KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT
TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT
(Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan)
SKRIPSI
Oleh
MARCO M. SIHOMBING 071201020/MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Masyarakat
Nama Mahasiswa : Marco M. Sihombing
Nim : 071201020
Program Studi : Kehutanan
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Oding Affandi, S.Hut., M.P Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
MARCO MICHELSON SIHOMBING “Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Masyrakat di Desa Sampean, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan” dibimbing oleh Oding Affandi
dan Agus Purwoko.
Pemanfaatan hasil hutan rakyat di Desa Sampean sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan turun temurun. Hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan secara tradisional berupa hasil kayu dan hasil bukan kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden, mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden dan mengetahui kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat terhadap pendapatan responden. Sampel dalam penilitian ini sebanyak 30 responden yang memanfaatkan hasil hutan rakyat. Produk hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan berupa getah kemenyan, kayu pinus, kayu dan kulit manis serta kayu bakar. Berikut ini nilai ekonomi dari setiap produk hasil hutan per tahun; getah kemenyan sebesar Rp 329.065.000,-, kayu pinus sebesar Rp 10.657.813,-, kayu bakar sebesar Rp 6.480.000,-, dan kayu manis sebesar Rp 5.406.000,-. Selain itu kontribusi hasil hutan per tahun memiliki nilai ekonomi sebesar Rp 351.608.816,-. Hasil ini menunjukkan pemanfaatan hasil hutan rakyat memiliki kontribusi sebesar 47,64 % dari total pendapatan responden per tahun.
ABSTRACT
MARCO MICHELSON SIHOMBING "Utilization of Forest People's Contribution to Income Sampean Peoples in the village, District Doloksanggul, District Humbang Hasundutan" guided byOding AffandiandAgus Purwoko.
Utilization of forest people in the village pora been taking place since long and are passed down through generations. Forest products are utilized in a traditional folk form of timber and non-timber revenue. The purpose of this study is to identify the types of people who exploited the forest by the respondent, knowing the economic value of forest products utilized by people who know the contribution of the respondent and the utilization of forest people on income respondents. The sample in this research by 30 respondents who use the results of community forests. Forest product of the people who used a sap incense, pine, cinnamon and wood and firewood. Here is the economic value of any forest products per year; sap incense Rp 329,065,000, -, pine wood Rp 10,657,813, -, wood fuel is Rp 6.48 million, -, and cinnamon is Rp 5.406 million , -. In addition to the contribution of forest products per year has economic value of Rp 351,608,816, -. These results demonstrate the utilization of forest products people have contributed 47.64% of total income respondents per year.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 29 Desember 1988 dari
pasangan Bapak Jahorbin Sihombing, S.Pd dan Ibu Medaille Simamora, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Lulus dari SD Inpres 015920 Hessa Air Genting pada tahun 2001, lulus
dari SMP Negeri 2 Doloksanggul pada tahun 2004 dan lulus dari SMA Negeri 1 Doloksanggul pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi Negeri mengambil Program Studi Manajemen Hutan di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007 dan masuk melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran Rendah Desa Aras Napal dan Hutan Mangrove Desa
Pulau Sembilan Kabupaten Langkat tahun 2009 selama 10 hari. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di HTI Distrik Sanggau PT. Finnantara Intiga Kalimantar Barat tahun 2011 selama 1 bulan. Penulis
melaksanakan penelitian di Desa Sampean, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan judul “Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus: Desa Sampean, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Pertanian di Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini mendapat bantuan yang sangat besar dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Oding Affandi, S.Hut., M.P sebagai ketua komisi pembimbing yang
membimbing dan memberikan kritik serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si sebagai anggota komisi
pembimbing yang membimbing dan memberikan kritik serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Mariana Mahulae selaku kepala Desa Sampean yang memberikan informasi berupa data sekunder penelitian Desa Sampean.
4. Orang tua saya, ayahanda Jahorbin Sihombing, S.Pd dan Ibunda Medaille
Simamora, S.Pd tercinta yang memberikan doa restu serta dukungan moral maupun materil.
6. Teman-teman stambuk 2007 Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara yang memberikan doa dan motivasi.
7. Seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
Masyarakat Sekitar Hutan ... 10
Nilai Ekonomi Hutan Rakyat ... 11
Kondisi Demografis ... 19 Kondisi Hutan Rakyat ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Hasil Hutan Rakyat ... 23 Nilai Ekonomi Hasil Hutan ... 29 Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan
Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 31 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 35 Saran... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis-jenis Hasil Hutan Rakyat yang Dimanfaatkan Responden ... 22 2. Persentase Nilai Ekonomi Hasil Hutan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tanaman Kemenyan ... 20
2. Tanaman Pinus ... 21
3. Tanaman Kayu Manis ... 21
4. Pembersihan Lahan Kemenyan ... 23
5. Pengambilan Getah Kemenyan ... 24
6. Getah Kasar Kemenyan ... 25
7. Getah Luar Kemenyan ... 25
8. Kulit Manis Dikeringkan ... 27
9. Kulit Manis Siap Dipasarkan ... 27
10.Kayu Manis Olahan ... 27
11.Kayu Bakar yang Siap Untuk Dijual... 28
12.Persentase Nilai Ekonomi Hasil Hutan ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Matriks Metodologi Penelitian... 37
2. Identitas Responden Desa Sampean ... 38
3. Nilai Ekonomi Getah Kemenyan ... 40
4. Nilai Ekonomi Kayu Manis ... 42
5. Nilai Ekonomi Kayu Bakar ... 44
6. Nilai Ekonomi Kayu Pinus ... 46
7. Pendapatan Hasil Hutan Rakyat Responden Desa Sampean ... 48
8. Total Pendapatan Responden dan Kontribusi (%) ... 50
9. Peta Desa Sampean ... 52
ABSTRAK
MARCO MICHELSON SIHOMBING “Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Masyrakat di Desa Sampean, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan” dibimbing oleh Oding Affandi
dan Agus Purwoko.
Pemanfaatan hasil hutan rakyat di Desa Sampean sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan turun temurun. Hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan secara tradisional berupa hasil kayu dan hasil bukan kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden, mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden dan mengetahui kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat terhadap pendapatan responden. Sampel dalam penilitian ini sebanyak 30 responden yang memanfaatkan hasil hutan rakyat. Produk hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan berupa getah kemenyan, kayu pinus, kayu dan kulit manis serta kayu bakar. Berikut ini nilai ekonomi dari setiap produk hasil hutan per tahun; getah kemenyan sebesar Rp 329.065.000,-, kayu pinus sebesar Rp 10.657.813,-, kayu bakar sebesar Rp 6.480.000,-, dan kayu manis sebesar Rp 5.406.000,-. Selain itu kontribusi hasil hutan per tahun memiliki nilai ekonomi sebesar Rp 351.608.816,-. Hasil ini menunjukkan pemanfaatan hasil hutan rakyat memiliki kontribusi sebesar 47,64 % dari total pendapatan responden per tahun.
ABSTRACT
MARCO MICHELSON SIHOMBING "Utilization of Forest People's Contribution to Income Sampean Peoples in the village, District Doloksanggul, District Humbang Hasundutan" guided byOding AffandiandAgus Purwoko.
Utilization of forest people in the village pora been taking place since long and are passed down through generations. Forest products are utilized in a traditional folk form of timber and non-timber revenue. The purpose of this study is to identify the types of people who exploited the forest by the respondent, knowing the economic value of forest products utilized by people who know the contribution of the respondent and the utilization of forest people on income respondents. The sample in this research by 30 respondents who use the results of community forests. Forest product of the people who used a sap incense, pine, cinnamon and wood and firewood. Here is the economic value of any forest products per year; sap incense Rp 329,065,000, -, pine wood Rp 10,657,813, -, wood fuel is Rp 6.48 million, -, and cinnamon is Rp 5.406 million , -. In addition to the contribution of forest products per year has economic value of Rp 351,608,816, -. These results demonstrate the utilization of forest products people have contributed 47.64% of total income respondents per year.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemanfaatan hutan yang selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu (manfaat tangible)
ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya deforestasi. Di samping itu, nilai ekonomi yang diberikan ternyata kurang memberikan keuntungan yang
optimal. Karena itu pemanfaatan hutan harus dilakukan secara berkesinambungan dan menerapkan prinsip kelestarian hasil (sustaniable yield principle), yaitu pemanfaatan hutan harus diikuti dengan kegiatan pelestarian sehingga manfaat
hutan tersebut dapat selalu dirasakan.
Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumberdaya alam
yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Dimana hutan rakyat ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan tradisional yang diusahakan masyarakat Desa Sampean itu sendiri tanpa campur tangan
pemerintah (swadaya murni).
Manfaat hutan yang dirasakan masyarakat Desa Sampean dalam kehidupan sehari-hari sangat nyata. Seperti menghasilkan barang-barang yang
diperlukan untuk berbagai kepentingan seperti kayu bangunan dan bahan untuk membuat alat-alat pertanian, hutan juga memberikan lingkungan hidup yang
subur untuk bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak lingkungan.
Perumusan Masalah
Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat di Desa Sampean sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan secara turun-temurun. Keberadaan hutanpun bagi responden Desa Sampean memiliki peranan yang sangat penting.
Pengelolaan hutan rakyatpun masih bersifat tradisional ini terlihat dari cara mereka memanfaatkan hasil hutan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu hutan rakyat sebagai sumberdaya alam memberikan manfaat besar terutama terhadap pendapatan secara ekonomi. Besarnya nilai pendapatan ini belum diketahui secara pasti, sehingga dilakukan penelitian tentang: “Kontribusi
Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Masyarakat”.
Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan pertanyaan yang merupakan
ruang lingkup kajian penelitian:
1. Jenis-jenis hasil hutan rakyat apa yang dimanfaatkan oleh responden? 2. Berapa nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh
responden?
3. Berapa besar kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat terhadap
pendapatan responden?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
2. Mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden.
3. Mengetahui kontribusi pemanfaatan hasil hutan rakyat terhadap pendapatan responden.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi/data mengenai jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan responden Desa Sampean.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Indonesia hanya mempunyai 2 macam hutan menurut kepemilikannya, yaitu hutan negara dan hutan hak. Dalam pengertian yang diterjemahkan secara bebas,
pengertian hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Sementara itu hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah.
Definisi Hutan Rakyat
Istilah “hutan rakyat” tidak disebutkan di dalam Undang-undang
Nomor 41 tahun1999 tentang Kehutanan, tetapi istilah ini identik dengan hutan hak (istilah dalam UU tersebut), yaitu hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah.
Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat sebagai salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik
secara perorangan, kelompok maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi
Selanjutnya ketentuan luas lahan minimal untuk dapat disebut sebagai hutan rakyat adalah sebesar 0.25 ha dengan penutupan lahan oleh tajuk tanaman
kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tahun pertama sebanyak 500 batang setiap hektarnya.
Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat
bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas
kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan dan menjaga lingkungan. Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat,
maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan,
satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain : hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, hutan
rakyat suren (Awang, 2001).
Tujuan Hutan Rakyat
Pembuatan hutan rakyat dimaksudkan untuk merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas lahan, serta kelestarian sumberdaya alam agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada pemiliknya, sehingga
kesejahteraan hidupnya meningkat.
Tujuan pembangunan hutan rakyat adalah :
2. Memanfaatkan secara optimal dan lestari lahan yang tidak produktif untuk usaha tani tanaman pangan.
3. Meningkatkan produksi kayu bakar untuk mengatasi kekurangan energi dan kekurangan kayu perkakas.
4. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang diperlukan
masyarakat.
5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat
yang berada di kawasan perlindungan di daerah-daerah hulu suatu DAS.
Manfaat Hutan Rakyat
Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat sebagai salah satu
bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, baik secara perorangan, kelompok, maupun swasta ataupun badan usaha masyarakat
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup. Selanjutnya ketentuan luas lahan minimal untuk dapat disebut sebagai hutan
rakyat adalah sebesar 0.25 ha dengan penutupan lahan oleh tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tahun pertama sebanyak 500 batang setiap
hektarnya.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/Gerhan) yang telah dimulai pada tahun 2003 masih perlu dilanjutkan mengingat masih adanya lahan tidak produktif
di luar kawasan hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih adanya lahan tidak produktif di luar kawasan hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih
kelompok tani secara mandiri, diharapkan akan mempercepat upaya rehabilitasi lahan, perbaikan lingkungan, pemenuhan kebutuhan kayu sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan disekitar hutan. Agar pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat kegiatan GNRHL/Gerhan dapat lebih terarah, berdaya guna dan berhasil guna maka perlu disusun pedoman yang merupakan
penyempurnaan dari petunjuk pelaksanaan sebelumnya (Permenhut, 2004). Tujuan pembuatan tanaman hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman
hutan rakyat sebagai upaya rehabilitasi, untuk meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat berupa kayu-kayuan dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Sasaran lokasi
pembuatan tanaman hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk pengembangan hutan rakyat, dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat
sebagai hutan rakyat dalam wilayah DAS Prioritas (Permenhut, 2004).
Pengurusan Hutan Rakyat
Menurut PP Nomor 62 Tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang kehutanan kepada daerah, maka pengurusan pengelolaan hutan rakyat telah diserahkan kepada Dati II yang mencakup pembinaan kegiatan
penanaman pohon-pohonan, pemeliharaan, pemanenan, pemanfaatan, pemasaran, dan pengembangan.
adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah (swadaya murni), baik berupa tanaman satu jenis,
maupun dengan pola tanaman campuran. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyat ditandai dengan adanya Inpres Penghijauan Tahun 1976 pada lahan-lahan milik yang kritis dan terlantar.
Pembangunan hutan rakyat secara swadaya merupakan alternatif yang dipilih untuk mengatasi masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu
pengaruh positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan air) sehingga meningkatkan daya dukung lahan bagi penduduk dan ikut serta dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), mengurangi terjadinya
kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan
memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan hempasan air hutan (Arief, 2001).
Pengembangan hutan rakyat dengan komoditi tertentu dapat memperbaiki
mutu lingkungan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan iklim mikro yang baik, memperbaiki struktur tanah, dan mengendalikan erosi. Hal
tersebut menjadikan hutan rakyat merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif (Purwanto dkk., 2004).
Hasil Hutan
Secara umum, hasil hutan digolongkan dalam 2 jenis yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Ada 3 pemanfaatan strategis kayu yaitu bahan
diantaranya karet, gaharu, rotan, bambu, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan plasma nutfah. Worrell (1965) membedakan komoditi yang dapat diciptakan dari
sumberdaya hutan dalam 6 kategori yakni hasil-hasil kayu, hasil-hasil vegetative non kayu, produk-produk satwa liar, air, rekreasi dan jasa proteksi terhadap banjir, angin dan erosi.
a. Hasil Hutan Kayu
Kayu merupakan salah satu produk utama sumberdaya hutan yang penting
diambil dari pohon-pohon beragam umur memerlukan jumlah persediaan yang cukup besar. Hasil hutan kayu oleh Wirakusumah (2003) digolongkan dalam kayu industri dan kayu bakar sebagai satu-satunya hasil hutan bukan kayu industri.
Hasil hutan kayu berupa kayu gergajian, kayu bulat, kayu lapis, kayu pulp, fenir adalah kayu industri.
b. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Hhbk adalah produk biologi asli selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang berada di luar hutan. Hasil hutan bukan kayu meliputi getah resin, tanaman pangan, produk hewan dan obat-obatan. Hhbk
penting untuk ekonomi karena hhbk memiliki nilai ekonomi yang tinggi pada beberapa keadaan, pendapatan dari hhbk lebih banyak jika dibandingkan dengan
pendapatan dari semua alternatif. Bagi masyarakat pedesaan, hhbk merupakan sumberdaya yang sangat penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka. Mereka memanfaatkan hhbk sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren,
getah, biji tengkawang) dan hhbk nontangible (potensi satwa, proteksi tanah, produksi air, wanawisata dan jasa lingkungan seperti carbon sink oksigen, microclimate).
Secara umum pengertian pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai suatu peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi
barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu. Sumberdaya hutan sesungguhnya telah senantiasa juga mengalirkan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik, sumberdaya hutan mampu memberikan manfaat
langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil hutan merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang menghasilkan sederetan hasil
hutan serbaguna baik hasil hutan kayu dan non kayu maupun hasil-hasil hutan yang tidak kentara (Wirakusumah, 2003). Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di negara-negara berkembang adalah
keberagaman. Masyarakat desa mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari
penjualan hasil hutan atau dari upah bekerja.
Masyarakat Sekitar Hutan
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama
saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan ada sebagian
masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka
patuhi (Purwoko, 2002).
Ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan saja terhadap hasil
hutan kayu tetapi juga terhadap hasil hutan non kayu merupakan manfaat langsung hasil hutan yang di definisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest
management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non Timber Forest Products
(NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHNK merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komperatif dan bersinggungan
langsung dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS, 2010).
Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Jika kita ingin berbicara tentang kontribusi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat maka kita terlebih dahulu berbicara tentang nilai (harga) hasil hutan tersebut. Nilai hasil hutan tersebut dapat dilihat dari fungsinya
bagi pemenuhan kebutuhan manusia baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi
tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap
anggota masyarakat tersebut.
Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Jadi nilai ekonomi hasil hutan dapat juga diartikan sebagai nilai/harga hasil hutan
yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penilaian ekonomi sumberdaya hutan adalah suatu metode
atau teknik untuk mengestimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.
Penentuan nilai ekonomi suatau barang atau jasa dihitung dengan 3
pendekatan yaitu metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki
nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang ditetapkan penjualan dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan dianggap
paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia
(Affandi dan Patana, 2002).
Metode nilai relatif digunakan jika barang/jasa tersebut tidak memiliki
nilai pasar namun dapat dibandingkan dengan barang/jasa yang sudah memiliki nilai pasar. Metode nilai relatif dihitung dari hasil perkalian jumlah volume suatu objek (hasil hutan tertentu) dengan harga relatif barang tersebut. Metode biaya
pengadaan merupakan metode yang mengukur nilai suatu barang/jasa berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan/mendapatkan barang/jasa yang
dengan harga barang lain yang mempunyai harga pasar). Affandi dan Patana (2002) dalam penelitiannya mengatakan bahwa metode biaya
pengadaan dihitung dengan menggunakan rumus :
��
=
���
���
Dimana : N = Nilai ekonomi hasil hutan (Rp/unit volume) BP = Biaya pengadaan hasil hutan (Rp/pengambilan) JV = Jumlah volume hasil hutan (unit volume/pengambil)
i = Jenis hasil hutan yang diambil
Tingkat Pendapatan
Pendapatan rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga. Pendapatan formal ialah penghasilan
yang diperoleh melalui pekerjaan pokok. Pendapatan informal adalah penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya.
Sedangkan pendapatan subsisten adalah penghasilan yang diperoleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang. Dapat dikatakan juga bahwa pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sampean, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara pada bulan Februri sampai bulan Maret 2013.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat ukur
pohon, kamera dan alat pengolah data. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner penelitian.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yang dibutuhkan berupa karakteristik responden (nama,
usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, penghasilan), jenis-jenis dan jumlah tanaman hutan rakyat. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah data umum lokasi penelitian yang terdapat di instansi pemerintahan desa.
Pengambilan Sampel
a. Sampel Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah responden yang memanfaatkan hasil hutan rakyat di Desa Sampean yang berjumlah 30 KK. Menurut Arikunto (2002), apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga
b. Sampel Pohon
Sampel pohon diambil untuk memperoleh data potensi tegakan. Data
potensi tegakan diperoleh dengan membuat plot contoh berbentuk lingkaran dengan jari-jari 17,8 meter dan luas masing plot 0,1 Ha pada masing-masing lahan pemilik hutan rakyat (responden). Selanjutnya dihitung jumlah
pohon dalam plot dan diukur diameter setinggi dada dan bebas cabang pohon.
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan sebagai berikut : 1. Identifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh petani.
Observasi merupakan pengamatan atau survei di lapangan.
2. Wawancara dan Kuesioner terhadap petani yang memanfaatkan hasil hutan rakyat.
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk menggali informasi dari tiap individu.
Informasi yang diperoleh diantaranya:
a. Identifikasi responden (umur, pekerjaan, luas lahan, pendapatan, pendidikan dan jumlah tanggungan).
b. Jenis-jenis hasil hutan rakyat yaitu jumlah dan frekuensi pengambilan (baik hasil hutan kayu dan bukan kayu).
3. Studi pustaka/dokumentasi
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan baik melalui
wawancara maupun kuesioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. a. Potensi Tanaman Hutan Rakyat
Data dari hasil inventarisasi tegakan kemudian dihitung
parameter-parameter tegakannya meliputi jenis pohon, jumlah pohon, luas bidang dasar (lbds), dan volume per satuan luas. Luas bidang dasar (lbds) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Lbds = 0,25 x π x Di2
Keterangan:
Lbds : Luas bidang dasar tegakan (m2)
Di : Diameter batang (tinggi pengukuran 1,3 m) untuk pohon jenis i (m)
Penghitungan volume tegakan berdiri tanaman hutan rakyat dapat dihitung dengan rumus berikut (Widayanti dan Riyanto, 2005):
Vi = lbds x ti x fi
Dimana :
Vi : volume pohon jenis i (m3)
ti : tinggi total pohon jenis i (m)
fi : bilangan bentuk pohon i (jati:0,6 dan jenis lainnya 0,7)
Data yang diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi. Analisis data
dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi yang di dapat.
b. Nilai Ekonomi Hasil Hutan Rakyat
Nilai hasil hutan rakyat untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh
1. Harga barang hasil hutan (manfaat tangible) yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan harga pasar (jika sudah dikenal harga pasarnya).
2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis:
Xr = ��+���+⋯��
�
Xr = Rata-rata jumlah barang yang diambil
Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah pengambil per jenis barang (Affandi dan Patana, 2002).
3. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun: TP = RJ x FP x JP
TP = Total pengambilan per tahun RJ = Rata-rata jumlah yang diambil FP = Frekuensi pengambilan
JP = Jumlah pengambil (Affandi dan Patana, 2002)
4. Menghitung nilai ekonomi produk hasil hutan per jenis barang per tahun: NH = TP x HH
NH = Nilai produk hasil hutan per jenis
TP = Total pengambil (unit/tahun) HH = Harga produk hasil hutan
(Affandi dan Patana, 2002).
%NE = NEi
∑NE x 100%
% NE = Persentase nilai ekonomi
NEi = Nilai ekonomi produk hasil hutan/jenis
∑NE = Jumlah total nilai ekonomi dari seluruh produk hasil hutan
(Affandi dan Patana, 2002).
6. Menghitung pendapatan dari hutan, luar hutan, dan pendapatan total: Pendapatan dari hutan = Jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis produk
hutan
Pendapatan luar hutan = Pendapatan total diluar hutan
Pendapatan total = Jumlah pendapatan dari dalam hutan dan luar
hutan
Tingkat kontribusi dapat dihitung dengan rumus
Kontribusi = PendapatandariHutan
PendaptanTotal
x 100%
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Desa Sampean yang menjadi lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa Sampean terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun I dan Dusun II. Desa ini merupakan daerah
beriklim sejuk dengan topografi berupa daerah yang berbukit dan bergelombang dengan selingan daratan. Desa Sampean memiliki luas wilayah 1100 Ha dan
terletak pada ketinggian ± 1100 m diatas permukaan laut dengan curah hujan ± 2150mm/tahun serta suhu udara antara 200C-320C. Desa ini berjarak ± 20 km dari pusat kota Kecamatan Doloksanggul.
Adapun batas-batas wilayah Desa Sampean sebagai berikut: a. Sebelah timur berbatasan dengan Huta Gurgur
b. Sebelah barat berbatsan dengan Pusuk I
c. Sebelah selatan berbatsan dengan Huta Gurgur selatan d. Sebelah utara berbatasan dengan Sosor Tambok (BPS, 2011)
Kondisi Demografis
Berdasarkan data yang diperoleh desa memiliki luas wilayah 1100 Ha meliputi pemukiman penduduk, persawahan, perladangan, perkebunan
masyarakat, sekolah dan perkantoran, jalan antar desa, hutan rakyat serta lahan kosong. Jumlah penduduk desa sebanyak 560 jiwa, dimana laki-laki 240 jiwa dan perempuan 320 jiwa dengan jumlah keluarga 117 kk. Penduduk desa Sampean
wiraswasta. Sarana dan prasarana yang ada berupa 2 unit gereja, 5 unit kamar mandi, 1 unit gedung sekolah dasar, poskesdes dan kantor desa.
Kondisi Hutan Rakyat
Desa Sampean merupakan salah satu desa di Kecamatan Doloksanggul
yang mana masyarakatnya memanfaatkan hutan. Hutan rakyat di desa ini sudah ada sejak dahulu dan diwariskan secara turun temurun. Hutan rakyat ini tumbuh secara alami dan dikelolah secara tradisional. Komoditas hasil hutan rakyat yang
dimanfaatkan diperoleh dari tanaman tahunan seperti kemenyan, pinus dan kayu manis. Setiap produk-produk hasil hutan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan
hidup setiap rumah tangga dan memberikan tambahan pendapatan secara ekonomi.
a. Kemenyan (Styrax benzoin)
Tanaman Kemenyan di Desa Sampean telah ada sejak dahulu dan diwariskan secara turun temurun. Kemenyan tumbuh dan berkembang secara
alami dan dikelolah secara tradisional. Kemenyan yang tumbuh tidak memiliki jarak tanam yang teratur. Produk tanaman kemenyan yang dimanfaatkan berupa getah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Berikut ini adalah gambar tanaman
kemenyan:
b. Pinus (Pinus merkusii)
Tanaman pinus merupakan tanaman tahunan dimana tidak memiliki jarak
tanam yang teratur dan pengelolaannya juga masih tradisional. Produk utama yang dihasilkan dari tanaman ini adalah kayu. Berikut ini adalah gambar tanaman pinus:
Gambar 2. Tanaman Pinus
c. Tanaman Kayu manis (Cinnamomum sp.)
Tanaman kayu manis merupakan tanaman tahunan yang tidak memiliki jarak tanam teratur dan pengelolaannya masih tradisional. Produk utama yang
dihasilkan dari tanaman ini adalah kayu dan kulit. Berikut ini adalah gambar tanaman kayu manis:
Gambar 3. Tanaman Kayu manis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Hasil Hutan Rakyat
Hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden umumnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap produk hutan rakyat yang dihasilkan akan dijual ke pasar maupun kepada pengumpul yang datang ke desa
tersebut. Untuk setiap hasil penjualan produk hutan tersebut digunakan untuk membutuhi kebutuhan dalam rumah tangga dan memberikan tambahan
pendapatan bagi setiap rumah tangga. Adapun produk hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan para responden di desa Sampean dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Jenis-jenis Hasil Hutan Rakyat yang Dimanfaatkan Responden
No Produk Hasil
Produk hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden di Desa Sampean:
a. Getah kemenyan (Styrax benzoin)
Kemenyan atau disebut juga haminzon (bahasa setempat) merupakan salah satu komoditi yang paling banyak dimanfaatkan oleh responden di Desa Sampean.
Tanaman kemenyan yang sudah produktif dapat dikerjakan setelah berumur 7-10 tahun. Adapun produk yang dapat dihasilkan dari tanaman kemenyan ini adalah
getah. Sebelum getah itu dihasilkan para responden terlebih dahulu melakukan beberapa langkah-langkah dalam pengelolaan tanaman kemenyan ini.
Berikut kegiatan dalam pengelolaan tanaman kemenyan sampai masa
1. Kegiatan pembersihan lahan
Kegiatan ini merupakan kegiatan awal dalam pengelolaan tanaman
kemenyan meliputi kegiatan membersihkan daerah sekitar batang tanaman dari tumbuhan pengganggu dengan menggunakan parang. Setelah kegiatan pembersihan selesai selanjutnya dilakukan pengambilan getah luar (tahir)
menggunakan agat parsitahir (bahasa setempat) dan kemudian getah ditampung ke dalam keranjang (bakul). Selanjutnya dilakukan kembali pembersihan batang
kemenyan menggunakan alat yang dinamakan guris. Tujuannya supaya permukaan kulit batang bersih dari serangga maupun tumbuhan yang menempel pada batang. Berikut ini gambar kegiatan pembersihan lahan kemenyan:
Gambar 4. Pembersihan lahan kemenyan 2. Kegiatan pengambilan getah luar (tahir)
Setelah batang tanaman kemenyan sudah bersih langkah selanjutnya adalah melakukan perlukaan pada bagian permukaan batang (kulit) dengan
menusukkan alat agat panuktuk (bahasa setempat) dan sambil memukul-mukul permukaan kulit yang dilukai. Tujuan dilakukannya perlakuan ini adalah supaya bagian yang dilukai tersebut nantinya akan menghasilkan getah. Setelah semua
supaya getah keluar. Kegiatan perlakuan ini membutuhkan waktu yang cukup lama yakni sekitar 40-50 hari per hektar per orang dalam pengerjaannya. Dimana
setiap responden hanya dapat melakukan perlakuan tanaman kemenyan sebanyak 10-12 batang per hari. Berikut ini gambar pengambilan getah kemenyan:
Gambar 5. Pengambilan getah kemenyan
3. Kegiatan pemanenan
Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dalam pengelolaan tanaman
kemenyan. Setelah tanaman dibiarkan selama 3-4 bulan, maka sudah tiba waktunya bagi responden untuk memanen getah kemenyan. Getah yang akan dihasilkan yaitu getah kasar atau sering disebut getah nauli (bahasa setempat).
Tidak semuanya perlakuan yang diberikan itu akan menghasilkan getah, ini dikarenakan serangga maupun hama lainnya akan menempel dan masuk ke dalam
batang kemenyan tersebut.
Kegiatan pemanenan ini sendiri membutuhkan waktu sekitar 20-25 hari per hektar per orang. Dimana dalam kegiatan pemanenan ini responden hanya
dapat memanen getah kemenyan sebanyak 3 kg per hari. Adapun produk yang dihasilkan dari tanaman kemenyan ini adalah getah yang terdiri dari 2 jenis, yakni
memiliki nilai jual Rp 90.000,- per kg dan getah luar (getah tahir) memiliki nilai Rp 50.000,- per kg.
Adapun setelah semua kegiatan diatas selesai dilakukan sampai tahap pemanenan. Pemeliharaan juga perlu dilakukan secara rutin supaya batang tanaman kemenyan bebas dari serangan hama dan penyakit. Kegiatan
pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihan tanaman kemenyan secara berkala. Adapun serangan yang terdapat pada tanaman kemenyan ini ialah benalu
(sarindan), lumut, penggerek batang dan semut (serangga).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 30 responden atau 100% dari jumlah keseluruhan responden yang memanfaatkan tanaman kemenyan.
Berdasarkan wawancara yang saya lakukan terhadap responden, kemenyan merupakan salah satu sumber penghidupan bagi kebutuhan hidup rumah tangga.
Berikut ini adalah gambar getah yang dihasilkan tanaman kemenyan:
Gambar 6. Getah kasar kemenyan Gambar 7. Getah luar kemenyan
b. Kayu pinus (Pinus merkusii)
Pinus atau dikenal tusam (bahasa setempat) merupakan salah satu jenis
berupa kayu dapat dipergunakan sebagia bahan bangunan dan dijual kepada kepada pengusaha kayu.
Tanaman pinus ini memiliki jarak tanam tidak teratur. Dalam pengelolaan dan pemeliharaan tanaman ini tidak ada perlakuan khusus. Tanaman ini dapat dipanen ketika berumur 15-20 tahun, dimana tanaman tersebut telah memiliki
nilai jual. Untuk penjualan dari produk yang dihasilkan tanaman ini memiliki nilai
jual tersendiri, dimana untuk produk hasil kayu dapat dijual seharga
Rp 300.000,-/m3.
c. Kayu manis (Cinnamomum sp.)
Tanaman kayu manis merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang
dimanfaatkan oleh responden. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan sama halnya dengan pinus dimana produk yang dihasilkan berupa kayu dan kulit.
Produk kayu yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk bahan bangunan dan produk kulit bisa dijadikan bumbu masakan. Produk yang dihasilkan selanjutnya dijual oleh responden kepada pengusaha kayu dan pengumpul.
Tanaman kayu manis ini memiliki jarak tanam tidak teratur dan pengelolaan serta pemeliharaan tanaman ini tidak ada perlakuan khusus. Tanaman
ini dapat dipanen saat berumur 20 tahun, dimana tanaman tersebut telah memiliki nilai jual. Untuk penjualan produk yang dihasilkan tanaman ini, baik kayu dan kulit memiliki nilai jual masing-masing. Untuk produk hasil kayu dapat dijual
Gambar 8. Kulit manis dikeringkan Gambar 9. Kulit manis siap dipasarkan
Gambar 10. Kayu manis olahan d. Kayu bakar
Kebutuhan kayu bakar di Desa Sampean tergolong besar, hampir seluruh petani memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk kebutuhan
sehari-hari. Ada juga sebagian kecil responden yang memanfaatkan kayu bakar untuk dijual. Harga jual kayu bakar per ikatnya seharga Rp 3.000,- dimana responden menjual kayu bakarnya dengan cara pesanan.
Kayu bakar diperoleh dari tumbuhan yang tidak produktif, baik tanaman kemenyan maupun pohon-pohon lain yang ada dihutan tersebut. Tanaman
kemenyan dan pohon yang tidak produktif kemudian ditebang dan selanjutnya dimanfaatkan menjadi kayu bakar. Dalam waktu seminggu responden dapat menghasilkan kayu bakar sebanyak 50 ikat dan setiap ikatnya kayu bakar
untuk dikeringkan sebelum dijual kepada pengumpul yang telah memesan kayu bakar tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya pemanfaatan kayu bakar dipengaruhi oleh ketersedian kayu pada areal hutan rakyat, dimana tanaman yang tidak produktif lagi akan ditebang dan diolah menjadi kayu bakar untuk dijual dan
hasil penjualan tersebut menjadi pendatapan tambahan bagi mereka. Berikut ini gambar kayu bakar yang telah siap untuk dijual.
Gambar 11. Kayu bakar yang siap untuk dijual
Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Nilai ekonomi merupakan nilai suatu barang atau jasa jika di ukur dengan
uang. Nilai ekonomi hasil hutan dapat juga diartikan sebagai nilai atau harga hasil hutan yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Ichwandi (1996)
menyatakan bahwa penilaian ekonomi sumberdaya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengestimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.
ekonomi pemanfaatan hasil hutan rakyat oleh responden Desa Sampean sebesar Rp 351.608.816,-. Nilai ini diperoleh dari hasil-hasil yang dimanfaatkan seperti
getah kemenyan, kayu dan kulit manis, kayu pinus, serta kayu bakar.
Jenis hasil hutan rakyat yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan petani adalah getah kemenyan sebesar Rp 329.065.000,- dengan
persentase 93,59 %. Hal ini dikarenakan jumlah produk yang dihasilkan per hektare luas lahan cukup besar. Hasil hutan rakyat lainnya memiliki nilai
kontribusi terhadap pendapatan petani seperti kayu manis sebesar Rp 5.406.000,- dengan persentase 1,54 %, kayu bakar sebesar Rp 6.480.000,- dengan persentase 1,84 %, dan kayu pinus sebesar Rp 10.657.813,- dengan persentase 3,03 %.
Tabel 2. Persentase Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Responden
No Jenis Hasil Hutan Persentase Nilai
Ekonomi (%) Jumlah (Rp)/tahun
1 Getah kemenyan 93,59 329.065.000
2 Kayu pinus 3,03 10.657.813
3 Kayu bakar 1,84 6.480.000
4 Kayu manis 1,54 5.406.000
Besar dan kecilnya nilai ekonomi hasil hutan sangat bergantung kepada
jumlah produk yang dihasilkan, frekuensi pengambilan dan harga dari masing-masing satuan produk jenis hasil hutan. Persentase nilai ekonomi hasil hutan yang
Gambar 12. Persentase Nilai Ekonomi Hasil Hutan Rakyat
Kontribusi Pemanfaatan Hasil Hutan terhadap Pendapatan Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden Desa Sampean sangat menggantungkan hidupnya terhadap keberadaan hutan. Nugraha dan Nurtijo (2005) menyatakan bahwa hutan merupakan sumber pemenuhan
kebutuhan masyarakat desa hutan yang ditunjukkan dari ketergantungannya dalam hal pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, lapangan pekerjaan maupun
ketersediaan pangan. Dengan demikian hutan merupakan bagian hidup yang tidak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka.
Pendapatan dari hasil hutan tertinggi diperolah dari pemanfaatan getah
kemenyan sebesar Rp 329.065.000,- per tahun atau 93,59 % dari total pendapatan pemanfaatan hasil hutan rakyat. Sedangkan pendapatan dari hasil hutan terendah
diperoleh dari pemanfatan kayu manis sebesar Rp 5.406.000,- per tahun atau 1.54 % dari total pemanfaatan hasil hutan rakyat. Untuk pendapatan total seluruh
responden Desa Sampean sebesar Rp 738.008.816,- per tahunnya. Pendapatan ini
diperoleh dari hasil jumlah keseluruhan pendapatan yakni nilai ekonomi produk hasil hutan dan pendapatan dari luar hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
total pendapatan responden Desa Sampean yang memanfaatkan hasil hutan rakyat sebesar Rp 351.608.816,- atau 47, 64 % dari jumlah pendapatan total responden Desa Sampean.
Tabel 3. Pendapatan Responden Desa Sampean
Nama Ramlon Manullang 8.228.000 7.200.000 15.428.000 53,33 Martogi Manullang 7.508.000 9.600.000 17.108.000 43,89 Marlen Sinaga 11.047.313 8.400.000 19.447.313 56,81 Marsaut Nainggolan 8.738.438 6.000.000 14.738.438 59,29 Humisar Manullang 7.992.063 4.800.000 12.792.063 62,48 Gabariel Manullang 13.327.000 15.600.000 28.927.000 46,07 Lambok Manullang 10.153.625 9.600.000 19.753.625 51,40 Maringan Sihombing 9.968.000 12.000.000 21.968.000 45,38 Ingan Situmorang 13.327.000 14.400.000 27.727.000 48,07 Pidin Siregar 14.098.625 15.600.000 29.698.625 47,47 Panusunan Hutapea 9.968.000 8.400.000 18.368.000 54,27 Jakop Sihotang 13.646.875 14.400.000 28.046.875 48,66 Parsaoran Simbolon 10.163.188 12.000.000 22.163.188 45,86 Bakrianto Lumbangaol 11.082.313 9.600.000 20.682.313 53,58 Maradu Lumbantobing 10.952.500 12.000.000 22.952.500 47,72 Dogor Manullang 11.379.563 4.800.000 16.179.563 70,33 Gomar Manullang 7.088.875 7.200.000 14.288.875 49,61 Tamrin Nainggolan 10.172.750 14.400.000 24.572.750 41,40 Nelson Manullang 14.897.000 15.600.000 30.497.000 48,85 Hotber Manullang 14.111.375 15.600.000 29.711.375 47,49 Kaliaman Manullang 16.636.000 18.000.000 34.636.000 48,03 Arman Manullang 10.424.125 14.400.000 24.824.125 41,99 Eduar Manullang 8.407.500 12.000.000 20.407.500 41,20 Halomoan Situmorang 13.327.000 15.600.000 28.927.000 46,07 Jamanat Lumbangaol 13.290.500 18.000.000 31.290.500 42,47 Daulat Manullang 17.176.000 19.200.000 36.376.000 47,22 Sahata Munthe 10.656.250 18.000.000 28.656.250 37,19 Juspiner Manullang 13.026.313 18.000.000 31.026.313 41,98 Lunter Manullang 17.176.000 15.600.000 32.776.000 52,40 Mian Manullang 13.638.625 15.600.000 29.238.625 46,65
Pendapatan dari luar hutan di peroleh dari seluruh hasil produk pertanian yang diolah responden di Desa Sampean sebesar Rp 386.400.000,-. Umumnya
berasal dari penjualan hasil seperti kopi, sayur-sayuran dan tanaman palawija lainnya. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Gambar 13. Persentase Kontribusi Nilai Ekonomi Hasil Hutan dan Luar Hutan
Hasil ini memberi arti bahwa pemanfaatan hasil hutan telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan responden Desa Sampean. Total
pendapatan rata-rata responden sebesar Rp 738.008816,- per tahunnya. Diperoleh pemanfaatan hasil hutan berdasarkan perhitungan nilai ekonominya sebesar
Rp 351.608.816,- atau 47,64 % dari total seluruh pendapatan responden Desa Sampean. Angka persentase sebesar 47,64 % ini menunjukkan hampir setengah dari total pendapatan responden Desa Sampean berasal dari hasil hutan. Hal ini
juga menunjukkan ketergantungan responden terhadap keberadaan hutan. Pendapatan
Hasil Hutan Rakyat
48% Pendapatan
Luar Hutan 52%
Persentase Kontribusi Nilai Ekonomi
Hasil Hutan Terhadap Pendapatan
Uluk, Sudana dan Wollenberg (2001) dalam penelitiannya, tingkat ketergantungan masyarakat dayak terhadap hutan disekitar Taman Nasional
Kayan Mentarang menunjukkan bahwa masyarakat dayak di sekitar taman nasional tergantung pada berbagai jenis hasil hutan. Berdasarkan penelitian mereka tercatat sebanyak 139 sampai 214 jenis hasil hutan yang dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan dalam waktu satu tahun, antara lain sebagai sumber makanan, obat, bahan bangunan, sumber penghasilan uang tunai, upacara dan
kebudayaan.
Tabel 4. Kelas Tingkat Kontribusi
Tingkat Kontribusi (%) Jumlah Responden
0-20 -
20-40 1
40-60 27
60-80 2
80-100 -
Total 30
Berdasarkan tabel kelas tingkat kontribusi diatas, sebanyak 27 responden untuk tingkat kontribusi 40-60 %, 2 responden untuk tingkat kontribusi 60-80 %
dan 1 responden untuk tingkat kontribusi 20-40 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden di Desa Sampean selain bekerja sebagai petani juga menggantungkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan hasil hutan di Desa Sampean adalah getah kemenyan, kayu pinus, kayu dan kulit manis serta kayu bakar.
2. Nilai ekonomi hutan seluruh responden sebesar Rp 351.608.816,- per tahun, sedangkan nilai ekonomi tertinggi adalah getah kemenyan sebesar
93,59 % yaitu Rp 329.065.000,- per tahun dan nilai ekonomi terendah adalah kayu manis sebesar 1,54 % yaitu Rp 5.406.000,- per tahun.
3. Kontribusi hasil hutan sebesar 47,64 % dalam pendapatan responden di
Desa Sampean.
Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan perawatan yang intensif dan permudaan tanaman yang tidak produktif, terutama pada tanaman kemenyan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 2. Perlu dilakukan peningkatan produksi komoditi non kemenyan di Desa Sampean
agar memberikan nilai ekonomi tambahan terhadap pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, O., dan Patana, P. 2002. Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan). Laporan Penelitian. Program Ilmu Kehutanan – Universitas Sumatera Utara. Tidak diterbitkan. Hal 1-21.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 11-59.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Awang, S. 2005. Petani, Ekonomi, dan Konservasi Aspek Penelitian dan Gagasan. Pustaka Hutan Rakyat. Press. Debut. Yogyakarta.
Bahruni. 1999. Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 1-26.
BPDAS Jenebrang. 2010. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Walanae.
[BPS Kabupaten Humbang Hasundutan] Badan Pusat Statistik Kabupaten Humbang Hasundutan. 2011. Humbang Hasundutan dalam Angka 2010. Dolok sanggul: BPS Kab. Humbang Hasundutan.
Departemen Kehutanan. 1995. Hutan Rakyat. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Dalam Suharjito (penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya Dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) hlm 7-11. Bogor.
Helms, J. A. (editor). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of American Forester and CAB International Publishing, Wallingford, United Kingdom. Ichwandi, I. 1996. Nilai Eonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Purwoko, A. 2002. Kajian Akademis Hutan Kemasyarakatan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lampiran 1. Matriks Metodologi Penelitian
No Tujuan Studi Data Kunci Sumber dan
Metode Hasil yang diharapkan 1 Mengidentifikasi
2 Mengetahui nilai ekonomi hasil hutan dalam hutan dan luar
hutan, serta kontribusi
Lampiran 2. Identitas Responden Desa Sampean
No Nama Responden Usia
(Tahun) Agama Suku Pendidikan
24 Halomoan Situmorang 57 Kristen Protestan Batak Toba SD Petani 7 jiwa 1.300.000 25 Jamanat Lumbangaol 53 Kristen Protestan Batak Toba SD Petani 10 jiwa 1.500.000 26 Daulat Manullang 69 Kristen Protestan Batak Toba SMP Petani 11 jiwa 1.600.000 27 Sahata Munthe 47 Kristen Protestan Batak Toba SD Petani 11 jiwa 1.500.000 28 Juspiner Manullang 49 Kristen Protestan Batak Toba SMP Petani 9 jiwa 1.500.000 29 Lunter Manullang 59 Kristen Protestan Batak Toba SD Petani 6 jiwa 1.300.000 30 Mian Manullang 51 Kristen Protestan Batak Toba SD Petani 7 jiwa 1.300.000
Lampiran 3. Nilai Ekonomi Getah Kemenyan
No Nama Responden
23 Eduar Manullang 3 kg 21 63 kg 90.000 5.670.000 0,5 kg 51 25,5 kg 50.000 1.275.000 24 Halomoan Situmorang 3 kg 40 120 kg 90.000 10.800.000 0,5 kg 82 41 kg 50.000 2.050.000 25 Jamanat Lumbangaol 3 kg 33 99 kg 90.000 11.000.000 0,5 kg 60 30 kg 50.000 1.500.000 26 Daulat Manullang 3 kg 52 156 kg 90.000 14.040.000 0,5 kg 100 50 kg 50.000 2.500.000 27 Sahata Munthe 3 kg 32 96 kg 90.000 8.640.000 0,5 kg 60 30 kg 50.000 1.500.000 28 Juspiner Manullang 3 kg 33 99 kg 90.000 11.000.000 0,5 kg 60 30 kg 50.000 1.500.000 29 Lunter Manullang 3 kg 52 156 kg 90.000 14.040.000 0,5 kg 100 50 kg 50.000 2.500.000 30 Mian Manullang 3 kg 40 120 kg 90.000 10.800.000 0,5 kg 82 41 kg 50.000 2.050.000
Lampiran 4. Nilai Ekonomi Kayu Manis
No Nama Responden
Kayu (m3) Kulit (kg)
4 Marsaut Nainggolan 5 Humisar Manullang
6 Gabariel Manullang 2 m3 3 6 m3 1.500.000 9.000.000 450.000 30 kg 3 90 kg 6.000 540.000 27.000 7 Lambok Manullang
8 Maringan Sihombing 2 m3 2 4 m3 1.500.000 6.000.000 300.000 30 kg 2 60 kg 6.000 360.000 18.000 9 Ingan Situmorang 2 m3 3 6 m3 1.500.000 9.000.000 450.000 30 kg 3 90 kg 6.000 540.000 27.000 10 Pidin Siregar
11 Panusunan Hutapea 2 m3 2 4 m3 1.500.000 6.000.000 300.000 30 kg 2 60 kg 6.000 360.000 18.000 12 Jakop Sihotang
13 Parsaoran Simbolon 14 Bakrianto Lumbangaol
15 Maradu Lumbantobing 2 m3 2 4 m3 1.500.000 6.000.000 300.000 30 kg 2 60 kg 6.000 360.000 18.000 16 Dogor Manullang
17 Gomar Manullang 18 Tamrin Nainggolan
19 Nelson Manullang 2 m3 3 6 m3 1.500.000 9.000.000 450.000 30 kg 3 90 kg 6.000 540.000 27.000 20 Hotber Manullang
23 Eduar Manullang
24 Halomoan Situmorang 2 m3 3 6 m3 1.500.000 9.000.000 450.000 30 kg 3 90 kg 6.000 540.000 27.000 25 Jamanat Lumbangaol
26 Daulat Manullang 2 m3 4 8 m3 1.500.000 12.000.000 600.000 30 kg 4 120 kg 6.000 720.000 36.000 27 Sahata Munthe
28 Juspiner Manullang
29 Lunter Manullang 2 m3 4 8 m3 1.500.000 12.000.000 600.000 30 kg 4 120 kg 6.000 720.000 36000 30 Mian Manullang
Lampiran 5. Nilai Ekonomi Kayu Bakar
No Nama Responden
Kayu Bakar (ikat)
Jumlah F TP Harga (Rp)
NE (Rp/tahun)
1 Ramlon Manullang 80 ikat 3 240 ikat 3.000 720.000 2 Martogi Manullang
3 Marlen Sinaga
4 Marsaut Nainggolan 120 ikat 3 360 ikat 3.000 1.080.000 5 Humisar Manullang 100 ikat 3 300 ikat 3.000 900.000 6 Gabariel Manullang
7 Lambok Manullang 8 Maringan Sihombing 9 Ingan Situmorang 10 Pidin Siregar 11 Panusunan Hutapea 12 Jakop Sihotang 13 Parsaoran Simbolon
14 Bakrianto Lumbangaol 100 ikat 3 300 ikat 3.000 900.000 15 Maradu Lumbantobing
16 Dogor Manullang 80 ikat 3 240 ikat 3.000 720.000 17 Gomar Manullang
18 Tamrin Nainggolan
19 Nelson Manullang 120 ikat 3 360 ikat 3.000 1.080.000 20 Hotber Manullang
23 Eduar Manullang 120 ikat 3 360 ikat 3.000 1.080.000 24 Halomoan Situmorang
25 Jamanat Lumbangaol 26 Daulat Manullang 27 Sahata Munthe 28 Juspiner Manullang 29 Lunter Manullang 30 Mian Manullang
Lampiran 6. Nilai Ekonomi Kayu Pinus
1 Ramlon Manullang 2 Martogi Manullang
3 Marlen Sinaga 28,39 1 28,39 300.000 8.517.000 532.312,5 4 Marsaut Nainggolan 21,25 1 21,25 300.000 6.375.000 398.437,5 5 Humisar Manullang 20,91 1 20,91 300.000 6.273.000 392.062,5 6 Gabariel Manullang
7 Lambok Manullang 26,86 1 26,86 300.000 8.058.000 503.625 8 Maringan Sihombing
9 Ingan Situmorang
10 Pidin Siregar 40,46 1 40,46 300.000 12.138.000 758.625 11 Panusunan Hutapea
12 Jakop Sihotang 42,50 1 42,50 300.000 12.750.000 79.6875 19 Nelson Manullang
20 Hotber Manullang 41,14 1 41,14 300.000 12.342.000 771.375 21 Kaliaman Manullang
23 Eduar Manullang 20,40 1 20,40 300.000 6.120.000 382.500 24 Halomoan Situmorang
25 Jamanat Lumbangaol 42,16 1 42,16 300.000 12.648.000 790.500 26 Daulat Manullang
27 Sahata Munthe 27,53 1 27,53 300.000 8.260.000 516.250
28 Juspiner Manullang 28,07 1 28,07 300.000 8.421.000 526.312,5 29 Lunter Manullang
30 Mian Manullang 42,06 1 42,06 300.000 12.618.000 788.625
Lampiran 7. Pendapatan Hasil Hutan Rakyat Responden Desa Sampean
No Nama Responden
Hasil Hutan
1 Ramlon Manullang 7.190.000 318.000 720.000 8.228.000
2 Martogi Manullang 7.190.000 318.000 7.508.000
3 Marlen Sinaga 10.515.000
532.312,5 11.047.313
4 Marsaut Nainggolan 7.260.000 1.080.000 398.437,5 8.738.438
5 Humisar Manullang 6.700.000 900.000 392.062,5 7.992.063
6 Gabariel Manullang 12.850.000 477.000 13.327.000
7 Lambok Manullang 9.650.000
503.625 10.153.625
8 Maringan Sihombing 9.650.000 318.000 9.968.000
9 Ingan Situmorang 12.850.000 477.000 13.327.000
10 Pidin Siregar 13.340.000
758.625 14.098.625
11 Panusunan Hutapea 9.650.000 318.000 9.968.000
12 Jakop Sihotang 12.850.000
79.6875 13.646.875 13 Parsaoran Simbolon 9.650.000
513.187,5 10.163.188
14 Bakrianto Lumbangaol 9.650.000 900.000 532.312,5 11.082.313
15 Maradu Lumbantobing 10.140.000 318.000 494.500 10.952.500
16 Dogor Manullang 10.140.000 720.000 519.562,5 11.379.563
17 Gomar Manullang 6.700.000
388.875 7.088.875 18 Tamrin Nainggolan 9.650.000
522.750 10.172.750
19 Nelson Manullang 13.340.000 477.000 1.080.000 14.897.000
20 Hotber Manullang 13.340.000
771.375 14.111.375
21 Kaliaman Manullang 16.000.000 636.000 16.636.000
22 Arman Manullang 9.895.000
23 Eduar Manullang 6.945.000 1.080.000 382.500 8.407.500
24 Halomoan Situmorang 12.850.000 477.000 13.327.000
25 Jamanat Lumbangaol 12.500.000
790.500 13.290.500
26 Daulat Manullang 16.540.000 636.000 17.176.000
27 Sahata Munthe 10.140.000
516.250 10.656.250 28 Juspiner Manullang 12.500.000
526.312,5 13.026.313
29 Lunter Manullang 16.540.000 636.000 17.176.000
30 Mian Manullang 12.850.000
788.625 13.638.625
Lampiran 8. Total Pendapatan Responden dan Kontribusi (%)
No Nama Responden
Pendapatan
28 Juspiner Manullang 13.026.313 18.000.000 31.026.313 41,98472667 29 Lunter Manullang 17.176.000 15.600.000 32.776.000 52,40419819 30 Mian Manullang 13.638.625 15.600.000 29.238.625 46,64591786