Djoko Setyo Martono adalah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Jurusan D3 Manajemen Hutan UNMER Madiun
36
TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGELOLANYA
(Studi Kasus Di desa Karangrejo Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan)
Djoko Setyo Martono
Abstract. Community Forestry development is aimed to give a great usage for the
societies welfare by remaining to maintain natural resource and fungction of
biological environment. This research is to know how great contributed of wood
production of community forestry area toward total income for its authority.The
research was carried out in a community forests of Karangrejo village of
Arjosari distrit in Pacitan Regency from April 2006. A quantitative descriptive
method was use in this research.Result showed that have income from community
forestry area occupy the second rank after farming income and support
contributed thirdty six precent toward total income for its authority.
Kata kunci : Community forestry , Contributed of wood communty forestry.
Tekanan terhadap sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi pertanian,
industri dan perumahan di Pulau Jawa yang penduduknya paling padat di Indonesia dapat
menyebabkan terjadinya konversi hutan menjadi lahan perumahan dan kawasan industri ataupun
pertanian. Di lain pihak masih banyak lahan kering di luar kota yang tidak dapat dimanfaatkan
untuk pertanian. Salah satu usaha untuk mengembangkan pemanfaatan lahan kering ataupun
lahan kritis yang tidak produktif adalah dengan menanam tanaman berkayu yang mempunyai
nilai komersial di lahan milik penduduk, sekaligus menjawab permasalahan terutama masalah
pembangunan sosial ekonomi penduduk di desa-desa.
Hutan rakyat merupakan fenomena yang relatif baru Di Indonesia. Hal ini terbukti, di
dalam Undang Undang Pokok Kehutanan (UUPK) No: 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan, perihal hutan rakyat juga belum dimasukkan secara proporsional. Di dalam
Undang-Undang tersebut istilah yang digunakan adalah hutan milik, yaitu lahan milik rakyat yang
ditanami dengan pepohonan. Pada waktu itu di pulau Jawa sudah ada bentuk tata-guna lahan
yang mirip dengan hutan rakyat, seperti pekarangan di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa
Timur, atau talun di Jawa Barat.
Pekarangan adalah lahan di sekeliling rumah yang ditanami dengan berbagai macam
jenis tanaman, termasuk pohon (tanaman keras). Di daerah yang halaman rumahnya penuh
dengan tanaman keras biasanya membentuk pekarangan, atau tegalan yang juga ditanami
pepohonan dan tanaman pangan. Penanaman tanaman tahunan itu dimaksudkan untuk
memperoleh hasil berupa buah, kayu bakar, dan kayu pertukangan, yang di samping untuk
memenuhi kebutuhan sendiri juga dapat dijual untuk memperoleh uang tunai .
Pekarangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta talun di Jawa Barat sudah lama
berkembang sejak awal abad ke-20 berupa hutan rakyat, tetapi tidak demikian untuk hutan
rakyat di lahan kering atau tegal. Bentuk tata guna lahan ini mulai nampak perkembangannya
selama dekade 1970-an. Pada awal dekade 1950-an, pemerintah (Kementrian Kemakmuran)
menggulirkan program untuk menanam pohon-pohonan di tegal atau pekarangan yang
dinamakan program karangkitri. Dengan alasan keuangan dan organisasi,program ini belum
sempat terealisir. Oleh karena itu pada awal dekade 1960-an, berkat kesiapan dan keuletan para
rimbawan, program karangkitri dilanjutkan dengan nama program penghijauan ( Simon, 2001 ).
Program penghijauan berhasil membangun daerah-daerah yang semula tergolong daerah kritis
menjadi daerah yang penuh hutan rakyat, hal ini didorong oleh adanya bantuan dari negeri
Belanda dan FAO sejak tahun 1967 . Namun, perlu dicatat bahwa hutan rakyat di daerah-daerah
kritis tersebut mulai dekade 1980-an nampak lebih didominasi oleh jenis jati, padahal jenis ini
tidak termasuk deretan jenis yang diwajibkan dalam program penghijauan. Jadi, dalam hal
pemilihan jenis ini, rakyat pemilik lahan menentukan sendiri dengan keinginan dan keyakinan
akan manfaatnya demikian pula yang terjadi di Desa Karangrejo Kecamatan Arjosari Kabupaten
Pacitan.
Sebagian besar hutan rakyat di Desa Karangrejo terletak di daerah-daerah yang
mempunyai topografi sedang sampai curam (merupakan daerah konservasi), sehingga berfungsi
sebagai fungsi hidro-orologis hal ini terlihat dari sedikitnya tingkat erosi yang terjadi pada lahan
yang ditumbuhi hutan rakyat. Selain berfungsi hidro-orologis hutan rakyat juga mempunyai
fungsi pencagaran genetis, efek iklim mikro, sosial, produksi dan fungsi estetika. Namum
demikian dari beberapa fungsi tersebut, yang paling bisa dirasakan secara langsung oleh
masyarakat adalah fungsi produksi, baik produksi kayu maupun non kayu.
Pendapatan kayu dari hutan rakyat selama ini hanya dianggap sebagai pelengkap dari
keseluruhan penghasilan yang ada dan biasanya pengelola kurang serius dalam pemeliharaan
bila dibandingkan dengan pemeliharaan tanaman pertanian. Seiring dengan perkembangan harga
kayu maka masyarakat mulai tertarik dan serius dengan hutan rakyat yang sebagian besar
didominasi oleh tanaman jati sebagai kayu pertukangan, bahan baku industri dan sumber energi
baik di pedesaan maupun di kota-kota di Jawa.
Kontribusi kayu dari hutan rakyat terhadap pendapatan keluarga di desa Karangrejo
Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan perlu diketahui dengan melakukan suatu penelitian “
Kontribusi Pendapatan Dari Kayu Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Pengelolanya “ . Dengan penelitian ini maka dapat diketahui secara rinci seberapa besar
produksi kayu hutan rakyat dapat memberikan kontribusi dalam struktur pendapatan
masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar kontribusi pendapatan dari
kayu hutan rakyat terhadap pendapatan total bagi pengelolanya, khususnya di daerah penelitian.
METODOLOGI.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat Desa Karangrejo Kecamatan Arjosari Kabupaten
Pacitan pada bulan April 2006.
Bahan dan Alat.
Bahan dari penelitian ini adalah lahan hutan rakyat di Desa Karangrejo Kecamatan
Arjosari Kabupaten Pacitan dan Petani pemilik lahan hutan rakyat.
Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1.
Kompas Arah merek Suunto
2.
Kompas lereng merek suunto
3.
Haga meter
5. Tali ukur panjang 20 meter
6.
Alat-alat tulis
7. Lembar Questioner
Metode Pengambilan Sampel.
Potensi kayu dari hutan rakyat didekati dengan cara diambil beberapa responden sebagai
sampel. Agar supaya diperoleh ketelitian yang maksimal sesuai dengan biaya yang tersedia,
pengambilan sample dilakukan dengan tehnik multistage sampling with unequal size. Pemakaian
multistage sampling dalam pengambilan contoh kebanyakan didorong oleh terbatasnya biaya,
sedang populasi yang dihadapi cukup besar.
Sebelum pengambilan sample dilakukan, dibuat 3 strata berdasarkan luas kepemilikan lahan :
Strata I : Luas lahan hutan rakyat yang dikuasai < 0,5 ha
Strata II : Luas lahan hutan rakyat yang dikuasai 0,5 – 1 ha
Strata III : Luas lahan hutan rakyat yang dikuasai > 1 ha.
Data pokok yang diperlukan dalam penelitian ini adalah besarnya volume kayu yang
terdapat di hutan rakyat pada waktu penelitian dilakukan (actual standing stock) dan luas hutan
rakyat di seluruh desa Karangrejo. Data lain yang dibutuhkan adalah umur penebangan dari
berbagai jenis pohon yang lazim dilakukan oleh rakyat untuk menghasilkan kayu bakar maupun
kayu perkakas serta harga pasaran kayu persatuan volume.
Luas hutan rakyat diperoleh dari Kantor Cabang Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kecamatan Arjosari. Umur penebangan dan harga kayu diperoleh dari wawancara dengan
responden. Sedang actual standing stok diperoleh dari pengukuran 100% pohon-pohon yang ada
di hutan rakyat milik responden terpilih yang mempunyai diameter setinggi dada minimal 5 cm.
Luas hutan rakyat responden diperoleh dari 2 sumber, yaitu dari letter C ( di Kantor
Desa) dab pengukuran langsung di lapangan. Bila kedua sumber tersebut terdapat perbedaan,
maka angka dari pengukuran yang dipakai. Untuk pengukuran dilakukan pada satu bidang
(areal) dari responden, bila responden memiliki lebih dari satu areal yang terpencar maka dipilih
salah satu saja yang diukur, sedang lainnya diambil dari letter C.
Analisis Data.
Hasil yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah pendapatan kayu dari hutan rakyat
yang didekati dengan mengukur potensi kayu dari hutan rakyat, dengan kata lain akan dihitung
besarnya riap tahunan berjalan dari seluruh pohon-pohonan di hutan rakyat yang ada. Untuk itu
harus diketahui dua besaran yaitu actual standing stock dan umur rata-rata penebangan pohon.
Actual standing stock dihitung dengan menjumlahkan volume seluruh pohon yang
tumbuh di hutan rakyat responden pada saat penelitian yang berdiameter setinggi dada 5 cm ke
atas. Jadi semua tanaman berkayu dihitung volumenya, kemudian dijumlahkan untuk seluruh
hutan rakyat responden.
Volume pohon dihitung menggunakan rumus :
V = lbds x t x f ( Simon, 1979 ) , dimana
V = Volume pohon ( m
3)
Lbds = Luas bidang dasar pohon tanpa kulit pada ketinggian 1,3 m dari tanah
( m
2).
t = Tinggi pohon dari pangkal sampai ujung ( m )
f = Bilangan bentuk.
Angka bilangan bentuk diambil 0,6 umtuk semua jenis yang ada kecuali
pohon kelapa dimana angka bentuknya diambil 0,9, angka ini mungkin
lebih rendah dari yang sebenarnya karena pohon yang tumbuh di hutan
rakyat mempunyai cabang yang lebih banyak, tetapi di lain pihak ada
pohon-pohon yang sudah dipotong cabang-cabang atau ujungnya
walaupun jumlahnya tidak banyak. Dengan demikian besarnya standing
stock sudah dapat dihitung, dengan kesadaran masih mengandung
kesalahan karena asumsi bilangan bentuk 0,6 dan 0,9 yang besarnya
tidak dapat ditaksir dalam penelitian ini.
Setelah actual standing stock diketahui, maka langkah berikutnya adalah menghitung
riap tahunan. Dalam penelitian ini riap tahunan dihitung dengan rumus Von mantel, yaitu
I =
r
V
2
dimana :
I = Riap tahunan ( m
3)
V = Volume actual standing stock ( m
3)
r = Umur tebang pohon ( tahun )
Rumusan tersebut mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Rumusan tersebut sebenarnya berlaku untuk tegakan yang terdiri dari pohon-pohon
dengan susunan normal, sedangkan susunan pohon yang ada di hutan rakyat kebanyakan
tidak normal susunanya.
2. Rumus Von Mantel didasarkan pada anggapan bahwa pertumbuhan riap tegakan dari umur
muda sampai umur tebang menikuti garis lurus, padahal sebenarnya merupakan garis
lengkung.
3. Umur tebang tanaman di hutan rakyat sangat bervariasi , berdasarkan hal tersebut umur
tebang yang digunakan ada;ah umur tebang rata-rata di lokasi penelitian.
Besarnya pendapatan dan sumbangan masing-masing bidang usaha sebagai sumber
pendapatan rumah tangga, secara umum yaitu kayu dari hutan rakyat, usaha tani, peternakan dan
sektor lain terhadap total pendapatan rumah tangga petani untuk menggambarkan keragaman
sumber penghasilan petani hutan rakyat per tahunnya.
Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis ini antara lain :
1.
Pendapatan dari kayu rakyat :
P hr = IH
Dimana : P hr = Pendapatan kayu dari hutan rakyat (Rp/tahun)
I = Riap Tahunan Hutan Rakyat (m
3/tahun )
H = Harga satuan kayu pada umur tebang (Rp / m
3)
2.
Pendapatan Rumah Tangga Total :
P rt = P hr + P ut + P t + P l
Dimana : P rt = Pendapatan total Rumah tangga ( Rp )
P hr = Pendapatan kayu dari hutan rakyat ( Rp )
P ut = Pendapatan dari usaha tani ( Rp )
P t = Pendapatan dari ternak ( Rp )
P l = Pendapatan dari lain-lain ( Rp ).
3.
Kontribusi :
Kr =
`
100
%
Pr
t
x
Phr
Dimana : Kr = Kontribusi pend. dari hutan rakyat ( % )
P hr = Pendapatan dari hutan rakyat ( Rp )
P rt = Pendapatan total rumah tangga ( Rp )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Hutan Rakyat.
Perkembangan dan pengelolaan hutan rakyat di Desa Karangrejo sudah berkembang
sejak lama namun tidak bisa dipastikan tepatnya dan siapa penggerak pertama dalam mengelola
hutan tersebut. Seperti yang dituturkan oleh tetua desa dan aparat desa di Karangrejo bahwa
pada tahun 1920-an awal terwujudnya pengelolaan hutan rakyat yang sering disebut oleh
masyarakat setempat dengan sebutan tanduran rakyat sudah berkembang, namun dalam
pengelolaan tanaman ini belum diperhatikan, karena penanaman tanaman rakyat ini diawali dari
adanya tukulan / anakan (trubusan) tanaman jati, yang tumbuh berserakan tidak beraturan di
lahannya, karena pada saat pengolahan lahan dianggap menganggu maka oleh petani
disingkirkan / dipindahkan di pinggir-pinggir lahan garapan atau di sekitar pekarangan, sehingga
lama kelamaan tanaman tersebut tumbuh besar serta dapat menghasilkan benih, karena benih
yang dibiarkan saja berjatuhan dan tumbuh menyebar tidak karuan pada lahan masyarakat, maka
oleh masyarakat anakan tersebut dimanfaatkan dengan dipindahkan pada tempat yang lebih baik
dan sebagian dengan diatur penanamannya sehingga lahan petani banyak ditumbuhi dengan
tanaman kayu-kayuan.
Suatu saat tanaman yang sudah tumbuh besar dimanfaatkan dan ditebang untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada yang dijual dan digantikan dengan ternak, dan sebagian
lagi digunakan untuk mengganti kayu-kayu rumah yang rusak. Mengingat hasil yang
menguntungkan bagi petani dan pengelolaan tanaman yang tidak butuh pemeliharaan khusus,
maka banyak petani yang lain ikut mengembangkan tanaman kayu-kayuan tersebut pada
lahannya hingga berkembang sampai saat ini.
Luas areal hutan rakyat di Desa Karangrejo sebesar 117,83 ha, dimana jenis jati
menempati areal seluas 57,06% (57,06 ha), urutan kedua jenis Acasia dengan luas 32,12 ha
(27,26%), sebaran paling kecil jenis Sono dengan luas 0,57 ha (0,48%). Sebaran luas hutan
rakyat berdasarkan jenis untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Luas Hutan Rakyat Kecamatan Arjosari Berdasarkan Jenis.
No.
Jenis
Luas
( ha )
( % )
1.
Jati (Tectona grandis)
57,06
48,42
2.
Sengon (Paraseriantes falcataria)
15,63
13,27
3.
Akasia (Acacia auriculiformis)
32,12
27,26
4.
Mahoni (Swietenia macrophylla)
2,74
2,33
5.
Sono (Dalbergia latifolia)
0,57
0,48
6.
Lain-lain
9,71
8,24
Jumlah
117,83
100,00
Sumber data : CDK Kecamatan Arjosari & Dinas Kehutanan Kab. Pacitan 2005.
Potensi Hutan Rakyat.
Potensi kayu hutan rakyat diprediksi dengan mengetahui riap tahunan. Riap tahunan
dicari dari volume actual standing stock dari pohon penyusun hutan rakyat, dimana dalam
penelitian ini dibatasi diameter minimal pohon penyusunnya 5 cm. Riap tahunan diperoleh
dengan cara membagi volume actual standing stock dengan setengah umur tebang. Umur tebang
pohon penyusun hutan rakyat sangat bervariasi, dalam penelitian ini umur tebang pohon
ditentukan untuk jati 20 tahun, kelapa 25 tahun dan jenis lain (Acasia, Sengon, Mahoni dan
Lain) 8 tahun.
Potensi kayu rakyat dari ketiga strata luas kepemilikan di desa Karangrejo berbeda-beda
tergantung pada kesuburan tanah dan kontinyuitas petani dalam pengelolaan lahan hutan
rakyatnya baik dalam penyediaan tenaga kerja, waktu maupun modal, tidak kalah pentingnya
pengaturan hasil (pemanenan) dalam memenuhi kebutuhannya. Potensi kayu rakyat dari ketiga
strata luas kepemilikan di desa Karangrejo selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi kayu rakyat berdasarkan strata luas kepemilikan lahan.
Luas HR Rata-rata
V A S S HR
Riap HR
( ha )
( m3 / ha )
( m3/tahun/ha)
I
0.28
20.1341
2.1470
II
0.68
73.5868
11.6948
III
1.48
58.1868
6.5203
Jumlah
2.44
151.9077
20.3621
Rata-rata
1.00
55.1963
7.1980
STRATA
Sumber : Pengolahan data primer.
Pada Tabel 2. terlihat bahwa ada kecenderungan semakin bertambah luas lahan yang
dimiliki oleh petani semakin besar potensi kayunya dan turun setelah mencapai strata III (lahan
dengan luas di atas 1 ha), hal tersebut disebabkan karena pada lahan tersebut kontinyuitas
petaninya dalam pengelolaan lahan hutan masih baik (strata I dan II) dan dengan bertambahnya
areal lahannya maka semakin banyak tenaga kerja, waktu dan modal yang diperlukan, sehingga
bila tidak diimbangi dengan penambahan jumlah tenaga kerja, waktu dan modal maka
produktifitas lahan akan cenderung menurun hal ini terasa pada saat lahan yang dikelola
mencapai lebih dari 1 ha (strata III).
Kontribusi Pendapatan Kayu Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Total.
Beragamnya mata pencaharian petani responden secara langsung akan berpengaruh
kepada jumlah pendapatan. Pendapatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
pendapatan petani hutan rakyat dari berbagai sumber pendapatan belum dikurangi berapa besar
pengeluaran untuk mendapatkan pendapatan tersebut.
Kontribusi kayu rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani responden dicari
dengan menghitung prosentase pendapatan yang diperoleh dari kayu rakyat atas pendapatan total
rumah tangga petani responden. Pendapatan yang diperoleh dari masing-masing sumber
pendapatan bila hasil yang diperoleh tidak berupa uang, maka dikonversikan ke dalam bentuk
nilai rupiah sesuai dengan harga jual dari hasil tersebut di tingkat petani yang berlaku pada saat
penelitian berlangsung.
Pendapatan dari Usaha Tani.
Pendapatan responden dari usaha tani berasal dari lahan sawah (irigasi maupun tadah
hujan), hutan rakyat termasuk tegalan dan pekarangan. Jenis tanaman yang ditanam di sawah
irigasi adalah padi dengan panen 2 kali setahun dan kacang tanah atau ketela rambat untk sisa
waktunya, sedangkan sawah tadah hujan yang ditanam padi gogo dengan satu kali panen setahun
diteruskan dengan kacang tanah atau ketela pohon. Lahan hutan rakyat jenis tanaman yang
ditanam adalah kelapa, mlinjo, pisang, cengkeh dan untuk daerah yang agak datar ketela pohon.
Sedangkan lahan pekarangan ditanami kelapa, mlinjo, cengkeh, mangga, ketela rambat, ketela
pohon dan jenis tanaman keras seperti jati, mahoni, acasia dan lamtoro.
Pendapatan dari usaha tani diperoleh dengan mengalikan hasil dari lahan tersebut dengan harga
jual persatuan penjualan di tingkat petani. Hasil jual persatuan penjualan di lokasi penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Harga Jual Hasil Pertanian di Tingkat Petani.
Gabah
kg
1.800,00
Kacang tanah
kg
1.300,00
Ketela rambat
kg
300,00
Mlinjo
kg
700,00
Cengkeh
kg
20.000,00
Jeruk
kg
1.200,00
Kelapa
biji
900,00
Pisang
tandan
10.000,00
Mangga
pohon
30.000,00
Hasil Pertanian
Satuan
Harga ( Rp )
Su
Sumber : Hasil wawancara dengan responden
Berdasarkan harga jual hasil pertanian tersebut maka dapat dihitung pendapatan dari
usaha tani petani responden di desa penelitian yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pendapatan Usaha Tani Petani Responden.
Jenis Total Rata-rata Prosentase
Lahan I II III ( Rp ) ( Rp ) ( % )
Sawah 1.834.000 2.038.000 3.724.000 7.596.000 2.532.00 0 54,31 HR 265.500 869.000 2.980.500 4.115.000 1.371.66 7 29,42 Pekarangan 362.100 738.500 1.176.000 2.276.600 758.86 7 16,28 Total 2.461.600 3.645.500 7.880.500 13.987.600 4.662.53 3 100,00
Pendapatan rata-rata Strata (Rp)
Pada tabel 4. terlihat bahwa lahan yang menghasilkan pendapatan tertinggi dari sawah
(54,31 %), hal ini disebabkan di desa Karangrejo sebagian besar petani responden mempunyai
lahan sawah irigasi dimana dua tahun bisa dipanen lima kali selain tingkat kesuburan tanahnya
tinggi, disamping itu untuk lahan lainnya tidak dapat ditanami jenis kacang-kacangan hanya
dapat ditanami ketela karena banyaknya hama Kera dan Babi hutan (Celeng) kecuali lahan yang
dekat dengan pemukiman.
Pendapatan dari Ternak.
Pendapatan dari ternak tergantung pada banyaknya ternak yang dimiliki dan harga
ternak pada umur tertentu. Perhitungan pendapatan dari ternak per tahun menurut Simon (1983)
adalah :
Jumlah ternak x Harga ternak pada saat umur jual
Pendapatan dari ternak / tahun =
Umur ternak saat dijual
Berdasarkan hasil wawancara harga ternak tingkat petani seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Harga Jual Ternak di Tingkat Petani
No.
Jenis
Jenis
Umur
Harga / ekor
Harga / ekor / tahun
Ternak
Kelamin
( Tahun )
( Rp )
( Rp )
1
Sapi
Jantan
5
5,000,000.00
1,000,000.00
Betina
5
4,500,000.00
900,000.00
2
Kambing
Jantan
2
400,000.00
200,000.00
Betina
2
350,000.00
175,000.00
3
Ayam
Jantan
1
20,000.00
20,000.00
Betina
1
15,000.00
15,000.00
Sumber : Hasil wawancara responden
Berdasarkan Tabel 5 dapat dihitung pendapatan ternak bagi petani responden.
Pendapatan dari ternak di desa penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pendapatan Ternak Petani Responden.
Jenis Total Rata-rata Prosentase
Ternak I II III ( Rp ) ( Rp ) ( % )
Sapi - - 380,000 380,000 126,667 11.39 Kambing 862,500 559,000 215,000 1,636,500 545,500 49.06 Ayam 80,000 63,333 1,176,000 1,319,333 439,778 39.55 Total 942,500 622,333 1,771,000 3,335,833 1,111,944 100.00
Pendapatan rata-rata Strata (Rp)
Pada Tabel 6. terlihat bahwa pendapatan petani responden dari ternak terbesar dari
Kambing dimana ternak jenis ini sedang digalakan di Desa Karangrejo dengan jenis Kambing
Etawa, sehingga sebagian besar petani mempunyai ternak Kambing dengan pendapatan rata-rata
pertahun Rp 545.500 ,- .
Pendapatan dari Kayu Hutan Rakyat.
Pendapatan petani responden dari kayu hutan rakyat bervariasi tergantung riap tahunan
rata-rata dari pohon penyusun hutannya per tahun dan harga jual dari pohon penyusun hutan
rakyat saat ditebang (umur tebang rata-rata). Penentuan umur tebang rata-rata dari pohon
penyusun hutan rakyat tergantung dari kebutuhan petani responden, tetapi dari hasil wawancara
didapatkan umur tebang rata-rata kebanyakan responden adalah : 20 tahun untuk jati, 25 tahun
untuk kelapa dan 10 tahun untuk jenis Acasia, sengon, mahoni dan lainnya. Sedangkan harga
pada umur rata-rata adalah Rp 850.000 ,- / m
3untuk jati, Rp 300.000 ,- / m
3untuk kelapa dan
Rp 250.000 ,- / m3 untuk acasia, sengon, mahoni dan lainnya.
Pendapatan petani responden dari kayu hutan rakyat selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Pendapatan dari Kayu Hutan Rakyat Petani Responden.
Jenis Total Rata-rata Prosentase
Pohon I II III ( Rp ) ( Rp ) ( % )
Jati 364,238 1,354,025 7,090,625 8,808,888 2,936,296 77.35 Kelapa 31,032 103,639 119,302 253,973 84,658 2.23 A+S+M+L 27,530 1,540,476 756,964 2,324,970 774,990 20.42 Total 422,800 2,998,140 7,966,891 11,387,831 3,795,944 100.00
Pendapatan rata-rata Strata (Rp)
Sumber : Lampiran 9.
Pada Tabel 7. dapat dilihat bahwa pendapatan petani responden dari kayu hutan rakyat
menunjukkan semakin luas areal hutan rakyatnya (strata naik) maka semakin besar
pendapatannya, hal ini disebabkan dengan kenaikan luas hutan rakyat maka dalam keadaan
normal semakin besar potensi kayunya.
Jenis kayu yang menyumbangkan pendapatan petani responden paling tinggi adalah
jenis jati dengan prosentase 77,35 % dari pendapatan semua jenis, hal ini disebabkan jenis ini
memang dominan di lahan hutan rakyat petani karena disukai dan perawatannya tidak
memerlukan perlakuan khusus disamping harga jualnya juga tinggi. Sedangkan jenis lainnya
diusahakan untuk konsumsi kayu bakar sebagai pengganti bahan bakar minyak yang semakin
mahal dan susah dicari disamping diambil produksi buahnya.
Pendapatan dari Sektor Lain.
Sebagian besar petani responden berprofesi sebagai petani, selain bertani ada sebagian
petani yang mempunyai pendapatan dari sektor lain baik yang berhubungan dengan sektor
pertanian maupun di luar sektor pertanian seperti buruh tani, buruh bangunan, pedagang,
pegawai negeri dan lain-lain. Pendapatan petani dari sektor lain juga termasuk bantuan dari
saudara ataupun anggota keluarga yang sudah bekerja. Sumbangan pendapatan petani dari sektor
lain dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pendapatan dari Sektor Lain Petani Responden.
Sumber Total Rata-rata Prosentase
Pendapatan I II III ( Rp ) ( Rp ) ( % )
Kiriman Kel - - 1,100,000 1,100,000 366,667 26.51 Lain-lain 870,000 800,000 1,380,000 3,050,000 1,016,667 73.49 Total 870,000 800,000 2,480,000 4,150,000 1,383,333 100.00
Pendapatan rata-rata Strata (Rp)
Su
Pendapatan Total dan Kontribusi Pendapatan dari Kayu Hutan Rakyat terhadap
Pendapatan Total.
Pendapatan total petani responden didapat dari jumlah semua sumber pendapatan yang
telah disajikan sebelumnya. Kontribusi pendapatan kayu hutan rakyat didapat dengan cara
membandingkan antara pendapatan dari kayu hutan rakyat dengan pendapatan total petani
responden dalam jangka waktu setahun. Data pendapatan dan kontribusinya masing-masing
terhadap pendapatan total rumah tangga petani responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
9.
Tabel 9. Jenis Pendapatan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Total Petani Responden
Strata Total ( Rp/thn ) % ( Rp/thn ) % ( Rp/thn ) % ( Rp/thn ) % ( Rp/thn ) I 2,461,350 52 942,500 20 870,000 19 422,800 9 4,696,650 II 3,645,967 45 621,667 8 800,000 10 2,998,139 37 8,065,773 III 7,881,120 41 688,000 4 2,480,000 13 7,966,891 42 19,016,011 Jumlah 13,988,437 139 2,252,167 31 4,150,000 41 11,387,830 88 31,778,434 Rata-rata 4,662,812 44 750,722 7 1,383,333 13 3,795,943 36 10,592,811 Jenis Pendapatan
Usaha Tani Ternak Sektor Lain Kayu HR