• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI DESA PENYANGGA UJUNG BANDAR KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI DESA PENYANGGA UJUNG BANDAR KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN

MASYARAKAT DI DESA PENYANGGA UJUNG BANDAR KAWASAN TAMAN

NASIONAL GUNUNG LEUSER

SKRIPSI

RAHMADANI RITONGA 151201022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI DESA

PENYANGGA UJUNG BANDAR KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

SKRIPSI

Oleh :

RAHMADANI RITONGA 151201022/KEHUTANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rahmadani Ritonga NIM : 151201022

Judul Skripsi : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan

Taman Nasional Gunung Leuser.

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Mei 2021

Rahmadani Ritonga 151201022

(5)

ABSTRAK

RAHMADANI RITONGA : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Ujung Bandar Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, dibimbing oleh SITI LATIFAH, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Dr. KHAIRA AMALIA FACHRUDIN, SE., Ak., MBA., MAPPI (Cert).

Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai besar bagi masyarakat di sekitar hutan.

Masyarakat memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk makanan, obat tradisional, dan penggunaan lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat di Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan rumus slovin dan wawancara dengan masyarakat setempat dan survei langsung ke desa. Jumlah populasi kepala keluarga desa Ujung Bandar adalah 660 orang, sedangkan sampel adalah 87 orang. Penelitian ini dilakukan pada Juli-Agustus 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 produk Hasil Hutan Bukan Kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu jengkol, pinang, durian,bambu, kemiri, aren, dan karet.

Nilai ekonomi terbesar dari pemanfaatan HHBK adalah pinang dengan total sebesar 38,5%. Kontribusi pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap pendapatan masyarakat Desa Ujung Bandar tergolong besar. Hasil Hutan Bukan Kayu memberikan kontribusi sebesar 35,37% atau sebesar Rp. 454.182.000/tahun.

Kata kunci : HHBK, Kontribusi, Ujung Bandar, Nilai Ekonomi, Pendapatan.

(6)

ABSTRACT

RAHMADANI RITONGA: Economic Value and Contribution of Non-Timber Forest Products to Community Revenues in Ujung Bandar Village, Bahorok District, Langkat Regency, supervised by SITI LATIFAH, S.Hut., M.Si., Ph.D and Dr. KHAIRA AMALIA FACHRUDIN, SE., Ak., MBA., MAPPI(Cert)

Non-timber forest product has big values for community around the forest. People used non- timber forest product for food, traditional medicine, and other uses.

The purposes of research are to determine the economic value and contribution of Non-Timber Forest Products to Community Revenues in Ujung Bandar Village, Bahorok District, Langkat Regency. The methods used in the research were slovin formulation and in-depth interview with local people and survey directly to the village. The total population family head Ujung Bandar village was 660 persons, the while of sample was 87 persons. This research was conducted in July-August 2019. Result of this research shows there are 7 Non-timber forest products used by the community,jengkol,areca nut, durian, bamboo, candlenut, sugar,and rubber. The biggest economic value of NTFP utilization is areca nut with a total of 38,5%. The contribution Non-timber forest products uses to the people income of Ujung Bandar Village is classified as large. Non-timber forest products contributed 35,37% or Rp. 454.182.000/year.

Keywords: Contributions, Economic Value, Income, Ujung Bandar, NTFP.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rantauprapat pada tanggal 3 februari 1997. Penulis merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara oleh pasangan Zubeir Ritonga dan Khairiah.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 115525 Sigambal pada tahun 2002-2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di MTs S Sigambal pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah

Atas di SMA N 2 Rantau Selatan pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih minat Departemen Manajemen Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi RAINFOREST USU.

Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Pondok Bulu pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNLKpS).

Pada awal tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Ujung Bandar Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat” di bawah bimbingan Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D dan Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE., Ak., MBA., MAPPI(Cert).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat” berhasil diselesaikan dengan baik. Hasil penelitian ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Untuk itu Penulis dengan segala ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberi saran kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

2. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE., Ak., MBA., MAPPI(Cert), selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberi saran kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

3. Orangtua penulis tercinta, Ibu Hj Khairiah, S.Pd yang telah melahirkan penulis dan mendoakan keselamatan dan kebaikan lainnya dalam hidup di dunia dan akhirat, Bpk H Zubeir Ritonga, S.PdI yang telah membesarkan saya dan memenuhi segala kebutuhan penulis hingga sampai saat ini.

Medan, Mei 2021

Rahmadani Ritonga

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 4

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 7

Hasil Hutan Bukan Kayu ... 7

Interaksi Masyarakat Dengan Hutan ... 8

METODE PENELITAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Alat dan Bahan ... 10

Metode Penelitian ... 11

Teknik Pengambilan Data Penelitian ... 11

Teknik Pengambilan Sampel Responden ... 12

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 12

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis HHBK yang Berpotensi Secara Ekonomi ... 15

Sebaran Tanaman HHBK ... 16

Nilai Ekonomi Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 19

Kontribusi Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Presentasi Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 14

2. Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 15

3. Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 19

4. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun diluar HHBK ... 26

5. Kontribusi Nilai HHBK/Tahun ... 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 10

2. Peta Sebaran HHBK ... 18

3. Buah Jengkol ... 20

4. Pemanenan Buah Jengkol ... 20

5. Buah Pinang ... 21

6. Pohon Pinang ... 21

7. Buah Durian ... 22

8. Pohon Durian ... 22

9. Bambu ... 23

10. Pemanenan Bambu ... 23

11. Pohon Kemiri ... 24

12. Buah Kemiri ... 24

13. Pemanenan aren ... 25

14. Pembuatan Gula Aren ... 25

15. Persebaran Tanaman Jengkol ... 32

16. Persebaran Tanaman Pinang ... 32

17. Persebaran Tanaman Durian ... 33

18. Persebaran Tanaman Bambu ... 33

19. Persebaran Tanaman Kemiri ... 34

20. Persebaran Tanaman Aren ... 34

21. Persebaran Tanaman Karet ... 35

21. Peta Sebaran HHBK ... 36

16. Kegiatan Wawancara Dengan Warga ... 37

17. Kegiatan Lokasi Lahan Milik Warga ... 38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Lampiran 1 ... 32

2. Lampiran 2 ... 36

3. Lampiran 3 ... 38

4. Lampiran 4 ... 45

5. Lampiran 5 ... 46

6. Lampiran 6 ... 48

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa salah satunya memiliki banyak hutan yang potensial dimana kondisi vegetasi yang tumbuh dan berkembang sangat beragam. Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan hidup akibat dari pemanfaatan hutan yang tidak bijaksana pastilah menimbulkan banyak kerugian dimana salah satu contoh adalah kegiatan penebangan. Masalah tindak pidana di bidang kehutanan dewasa ini merupakan masalah yang cukup rumit untuk ditanggulangi (Barus, 2015).

Pemanfaatan sumberdaya hutan dengan basis taman nasional diharapkan lebih menjamin kelestarian sumberdaya alam dan dapat meningkatkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat lokal dengan lebih nyata. Manfaat ekonomi ini dapat dihasilkan dari jasa-jasa lingkungan (air dan wisata) maupun hasil hutan non kayu yang diperoleh tanpa merusak ekosistem atau menebang pohon.

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan HHBK jauh lebih besar dari kayu dan tidak menyebabkan kerusakan hutan, sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan. HHBK memberikan manfaat multiguna bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal di sekitar hutan (Iqbal, 2018).

Sumatera Utara merupakan daerah yang menawarkan banyak pilihan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang cukup tinggi antara lain berupa kulit kayu, rotan, bambu, maupun getah-getahan. Dengan sumberdaya yang ada, hutan di provinsi sumatera utara ini. Hasil hutan bukan kayu (Hhbk) memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sarana meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan perekonomian daerah. Oleh karena itu, diharapkan bahwa setelah mengetahui nilai ekonomi dan kontribusi masyarakat dan pihak yang terkait dapat saling membantu dalam mengembangkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di daerah tersebut.

(14)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang berjudul Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar, Kawasan Taman Nasional Gunung leuser dilakukan adalah untuk :

1. Mengetahui Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu yang digunakan Masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

2. Mengetahui Sebaran Hasil Hutan Bukan Kayu yang dimanfaatkan Masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

3. Mengetahui Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu yang ada di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa Nilai Ekonomi dari hasil hutan bukan kayu untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Juga untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem hutan terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Ujung Bandar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman nasional berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI No.

687/KPTS-II/1989 didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti dan atau zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, taman nasional adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Sembiring, 2001).

Taman Nasional Gunung Leuser Rayon Bahorok berada pada zone peralihan yaitu 600 s/d 1500 m dari permukaan laut. Peralihan ini dimaksudkan sebagai peralihan zone dataran rendah dan pegunungan. Kemiringan perbukitannya berkisar 15 sampai 40 persen. Pada kemiringan tersebut kemampuan tanah secara umum memiliki kedalaman efektif 30 – 60 cm, tekstur kasar, drainase tidak pernah tergenang, erosi tidak ada dan faktor pembatasnya permukaan bebatuan. Sedangkan dataran rendahnya memiliki kemiringan dua sampai 15 persen dan nol sampai dua persen. Kedalaman efektifnya 60 – 90 cm dan tidak terdapat faktor pembatas (BPN Kabupaten Langkat).

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki luas 1.095.692 ha merupakan daerah suaka terbesar di Indonesia bahkan di Asia. Secara geografis Taman Nasional Gunung Leuser berada di sebelah barat Sumatera Bagian Utara yang terletak diantara 20 50’ – 40 10’ Litang Utara dan 960 35’ – 980 30’ Bujur Timur.

Kawasan jangkauan meliputi wilayah lebih dari 100 km memanjang Bukit Barisan. Taman Nasional Gunung Leuser ini terdapat banyak aliran sungai dan air yang selalu mengalir sepanjag tahun. Sungai-sungai tersebut meliputi Daerah Langkat, Sekundur dan Sei Besitang, Sei Lepan, Sei Batang Serangan, Sei Musam, Sei Bahorok, Sei Berkail, Sei Wampu, Sei Bekulap, dan Sei Bingai (Kaban, 2011).

(16)

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang.

Penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam metode nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetap kan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan dianggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia. Nilai ekonomi hasil dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang (Simatupang dan Latifah, 2015).

Penilaian ekonomi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peran taman nasional terhadap masyarakat yang berada di sekitar kawasan taman nasional terutama daerah penyangga taman nasional. Penilaian ekonomi dilakukan untuk mengukur peran taman nasional terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan taman nasional. Nilai sumberdaya hutan bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan tersebut, sedangkan lain halnya dengan masyarakat yang tinggal jauh dari hutan yang tidak menerima manfaat hutan secara langsung (Mahendra, 2018).

Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tersebut dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa dan lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pada hutan lindung, pemanfaatan hutan berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa dan lingkungan, serta pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dilakukan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan tersebut berupa hasil hutan bukan kayu yang merupakan hasil reboisasi atau tersedia secara alami, tidak merusak lingkungan, tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya.

Pada hutan lindung juga dilarang memungut hasil hutan bukan kayu yang banyaknya melebihi kemampuan produktivitas lestarinya serta dilarang memungut beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi oleh undang-undang. Dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung hanya boleh dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan (Peraturan Pemerintah, 2008).

(17)

Hasil hutan bukan kayu ini memiliki nilai ekonomi yang bisa menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar hutan, di karenakan memiliki nilai ekonomi dan nilai ekologi yang ramah lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dengan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam metode nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetap kan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan dianggap

paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dinilai berdasarkan penilaian harga pasar karena hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh responden memiliki harga pasar. Harga pasar yang dimaksud adalah harga jual dari masing-masing produk hasil hutan yang terjadi ditingkat tengkulak/pengepul dan ditingkat pasar lokal. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar). Dalam pasar yang efisien (Pasar Persaingan Sempurna) harga barang dan jasa mencerminkan kesediaan membayar setiap orang. Nilai yang diperoleh dari pasar persaingan sempurna merupakan nilai baku karena memenuhi keinginan penjual dan pembeli serta memberikan surplus kesejahteraan yang maksimal (Nurfatriani, 2016).

Menurut Permenhut 35/Menhut-II/2007. Hasil hutan nonkayu adalah hasil hutan baik nabati dan hayati beserta produk turunannya dan budidayanya kecuali kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang berasal dari hutan berupa buah-buahan, getah, daun, jamur dan hasil lainnya selain kayu. Kelebihan pemanfaatan HHBK dapat membantu masyarakat mendapatkan sumber mata pencaharian yang lebih beragam tanpa merusak hutan. Beberapa faktor yang menyebabkan belum berkembangnya HHBK adalah: hasil hutan bukan kayu masih terabaikan dibandingkan dengan hasil hutan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat akan hasil hutan bukan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan hasil hutan bukan kayu, dan tidak tersedianya sarana dan prasarana untuk pengelolaan HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani

(18)

1. Kelompok Hasil Hutan dan Tanaman

a. Kelompok Resin: agatis, damar, embalau, kapur barus, kemenyan, kesambi, rotan jernang, tusam.

b. Kelompok minyak atsiri: akar wangi, cantigi, cendana, ekaliptus, gaharu, kamper, kayu manis, kayu putih.

c. Kelompok minyak lemak: balam, bintaro, buah merah, croton, kelor, kemiri, kenari, ketapang, tengkawang.

d. Kelompok karbohidrat : aren, bambu, gadung, iles-iles, jamur, sagu, terubus, suweg.

e. Kelompok buah-buahan: aren, asam jawa, cempedak, duku, durian, gandaria, jengkol, kesemek, lengkeng, manggis, matoa, melinjo, pala, mengkudu, nangka, sawo, sarikaya, sirsak, sukun.

f. Kelompok tannin: akasia, bruguiera, gambir, nyiri, kesambi, ketapang, pinang, rizopora, pilang.

g. Bahan pewarna: angsana, alpokat, bulian, jambal, jati, kesumba, mahoni, jernang, nila, secang, soga, suren.

h. Kelompok getah: balam, gemor, getah merah, hangkang, jelutung, karet hutan, ketiau, kiteja, perca, pulai, sundik.

i. Kelompok tumbuhan obat: adhas, ajag, ajerar, burahol, cariyu, akar binasa, akar gambir, akar kuning, cempaka putih, dadap ayam, cereme.

j. Kelompok tanaman hias: angrek hutan, beringin, bunga bangkai, cemara gunung, cemara irian, kantong semar, pakis, palem, pinang merah.

k. Kelompok palma dan bambu: rotan (Calamus sp, Daemonorops sp, Korthalsia sp), bambu (Bambusa sp, Giganthocloa sp, Euleptorhampus viridis, Dendrocalamus sp), agel, lontar, nibung.

2. Kelompok Hasil Hewan a. Kelompok hewan buru

b. Kelompok hasil penangkaran: arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa

c. Kelompok hasil hewan: burung wallet, kutu lak, lebah, ulat sutera HHBK yang berpotensi untuk menjadi komoditas unggulan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan memberikan kontribusi bagi daerah, maka akan dapat disusun strategi pengembangannya sesuai dengan kondisi biofisik,

(19)

sosial, ekonomi dan budaya daerah tersebut dan selanjutnya usaha budidaya dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara lebih terencana, terfokus dan berkelanjutan (Mandang, 2018).

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu

Kontribusi terhadap pendapatan dapat diketahui dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari tanaman maupun sumber pendapatan lainnya. Kontribusi terhadap ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase pendapatan yang diperoleh oleh responden dari terhadap pendapatan total (Simatupang, 2015).

Tingkat pemanfaatan hasil hutan bukan kayu masyarakat terhadap sumber daya hutan dihitung berdasarkan seberapa besar kontribusi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden terhadap total pendapatan rumah tangga. Kontribusi HHBK terhadap kehidupan masyarakat sangat berarti secara ekonomi juga lebih merata dibandingkan dengan kayu. Manfaat dari kayu hanya dinikmati oleh masyarakat tertentu saja, yaitu mereka yang memiliki modal paling kurang satu unit chainsaw. HHBK merupakan sumberdaya hayati yang paling bernilai dari hutan bagi masyarakat. Selain nilai ekonominya yang jauh lebih besar dari kayu, pemungutan HHBK tidak menyebabkan kerusakan hutan, sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan.

(Sihombing, 2011).

Hasil Hutan Bukan Kayu

HHBK memberikan manfaat multiguna bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal di sekitar hutan. Pengelolaan hutan perlu dilakukan untuk menyediakan kesempatan kerja yang memadai dan memberikan akses bagi masyarakat sekitar hutan untuk memungut HHBK (Puspitodjati, 2011).

Mata pencaharian penduduk yang utama adalah berladang, bertani dan berkebun serta sebagian ada yang menjadi pegawai negeri dan berdagang. Untuk menambah pendapatan ada sebagian penduduk yang mencari ikan di sungai yang terdapat di sekitar lokasi. Mata pencaharian masyarakat desa Ujung Bandar bergantung pada sumberdaya yang tersedia sebagai usaha untuk membangun kehidupan yang lebih baik (peningkatan taraf hidup). Masyarakat sekitar hutan yang rata-rata memiliki propesi sebagai petani yang setiap hari menggarap lahan

(20)

pertanian dan memungut hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari (Kaban, 2011).

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang berasal dari hutan berupa buah-buahan, getah, daun, jamur dan hasil lainnya selain kayu. Produk HHBK dapat diperoleh dari dalam hutan tanpa harus menebang pohon. Produk HHBK pada suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Kelebihan pemanfaatan HHBK dapat membantu masyarakat mendapatkan sumber mata pencaharian yang lebih beragam tanpa merusak hutan. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan jenis tanaman yang tumbuh, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Peranan HHBK sudah dirasakan masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan, namun sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional sehingga kualitas yang dihasilkan masih jauh dari standar yang diharapkan dan harganya masih rendah (Indrasari, 2016).

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan HHBK secara ekonomis memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, namun pengembangan usaha dan pemanfaatan HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif (Kementerian Kehutanan, 2010).

Hasil hutan kayu mula-mula berupa produk-produk hayati yang di peroleh melalui pemungutan dan pengolahan saja, misalnya produk minyak-minyakan (minyak atsiri dan minyak lemak), produk getah-getahan (getah resin, getah karet dan getah perekat), produk ekstraktif lainnya seperti bahan penyamak, pewarna dan alkaliod serta produk-produk hasil hutan bukan kayu lain yang belum berkembang (Departemen Kehutanan, 1999).

Interaksi Masyarakat Dengan Hutan

Interaksi adalah hubungan yang terjadi antara manusia dengan manusia yang lain, baik secara individu maupun dengan kelompok. Menjelaskan bahwa (Sawitri, 2011) keterkaitan/interaksi masyarakat dengan lingkungan yang ada di sekitarnya cukup erat. Tingginya interaksi ini telah mendorong terjadinya hutan telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat sekitar hutan, keberadaan hutan sangat berarti untuk keberlangsungan hidupnya, mereka

(21)

bergantung pada sumberdaya-sumberdaya yang ada di hutan seperti kayu bakar, bahan makanan, bahan bangunan dan hasil hasil hutan lainnya, yang akan memberikan nilai tambah bagi kehidupannya.

Interaksi yang terjadi pada masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ada dalam bentuk konsumtif dan produktif. Konsumtif yang dimana dimaksud adalah dimana hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dimanfaatkan secara pribadi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan produktif adalah dimana hasil hutan yang dimanfaatkan disamping untuk kebutuhan pribadi namun dapat dimanfaatkan masyarakat untuk diperjual belikan untuk memberi tambahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Interaksi sosial masyarakat desa dengan hutan, dapat terlihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumber-sumber kehidupan dasar seperti air, sumber energi (kayu bakar dan bahan-bahan makanan yang dihasilkan dari hutan), bahan bangunan, dan lain-lain (Fahmi, 2015).

Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua atau lebih faktor yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi.

Beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya hutan adalah tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah, tingkat pendidikan yang relatif rendah, rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya, dan laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan yang juga cukup tinggi (Mahendra, 2018).

Interaksi responden dengan anggota keluarganya, misalnya kegiatan dalam mengumpulkan kayu bakar. Interaksi sosial responden dengan hutan dapat dilihat dari ketergantungan akan sumber-sumber kehidupan dasar seperti air, sumber energi (kayu bakar, bahan makanan), bahan bangunan dan sumber daya lainnya.

penggunaan kayu bakar, bahan bangunan rumah yang terbuat dari bambu dan pemanenan kemiri. Untuk penggunaan kayu bakar, umumnya tidak dijual karena langsung dimanfaatkan oleh responden, saat memasak maupun saat diadakannya acara pesta (Abraham, 2016).

(22)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Secara geografis seluruh wilayah Kecamatan Bahorok adalah membukit yang dikelilingi hutan dan perkebunan warga desa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2019, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan, pengolahan data dilaboratorium dan penyajian hasil.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis, meteran, kompas, GPS (Global Positioning system) untuk menentukan titik koordinat, unit komputer, Aplikasi ArcGIS untuk peta lokasi penelitian, tali rafia, tally sheet. Bahan yang digunaan adalah kuisioner untuk mengumpulkan data primer maupun data sekunder, laporan penelitian yang terdahulu dan berbagai pustaka penunjang sebagai yang di wawancarai dengan sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung dilapangan.

(23)

Metode Penelitian

Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari hasil responden masyarakat seperti observasi lapangan kuisioner, titik koordinat dilapangan, foto dokumentasi dan data penduduk. Data sekunder yang dikumpulkan adalah peta lokasi penelitian, data dari instansi terkait, laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dan berbagai pustaka yang berhubungan dengan lokasi penelitian.

Teknik Pengambilan Data Penelitian

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai lokasi penelitian yang meliputi data penduduk dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan yang tidak dapat diperoleh baik wawancara maupun kuisioner.

2. Kuisioner

Kuisioner hanya akan diajukan kepada responden terpilih. Dimana responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terdapat dalam lokasi penelitian. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya.

3. Wawancara

Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan kuisioner dan melengkapi informasi lainnya sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan secara terstruktur menggunakan kuisioner yang ditanyakan kepada responden terpilih, tokoh yang ada pada desa tersebut dan aparat desa setempat. Selain itu wawancara juga dilakukan pada dinas pemerintah daerah sebagaininformasi pendukung.

4. Dokumentasi

Dokumentasi yang diperoleh berupa foto yang dapat menghasilkan data deskriptif yang dapat digunakan sebagai data pelengkap untuk menunjukkan keadaan sebenarnya di lapangan.

(24)

Teknik Pengambilan Sampel Responden

Teknik pengambilan sampel responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumus Slovin, yakni pengambilan secara sengaja yang di sesuaikan dengan tujuan penelitian melaluai wawancara dan kuisioner secara langsung kepada masyarakat (Amirullah, 2015).

Responden yang dipilih adalah kepala Rumah Tangga yang tinggal di lokasi penelitian desa Ujung Bandar, mampu mengambil keputisan secara mandiri dan mampu berpikir positif dan logis dalam setiap tindakannya. Dengan demikian diharapkan responden akan memahami dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan.

Perhitungan pengambilan sampel berdasarkan Rumus Slovin Umar (2000), Data primer diperoleh dengan penentuan sampel penelitian menggunakan rumus Slovin yaitu:

n = N 1 + N (e)2 dimana :

n = jumlah responden yang di ambil N = jumlah unit populasi

e = tingkat kelonggaran (10%)

Jumlah penduduk Kepala Keluarga desa Ujung Bandar adalah 660 KK, sehingga berdasarkan rumus tersebut maka jumlah responden yang diambil adalah sebagai berikut,

n = 660 1+660(0,1)2 n = 87

Dengan demikian maka jumlah sampel yang dibutuhkan yang memanfaatkan hhbk adalah 87 orang dari masyarakat.

Menentukan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Usman dan purnomo, (2009) menyatakan bahwa Data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil dari Hasil Hutan Bukan Kayu untuk setiap jenisnya pertahun yang diperoleh masyarakat di hitung dengan cara :

(25)

1. Harga barang yang di hasilkan dari HHBK dianalisis dengan pendekatan harga pasar.

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah HHBK yang diambil setiap responden per jenis

Rata-rata jumlah HHBK yang diambil = Keterangan :

Xi = Jumlah HHBK yang diambil responden

N = Jumlah banyak pengambilan HHBK perjenis

3. Menghitung Total pengambilan per Unit HHBK per Tahun TP = RJ × FP × JP

Keterangan :

TP = Total pengambilan pertahun RJ = Rata-rata jumlah yang diambil FP = Frekuensi pengambilan JP = Jumlah pengambilan

4. Menghitung Nilai Ekonomi barang hasil hutan per jenis HHBK setiap tahun NE = TP × HH

Keterangan :

NE = Nilai hasil hutan per jenis

TP = Total pengambilan (unit/tahun) HH = Harga hasil hutan

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara :

%NE = NEi x 100%

∑ NE Keterangan :

%NE = Presentase nilai ekonomi Nei = Nilai ekonomi HHBK/jenis

= Jumlah total nilai ekonomi seluruh HHBK

(26)

Menentukan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Untuk mengetahui kontribusi hasil hutan bukan kayu (hhbk) terhadap pendapatan dapat diketahui dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari hasil hutan bukan kayu maupun sumber pendapatan lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Persentase pendapatan dari hasil hutan bukan kayu dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari hasil hutan bukan kayu dengan total seluruh sumber pendapatan responden melalui rumus sebagai berikut : R = Rhr x 100%

Rt Keterangan :

R = Persentase pendapatan dari HHBK Rhr = Pendapatan dari HHBK

Rt = Pendapatan total

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap Ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase pendapatan yang diperoleh oleh responden dari Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap pendapatan total. Persentase pendapatan responden dibagi ke dalam lima kelas dari pendapatan sangat kecil hingga sangat besar (Tabel 1).

Masing-masing kelas persentase pendapatan menunjukkan keadaan tingkat pendapatan responden dari hasil hutan bukan kayu.

Tabel 1. Persentase Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Terhadap Ekonomi Rumah Tangga

NO Persentas Kontribusi pendapatan HHBK

Keterangan Jumlah Responen

1 0%-20% Kontribusi Kontribusi pendapatan sangat kecil 2 21%-40% Kontribusi Kontribusi pendapatan kecil

3 41%-60% Kontribusi Kontribusi pendapatan sedang 4 61%-80% Kontribusi Kontribusi pendapatan besar 5 81%-100% Kontribusi Kontribusi pendapatan sangat besar Jumlah

Sumber : Likert 1932, Metode penelitian sosial (Usman dan purnomo, 2009)

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis HHBK Yang Berpotensi Secara Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu.

No Jenis HHBK Manfaat Jumlah

Responden

Presentase (%) 1 Jengkol

(Pithecollobium jiringa)

Buah : Mencegah diabetes, mengontrol kadar gula darah, meningkatkan stamina, dan menangkal anemia

6 6,9

2 Pinang (Areca catechu)

Buah : Mengatasi cacingan,mengobati gangguan pencernaan, meningkatkan nafsu makan

24 27,6

3 Durian (Durio zibethinus)

Buah : Anti kanker, kesehatan kulit, melawan depresi

10 11,5

4 Bambu (Bambuseae)

Batang : Bahan kerajinan dan dekorasi, alat musik,

kontruksi jembatan

11 12,65

5 Kemiri (Aleurites moluccana)

Buah : Minyak rambut, meningkatkan sistem pencernaan, dan

meringankan infeksi jamur

3 3,45

6 Aren (Arenga pinnata)

Kolan g-kaling, Gula aren, ijuk, pakan ternak, kosmetik

12 13,8

7 Karet (Hevea brasiliensis)

Total

Bahan industri sintetis, membantu pemanfaatan lahan, dan mengurangi emisi rumah kaca

21

87

24, 15

100,05 Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan dan menjual hasil hutan bukan kayu.

Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjadikan hutan sebagai sumber pekerjaan dan pendapatan. Salah satu bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok adalah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Hasil hutan bukan kayu ini memiliki nilai ekonomi

(28)

yang bisa menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar hutan, di karenakan memiliki nilai ekonomi dan nilai ekologi yang ramah lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dengan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam metode nilai pasar (Affandi dan Patana, 2002).

Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sangat beragam ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (kebutuhan sehari-hari) dan ada juga yang dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka.

Pemungutan hasil hutan non kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari Sihombing (2011) Yang menyatakan bahwa, pengelolaan HHBK merupakan usaha yang sangat mendukung kepada upaya pengelolaan hutan yang lestari karena pada umumnya sistem pemanenan jenis- jenis tanaman HHBK ini tidak bersifat merusak.

Jenis hasil hutan bukan kayu yang paling banyak dimanfaatkan adalah jumlah responden pinang. Sebanyak 24 orang atau 27,6% dari total responden pada desa penelitian menyatakan mengambil pinang untuk dimanfaatkan. Jenis Hasil hutan bukan kayu kedua yang paling banyak digunakan adalah jumlah responden karet, yaitu 21 orang atau 24,15, hasil hutan bukan kayu berikutnya aren, yaitu sebanyak 12 orang atau 13,8%, dan hasil hutan bukan kayu berikutnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu bambu sebanyak 11 orang atau 12,65%, durian sebanyak 10 orang atau 11,5%, jengkol sebanyak 6 orang 6,9%, dan kemiri sebanyak 3 orang 3,45%.

Hastari dan Yulianti (2018) mengatakan bahwa Jenis hasil hutan dengan nilai arti penting yang semakin tinggi terhadap masyarakat dapat terlihat dari semakin tingginya nilai jumlah masyarakat sebagai responden yang mempergunakan suatu jenis hasil hutan, dan sebaliknya semakin rendah nilai jumlah masyarakat yang memanfaatkan jenis hasil hutan maka nilai arti penting jenis tersebut juga semakin rendah terhadap kebutuhan masyarakat.

Sebaran Tanaman HHBK

Sebaran tanaman HHBK dilakukan untuk mengetahui koordinat tanaman HHBK di Desa Ujung Bandar yang didokumentasikan dalam bentuk peta.

(29)

Menurut Jonson dan Darwis (2011) ditinjau dari peranannya, peta adalah bentuk penyajian informasi bisa disajikan secara ringkas dan jelas berupa gambar dan untuk membantu mengambil keputusan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dipungut maupun dibudidayakan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Masyarakat Desa Ujung Bandar mencari dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berada di Desa Lau Damak, karena masyarakat tersebut masing-masing mempunyai hasil hutan bukan kayu yang berada diseberang Desa Ujung Bandar yang terletak di Desa Lau Damak.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan HHBK secara ekonomis memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Kehutanan, 2010).

Dengan adanya peta, ketika melakukan tinjauan ke lapangan, masyarakat di Desa Ujung Bandar yang memanfaatkan HHBK yang berada di Desa Lau Damak dan masyarakat lebih mudah menemukan tanaman Hasil hutan bukan kayu. Sebaran HHBK untuk setiap jenisnya tersebar merata di seluruh areal barat laut desa dan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dimana tanaman jengkol tumbuh secara menyebar hampir diseluruh Desa Lau Damak. Untuk tanaman jenis pinang banyak terdapat di bagian sebelah Desa Lau Damak. Tanaman durian tumbuh mengumpul disebelah yang berbatasan dengan Desa Lau Damak. Pada tanaman bambu banyak tumbuh merata dan menyebar hampir di seluruh Desa Lau Damak.

Dan tanaman kemiri tumbuh menyebar ke arah Desa Lau Damak dengan jumlah yang sedikit atau jarang. Sedangkan, tanaman aren tumbuh dibagian Desa Lau Damak dan tanaman karet tumbuh menyebar di Desa Lau Damak dan sebagian lagi di Desa Ujung Bandar. Masyarakat Desa Ujung Bandar memanfaatkan HHBK yang ada dan tersebar di Desa sebarang dan sebagian masyarakat mempunyai kebun sendiri seperti jengkol, durian, pinang, dan aren yang berada di Desa Lau Damak. masyarakat sekitar desa memanfaatkannya sebagai sumber mata pencarian baik utama maupun sampingan dan sangat menguntungkan atau membantu bagi perekonomian masyarakat setempat.

(30)

Gambar 2. Peta Persebaran HHBK di Desa Ujung Bandar

(31)

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Nilai guna HHBK yang dikelola oleh masyarakat lokal merupakan total nilai ekonomi hutan. Masyarakat memanfaatkan HHBK untuk meningkatkan mata pencarian pedesaan, bagi sebagian masyarakat HHBK merupakan salah satu pola yang mengubah kehidupan masyarakat sekitar (Kasper and Carsten, 2005).

Menurut Mahendra, (2018) Hasil Hutan Nontimber (HHBK) memainkan peran penting dan perputaran dalam meningkatkan perekonomian sebagian besar penduduk dunia khususnya pada saat ini. Nilai ekonomi HHBK diperoleh dari perkalian total pengambilan perjenis pertahun dengan harga hasil hutan perjenis.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan kepada 87 orang responden dari masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok, diperoleh bahwa nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang ada di Desa Ujung Bandar sebesar Rp. 454.182.000,-/tahun. Nilai ekonomi setiap jenis HHBK dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Nilai Ekonomi HHBK No Jenis

HHNK

Total

Pengambilan (Kg/tahun)

Harga Satuan (Rp/Kg)

Nilai Ekonomi

(Rp)

Presentasi NE (%)

1 Jengkol 323 20.000 6.460.000 1,42%

2 Pinang 19440 9.000 174.960.000 38,5%

3 Durian 1363 14.000 19.082.000 4,3%

4 Bambu 3000 8.000 24.000.000 5,28%

5 Kemiri 1920 4.000 7.680.000 1,7%

6 Aren 6720 10.000 67.200.000 14,7%

7 Karet 15480 10.000 154.800.000 34,9%

Total 454.182.000 100%

Nilai ekonomi terbesar dari pemanfaatan HHBK adalah pinang dengan total persentase yaitu sebesar 38,5% dan untuk nilai ekonomi terkecil adalah kemiri dengan persentase 1,7% dari seluruh komoditi HHBK yang dimanfaatkan.

Komersialisasi HHBK memainkan peran penting dalam mengurangi kemiskinan pemanen dan pengolah lokal, tetapi juga bisa memperkaya tengkulak dengan mengorbankan yang utama pemanen dan pengolah lokal. Setiap HHBK yang dikomersialkan memiliki produksi untuk konsumsi rute atau rantai nilai, yang menghubungkan ekonomi pemanenan, pemrosesan dan pengiriman produk ke

(32)

konsumen akhir. Masyarakat yang terlibat berkisar dari individu pemanen dan kaki tangan ke tengkulak dan pasar (Belcher and Schreckenberg, 2007).

Ketika permintaan untuk HHBK meningkat pesat, pedesaan masyarakat sering didorong untuk mengeksploitasi mereka secara berlebihan karena oportunisme, ketidakamanan ekonomi, dan kurangnya aturan manajemen atau mengamankan hak properti. Karena itu, praktik pemanenan dapat memiliki ekologi negatif dampak. Populasi seluruh spesies dapat terancam punah sambil menangkap dan merusak hasil panen teknik dapat menyebabkan dinamika populasi target yang tidak stabil, ketidakseimbangan ekosistem dan perusakan habitat. Komersialisasi HHBK seharusnya tidak fokus hanya pada akses pasar, nilai tambah, pengentasan kemiskinan, atau rantai produsen ke konsumen tetapi juga pada yang negatif dampak ekologis dan populasi yang dapat dihasilkan dari praktik pemanenan berlebihan atau merusak (Toledo, dkk, 2014).

Jengkol (Pithecollobium jiringa)

Gambar 3. Buah Jengkol Gambar 4. Pemanenan Buah Jengkol Jengkol yang memiliki nama latin Pithecollobium jiringa atau Pithecollobium Labatum, merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat, namun tidak sedikit juga yang menyukai buah ini, karena di Indonesia sendiri jengkol sudah menjadi makanan khas. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae). Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap. Jengkol diketahui

(33)

memiliki manfaat untuk mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung.

Sebanyak 6 KK memanfaatkan jengkol untuk dikonsumsi sendiri dan ada juga yang dijual kembali. Pemanfaatan jengkol oleh responden pertahun mencapai 406 kg. Dengan harga jual Rp 20.000 per kg maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan jengkol oleh responden adalah Rp 6.460.000,-.dapat dilihat pada (Tabel 3).

Pinang (Areca catechu)

Gambar 5. Buah Pinang Gambar 6. Pohon Pinang

Tumbuhan pinang memiliki banyak manfaat, penggunaan pinang paling popular pada masyarakat adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih dan kapur. Sedangkan air rebusan biji pinang digunakan untuk mengatasi penyakit seperti haid dengan darah berlebihan, mimisan, koreng, mencret dan bisul (Agoes, 2010). Sebanyak 24 responden memanfaatkan pinang untuk dikonsumsi sendiri dan ada juga yang dijual kembali. Dalam 1 tahun masyarakat yang bisa menghasilkan 2.700 kg/tahun. Dan dijual sebesar Rp. 9.000/kg, sehingga nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan pinang oleh responden adalah 174.960.000,-. Dapat dilihat pada (Tabel 3).

Kilozo (2009) mengatakan bahwa jarak dari rumah ke hutan meningkat Dapat menghalangi laju pengumpulan HHBK jumlah HHBK yang dikumpulkan berkurang dengan meningkatnya jarak. Ini berarti bahwa biaya peluang waktu tenaga kerja dihabiskan untuk koleksi bertambah dengan jarak, menyiratkan

(34)

bahwa orang tinggal lebih dekat ke hutan lebih tergantung pada HHBK meskipun diberlakukan pembatasan.

Durian (Durio zibethinus)

Gambar 7. Buah Durian Gambar 8. Pohon Durian

Seorang petani Desa Ujung Bandar, mengatakan pengembangan kebun buah durian tersebut memberikan banyak manfaat karena bisa membantu upaya peningkatan kesejahteraan. Tanaman buah bisa tumbuh subur dan sekarang durian mulai berbuah. Masyarakat Desa Ujung Bandar juga berharap kebun buah durian yang dikembangkan bisa berjalan dengan sukses dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Sistanto dan Sulistyowati (2017) mengatakan bahwa tanaman durian Durio zibethinus. Pada buah durian, bagian yang umum dikonsumsi adalah daging atau salut buah yang persentasenya hanya sekitar 20-35%, hal ini berarti bagian kulit 60-75% dan biji 5-15% belum termanfaatkan secara maksimal

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, durian dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan durian adalah sebanyak 10 KK. Pemanfaatan durian oleh responden pertahun mencapai 14.929 kg. Dengan harga jual Rp 14.000 per kg maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan durian oleh responden adalah Rp 19.082.000,-, dapat dilihat pada (Tabel 3).

(35)

Bambu (Bambuseae)

Gambar 9. Bambu Gambar 10. Pemanenan bambu Masyarakat Desa Ujung Bandar telah menggunakan bahan bambu sejak dahulu kala. Bambu telah banyak membantu hidup Desa Ujung Bandar. Selain telah membantu memenuhi kebutuhan primer masyarakat Desa Ujung Bandar, bambu juga memberikan perlindungan dari hujan dan panas, bambu banyak digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah. Bambu juga memudahkan masyarakat Desa Ujung Bandar dalam bepergian dan membawa barang bawaan manusia sehingga mendorong proses pertukaran barang dan jasa pada masa lalu.

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, bambu dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan bambu adalah sebanyak 11 KK. Pemanfaatan bambu oleh responden pertahun mencapai 4.000 kg. Dengan harga jual Rp 8.000 per kg (Tabel 3) maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan bambu oleh responden adalah Rp 24.000.000,-.

Hossain dan Islam (2015) Bambu adalah tanaman yang termasuk famili Poaceae yang merupakan famili dari rumput. Rumput ini banyak ditemukan di daerah tropis dan zona sub-tropis. Sebagian besar bambu ditemukan di kehutanan dan juga banyak tersebar di luar hutan biasanya tanah pertanian, tepi sungai, pinggir jalan dan daerah pedesaan. Bambu adalah tongkat panjang seperti hutan non-kayu produk dan kadang-kadang digunakan sebagai pengganti kayu dan berperan penting bagi ekonomi.

(36)

Kemiri (Aleurites moluccana)

Gambar 11. Pohon Kemiri Gambar 12. Buah Kemiri

Kemiri (Aleurites moluccana) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, yang tersebar luas di daerah tropis dan dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 0-700 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan 640-4290 mm. Salah satu keunikan pohon kemiri adalah pohon kemiri dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat pada berbagai macam tekstur tanah, misalnya tanah liat, tanah basah, tanah pasir dan tanah kapur. Hampir semua bagian dari pohon kemiri yakni akar, batang, kulit dan daunnya memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pohon kemiri dapat bertahan hidup selama 40-60 tahun, tiap tahun pohon kemiri dapat menghasilkan 80 kg biji kemiri per pohon. Untuk mengambil kandungan minyak kemiri secara optimal dari dalam bijinya, maka biji kemiri harus disimpan atau dijemur dalam selang waktu tertentu sampai kering (Ferek E, dkk 2007).

Seorang petani kemiri akan menjual kemirinya dengan kondisi dikupas dan tidak dikupas. Kemiri yang dikupas dijual lebih mahal dari kemiri yang belum dikupas. Untuk kemiri yang tidak dikupas, biasanya dibeli oleh pihak lain untuk kemudian dikupas agar harga jualnya lebih tinggi dari harga belinya. Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, kemiri dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan kemiri adalah sebanyak 3 KK. Pemanfaatan kemiri oleh responden pertahun mencapai 1.200 kg. Dengan harga jual Rp 4.000 per kg (Tabel 3) maka

(37)

nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan kemiri oleh responden adalah Rp 7.680.000,-.

Aren (Arenga pinnata)

Gambar 13. Pemanenan aren Gambar 14. Pembuatan Gula aren Aren secara ekonomis mempunyai nilai cukup tinggi karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan dan produknya beragam. Gula aren atau yang biasa disebut gula merah dihasilkan dari nira pohon enau atau pohon aren (Arenga pinnata).

Nira ini diperoleh dari bunga jantan pohon enau dan diolah secara tradisional oleh sebagian masyarakat Desa Ujung Bandar menjadi gula aren atau gula merah. Dalam 1 (satu) tahun produksi, jumlah bulan yang efektif untuk proses pembuatan gula aren berkisar antara 9 bulan sampai dengan 11 bulan. Hal ini disebabkan oleh mayang pohon aren tidak berproduksi sepanjang tahun. Tiap mayang pohon aren dapat berproduksi kira – kira sampai tiga bulan. Responden biasanya memanfaatkan pohon aren lebih dari 1 pohon untuk memperbanyak produksi. Selain itu Bunga betina dari tumbuhan aren yang masih muda dapat diolah menjadi kolang-kaling. Kontribusi aren merupakan kontribusi paling tinggi bila dibandingkan dengan jenis HHBK yang lain Jumlah responden yang memanfaatkan aren adalah sebanyak 12 KK. Pemanfaatan aren oleh responden pertahun mencapai 8.519 kg. Dengan nilai harga jual Rp.10.000. Dimana nilai

(38)

ekonomi aren mencapai 67.200.000,- dengan persentasi sebesar 14,7%. Dapat dilihat pada (Tabel 3).

Karet (Hevea brasiliensis)

Gambar 15. Pohon karet Gambar 16. Getah karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getahnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Getah karet merupakan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok. Getah karet yang diambil masyarakat merupakan hasil dari kebun yang telah dimiliki dan diwariskan keluarga turun temurun. Sebanyak 24, 15 % responden penelitian ini memanfaatkan getah karet. Namun, saat ini harga getah karet kurang menguntungkan sehingga permintaan getah karet menurun. Harga getah karet per kg saat ini di Desa Ujung Bandar sebesar Rp 10.000/ kg. Rendahnya harga getah karet menyebabkan penyadap tidak lagi antusias untuk memanfaatkan getah karet, namun masih ada responden yang tetap melakukan kegiatan rutin menyadap karet.

Getah karet yang telah disadap oleh responden biasanya akan dijual ke “pengepul”

yaitu orang yang akan menampung hasil sadapan karet masyarakat. Pada masyarakat Desa Ujung Bandar menyadap getah karet adalah salah satu pekerjaan utama mereka.

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar getah karet dimanfaatkan untuk dijual kembali. Rata-rata penyadapan getah karet dilakukan oleh responden selama 2-5 hari kerja. Hasil satu kali menyadap mencapai 10-30 kg sehingga setiap minggunya responden dapat menghasilkan getah karet sadapan sebanyak 50-120 kg/bulan. Jika harga getah karet sebesar Rp. 10.000/kg maka nilai

(39)

ekonomi getah karet yang dimanfaatkan responden per tahun mencapai Rp.

154.800.000,- dapat dilihat pada (Tabel 3).

Kontribusi Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

HHBK berkontribusi signifikan terhadap ekonomi manfaat rumah tangga pedesaan di negara berkembang dalam tiga cara utama: pertama, menyediakan subsistensi domestik dan persyaratan konsumsi untuk peningkatan disposable pendapatan untuk rumah tangga. kedua, melayani segera jaring pengaman terhadap dampak buruk perubahan iklim yang dialami, merupakan bagian penting dari kapasitas adaptif. dan, ketiga, berkontribusi untuk mengarahkan manfaat moneter melalui perdagangan (Sumukwo, dkk., 2013)

Masyarakat Desa Ujung Bandar memiliki berbagai macam profesi, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan pendapatan hanya dari HHBK saja, namun mereka juga mengandalkan pendapatan dari pekerjaan lain seperti dari PNS, wirausaha, dan buru tani yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun diluar HHBK No Pekerjaan Jumlah (Rp/tahun) Presentasi

1. PNS 170.000.000,- 20,47%

2. Wirausaha 270.000.000,- 32,30%

3. Petani 390.000.000,- 46,99%

Total 830.000.000,- 100%

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sumber pendapatan terbesar selain HHBK di Desa Ujung Bandar adalah berasal dari pekerjaan petani yakni sebesar Rp. 390.000.000,-/tahun atau dengan persentase 46,99% dan sumber pendapatan terendah berasal dari PNS sebesar Rp. 170.000.000,- /tahun atau dengan persentase 20,47%. Total nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan HHBK sebesar Rp. 830.000.000,-/tahun, bersumber dari pendapatan pertanian, wirausaha, dan PNS.

Pengumpulan HHBK masyarakat Desa Ujung Bandar adalah aktifitas ekonomi tradisional yang diduga bahwa faktor yang mempengaruhi intensitas pengambilan HHBK dipengaruhi oleh kebiasaan turun temurun. Peluang-peluang ekonomi yang ada juga mempengaruhi pemungutan HHBK, karena makin tinggi permintaan akan hasil HHBK makin tinggi juga eksploitasi terhadap HHBK itu sendiri.

(40)

Tabel 5. Kontribusi Nilai HHBK/Tahun Pendapatan diluar

HHBK/Tahun

Pendapatan HHBK/Tahun

Total Pendapatan/Tahun

Kontribusi HHBK

Rp. 830.000.000 Rp. 454.182.000 Rp. 1.284.182.000 80, 41%

Pendapatan total responden diluar HHBK pada penelitian ini adalah sebesar Rp 830.000.000/tahun. Pendapatan total dari HHBK responden pada penelitian ini adalah sebesar Rp 454.182.000/tahun. Kontribusi HHBK yang dimanfaatkan sebesar 80, 41%. Kontribusi pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) terhadap pendapatan masyarakat Desa Ujung Bandar tergolong besar (Tabel 5).

Kontribusi pendapatan HHBK termasuk ke dalam kontribusi pendapatan 61%- 80% dan tergolong besar dapat dilihat pada (Tabel 1).

Berdasarkan hal tersebut, maka pihak terkait yaitu pihak pemerintah maupun pengelola sudah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap sektor pemanfaatan HHBK agar nantinya dapat memberikan kontribusi yang lebih besar, serta perlu dilakukan pelatihan tentang teknik pemanfaatan dan budidaya agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari kelestarian HHBK yang ada. Oleh karena itu HHBK ini sifatnya masih lokal seperti yang dinyatakan oleh Diniyati dan Budiman (2015)

Hasil hutan bukan kayu berkontribusi terhadap ekonomi pedesaan, bagi sebagian masyarakat, HHBK merupakan salah satu pola yang mengubah kehidupan masyarakat sekitar. Hal ini, keberadaan hutan masih menjadi penopang kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi. Pendapatan utama masyarakat berasal dari pertanian. Masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan memanfaatkan sumber daya hutan berupa hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemanfaatan hasil hutan pada Desa Ujung Bandar memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab suatu pekerjaan dijadikan sebagai pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan adalah besar kecilnya kontribusi pekerjaan tersebut terhadap pendapatan rumah tangga sehari-hari.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai Ekonomi setiap HHBK yang dimanfaatkan yaitu: jengkol sebesar Rp 6.460.000., pinang sebesar Rp.174.960.000, durian sebesar Rp.19.082.000, bambu sebesar Rp.24.000.000, kemiri sebesar Rp.7.680.000, aren sebesar Rp. 67.200.000, dan karet sebesar Rp. 154.800.000,.

2. Sebaran HHBK yang dimanfaatkan di Desa Ujung Bandar tersebar merata diseluruh areal barat laut desa.

3. Kontribusi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat Desa Ujung Bandar adalah sebesar 35,37% atau sekitar Rp.454.182.000 per tahun.

Saran

Perlunya dilakukan penyuluhan pemanfaatan atau pengadaan pengawasan HHBK oleh pemerintah setempat sehingga pemasaran HHBK yang terdapat di Desa Ujung Bandar lebih luas dan HHBK juga dinilai belum dioptimalkan oleh warga.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham., Golar., Hamzari. 2016. Analisis Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Taman Nasional Lore Lindu (Studi Kasus Desa Sidondo I Kecamatan Biromaru Dan Desa Pakuli Kecamatan Gumbasa). Vol4 .(1)29-39.2302-2027.

Affandi, O dan P.Patana 2002. Penelitian Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. USU.

Amirullah. 2015. Populasi dan Sampel. Penerbit Bayumedia Publishing Malang.

Malang.

Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 3. Salemba Medika. Jakarta.

Barus, R.M., Syahrin, A., Arifin, S. 2015. Pertanggungjawaban Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Sebagai Kejahatan Kehutanan Berdasarkan Undang- Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Vol.3.(2) 106 – 114.

Belcher, B., K. Schreckenberg. 2007. Commercialisation Of Non-Timber Forest Products: A Reality Check. Dev Policy Rev. 25 : 355–77.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang Undang Nomor 5 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan Jakarta.

Diniyati, D., dan Budiman, A. 2015. Kontribusi Pendapatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Usaha Hutan Rakyat Pola Agroforestri Di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Ilmu Hutan. 9 (1) : 23-31.

Fahmi., Purwoko, A., Sumardi, D. 2015. Interaksi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tridharma Ujung No. 1 Kampus Usu Medan. Medan.

Ferek, E., Ruben, G., Mudjijati. 2007. Pengambilan Minyak Kemiri Dengan Cara Pengepresan Dan Dilanjutkan Ekstraksi Cake Oil. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Vol. 6(2) :121-130.

Hastari, B. dan Yulianti, R. 2018. Pemanfaatan Dan Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu Di Kphl Kapuas-Kahayan. Jurnal Hutan Tropis. 6(4) : 147.

Hossain, M.F., Islam, M.A., Numan, S.M. 2015. Multipurpose Uses Of Bamboo Plants: A Review.School Of Agriculture And Rural Development, Bangladesh Open University, Gazipur-1705, Bangladesh. International Research Journal Of Biological Sciences. Vol. 4(12) : 57-60.

(43)

Iqbal, M., Septina, A.D. 2018. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Lokal Di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan Dan Perubahan Iklim, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16118. Vol.4 (1):19‐34.

Indrasari, D. 2016. Pengembangan Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Kelompok Sadar Hutan Lestari Wana Agung Di Register 22 Way Waya Kabupaten Lampung Tengah. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Jonson, R., Darwis, M. 2005. Peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Pembangunan dan Pengembangan Daerah di Era Otonomi. FISIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Medan.

Kasper, S., Carsten, S.O. 2005. The Economic Value of Non-Timber Forest Products–

A Case Study from Malaysia. Journal of Sustainable Forestry. Vol. 20(1).

Kementerian Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.21/Menhut-Ii/2009 Tentang Kriteria Dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan. Direktorat Bina Perhutanan Sosial. Jakarta.

Kaban, M.S. 2011. Analisis Ekonomi Wilayah Taman Nasional Studi Kasus Di Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh.

Kilozo, M. 2009. Valuation Of Non-Timber Forest Products Used By Communities Around Nyanganje Forest Reserve, Morogoro, Tanzania [M.S. Dissertation].

Sokoine University of Agriculture, Morogoro, Tanzania.

Mandang, I.C., Poli, B.J.V., Walangitan, H. 2018. Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Di Kawasan Hutan Lindung Gunung Soputan Kphp Unit V Provinsi Sulawesi Utara. Vol.14 (3), : 1 – 16.

Mahendra, G. 2018. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Di Resort Padali Taman Nasional Ujung Kulon. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurfatriani, F. 2016. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.

Puspitodjati, T. 2011. Persoalan Definisi Hutan Dan Hasil Hutan Dalam Hubungannya Dengan Pengembangan Hhbk Melalui Hutan Tanaman. 8(3):210-227.

Permenhut. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta.

Simatupang, R.F., Latifah, S, dan Afifuddin, Y. 2015. Nilai Ekonomi Dan Kontribusi Hutan Rakyat Bambu (Bambusa Sp) (Studi Kasus Di Desa Telagah, Kecamatan

(44)

Sei Bingai, Kabupaten Langkat). Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan. Medan.

Sihombing, A.F., Anna, N, dan Hartin, K.S. 2015. Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung Kampus. Usu. Medan.

Sembiring, Sulaiman N. 2001. Kajian Tentang Penegakan Hukum Di Kawasan Taman Nasional. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam.

Departemen Kehutanan. Jakarta.

Sawitri, R., Suharti, S., Karlina, E. 2011. Interaksi Masyarakat Dengan Hutan Dan Lingkungan Sekitarnya Di Kawasan Dan Daerah Penyangga Taman Nasional Kutai. Bali. Vol. 8(2): 129-142.

Sistanto., Sulistyonowati, E, dan Yuwana. 2017. Pemanfaatan Limbah Biji Durian (Durio zibethinus Murr) sebagai Bahan Penstabil Es Krim Susu Sapi Perah.

Bengkulu. Vol. 12(1) Januari- Maret 2017.

Sumukwo, J., A. Wario, M. Kiptui, G. Cheserek, and A. K. Kipkoech. 2013.

“Valuation of natural insurance demand for non-timber forest products in South Nandi, Kenya,” Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences. 4 (1) : 89–97.

Sihombing, A. J. 2011. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) oleh masyarakat desa sekitar hutan di IUPHHK-HA PT. Ratah timber Samarinda, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Toledo A. T., M. H. Apolinar, T. Valverde. 2014. Potential Impact Of Harvesting On The Population Dynamics Of Two Epiphytic Bromeliads. Acta Oecol. 59 : 52–61.

Usman, P. 2010. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Umar, M. 2000. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

(45)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Persebaran HHBK

a. Persebaran tanaman jengkol

b. Persebaran tanaman pinang

(46)

Lampiran 1. Lanjutan

c. Persebaran tanaman durian

d. Persebaran tanaman bambu

(47)

Lampiran 1. Lanjutan

e. Persebaran tanaman kemiri

f. Persebaran tanaman aren

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian  Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 2. Peta Persebaran HHBK di Desa Ujung Bandar
Gambar 3. Buah Jengkol           Gambar 4. Pemanenan Buah Jengkol  Jengkol  yang  memiliki  nama  latin  Pithecollobium  jiringa  atau  Pithecollobium  Labatum,  merupakan  buah  yang  terkenal  dengan  aromanya  yang  khas  dan  banyak  dihindari  sebagia
Gambar 7. Buah Durian                            Gambar 8. Pohon Durian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku caring perawat dalam Humanistic dan Altruistic adalah 91,7%, memberikan kepercayaan 82,3%, menumbuhkan kepekaan terhadap diri

bahan katoda dan anoda memberikan fleksibilitas untuk merancang baterai untuk kebutuhan aplikasi yang spesifik, namun di sisi lain dalam jumlah yang besar, kemungkinan

[r]

Kebijakan pengembengan wilayah wilayah masyarakat dalam UU ini di sebutkan dalam pasal 3 (f) “ menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang

2/2008 tersebut tidak didasarkan pada kajian akademis, namun lebih bersifat dinamis Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menyebutkan hal yang sama, dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Ganda Perempuan Pedagang di Pasar Jalan Trem Pangkalpinang menunjukkan sudah terjadi begitu saja dan tanpa ada

Ijin Penyelenggaraan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). 10).Ijin Penyelenggaraan Rumah Bersalin. 11).Ijin Penyelenggaraan Pelayanan Medik Dasar lain yang ditetapkan oleh

Pertimbangan jumlah responden tersebut berdasarkan homogenitas mata pencaharian masyarakat sehingga jumlah yang diambil dianggap representatif atau cukup mewakili dari