• Tidak ada hasil yang ditemukan

CENDRAWASIH SYAFRILIANA PRIASTAMI C3407

DAFTAR LAMPIRAN

3.4 Prosedur Analisis

3.4.2. Analisis fisika

Analisis fisika yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis padatan total terlarut, viskositas, pengukuran overrun, pengukuran waktu leleh dan stabilitas emulsi.

(1). Total padatan terlarut (Faridah et al. 2008)

Total padatan terlarut dari melorin diukur dengan menggunakan alat Refraktometer ABBE. Sampel yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai yang terbaca pada skala batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut pada produk tersebut dalam satuan % Brix.

(2). Viskositas (Andrawulan dan Palupi 1991)

Viskositas diukur dengan menggunakan alat BrookfieldViscometer. Sampel sebanyak 100 ml ditempatkan ke dalam gelas piala 100 ml. Dengan menggunakan

spindle 2 dan speed 30 rpm, dilakukan pengukuran viskositas sampel. Pengukuran selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

(3). Pengukuran Overrun (Marshall dan Arbuckle 2000)

Pengembangan volume melorindinyatakan sebagai nilai overrun dan dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan pada massa yang sama atau perbedaan massa es krim dan massa adonan pada volume yang sama. Nilai overrun dihitung dengan rumus :

Overrun = � � � −�( � � )

�( � � ) � %

Keterangan :

Wadonan = berat adonan melorin sebelum dibekukan

Wes krim = berat melorin setelah dibekukan (4). Pengukuran waktu leleh (Roland et al. 1999)

Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap melorin yang telah dikeraskan selama 24 jam. Waktu leleh diukur dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 7,5 g melorin ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh gelas, lalu dibiarkan mencair seluruhnya pada suhu (25 ± 1) oC. Pengamatan dilakukan pada suhu dan kelembaban yang sama.

(5). Stabilitas emulsi (AOAC 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah 0 oC selama 1 jam. Sampel dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam dan dibiarkan bobotnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan emulsi. Jika terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Stabilitas emulsi (%) = x 100%

Keterangan:

Berat fase yang tersisa = (berat emulsi pengovenan kedua + cawan) - berat cawan Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) - berat cawan

3.4.3. Analisis kimia

Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar abu, kadar air, protein, lemak, karbohidrat by difference, kadar serat pangan, dan pH.

1). Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Sampel basah sebanyak 4 g ditempatkan dalam wadah porselin kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105 oC selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC selama 3 jam lalu ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai berikut :

Kadar abu = ( )

( ) %

2). Analisis kadar air (AOAC 2005)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = − %

Keterangan :

A = Berat sampel mula-mula (g)

B = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

3). Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl.

Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes

dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan

HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

4). Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel diekstrak dengan pelarut heksana. Kemudian pelarut yang digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari sampel. Lemak tersebut kemudian ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet.

Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

% Lemak = 100% ) ( ) ( x g l Beratsampe g Beratlemak

% 100 007 . 14 % x mgsampel xNHClx blanko mlHCl Nitrogen   % � � = %�� � � � �

5). Analisis kadar karbohidrat by fifference (AOAC 2005)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)

6). Kadar serat pangan

Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penetuan kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF).

 Persiapan sampel

a) Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan proteleum benzene pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel melebihi 6-8%. Penghilangan lemak dari sampel bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati.

b) Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl.

c) Sebanyak 100 µ L termamlyn dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu.

d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 200 ml air destilata dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum.

e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi selama 60 menit.

f) Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.

g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil diagitasi.

h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5

i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk menentukan serat pangan larut.

 Penentuan serat pangan tidak larut (IDF)

a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).

b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (II).

 Penentuan serat pangan larut (SDF)

a) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml

b) Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan diendapankan selama 1 jam.

c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan aseton 2 x 10 ml.

d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam (sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).

e) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2).

 Penentuan serat pangan total (TDF)

Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutam bila menggunakan enzim dari kemasan baru.

 Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%) Keterangan :

W= Berat sampel (g)

B= Berat blanko bebas serat (g)

D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g) I= Berat setelah diabukan (g)

7). Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Melorin diukur sebanyak 10 ml kemudian dihomogenasi dengan 90 ml air destilat. Kemudian pH homogenasi diukur dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.

3.4.4 Pengujian Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.03-2006)

Prinsip kerja dari uji mikrobiologi ini adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam melorindengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo.Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan mencampurkan 10 ml sampel dalam 90 ml larutan garam fisiologis sampai homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan sampel dengan menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan diaduk hingga homogen sehingga terbentuk seri pengenceran 10-1. Pengenceran yang dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10-3. Pemipetan

dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.

Media agar PCA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan supaya merata (metode cawan tuang), lalu didiamkan hingga media agar PCA dingin dan padat.Cawan petri yang berisi agar PCA kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 35oC dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Masa inkubasi berakhir, kemudian dihitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250.

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut :

Ŷij = µ + αi + εij

Dimana :

Ŷij = respon yang diamati

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji pada pembuatan melorin dengan penambahan konsentrasi karagenan adalah sebagai berikut :

H0 = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Hi = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal Wallis, yaitu :

a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter.

b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan formula:

�= 12 ( + 1) �� −3( + 1) �′ = � � Pembagi = 1− T n−1 n(n + 1), dimana T = t−1 t(t + 1) Keterangan:

n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi formulasi melorin terbaik yang akan digunakan pada penelitian utama. Formulasi melorin dilakukan dengan pengujian berbagai perbandingan komposisi nangka dan susu kedelai. Karakterisasi karagenan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui standar mutu karagenan yang digunakan.

4.1.1 Karakterisasi karagenan

Karagenan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari CV Dinar. Karagenan tersebut dianalisis terlebih untuk mengetahui mutu karagenan yang akan dipakai dalam penelitian utama. Hasil analisis karakterisasi karagenan meliputi kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis karakteristik karagenan

Parameter Hasil uji Standar*

Kadar Air 14,75 ± 0,12 Max. 12

Kadar Abu 14,00 ± 0,67 15-40 Viskositas Gel strength 350,00 ± 0,00 385,63 ± 13,87 Min. 5 cPs - Keterangan: * = FAO 2007

Tabel 5 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan mutu karagenan telah memenuhi standar mutu karagenan komersil, terutama untuk parameter kekuatan gel dan viskositas. Karagenan yang digunakan merupakan hasil ekstraksi campuran antara rumput laut jenis Euchemacottonii dan Euchemaspinosum.

Viskositas karagenan hasil penelitian dari kombinasi kappa dan iota karagenan berada di atas standar viskositas yang ditetapkan oleh FAO dan EU, yaitu minimal 5 cPs. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan sulfat yang ada pada karagenan. Kandungan sulfat dapat menyebabkan larutan menjadi kental. Adanya sulfat akan menyebabkan terjadinya gaya tolak menolak antar kelompok ester yang bermuatan sama dengan molekul air yang terikat dalam karagenan. Viskositas larutan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai

polielektrolit. Gaya tolakan antar muatan negatif sepanjang rantai polimer, yaitu

gugus sulfat, akan mengakibatkan rantai molekul menegang (Warkoyo 2007). Hasil analisis kekuatan gel karagenan adalah 385,63 (g/cm2). Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jenis dan tipe karagenan, kosentrasi dan adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karagenan yaitu letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Kadar gugus sulfat tersebut dapat mempengaruhi kekuatan gel dari karagenan karena tingginya kadar sulfat dapat menyebabkan terputusnya ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya menurun. Ester sulfat terkandung dalam karagenan berkisar 25% untuk kappa karagenan, serta 32% untuk iota karagenan, sedangkan lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat (Imeson 2010).

Kadar abu karagenan hasil analisis adalah sebesar 14,00%. Kadar abu yang didapat lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh FAO (2007) yang berkisar antara 15-40%. Menurut Winarno (1996), tingginya kadar abu karagenan dipengaruhi oleh adanya garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti natrium, kalsium dan kalium.

Nilai kadar air karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 14.75%. Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya simpan produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid yang diinginkan rata-rata di bawah 20% untuk standar pasaran internasional (Angka dan Suhartono 2000).

4.1.2 Karakteristik sensori

Penelitian pendahuluan meliputi karakteristik sensori produk melorin. Karakteristik sensori dilakukan untuk menentukan formula terbaik (yang mempunyai daya terima tertinggi) dari produk melorin yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan mouthfeel. Penilaian sensori menjadi parameter utama dalam menentukan formula terbaik untuk penelitian utama.

(1) Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima konsumen. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2008). Warna melorin yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini berkisar antara

kuning pucat sampai kuning. Hasil pengujian sensori parameter warna melorin menunjukkan nilai antara 5,80-6,83. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 12,5% (perlakuan C), sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 10% dan 15% (perlakuan B). Nilai rataan parameter warna melorin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rataan parameter warna melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A :12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka pada melorin memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap warna melorin yang dihasilkan (Lampiran 2). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi susu kedelai dan buah nangka pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C. Namun perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.

Warna kuning pada melorin dihasilkan dari buah nangka yang digunakan. Warna kuning disebabkan oleh salah satu faktor seperti tingkat kematangan. Nangka akan berwarna kuning keemasan ketika matang. Pigmen warna kuning ini dsebabkan pigmen yang tergabung dalam kelompok xanthofil. Xanthofil terdiri dari beberapa macam dan yang paling umum adalah zeaxanthin. Zeaxanthin adalah bagian utama karatenoid yang merupakan kelompok pigmen berwarna

6,23 a,b 6,83 b 5,80 a 6,60 a,b 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 A B C D n il ai rat aan war n a Perlakuan

kuning, orange, merah orange (Astawan & Andreas 2008). Semakin tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan maka warna es krim yang dihasilkan menjadi lebih kuning sehingga meningkatkan kesukaan panelis.

(2) Aroma

Aroma merupakan salah satu daya tarik bagi panelis dalam menentukan nilai kesukaan terhadap suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap). Oleh karena itu penilaian sensori tingkat kesukaan aroma perlu dilakukan dalam penelitian ini. Nilai rataan parameter aroma melorin dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai rataan parameter aroma melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan berkisar antara 4,83-7,00. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka mempengaruhi aroma pada melorin. Gambar 5 menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi susu kedelai dan nangka memberikan pengaruh nyata terhadap aroma melorin yang dihasilkan.

6,10 b 6,60 b,c 4,83 a 7,00 c 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 A B C D Nil ai rat aan a rom a Perlakuan

Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 4) yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan C dan perlakuan D, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B.

Aroma es krim lebih banyak dipengaruhi oleh sumber lemak yang digunakan. Lemak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lemak nabati, yaitu susu kedelai. Susu kedelai memiliki asam lemak yang menyebabkan bau langu. Asam lemak pada kedelai mempunyai sifat tidak larut air panas dan air dingin serta sedikit menguap. Asam lemak tak jenuh pada kedelai yang tinggi berpengaruh terhadap bau langu karena enzim lipoksidase. Enzim lipoksidase akan menghidrolisis atau menguraikan lemak kedelai menjadi senyawa penyebab bau langu yang tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Senyawa

tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat menyebabkan bau langu (Winarsih 2010). Penambahan buah nangka dalam melorin selain sebagai

penambah energi, juga untuk menutupi bau langu dari susu kedelai. Semakin tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan, maka aroma langu dari susu kedelai dapat tertutupi, sehingga tingkat kesukaan panelis meningkat.

(3) Tekstur

Tekstur es krim dibentuk oleh rongga-rongga udara yang terdispersi di dalam kristal-kristal es (sistem koloid berupa buih padatan) sehingga es krim mempunyai konsistensi dan rasa yang unik. Tekstur es krim yang ideal adalah halus dan partikel padatan terlalu kecil untuk dirasakan mulut.

Hasil pengujian sensori terhadap parameter tekstur menunjukkan nilai rataan berkisar antara 5,93-6,43. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 10% (6,43). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 10 % (perlakuan B) (5,93). Hasil pengujian Kruskall wallis yang dilakukan menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur melorin. Nilai rataan parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Nilai rataan parameter tekstur melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Salah satu bahan yang mempengaruhi mutu es krim adalah lemak. Lemak sangat berperan dalam kelezatan tekstur es krim. Penggunaan susu kedelai sebagai substitusi penggunaan lemak susu menyebabkan melorin memiliki tekstur tidak menyerupai es krim. Hal ini disebabkan melorin dalam penelitian ini tidak menggunakan lemak hewani sebagai sumber lemak. Melorin merupakan produk dengan sifat-sifat menyerupai es krim, namun menggunakan sumber lemak selain lemak susu dengan kadar minimal 6% (Hubeis et al. 1996). Lemak susu merupakan bahan baku utama untuk membuat es krim. Marshall et al. (2003), menyatakan bahwa lemak susu berperan dalam pembentukan tekstur es krim yang lembut, sebagai sumber citarasa dan kalori, meningkatkan nilai gizi dan mencegah pembentukan kristal es yang besar selama pembekuan es krim.

(4) Rasa

Rasa adalah turunan dari sebagian komponen yang terkait dalam air liur selama makanan dicerna secara mekanis di mulut. Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indra pengecap. Suatu produk dapat diterima oleh konsumen apabila memiliki rasa yang sesuai dengan yang diinginkan. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa

6,03a 5,93a 6,37 a 6,43a 1 2 3 4 5 6 7 A B C D Nil ai rat aan t ek st u r Perlakuan

kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008).

Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara 5,00-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis pada perbedaan konsentrasi susu kedelai dan nangka memberikan pengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Nilai rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Nilai rataan parameter rasa melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan C; perlakuan B dan perlakuan A. Hal ini disebabkan rasa melorin tersebut sangat dipengaruhi oleh nangka dan susu kedelai yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang tepat antara susu kedelai dan nangka akan menghasilkan rasa melorin yang disukai oleh panelis. Daging buah nangka memiliki cairan nektar yang manis. Menurut Sinurat (2007), panelis lebih menyukai aroma dan rasa yang intesitasnya kuat daripada yang lemah.

Dokumen terkait