• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis HHBK Yang Berpotensi Secara Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu.

No Jenis HHBK Manfaat Jumlah Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan dan menjual hasil hutan bukan kayu.

Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjadikan hutan sebagai sumber pekerjaan dan pendapatan. Salah satu bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok adalah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Hasil hutan bukan kayu ini memiliki nilai ekonomi

yang bisa menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat sekitar hutan, di karenakan memiliki nilai ekonomi dan nilai ekologi yang ramah lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dengan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam metode nilai pasar (Affandi dan Patana, 2002).

Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sangat beragam ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (kebutuhan sehari-hari) dan ada juga yang dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka.

Pemungutan hasil hutan non kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari Sihombing (2011) Yang menyatakan bahwa, pengelolaan HHBK merupakan usaha yang sangat mendukung kepada upaya pengelolaan hutan yang lestari karena pada umumnya sistem pemanenan jenis-jenis tanaman HHBK ini tidak bersifat merusak.

Jenis hasil hutan bukan kayu yang paling banyak dimanfaatkan adalah jumlah responden pinang. Sebanyak 24 orang atau 27,6% dari total responden pada desa penelitian menyatakan mengambil pinang untuk dimanfaatkan. Jenis Hasil hutan bukan kayu kedua yang paling banyak digunakan adalah jumlah responden karet, yaitu 21 orang atau 24,15, hasil hutan bukan kayu berikutnya aren, yaitu sebanyak 12 orang atau 13,8%, dan hasil hutan bukan kayu berikutnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu bambu sebanyak 11 orang atau 12,65%, durian sebanyak 10 orang atau 11,5%, jengkol sebanyak 6 orang 6,9%, dan kemiri sebanyak 3 orang 3,45%.

Hastari dan Yulianti (2018) mengatakan bahwa Jenis hasil hutan dengan nilai arti penting yang semakin tinggi terhadap masyarakat dapat terlihat dari semakin tingginya nilai jumlah masyarakat sebagai responden yang mempergunakan suatu jenis hasil hutan, dan sebaliknya semakin rendah nilai jumlah masyarakat yang memanfaatkan jenis hasil hutan maka nilai arti penting jenis tersebut juga semakin rendah terhadap kebutuhan masyarakat.

Sebaran Tanaman HHBK

Sebaran tanaman HHBK dilakukan untuk mengetahui koordinat tanaman HHBK di Desa Ujung Bandar yang didokumentasikan dalam bentuk peta.

Menurut Jonson dan Darwis (2011) ditinjau dari peranannya, peta adalah bentuk penyajian informasi bisa disajikan secara ringkas dan jelas berupa gambar dan untuk membantu mengambil keputusan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dipungut maupun dibudidayakan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Masyarakat Desa Ujung Bandar mencari dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berada di Desa Lau Damak, karena masyarakat tersebut masing-masing mempunyai hasil hutan bukan kayu yang berada diseberang Desa Ujung Bandar yang terletak di Desa Lau Damak.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan HHBK secara ekonomis memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Kehutanan, 2010).

Dengan adanya peta, ketika melakukan tinjauan ke lapangan, masyarakat di Desa Ujung Bandar yang memanfaatkan HHBK yang berada di Desa Lau Damak dan masyarakat lebih mudah menemukan tanaman Hasil hutan bukan kayu. Sebaran HHBK untuk setiap jenisnya tersebar merata di seluruh areal barat laut desa dan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dimana tanaman jengkol tumbuh secara menyebar hampir diseluruh Desa Lau Damak. Untuk tanaman jenis pinang banyak terdapat di bagian sebelah Desa Lau Damak. Tanaman durian tumbuh mengumpul disebelah yang berbatasan dengan Desa Lau Damak. Pada tanaman bambu banyak tumbuh merata dan menyebar hampir di seluruh Desa Lau Damak.

Dan tanaman kemiri tumbuh menyebar ke arah Desa Lau Damak dengan jumlah yang sedikit atau jarang. Sedangkan, tanaman aren tumbuh dibagian Desa Lau Damak dan tanaman karet tumbuh menyebar di Desa Lau Damak dan sebagian lagi di Desa Ujung Bandar. Masyarakat Desa Ujung Bandar memanfaatkan HHBK yang ada dan tersebar di Desa sebarang dan sebagian masyarakat mempunyai kebun sendiri seperti jengkol, durian, pinang, dan aren yang berada di Desa Lau Damak. masyarakat sekitar desa memanfaatkannya sebagai sumber mata pencarian baik utama maupun sampingan dan sangat menguntungkan atau membantu bagi perekonomian masyarakat setempat.

Gambar 2. Peta Persebaran HHBK di Desa Ujung Bandar

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Nilai guna HHBK yang dikelola oleh masyarakat lokal merupakan total nilai ekonomi hutan. Masyarakat memanfaatkan HHBK untuk meningkatkan mata pencarian pedesaan, bagi sebagian masyarakat HHBK merupakan salah satu pola yang mengubah kehidupan masyarakat sekitar (Kasper and Carsten, 2005).

Menurut Mahendra, (2018) Hasil Hutan Nontimber (HHBK) memainkan peran penting dan perputaran dalam meningkatkan perekonomian sebagian besar penduduk dunia khususnya pada saat ini. Nilai ekonomi HHBK diperoleh dari perkalian total pengambilan perjenis pertahun dengan harga hasil hutan perjenis.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan kepada 87 orang responden dari masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok, diperoleh bahwa nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang ada di Desa Ujung Bandar sebesar Rp. 454.182.000,-/tahun. Nilai ekonomi setiap jenis HHBK dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Nilai Ekonomi HHBK

Nilai ekonomi terbesar dari pemanfaatan HHBK adalah pinang dengan total persentase yaitu sebesar 38,5% dan untuk nilai ekonomi terkecil adalah kemiri dengan persentase 1,7% dari seluruh komoditi HHBK yang dimanfaatkan.

Komersialisasi HHBK memainkan peran penting dalam mengurangi kemiskinan pemanen dan pengolah lokal, tetapi juga bisa memperkaya tengkulak dengan mengorbankan yang utama pemanen dan pengolah lokal. Setiap HHBK yang dikomersialkan memiliki produksi untuk konsumsi rute atau rantai nilai, yang menghubungkan ekonomi pemanenan, pemrosesan dan pengiriman produk ke

konsumen akhir. Masyarakat yang terlibat berkisar dari individu pemanen dan kaki tangan ke tengkulak dan pasar (Belcher and Schreckenberg, 2007).

Ketika permintaan untuk HHBK meningkat pesat, pedesaan masyarakat sering didorong untuk mengeksploitasi mereka secara berlebihan karena oportunisme, ketidakamanan ekonomi, dan kurangnya aturan manajemen atau mengamankan hak properti. Karena itu, praktik pemanenan dapat memiliki ekologi negatif dampak. Populasi seluruh spesies dapat terancam punah sambil menangkap dan merusak hasil panen teknik dapat menyebabkan dinamika populasi target yang tidak stabil, ketidakseimbangan ekosistem dan perusakan habitat. Komersialisasi HHBK seharusnya tidak fokus hanya pada akses pasar, nilai tambah, pengentasan kemiskinan, atau rantai produsen ke konsumen tetapi juga pada yang negatif dampak ekologis dan populasi yang dapat dihasilkan dari praktik pemanenan berlebihan atau merusak (Toledo, dkk, 2014).

Jengkol (Pithecollobium jiringa)

Gambar 3. Buah Jengkol Gambar 4. Pemanenan Buah Jengkol Jengkol yang memiliki nama latin Pithecollobium jiringa atau Pithecollobium Labatum, merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat, namun tidak sedikit juga yang menyukai buah ini, karena di Indonesia sendiri jengkol sudah menjadi makanan khas. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae). Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap. Jengkol diketahui

memiliki manfaat untuk mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung.

Sebanyak 6 KK memanfaatkan jengkol untuk dikonsumsi sendiri dan ada juga yang dijual kembali. Pemanfaatan jengkol oleh responden pertahun mencapai 406 kg. Dengan harga jual Rp 20.000 per kg maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan jengkol oleh responden adalah Rp 6.460.000,-.dapat dilihat pada (Tabel 3).

Pinang (Areca catechu)

Gambar 5. Buah Pinang Gambar 6. Pohon Pinang

Tumbuhan pinang memiliki banyak manfaat, penggunaan pinang paling popular pada masyarakat adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih dan kapur. Sedangkan air rebusan biji pinang digunakan untuk mengatasi penyakit seperti haid dengan darah berlebihan, mimisan, koreng, mencret dan bisul (Agoes, 2010). Sebanyak 24 responden memanfaatkan pinang untuk dikonsumsi sendiri dan ada juga yang dijual kembali. Dalam 1 tahun masyarakat yang bisa menghasilkan 2.700 kg/tahun. Dan dijual sebesar Rp. 9.000/kg, sehingga nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan pinang oleh responden adalah 174.960.000,-. Dapat dilihat pada (Tabel 3).

Kilozo (2009) mengatakan bahwa jarak dari rumah ke hutan meningkat Dapat menghalangi laju pengumpulan HHBK jumlah HHBK yang dikumpulkan berkurang dengan meningkatnya jarak. Ini berarti bahwa biaya peluang waktu tenaga kerja dihabiskan untuk koleksi bertambah dengan jarak, menyiratkan

bahwa orang tinggal lebih dekat ke hutan lebih tergantung pada HHBK meskipun diberlakukan pembatasan.

Durian (Durio zibethinus)

Gambar 7. Buah Durian Gambar 8. Pohon Durian

Seorang petani Desa Ujung Bandar, mengatakan pengembangan kebun buah durian tersebut memberikan banyak manfaat karena bisa membantu upaya peningkatan kesejahteraan. Tanaman buah bisa tumbuh subur dan sekarang durian mulai berbuah. Masyarakat Desa Ujung Bandar juga berharap kebun buah durian yang dikembangkan bisa berjalan dengan sukses dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Sistanto dan Sulistyowati (2017) mengatakan bahwa tanaman durian Durio zibethinus. Pada buah durian, bagian yang umum dikonsumsi adalah daging atau salut buah yang persentasenya hanya sekitar 20-35%, hal ini berarti bagian kulit 60-75% dan biji 5-15% belum termanfaatkan secara maksimal

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, durian dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan durian adalah sebanyak 10 KK. Pemanfaatan durian oleh responden pertahun mencapai 14.929 kg. Dengan harga jual Rp 14.000 per kg maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan durian oleh responden adalah Rp 19.082.000,-, dapat dilihat pada (Tabel 3).

Bambu (Bambuseae)

Gambar 9. Bambu Gambar 10. Pemanenan bambu Masyarakat Desa Ujung Bandar telah menggunakan bahan bambu sejak dahulu kala. Bambu telah banyak membantu hidup Desa Ujung Bandar. Selain telah membantu memenuhi kebutuhan primer masyarakat Desa Ujung Bandar, bambu juga memberikan perlindungan dari hujan dan panas, bambu banyak digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah. Bambu juga memudahkan masyarakat Desa Ujung Bandar dalam bepergian dan membawa barang bawaan manusia sehingga mendorong proses pertukaran barang dan jasa pada masa lalu.

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, bambu dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan bambu adalah sebanyak 11 KK. Pemanfaatan bambu oleh responden pertahun mencapai 4.000 kg. Dengan harga jual Rp 8.000 per kg (Tabel 3) maka nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan bambu oleh responden adalah Rp 24.000.000,-.

Hossain dan Islam (2015) Bambu adalah tanaman yang termasuk famili Poaceae yang merupakan famili dari rumput. Rumput ini banyak ditemukan di daerah tropis dan zona sub-tropis. Sebagian besar bambu ditemukan di kehutanan dan juga banyak tersebar di luar hutan biasanya tanah pertanian, tepi sungai, pinggir jalan dan daerah pedesaan. Bambu adalah tongkat panjang seperti hutan non-kayu produk dan kadang-kadang digunakan sebagai pengganti kayu dan berperan penting bagi ekonomi.

Kemiri (Aleurites moluccana)

Gambar 11. Pohon Kemiri Gambar 12. Buah Kemiri

Kemiri (Aleurites moluccana) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, yang tersebar luas di daerah tropis dan dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 0-700 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan 640-4290 mm. Salah satu keunikan pohon kemiri adalah pohon kemiri dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat pada berbagai macam tekstur tanah, misalnya tanah liat, tanah basah, tanah pasir dan tanah kapur. Hampir semua bagian dari pohon kemiri yakni akar, batang, kulit dan daunnya memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pohon kemiri dapat bertahan hidup selama 40-60 tahun, tiap tahun pohon kemiri dapat menghasilkan 80 kg biji kemiri per pohon. Untuk mengambil kandungan minyak kemiri secara optimal dari dalam bijinya, maka biji kemiri harus disimpan atau dijemur dalam selang waktu tertentu sampai kering (Ferek E, dkk 2007).

Seorang petani kemiri akan menjual kemirinya dengan kondisi dikupas dan tidak dikupas. Kemiri yang dikupas dijual lebih mahal dari kemiri yang belum dikupas. Untuk kemiri yang tidak dikupas, biasanya dibeli oleh pihak lain untuk kemudian dikupas agar harga jualnya lebih tinggi dari harga belinya. Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar, kemiri dimanfaatkan oleh responden untuk dijual kembali dan sebagian di manfaatkan sendiri. Jumlah responden yang memanfaatkan kemiri adalah sebanyak 3 KK. Pemanfaatan kemiri oleh responden pertahun mencapai 1.200 kg. Dengan harga jual Rp 4.000 per kg (Tabel 3) maka

nilai ekonomi yang didapat dari hasil pemanfaatan kemiri oleh responden adalah Rp 7.680.000,-.

Aren (Arenga pinnata)

Gambar 13. Pemanenan aren Gambar 14. Pembuatan Gula aren Aren secara ekonomis mempunyai nilai cukup tinggi karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan dan produknya beragam. Gula aren atau yang biasa disebut gula merah dihasilkan dari nira pohon enau atau pohon aren (Arenga pinnata).

Nira ini diperoleh dari bunga jantan pohon enau dan diolah secara tradisional oleh sebagian masyarakat Desa Ujung Bandar menjadi gula aren atau gula merah. Dalam 1 (satu) tahun produksi, jumlah bulan yang efektif untuk proses pembuatan gula aren berkisar antara 9 bulan sampai dengan 11 bulan. Hal ini disebabkan oleh mayang pohon aren tidak berproduksi sepanjang tahun. Tiap mayang pohon aren dapat berproduksi kira – kira sampai tiga bulan. Responden biasanya memanfaatkan pohon aren lebih dari 1 pohon untuk memperbanyak produksi. Selain itu Bunga betina dari tumbuhan aren yang masih muda dapat diolah menjadi kolang-kaling. Kontribusi aren merupakan kontribusi paling tinggi bila dibandingkan dengan jenis HHBK yang lain Jumlah responden yang memanfaatkan aren adalah sebanyak 12 KK. Pemanfaatan aren oleh responden pertahun mencapai 8.519 kg. Dengan nilai harga jual Rp.10.000. Dimana nilai

ekonomi aren mencapai 67.200.000,- dengan persentasi sebesar 14,7%. Dapat dilihat pada (Tabel 3).

Karet (Hevea brasiliensis)

Gambar 15. Pohon karet Gambar 16. Getah karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getahnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Getah karet merupakan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan masyarakat Desa Ujung Bandar, Kecamatan Bahorok. Getah karet yang diambil masyarakat merupakan hasil dari kebun yang telah dimiliki dan diwariskan keluarga turun temurun. Sebanyak 24, 15 % responden penelitian ini memanfaatkan getah karet. Namun, saat ini harga getah karet kurang menguntungkan sehingga permintaan getah karet menurun. Harga getah karet per kg saat ini di Desa Ujung Bandar sebesar Rp 10.000/ kg. Rendahnya harga getah karet menyebabkan penyadap tidak lagi antusias untuk memanfaatkan getah karet, namun masih ada responden yang tetap melakukan kegiatan rutin menyadap karet.

Getah karet yang telah disadap oleh responden biasanya akan dijual ke “pengepul”

yaitu orang yang akan menampung hasil sadapan karet masyarakat. Pada masyarakat Desa Ujung Bandar menyadap getah karet adalah salah satu pekerjaan utama mereka.

Bagi masyarakat Desa Ujung Bandar getah karet dimanfaatkan untuk dijual kembali. Rata-rata penyadapan getah karet dilakukan oleh responden selama 2-5 hari kerja. Hasil satu kali menyadap mencapai 10-30 kg sehingga setiap minggunya responden dapat menghasilkan getah karet sadapan sebanyak 50-120 kg/bulan. Jika harga getah karet sebesar Rp. 10.000/kg maka nilai

ekonomi getah karet yang dimanfaatkan responden per tahun mencapai Rp.

154.800.000,- dapat dilihat pada (Tabel 3).

Kontribusi Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

HHBK berkontribusi signifikan terhadap ekonomi manfaat rumah tangga pedesaan di negara berkembang dalam tiga cara utama: pertama, menyediakan subsistensi domestik dan persyaratan konsumsi untuk peningkatan disposable pendapatan untuk rumah tangga. kedua, melayani segera jaring pengaman terhadap dampak buruk perubahan iklim yang dialami, merupakan bagian penting dari kapasitas adaptif. dan, ketiga, berkontribusi untuk mengarahkan manfaat moneter melalui perdagangan (Sumukwo, dkk., 2013)

Masyarakat Desa Ujung Bandar memiliki berbagai macam profesi, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan pendapatan hanya dari HHBK saja, namun mereka juga mengandalkan pendapatan dari pekerjaan lain seperti dari PNS, wirausaha, dan buru tani yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun diluar HHBK No Pekerjaan Jumlah (Rp/tahun) Presentasi

1. PNS 170.000.000,- 20,47%

2. Wirausaha 270.000.000,- 32,30%

3. Petani 390.000.000,- 46,99%

Total 830.000.000,- 100%

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sumber pendapatan terbesar selain HHBK di Desa Ujung Bandar adalah berasal dari pekerjaan petani yakni sebesar Rp. 390.000.000,-/tahun atau dengan persentase 46,99% dan sumber pendapatan terendah berasal dari PNS sebesar Rp. 170.000.000,- /tahun atau dengan persentase 20,47%. Total nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan HHBK sebesar Rp. 830.000.000,-/tahun, bersumber dari pendapatan pertanian, wirausaha, dan PNS.

Pengumpulan HHBK masyarakat Desa Ujung Bandar adalah aktifitas ekonomi tradisional yang diduga bahwa faktor yang mempengaruhi intensitas pengambilan HHBK dipengaruhi oleh kebiasaan turun temurun. Peluang-peluang ekonomi yang ada juga mempengaruhi pemungutan HHBK, karena makin tinggi permintaan akan hasil HHBK makin tinggi juga eksploitasi terhadap HHBK itu sendiri.

Tabel 5. Kontribusi Nilai HHBK/Tahun

Rp. 830.000.000 Rp. 454.182.000 Rp. 1.284.182.000 80, 41%

Pendapatan total responden diluar HHBK pada penelitian ini adalah sebesar Rp 830.000.000/tahun. Pendapatan total dari HHBK responden pada penelitian ini adalah sebesar Rp 454.182.000/tahun. Kontribusi HHBK yang dimanfaatkan sebesar 80, 41%. Kontribusi pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) terhadap pendapatan masyarakat Desa Ujung Bandar tergolong besar (Tabel 5).

Kontribusi pendapatan HHBK termasuk ke dalam kontribusi pendapatan 61%-80% dan tergolong besar dapat dilihat pada (Tabel 1).

Berdasarkan hal tersebut, maka pihak terkait yaitu pihak pemerintah maupun pengelola sudah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap sektor pemanfaatan HHBK agar nantinya dapat memberikan kontribusi yang lebih besar, serta perlu dilakukan pelatihan tentang teknik pemanfaatan dan budidaya agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari kelestarian HHBK yang ada. Oleh karena itu HHBK ini sifatnya masih lokal seperti yang dinyatakan oleh Diniyati dan Budiman (2015)

Hasil hutan bukan kayu berkontribusi terhadap ekonomi pedesaan, bagi sebagian masyarakat, HHBK merupakan salah satu pola yang mengubah kehidupan masyarakat sekitar. Hal ini, keberadaan hutan masih menjadi penopang kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi. Pendapatan utama masyarakat berasal dari pertanian. Masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan memanfaatkan sumber daya hutan berupa hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemanfaatan hasil hutan pada Desa Ujung Bandar memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab suatu pekerjaan dijadikan sebagai pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan adalah besar kecilnya kontribusi pekerjaan tersebut terhadap pendapatan rumah tangga sehari-hari.

Dokumen terkait