyak

akar akan membuat pertumbuhan semakin baik.

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu diberi pupuk kandang pada lubang

tanaman, kemudian baru bibit ditanam. Untuk lahan yang dikelola secara tumpang

sari penanaman bibit tanaman pokok diikuti dengan penanaman tanaman

pertanian di sela-sela tanaman pokok, dengan jenis tanaman jagung, lada, dan

singkong.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan cara pemangkasan cabang. Untuk lahan

yang dikelola secara tumpangsari, pemangkasan cabang dilakukan sepanjang

lahan masih ditanami tanaman pertanian yaitu sampai tahun ke tiga. Sedangkan

untuk lahan yang dikelola secara monokultur pemangkasan cabang hanya

Gambar

Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Harga (%) Strata I...................
Tabel 1. Daftar anggota KHJL tahun 2004
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis : KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI PENGELOLAAN KEBUN DAN HUTAN KARET RAKYAT 01 DESA LANGKAP, KECAMATAN SUNGAI LlLIN, KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN1. Nama

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat dan tingkat kelayakan finansial pengusahaan komoditas hutan rakyat jenis jati ( Tectona grandis ) dan mahoni

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat dan tingkat kelayakan finansial pengusahaan komoditas hutan rakyat jenis jati ( Tectona grandis ) dan mahoni

Judul Tesis : KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI PENGELOLAAN KEBUN DAN HUTAN KARET RAKYAT 01 DESA LANGKAP, KECAMATAN SUNGAI LlLIN, KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN1. Nama

Mengkaji dampak sertifikasi terhadap aspek, ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengelolaan hutan rakyat oleh Unit Manajemen Koperasi Wana Manunggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi petani hutan rakyat beserta beberapa faktor yang memengaruhinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengelolaan hutan rakyat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden, mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan

Berdasarkan hasil studi dari pengumpulan data sekunder oleh beberapa sumber, diketahui bahwa dalam wilayah pengelolaan hutan rakyat KWLM tidak terdapat kawasan