• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan

pangan dan meningkatkan gizi masyarakat. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan

mempopulerkan aneka ragam jenis makanan. Hal ini didukung dengan

perkembangan teknologi pengolahan pangan yang semakin maju.

Industri pangan yang saat ini berkembang cukup pesat salah satunya adalah

industri frozen dessert. Industri ini merupakan jenis industri pengolahan pangan yang bertujuan meningkatkan nilai ekonomi pangan. Frozen dessert merupakan produk makanan beku pencuci mulut yang digemari masyarakat. Jenis frozen dessert yang sering ditemui antara lain adalah es krim.

Es krim sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis dan

memiliki tekstur yang lembut. Es krim adalah jenis frozen dessert paling populer dan juga paling tinggi kandungan lemaknya. Meskipun memiliki kandungan

lemak yang sangat tinggi, es krim tetap digemari oleh masyarakat di dunia. Salah

satu negara pengkonsumsi es krim terbanyak di dunia adalah Amerika. Produksi

es krim dunia pada tahun 2003 mencapai lebih dari satu miliar liter dan

dikonsumsi oleh miliaran konsumen per tahun (Astawan 2008).

Es krim di Indonesia telah dikenal sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini

pemasarannya sudah semakin meluas, walaupun untuk sebagian orang es krim

masih dianggap sebagai makanan mewah. Es krim adalah sejenis makanan semi

padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran

susu, lemak hewani maupun nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan tambahan

pangan lain dan bahan makanan yang diizinkan. Produk es krim yang beredar di

pasaran umumnya digolongkan atas tiga kategori yaitu economy, good average

dan deluxe. Perbedaan utama dari ketiga jenis es krim tersebut berdasarkan kandungan lemak susu. Komponen es krim secara umum adalah lemak, padatan

susu tanpa lemak, gula, bahan penstabil dan bahan pengemulsi (Clarke 2004).

Kandungan lemak susu yang tinggi (high fat) pada es krim membuat konsumen lebih selektif dalam memilih es krim. Kandungan lemak susu pada es

(2)

menimbulkan kegemukan. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi

konsumen yang memperhatikan diet rendah lemak. Alternatif produk yang dapat

menggantikan produk es krim ini adalah melorin atau es krim imitasi.

Melorin adalah jenis makanan pencuci mulut berbentuk beku seperti es krim

yang sebagian atau seluruh lemak susunya diganti dengan lemak nabati dengan

kadar lemak rendah. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 % lemak, dengan

formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es krim

(Hubeis et al. 1996).

Produk melorin kurang disukai oleh konsumen karena memiliki tekstur yang

kurang lembut tidak seperti es krim pada umumnya. Tantangan dalam

memproduksi es krim rendah lemak berhubungan dengan fakta bahwa tidak

adanya atau terganggunya jaringan globula lemak. Hal ini dapat mengakibatkan

dampak serius bagi tekstur produk, karena kehalusan tekstur es krim ditentukan

oleh kandungan lemak susu (Aime et al. 2001).

Formulasi yang tepat dalam pembuatan melorin sangat diperlukan agar

didapatkan produk yang disukai konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan

penambahan zat yang melembutkan dan menstabilkan emulsi yaitu hidrokoloid.

Jenis hidrokoloid yang biasa digunakan adalah karagenan, terutama dari jenis iota

yang diformulasikan dengan gum memiliki sifat sineresis yang rendah sehingga

diharapkan dapat diaplikasikan dalam es krim, jelli, puding, air freshener, dan lain-lain (Sinurat et al. 2006). Sifat-sifat ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan es krim sebagai penstabil. Aplikasi hidrokoloid sebagai penstabil pada es krim

dengan sediaan berbentuk tepung telah dilakukan pada beberapa penelitian

(Prihantoro 2000).

Karagenan belum diaplikasikan pada pengembangan produk diversifikasi

melorin sebagai bahan penstabil. Bahan penstabil dalam pembutan es krim

memiliki fungsi sebagai membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim

pada saat penyimpanan dan menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran

bahan baku es krim (Chan 2010).

Larutan karagenan dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel

sehingga mencegah pembentukan kristal es dan memperbaiki rasa pada industri es

(3)

bagi penggemar es krim yang memperhatikan diet rendah lemak. Parameter mutu

yang menentukkan penerimaan produk melorin adalah tekstur dan rasa, sehingga

perlu diketahui jenis dan konsentrasi bahan tambahan pangan yang tepat dalam

menentukan tingkat tekstur dan rasa yang disukai.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian adalah mencari formula melorin yang tepat

dengan kombinasi susu kedelai, nangka serta penambahan bahan penstabil

(4)

2.1 Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah

dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009).

Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida

Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).

Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari

galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan-galaktan

tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α

-D-galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit

pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat

diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah

golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari

α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga

mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009).

Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan

dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan

bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang

umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan

semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut

Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan

(5)

Gambar 1 Struktur molekul karagenan (a) kappa karagenan, (b) iota karagenan dan (c) lambda karagenan (Hall 2009).

2.2 Sifat Dasar Karagenan

Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota dan

lambda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan

adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas,

pembentukan gel dan stabilitas pH.

2.2.1 Kelarutan

Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut

lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik sedangkan

gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut

pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan

mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih

hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan

3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik

karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Imeson 2010).

Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari

gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis

(6)

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat

thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

2.2.2 Stabilitas pH

Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan

terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat

dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan

berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan

peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya

diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat

digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah

terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan.

Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang

mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur

dan waktu.

2.2.3 Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas

suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan,

temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika

konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara

logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan

sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul

menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh

molekul-molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat

kental.

Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan

muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan

penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun.

(7)

sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi

karagenan.

2.2.4 Pembentukan gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk

suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,

tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat

elastis dan kekakuan.

Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat

thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel

akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil

(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix

(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini

akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks

akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang

kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi

dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis

(Fardiaz 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus

3,6 -anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat

akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota

karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu

seperti K+, Rb+ dan Cs+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan

akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis

(8)

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karagenan,

konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan

hidrokoloid.

2.2.5 Sifat fungsional karagenan

Karagenan berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur

keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (Imeson 2010). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan,

obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

Penambahan karagenan (0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai

stabilisator yang sangat baik. Penambahan karagenan dapat mencegah

pengendapan coklat pada susu coklat dan pemisahan es krim serta meningkatkan

kekentalan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996).

Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat, melindungi koloid, penghambat

sineresis dan flocculating agent. Karagenan termasuk senyawa hidrokoloid yang banyak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu

cairan produk pangan (Distantina et al. 2009).

2.3 Nangka

Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh

dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus

buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Dalam bahasa

Inggris, nangka dikenal sebagai Jackfruit. Menurut Iswanto (2008), nangka dengan nama latin Artocarpus heterophyllus memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

(9)

Gambar 2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) (Anonim 2011).

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m, batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka

(Artocarpus heterophyllus) tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar

4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Buah berwarna

kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda.

Daging buah nangka yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda

bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang

keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat

lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, tertutup oleh kulit biji yang

tipis coklat seperti kulit, endokrap yang liat keras keputihan, dan eksokrap yang

lunak.

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian

tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daging buah nangka yang tebal seringkali

diekstrak, dibersihkan, dan dijual dalam keadaan ekstrak segar. Beberapa produk

olahan daging buah nangka yang umum dijumpai adalah: jus, wajik, pasta, dodol,

keripik, sirop, dan produk awetan dalam kaleng. Saat ini juga telah dikembangkan

penelitian mengenai proses pembuatan bubuk konsentrat nangka yang dapat

digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sari buah, selai, jeli, atau bahan

pemberi flavor pada es krim dan berbagai jenis makanan lainnya. Kandungan gizi

(10)

Tabel 1 Komposisi kimia dan zat gizi daging buah nangka per 100 g bahan

Komposisi Satuan Konsentrasi (%)

Air (%bb) % 83,10

Sumber : Departement of Agricultural Malaysia 2001

2.4 Susu Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.

Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan

yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta

sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan

tekstil (BPPT 2002).

Tabel 2 Komposisi kedelai per 100 garam bahan

(11)

Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak mengandung kolesterol. Kandungan asam lemak tak jenuh diantaranya seperti asam linoleat, asam linolenat dan asam oleat (Winarsih 2010). Susu kedelai

memiliki manfaat lain yaitu untuk mengatasi keluhan menopause pada wanita.

Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Susu

kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan

makanan serealia lainnya (BPPT 2002).

2.5 Sistem Koloid

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak

antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, suatu larutan

didispersikan ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang

didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu micrometer (µm). Zat

yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan

untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat

diskontinu (terputus-putus) sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Contoh

dari sistem koloid ini adalah sabun, susu, santan, jeli, selai , mentega dan

mayonaise (Purba 2006).

2.6 Produk Emulsi

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil terdiri atas dua fase cairan yang

tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang

lain dalam bentuk butiran, sistem ini dibuat stabil dengan adanya suatu zat

pengemulsi (Pakki et al. 2008). Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari

lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai

continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam

air.

Emulsifier merupakan bahan pembentuk pasta kental yang dibuat dari bahan

alami (Chan 2010). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan

(12)

emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan

viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muctadi 1990).

Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida,

asam lemak dan gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida dan garam

asam lemak. Bahan pengemulsi ini dapat dijumpai pada produk-produk pangan

yang mengandung campuran minyak atau lemak dengan air. Contoh produk

emulsi yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding dan lainnya.

2.7 Es Krim

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara

membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang

digunakan biasanya adalah kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan

tambahan seperti gula dan madu dengan atau tanpa stabilizer. Dari sistem tersebut

terbentuk sistem emulsi beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan akan

sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan termasuk stabilizer yang

digunakan (Sinurat et al. 2007). Mutu dan jumlah protein di dalam es krim cukup tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu dan sisanya berasal dari

bahan penstabil.

Marshall dan Arbuckle (2000) mengklasifikasikan beberapa jenis es krim

komersial menjadi nonfat ice cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat ice cream, soft serve ice cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet, dan ice. Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut Mc Sweeney & PF Fox (2009) komposisi es krim paling baik adalah 12 % lemak,

padatan susu tanpa lemak 11 %, gula 15 %, bahan penstabil dan pengemulsi 0.3 %

dan total padatan 38.3 %. Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim adalah

(13)

Tabel 3 Syarat Mutu Es Krim (SNI 01-3713-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

6 Bahan tambahan makanan 4.1 pewarna tambahan

lemak nabati (CFR 2010). Melorin biasanya menjadi pilihan camilan dingin dan

manis. Hal ini disebabkan karena melorin hampir menyerupai es krim, yang

membedakan hanya komposisinya. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 %

lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es

krim (Hubeis et al. 1996).

Melorin mengandung kadar lemak yang rendah. Lemak yang terkandung

hanya berasal dari sari buah dan sari kedelai. Lemak nabati yang digunakan dalam

melorin dapat berasal dari minyak kelapa, sari kedelai, minyak biji kapas, minyak

(14)

2.9 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan ke

dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan

pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas

daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta

mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi W 2008).

2.9.1 Stabilizer dan Emulsifier

Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan

produk, mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman

produk, memberikan ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki

sifat produk. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai

membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan

menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim

(Chan 2010).

Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk

mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan

menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung

yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut

akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema 2008).

Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar,

natrium alginat, pektin, karagenan dan karboksi metal selulosa (CMC).

2.9.2 Essence

Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut

menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Essence digolongkan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah,

mempertegas aroma dan rasa. Terdapat dua jenis essence yaitu essence alami dan buatan. Essence alami diekstrak dari senyawa aroma yang terdapat pada bahan pangan (ester volatil), sedangkan essence buatan berasal dari sintesis senyawa yang menimbulkan aroma. Penambahan essence buatan bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu

(15)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011, bertempat

di Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Laboratorium

Organoleptik, Laboraturium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Pangan dan Gizi serta Laboratorium

Pusat Antar Universitas, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian penambahan karagenan dalam

proses pembuatan melorin antara lain: susu kedelai, air, gula, buah nangka,

essence nangka dan karagenan (0,00%; 0,02%; 0,04%; 0,06%; 0,08% dan 0,10%), aquades, H2S04 pekat, NaOH 60%, N2S2O3 5%, HCl 0,02 N, dan H2BO3 4%. Alat

yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah baskom, pisau,

talenan, gelas ukur, toples, panci, timbangan digital, blender, soft ice cream maker, refrigerator, freezer, kertas saring, aluminium foil, viscometer brookfield, refraktometer, gelas piala, oven, desikator, labu Kjedahl, pipet dan pH meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan

tahap penelitian utama.

3.3.1 Tahapan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari formula terbaik yang diberi

perlakuan dengan formulasi nangka dan susu kedelai dengan penentuan perbedaan

konsentrasi susu kedelai dan nangka. Formula terbaik ini didapatkan dari uji

oragnoleptik dengan 30 panelis semi terlatih dan akan diambil 1 formula melorin

(16)

3.3.2 Tahapan penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat konsentrasi

bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Pengaruh terhadap mutu

melorin ditentukan dari tingkat penerimaan panelis berdasarkan uji organoleptik

serta analisis laboratorium terhadap beberapa sifat fisik dan kimia produk melorin.

Bahan penstabil yang digunakan adalah karagenan. Jenis bahan penstabil

tersebut dipilih karena karakteristik yang dimilikinya. Karagenan berperan penting

dalam mengontrol pembentukan kristal-kristal es dalam produk makanan beku,

mudah dilarutkan dan mempunyai daya ikat air yang tinggi. Tingkat konsentrasi

penstabil yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 4 Formula melorin dengan penambahan karagenan

Konsentrasi Bahan Penstabil

Uji organoleptik digunakan untuk menentukan sampel melorin yang paling

disukai. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik (uji kesukaan) dengan sembilan

skala numerik menggunakan 30 orang panelis semi terlatih (Lampiran 1). Data

yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) dan Tukey Test sebagai uji lanjut untuk menentukan sampel produk yang berbeda nyata. Untuk mengetahui parameter mutu organoleptik yang

paling penting bagi produk melorin, diterapkan uji pembobotan (Bayes).

Setiap sampel juga dianalisis secara fisik dan kimiawi antara lain derajat

pengembangan, waktu leleh, total padatan terlarut (TPT), stabilitas emulsi, nilai

pH dan viskositas. Sebagai pelengkap, sampel produk terpilih dengan nilai

parameter mutu yang telah diketahui dianalisis kandungan gizinya dengan analisis

kimia yang mencakup analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar

karbohidrat, dan kadar serat pangan.

Penelitian utama terdiri atas proses pembuatan melorin dengan penambahan

(17)

organoleptik). Proses pembuatan melorin yang akan ditambahkan karagenan

sebagai bahan penstabil dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Alur proses

pembuatan melorinadalah sebagai berikut :

1) Buah nangka dipilih yang matang, masih segar, tidak rusak/cacat dan

tidak busuk. Buah yang telah dipilih dicuci dengan air bersih yang

mengalir kemudian ditiriskan.

2) Buah nangka yang telah dicuci, dibelah dan dipotong ukuran sedang.

3) Potongan-potongan buah nangka dihancurkan dengan menggunakan

blender dengan penambahan sedikit air (buah:air = 2:1).

4) Sementara menunggu pemblenderan buah nangka, karagenan dengan

masing-masing perlakuan dipanaskan dengan 50 ml air sampai

mendidih.

5) Kemudian air (sesuai perbandingan yang telah ditetapkan) dipanaskan

dan gula dicampur bersama hingga larut. Setelah itu, dimasukkan susu

kedelai dan bahan penstabil (karagenan) dicampurkan bersama buah

sambil terus diaduk-aduk selama 10 menit.

6) Bahan yang telah disatukan tersebut, kemudian didinginkan pada suhu

4 oC selama 24 jam.

7) Setelah itu, bahan-bahan yang telah disatukan dan didinginkan (nangka,

susu kedelai,bahan penstabil dan gula) diaduk dan dihomogenkan di

dalam ice cream maker selama 15 menit.

8) Melorin yang telah dihomogenkan, kemudian dikemas dalam cup.

9) Selanjutnya, melorin, dibekukan di dalam freezer dengan suhu -20 oC selama ± 24 jam.

(18)

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendahuluan formulasi melorin

Buah nangka

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah Air, Susu kedelai, Gula,

Pelembut (vx), Esens

Pencampuran

12,5% nangka 10% susu kedelai

15% nangka 10% susu kedelai

12,5% nangka 12,5% susu kedelai

15% nangka 12,5% susu kedelai

Pemasakan 90-95 °C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan SoftIce Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC

(19)

Gambar 4 Diagram alir penelitian utama penambahan bahan penstabil pada ...melorin terpilih

Buah nangka

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah Air, Susu kedelai, Gula,

Pelembut (vx), Esens

Pencampuran 15% nangka; 12,5% susu

kedelai

Penambahan Bahan Penstabil (Karagenan)

0% 0,02%

Pemasakan 90-95 °C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan SoftIce Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC

Melorin

0,06%

(20)

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Uji sensori (Rahayu 2001)

Uji sensori dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji

sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan

adalah skala numerik dengan 9 skala. Data yang diperoleh kemudian diolah

dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS). Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk mencari perbandingan terbaik antara nangka,

susu kedelai dan gula untuk ditambahkan pada melorin.

3.4.2. Analisis fisika

Analisis fisika yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis padatan

total terlarut, viskositas, pengukuran overrun, pengukuran waktu leleh dan stabilitas emulsi.

(1). Total padatan terlarut (Faridah et al. 2008)

Total padatan terlarut dari melorin diukur dengan menggunakan alat

Refraktometer ABBE. Sampel yang akan diukur diteteskan pada prisma

refraktometer. Nilai yang terbaca pada skala batas gelap dan terang menunjukkan

besarnya total padatan terlarut pada produk tersebut dalam satuan % Brix.

(2). Viskositas (Andrawulan dan Palupi 1991)

Viskositas diukur dengan menggunakan alat BrookfieldViscometer. Sampel sebanyak 100 ml ditempatkan ke dalam gelas piala 100 ml. Dengan menggunakan

spindle 2 dan speed 30 rpm, dilakukan pengukuran viskositas sampel. Pengukuran selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor

berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh viskositas sampel. Pembacaan

nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukan

kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

(3). Pengukuran Overrun (Marshall dan Arbuckle 2000)

Pengembangan volume melorindinyatakan sebagai nilai overrun dan dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan pada

massa yang sama atau perbedaan massa es krim dan massa adonan pada volume

(21)

Overrun = � � � −�( � � )

�( � � ) � %

Keterangan :

Wadonan = berat adonan melorin sebelum dibekukan

Wes krim = berat melorin setelah dibekukan

(4). Pengukuran waktu leleh (Roland et al. 1999)

Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap melorin yang telah dikeraskan

selama 24 jam. Waktu leleh diukur dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 7,5 g

melorin ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh gelas, lalu dibiarkan

mencair seluruhnya pada suhu (25 ± 1) oC. Pengamatan dilakukan pada suhu dan

kelembaban yang sama.

(5). Stabilitas emulsi (AOAC 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu

45 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah

0 oC selama 1 jam. Sampel dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 45 oC

selama 1 jam dan dibiarkan bobotnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap

kemungkinan terjadinya pemisahan emulsi. Jika terjadi pemisahan, emulsi

dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase

fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Stabilitas emulsi (%) = x 100%

Keterangan:

Berat fase yang tersisa = (berat emulsi pengovenan kedua + cawan) - berat cawan Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) - berat cawan

3.4.3. Analisis kimia

Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar

(22)

1). Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Sampel basah sebanyak 4 g ditempatkan dalam wadah porselin kemudian

dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105 oC selama 8 jam. Kemudian sampel

yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC selama

3 jam lalu ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai

berikut :

Kadar abu = ( )

( ) %

2). Analisis kadar air (AOAC 2005)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam

oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam

desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 g

ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven

selama 3-4 jam pada suhu 105-110 oC. Cawan kemudian didinginkan dalam

desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah)

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = − %

Keterangan :

A = Berat sampel mula-mula (g)

B = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

3). Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel

sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan

K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl.

Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan

dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali

dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah

kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung

reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung

kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes

(23)

dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi

dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan

H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan

HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga

dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

4). Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel diekstrak dengan pelarut heksana. Kemudian pelarut yang

digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari sampel. Lemak tersebut

kemudian ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak

dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet.

Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan

diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu

lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya

sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama

minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di

dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil

ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam.

Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan

ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

(24)

5). Analisis kadar karbohidrat by fifference (AOAC 2005)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)

6). Kadar serat pangan

Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penetuan

kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF).  Persiapan sampel

a) Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan proteleum benzene

pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel

melebihi 6-8%. Penghilangan lemak dari sampel bertujuan untuk

memaksimumkan degradasi pati.

b) Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.

Kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat

menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk

menstabilkan enzim termamyl.

c) Sebanyak 100 µ L termamlyn dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama

15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl

dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan

menggelatinisasi terlebih dahulu.

d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 200 ml air

destilata dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan

menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin.

Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan

agar aktivitas enzim pepsin maksimum.

e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi

selama 60 menit.

f) Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pH diatur menjadi

6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk

(25)

g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu

ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil

diagitasi.

h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5

i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang

beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta

tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata

dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk

penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan

untuk menentukan serat pangan larut.

 Penentuan serat pangan tidak larut (IDF)

a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton

kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap

(sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator

(D1).

b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 500 oC selama paling

sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang

setelah dingin (II).

 Penentuan serat pangan larut (SDF)

a) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml

b) Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan

diendapankan selama 1 jam.

c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang

mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml

etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan aseton 2 x 10 ml.

d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam

(sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan

ditimbang (D2).

e) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5

jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin

(26)

 Penentuan serat pangan total (TDF)

Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan

tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan

diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai

blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutam bila

menggunakan enzim dari kemasan baru.

 Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF

Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%)

Keterangan :

W= Berat sampel (g)

B= Berat blanko bebas serat (g)

D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g) I= Berat setelah diabukan (g)

7). Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Melorin diukur

sebanyak 10 ml kemudian dihomogenasi dengan 90 ml air destilat. Kemudian pH

homogenasi diukur dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah

dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.

3.4.4 Pengujian Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.03-2006)

Prinsip kerja dari uji mikrobiologi ini adalah perhitungan jumlah koloni

bakteri yang ada dalam melorindengan pengenceran sesuai keperluan dan

dilakukan secara duplo.Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan

mencampurkan 10 ml sampel dalam 90 ml larutan garam fisiologis sampai

homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan sampel dengan

menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan

diaduk hingga homogen sehingga terbentuk seri pengenceran 10-1. Pengenceran

(27)

dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam

cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.

Media agar PCA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan

supaya merata (metode cawan tuang), lalu didiamkan hingga media agar PCA

dingin dan padat.Cawan petri yang berisi agar PCA kemudian dimasukkan ke

dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 35oC dan diinkubasi selama

2 x 24 jam. Masa inkubasi berakhir, kemudian dihitung jumlah koloni bakteri

yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan

petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250.

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan model sebagai berikut :

Ŷij = µ + αi + εij

Dimana :

Ŷij = respon yang diamati

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji pada pembuatan melorin dengan penambahan

konsentrasi karagenan adalah sebagai berikut :

H0 = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda tidak berpengaruh nyata

terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Hi = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda berpengaruh nyata

terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam.

Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. Analisis

non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal

Wallis, yaitu :

a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh

perlakuan dalam satu parameter.

b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan

(28)

�= 12 ( + 1)

��

−3( + 1)

�′ =

Pembagi = 1− T

n−1 n(n + 1), dimana T = t−1 t(t + 1)

Keterangan:

n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

(29)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi formulasi melorin terbaik yang akan

digunakan pada penelitian utama. Formulasi melorin dilakukan dengan pengujian

berbagai perbandingan komposisi nangka dan susu kedelai. Karakterisasi

karagenan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui standar mutu karagenan

yang digunakan.

4.1.1 Karakterisasi karagenan

Karagenan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari CV Dinar.

Karagenan tersebut dianalisis terlebih untuk mengetahui mutu karagenan yang

akan dipakai dalam penelitian utama. Hasil analisis karakterisasi karagenan

meliputi kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis karakteristik karagenan

Parameter Hasil uji Standar*

Kadar Air 14,75 ± 0,12 Max. 12

Tabel 5 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan mutu karagenan telah

memenuhi standar mutu karagenan komersil, terutama untuk parameter kekuatan

gel dan viskositas. Karagenan yang digunakan merupakan hasil ekstraksi

campuran antara rumput laut jenis Euchemacottonii dan Euchemaspinosum. Viskositas karagenan hasil penelitian dari kombinasi kappa dan iota

karagenan berada di atas standar viskositas yang ditetapkan oleh FAO dan EU,

yaitu minimal 5 cPs. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan

sulfat yang ada pada karagenan. Kandungan sulfat dapat menyebabkan larutan

menjadi kental. Adanya sulfat akan menyebabkan terjadinya gaya tolak menolak

antar kelompok ester yang bermuatan sama dengan molekul air yang terikat dalam

(30)

polielektrolit. Gaya tolakan antar muatan negatif sepanjang rantai polimer, yaitu

gugus sulfat, akan mengakibatkan rantai molekul menegang (Warkoyo 2007).

Hasil analisis kekuatan gel karagenan adalah 385,63 (g/cm2). Konsistensi

gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jenis dan tipe karagenan,

kosentrasi dan adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan

hidrokoloid. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karagenan yaitu letak gugus

sulfat pada struktur molekulnya. Kadar gugus sulfat tersebut dapat mempengaruhi

kekuatan gel dari karagenan karena tingginya kadar sulfat dapat menyebabkan

terputusnya ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya menurun.

Ester sulfat terkandung dalam karagenan berkisar 25% untuk kappa karagenan,

serta 32% untuk iota karagenan, sedangkan lambda karagenan mengandung 35%

ester sulfat (Imeson 2010).

Kadar abu karagenan hasil analisis adalah sebesar 14,00%. Kadar abu yang

didapat lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh FAO (2007) yang berkisar

antara 15-40%. Menurut Winarno (1996), tingginya kadar abu karagenan

dipengaruhi oleh adanya garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut

seperti natrium, kalsium dan kalium.

Nilai kadar air karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar

14.75%. Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya simpan

produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid yang diinginkan rata-rata di bawah

20% untuk standar pasaran internasional (Angka dan Suhartono 2000).

4.1.2 Karakteristik sensori

Penelitian pendahuluan meliputi karakteristik sensori produk melorin.

Karakteristik sensori dilakukan untuk menentukan formula terbaik (yang

mempunyai daya terima tertinggi) dari produk melorin yang meliputi warna,

aroma, tekstur, rasa dan mouthfeel. Penilaian sensori menjadi parameter utama dalam menentukan formula terbaik untuk penelitian utama.

(1) Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima

konsumen. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari

faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2008).

(31)

kuning pucat sampai kuning. Hasil pengujian sensori parameter warna melorin

menunjukkan nilai antara 5,80-6,83. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin

dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 12,5% (perlakuan C),

sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu

kedelai dan nangka masing-masing 10% dan 15% (perlakuan B). Nilai rataan

parameter warna melorin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rataan parameter warna melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

A :12,5 % nangka; 10 % susu kedelai B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka pada melorin memberikan pengaruh nyata (p<0,05)

terhadap warna melorin yang dihasilkan (Lampiran 2). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi susu kedelai dan buah nangka pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C.

Namun perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.

Warna kuning pada melorin dihasilkan dari buah nangka yang digunakan.

Warna kuning disebabkan oleh salah satu faktor seperti tingkat kematangan.

Nangka akan berwarna kuning keemasan ketika matang. Pigmen warna kuning ini

dsebabkan pigmen yang tergabung dalam kelompok xanthofil. Xanthofil terdiri

dari beberapa macam dan yang paling umum adalah zeaxanthin. Zeaxanthin

(32)

kuning, orange, merah orange (Astawan & Andreas 2008). Semakin tinggi

konsentrasi buah nangka yang ditambahkan maka warna es krim yang dihasilkan

menjadi lebih kuning sehingga meningkatkan kesukaan panelis.

(2) Aroma

Aroma merupakan salah satu daya tarik bagi panelis dalam menentukan

nilai kesukaan terhadap suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat

bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap). Oleh karena itu penilaian sensori

tingkat kesukaan aroma perlu dilakukan dalam penelitian ini. Nilai rataan

parameter aroma melorin dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai rataan parameter aroma melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan

berkisar antara 4,83-7,00. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan

konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 12,5%

(perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 12,5% dan

susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka mempengaruhi aroma pada

melorin. Gambar 5 menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi susu kedelai dan

nangka memberikan pengaruh nyata terhadap aroma melorin yang dihasilkan.

(33)

Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 4) yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan C dan

perlakuan D, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B.

Aroma es krim lebih banyak dipengaruhi oleh sumber lemak yang

digunakan. Lemak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lemak nabati,

yaitu susu kedelai. Susu kedelai memiliki asam lemak yang menyebabkan bau

langu. Asam lemak pada kedelai mempunyai sifat tidak larut air panas dan air

dingin serta sedikit menguap. Asam lemak tak jenuh pada kedelai yang tinggi

berpengaruh terhadap bau langu karena enzim lipoksidase. Enzim lipoksidase

akan menghidrolisis atau menguraikan lemak kedelai menjadi senyawa penyebab

bau langu yang tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Senyawa

tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat menyebabkan bau langu

(Winarsih 2010). Penambahan buah nangka dalam melorin selain sebagai

penambah energi, juga untuk menutupi bau langu dari susu kedelai. Semakin

tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan, maka aroma langu dari susu

kedelai dapat tertutupi, sehingga tingkat kesukaan panelis meningkat.

(3) Tekstur

Tekstur es krim dibentuk oleh rongga-rongga udara yang terdispersi di

dalam kristal-kristal es (sistem koloid berupa buih padatan) sehingga es krim

mempunyai konsistensi dan rasa yang unik. Tekstur es krim yang ideal adalah

halus dan partikel padatan terlalu kecil untuk dirasakan mulut.

Hasil pengujian sensori terhadap parameter tekstur menunjukkan nilai rataan

berkisar antara 5,93-6,43. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan

konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 10% (6,43). Nilai

rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 10 %

(perlakuan B) (5,93). Hasil pengujian Kruskall wallis yang dilakukan menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka tidak

mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur melorin. Nilai rataan parameter

(34)

Gambar 7 Nilai rataan parameter tekstur melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

sangat berperan dalam kelezatan tekstur es krim. Penggunaan susu kedelai sebagai

substitusi penggunaan lemak susu menyebabkan melorin memiliki tekstur tidak

menyerupai es krim. Hal ini disebabkan melorin dalam penelitian ini tidak

menggunakan lemak hewani sebagai sumber lemak. Melorin merupakan produk

dengan sifat-sifat menyerupai es krim, namun menggunakan sumber lemak selain

lemak susu dengan kadar minimal 6% (Hubeis et al. 1996). Lemak susu merupakan bahan baku utama untuk membuat es krim. Marshall et al. (2003), menyatakan bahwa lemak susu berperan dalam pembentukan tekstur es krim yang

lembut, sebagai sumber citarasa dan kalori, meningkatkan nilai gizi dan mencegah

pembentukan kristal es yang besar selama pembekuan es krim.

(4) Rasa

Rasa adalah turunan dari sebagian komponen yang terkait dalam air liur

selama makanan dicerna secara mekanis di mulut. Rasa merupakan sensasi yang

terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu

produk makanan yang ditangkap oleh indra pengecap. Suatu produk dapat

diterima oleh konsumen apabila memiliki rasa yang sesuai dengan yang

(35)

kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain

(Winarno 2008).

Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara

5,00-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka

15% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh

melorin dengan konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C).

Hasil pengujian Kruskall wallis pada perbedaan konsentrasi susu kedelai dan nangka memberikan pengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Nilai

rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Nilai rataan parameter rasa melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan C; perlakuan B dan perlakuan A.

Hal ini disebabkan rasa melorin tersebut sangat dipengaruhi oleh nangka dan susu

kedelai yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang tepat antara susu kedelai

dan nangka akan menghasilkan rasa melorin yang disukai oleh panelis. Daging

buah nangka memiliki cairan nektar yang manis. Menurut Sinurat (2007), panelis

(36)

(5) Mouthfeel

Mouthfeel merupakan salah satu parameter penting yang terdapat dalam es krim. Parameter ini menjadi pertimbangan oleh konsumen menilai suatu produk.

Nilai rataan parameter mouthfeel dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori pada parameter mouthfeel berkisar antara 6,36-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 15% dan

susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi

nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan perlakuan konsentrasi nangka dan susu kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

mouthfeel yang dihasilkan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Mouthfeel dan rasa adalah contoh salah satu parameter yang penting dirasakan oleh panelis terlatih.

Zat yang mudah menguap disebabkan oleh reaksi transfer proton yang terkumpul

pada spektrometri untuk menentukan efek hidrokoloid pada bagian komponen

rasa (Escamilla et al. 2007). Ketika pelelehan terjadi di dalam mulut, partikel-partikel es yang berukuran lebih besar tertinggal sebentar di dalam mulut dan

(37)

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi terbaik bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Bahan penstabil yang

digunakan adalah karagenan. Karagenan yang digunakan sebelumnya telah

dianalisis. Tahap ini meliputi uji sensori, uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi

terhadap melorin.

4.2.1 Uji sensori

(1) Warna

Warna produk es krim harus menarik dan menyenangkan konsumen,

seragam, serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan. Nilai rataan parameter

warna melorin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai rataan parameter warna.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Hasil pengujian sensori parameter warna melorin menunjukkan nilai rataan

antara 6,10-6,50. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi

karagenan 0,08% dan 0,1%, sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin

dengan konsentrasi karagenan 0% (kontrol). Hasil uji Kruskalwallis (Lampiran 6) 6,50a

GSR IPG STK SSU NNT CDR

(38)

yang dilakukan dalam penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna yang dihasilkan.

Panelis tidak dapat membedakan warna antara perlakuan, karena tidak

digunakan pewarna khusus. Panelis umumnya menilai bahwa produk melorin

berwarna kuning, dimana warna ini didominasi oleh perpaduan nangka dan susu

kedelai. Hidrokoloid yang ditambahkan tidak mengandung bahan-bahan volatil

yang dapat menimbulkan aroma dan warna pada bahan pangan, akan tetapi

hidrokoloid dapat memberikan efek sinergis pada penambahan citarasa ke dalam

emulsi (Phillips & Williams 2000).

(2) Aroma

Gambar 11 Nilai rataan parameter aroma.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

GSR IPG STK SSU NNT CDR

(39)

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan

berkisar antara 6,47-6,67. Nilai rataan aroma tertinggi dimiliki oleh melorin

dengan konsentrasi karagenan 0% (GSR) dan 0,02% (IPG). Nilai rataan aroma

terendah dimiliki oleh konsentrasi karagenan 0,1% (CDR). Hasil pengujian

Kruskall wallis (Lampiran 6) yang dilakukan penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma melorin.

Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai rataan tingkat kesukaan panelis

terhadap aroma mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

penambahan bahan penstabil, yang memerangkap sebagian komponen aroma di

dalam adonan, terutama bila adonan tersebut mempunyai kekentalan yang lebih

tinggi. Namun secara umum aroma yang dihasilkan berasal dari penambahan buah

nangka dan essens, sehingga penggunaan karagenan terhadap aroma tidak tampak.

(3) Rasa

Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia,

suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Rasa

dari suatu makanan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa bahan yang

digunakan dalam makanan tersebut.

Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara

6,27-6,67. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi

karagenan 0,02% (IPG). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan

konsentrasi karagenan 0,06% (SSU).

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan penambahan karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Penambahan karagenan

terhadap rasa tampaknya kurang dikenali oleh panelis. Konsentrasi karagenan

yang ditambahkan termasuk rendah sehingga tidak berhasil dikenali oleh panelis.

(40)

Gambar 12 Nilai rataan parameter rasa.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Rasa yang dihasilkan ditimbulkan oleh gula, nangka dan susu kedelai. Rasa

es krim juga dipengaruhi oleh essens yang ditambahkan. Penambahan essens

bertujuan mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan

waktu pemasakan lebih lama (Jufrebriyanti 2007). Selain itu, rasa es krim

dipengaruhi pula oleh suhu produk saat disantap (Marshall dan Arbuckle 2000).

Es krim akan terasa lebih manis dengan meningkatnya suhu produk saat disantap.

(4) Tekstur

Tekstur suatu produk es krim dibentuk oleh kristal-kristal es yang

terdispersi didalam gelembung-gelembung udara sehingga es krim mempunyai

konsistensi dan rasa yang unik. Nilai rataan tingkat kesukaan panes terhadap

tekstur dapat dilihat pada Gambar 13. 6,60a 6,67a

GSR IPG STK SSU NNT CDR

(41)

Gambar 13 Nilai rataan parameter tekstur.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

Yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Nilai rataan penilaian sensori terhadap parameter tekstur berkisar 5,30-6,47.

Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan kosentrasi karagenan 0,04%

dan nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0%

(kontrol). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin

dengan konsentrasi karagenan 0,04% (STK) namun tidak berbeda nyata terhadap

melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,06% (SSU); 0,08% (NNT)

dan konsentrasi 0,1% (CDR).

Tekstur produk es krim ditentukan oleh padatan dalam adonan, konsentrasi

gula dan kekentalan. Gula akan menghalangi pembekuan produk, karena molekul

gula akan menarik molekul air sehingga mengganggu pembentukan kristal-kristal

es. Gula dapat membantu mencegah pembentukan kristal es yang besar, sehingga

tekstur yang dihasilkan lebih lembut (Clarke 2004).

Faktor lain yang mempengaruhi tekstur es krim adalah penambahan bahan

penstabil dan pengemulsi (Aime et al. 2001). Penambahan bahan penstabil ke

GSR IPG STK SSU NNT CDR

(42)

dalam adonan es krim akan mencegah pembentukan kristal es yang besar,

memberikan ketahanan agar tidak cepat meleleh atau mencair dan memperbaiki

tekstur produk (Soukoulis et al. 2008). Tekstur es krim dipengaruhi oleh viskositas. Semakin tinggi viskositas maka semakin rendah nilai overrun

sehingga, mengakibatkan tekstur melorin menjadi keras dan menurunkan

palatabilitas panelis.

(5) Mouthfeel

Mouthfeel adalah sensasi yang ditimbulkan ketika es krim masuk ke dalam mulut. Apakah waktu meleleh dimulut cepat dan partikel es terasa lembut. Nilai

rataan mouthfeel berkisar antara 5,47-7,10. Rataan nilai tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0%, sedangkan rataan terendah dimiliki

oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1%.

Hasil pengujian Kruskall Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan

hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin

dengan konsentrasi karagenan 0,06% (SSU); konsentrasi karagenan 0,08% (NNT)

dan konsentrasi 0,1% (CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi

karagenan 0,02% (IPG) dan 0,04% (STK).

Penambahan karagenan berfungsi mengikat molekul air di dalam es krim

sehingga partikel es menjadi lebih kecil dan tidak terlalu terdeteksi oleh lidah saat

es krim dimakan. Hal ini menunjukkan semakin tingggi konsentrasi karagenan

(43)

Gambar 14 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda(a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) jumlah bahan pengemulsi dan penstabil yang digunakan, proses pengadukan, serta

suhu dan waktu pembekuan (Marshall dan Arbuckle 2000). Konsentrasi

karagenan yang tinggi menyebabkan adonan es krim lebih kental dan lebih tahan

terhadap pelelehan sehingga ketika didalam mulut es krim tidak langsung cepat

meleleh. Walaupun menghasilkan perubahan tekstur dan mouthfeel yang diinginkan penambahan hidrokoloid akan menyebabkan berkurangnya rasa dalam

es krim (Escamilla FJ et al. 2007).

4.2.2 Uji Fisik

1. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut (TPT) merupakan bahan-bahan terlarut dalam air

yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut

dalam air, mineral dan garam-garamnya. Total padatan terlarut umumnya 5,47a

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Gambar

Gambar 5 Nilai rataan parameter warna melorin.
Gambar 6 Nilai rataan parameter aroma melorin.
Gambar 12 Nilai rataan parameter rasa.
Gambar 13 Nilai rataan parameter tekstur.
+7

Referensi

Dokumen terkait

KADAR PROTEIN dan ORGANOLEPTIK YOGHURT SUSU KEDELAI (Glycine max) dengan PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) dan EKSTRAK KULIT BUAH NAGA

(Dibawah bimbingan LILIK KUST1Y AH dan DADANG SUKANDAR). Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pembuatan tepung kecipir serta daya terimanya pada pembuatan bubur

Nilai terendah yang diberikan panelis terhadap warna susu kedelai yaitu 3 (agak tidak suka) diperoleh dari penambahan konsentrasi ekstrak kulit buah naga 20% dan nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penambahan gula trehalose dan sukrosa dengan mencari konsentrasi yang tepat dalam mempertahankan kesegaran bunga

Untuk viskositas karagenan dengan penambahan konsentrasi KOH didapatkan viskositas karagenan semakin menurun dan viskositas karagenan tertinggi didapat pada konsentrasi KOH 0,1

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian kali ini pembuatan yoghurt menggunakan susu yang berasal dari kedelai dengan penambahan buah naga

Penambahan karagenan pada konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa, pH, viskositas, warna, rasa, dan kekentalan akan tetapi memberi

Untuk viskositas karagenan dengan penambahan konsentrasi KOH didapatkan viskositas karagenan semakin menurun dan viskositas karagenan tertinggi didapat pada konsentrasi KOH 0,1