• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN INFLASI INDONESIA PERIODE 1999-2006

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaranya.

Bogor, September 2007

MUHAMMAD ILHAM RIYADH Nrp. A 151040111

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MUHAMMAD ILHAM RIYADH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCAS ARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Nama Mahasiswa : Muhammad Ilham Riyadh Nomor Pokok : A. 151040111

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga,MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

Penulis lahir tanggal 05 Pebruari 1979 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Kamalluddin M Noer dan Hanifah. Pada tahun 1991 Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya pada SDN 060884, di Medan, dan tiga tahun kemudian menamatkan sekolah lanjutan pertamanya pada SMPN 6 Medan. Pada tahun 1997, Penulis lulus dari SMU SWASTA KARTIKA I-1 di Medan dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada tahun 2001 pada program studi Sosial Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah program magister, penulis memperoleh dana bantuan penelitian dari Bank Indonesia dan pada tahun 2004, penulis bekerja sebagai dosen tetap Yayasan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan hingga sekarang.

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul ”Analisis Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi Indonesia Periode 1999-2006.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam penulisan Tesis Program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis me ngucapkan terima kasih dan rasa hormat yang mendalam terutama kepada Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan berbagai masukan dan arahan yang sangat konstruktif bagi penyempurnaan tulisan ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc, sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tesis, selalu menekankan kelayakan sebuah tesis. Terima kasih atas segala saran dan kritikan yang diberikan.

2. Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, beserta jajarannya yang telah mempermudah dalam kelancaran urusan akademik.

3. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta staf yang telah memberikan berbagai kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.

4. Bapak/Ibu staf pengajar pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah mengajarkan ilmu yang sangat berguna dan bermanfaat.

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bahan-bahan (literatur) dan memberikan data yang penulis perlukan serta bantuan dana penelitian untuk dapat menyelesaikan tesis pada studi program Magister Sains. 6. Sahabat-sahabatku yang sangat baik terutama Iwan Hermawan, Mbak Herny

Kartika Wati, Aristo Edward P, Ria Kusumaningrum, Mbak Handayani Boa, Adi Hadiyanto, Mas Yuhka Sundaya, Enny (TPP), Wiwin (STK), Budi Darmansyah (TIP) dan David Talumewo yang telah memberi masukan, kritikan, semangat dan bantuan serta wawasan yang luas terhadap penyelesaian penyusunan tesis ini. 7. Ayahnda Kamalluddin M.Noer/ Ibunda Hanifah, kakaknda Devy Kemala Sari

ST, dan adik-adiku dr.Rahmat Ghazali, Sked dan Sri Rezekika, Ssi yang telah memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

8. Rekan – rekan di Sekolah Pascasarjana IPB, Khususnya rekan-rekan EPN yang telah memberikan dukungan dan motivasinya.

Besar harapan penulis agar berbagai pemikiran yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam menyikapi berbagai fenomena moneter di Indonesia. Penulis menyadari, sebagai bagian dari suatu proses tentunya dalam tesis ini masih ditemui berbagai kekurangan.

Bogor, September 2007

Halaman DAFTAR TABEL ... ... iii DAFTAR GAMBAR ... ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan Penelitian ... 11 1.4. Kegunaan Penelitian ... 11 1.5. Batasan Penelitian ... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14 2.1. Dasar Pertimbangan Penetapan Nilai Tukar ... 14 2.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas ... 15 2.3. Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia ... 18 2.4. Pendekatan Moneter ... 20 2.4.1. Teori Keseimbangan Pasar Uang ... 20 2.4.2. Paritas Daya Beli ... 21 2.4.2.1. Hukum Satu Harga ... 21 2.4.2.2. Purchasing Power Parity ... 21 2.4.3. Teori Paritas Suku Bunga ... 24 2.4.4. Ekspektasi Rasional ... 27 2.5. Kebijakan Moneter ... 29 2.5.1. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter ... 29 2.5.2. Instrumen Kebijakan Moneter ... 30 2.5.3. Sasaran Operasional ... 33 2.5.4. Sasaran Antara ... 35 2.5.5. Sasaran Akhir ... 36 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu ... 37

3.2. Pasar Uang ... 47 3.3. Hipotesis Penelitian ... 53 IV. METODE PENELITIAN ... 56 4.1. Data ... 56 4.1.1. Sumber Data ... 56 4.1.2. Jenis Data ... 56 4.1.3. Sampel Data ... 56 4.1. Metode Analisis ... 57 4.2.1. Uji Stasioneritas Data ... 59 4.2.2. Pemilihan Panjang Lag Sistem Vector Autoregressive .. 61 4.2.3. Uji Unit Root ... 61 4.3. Analisis Vector Autoregressive ... 66 4.4. Granger Causality Test ... 70 4.5. Analisis Impulse Response Function dan Forecast Error

Variance Decomposition ... 71 4.5.1. Impulse Response Function ... 71 4.5.2. Forecast Error Variance Decomposition ... 72 V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN

MAKROEKONOMI INDONESIA ... 74 5.1. Awal Krisis Asia ... 74 5.2. Sekilas Kondisi Perekonomian di Asia ... 77 5.3. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 78 5.4. Gambaran Perkembangan Makroekonomi Indonesia ... 80 VI. PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 86 6.1. Uji Sifat Time Series Data ... 86 6.2. Kestasioneran Data ... 86 6.3. Pengujian Lag Optimum ... 88 6.4. Uji Kausalitas Granger ... 90

6.5.1. Impulse Response Function... 92 6.5.1.1. Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Nilai Tukar Rupiah ... 92 6.5.1.2. Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Inflasi... 99 6.5.2. Forecast Error Variance Decomposition... 105 6.6. Rumusan Implikasi Kebijakan Terhadap Nilai Tukar Rupiah

dan Inflasi ... 108 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 112 7.1. Simpulan ... 112 7.2. Implikasi Kebijakan ... 113 7.3. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA ... 117 LAMPIRAN ... 121

Nomor Halaman

1. Kerangka Secara Umum Sistem Operasi Kebijakan Moneter ... 33 2. Variabel, Indikator dan Satuan Data ... 57 3. Sistem Nilai Tukar Negara ASEAN+3 ... 76 4. Beberapa Indikator Makroekonomi Indonesia ... 81 5. Uji Akar Unit Level ... 87 6. Uji Akar Unit First Different ... 88 7. Pemilihan Panjang Lag Sistem Vector Autoregressive ... 88 8. Granger Causality Test ... 90 9. Pengaruh Cholesky (d.f. adjusted) One Standard Deviation

Nilai Tukar Rupiah (DLER) Innovation ... 93 10. Pengaruh Cholesky (d.f. adjusted) One Standard Deviation

Inflasi (DLCPI) Innovation ... 100 11 . Dekomposisi Variasi Makroekonomi Terhadap Nilai Tukar

Rupiah ... 106 12. Dekomposisi Variasi Makroekonomi Terhadap Tingkat Inflasi ... 107

1. Perkembangan Nilai Tukar Bulan Juli Tahun 1993 – Desember

Tahun 2006 ... 5 2. Perkembangan Consumer Price Index Bulan Januari Tahun 1999 – Desember Tahun 1999 ... 7 3. Time Path Asumsi Tingkat Harga Fleksibel ... 28 4. Time Path Asumsi Tingkat Harga Sticky ... 29 5. Skema Kerangka Pemikiran ... 52 6. Respon Sukubunga Dunia Terhadap Nilai Tukar Rupiah ... 94 7. Respon Industrial Production Index Terhadap Nilai Tukar

Rupiah ... 95 8. Respon Inflasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah ... 96 9. Respon Nilai Tukar Rupiah ... 97 10. Respon Jumlah Uang Beredar Terhadap Nilai Tukar Rupiah ... 98 11. Respon Sukubunga SBI Terhadap Nilai Tukar Rupiah ... 99 12. Respon Sukubunga Dunia Terhadap Inflasi ... 100 13. Respon Industrial Production Index Terhadap Tingkat Inflasi ... 101 14. Respon Inflasi ... 102 15. Respon Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi... 103 16. Respon Jumlah Uang Beredar Terhadap Tingkat Inflasi ... 104 17. Respon Sukubunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Tingkat

Inflasi ... 105 18. Dekomposisi Variasi Nilai Tukar Rupiah ... 107 19. Dekomposisi Variasi Tingkat Inflasi ... 108

Nomor Halaman

1. Data Asli yang telah di Logaritma ... 121

2. Data First Difference... 123

4. Uji Stasioner Pada Level ... 127

5. Hasil Vector Autoregressive Pada Tingkat Lag Optimal ... 131

6. Analisis Impulse Respon Function ... 135

7. Forecast Error Variance Decomposition... 137

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1998 telah membawa dampak dalam perkembangan perekonomian nasional baik dalam sektor moneter maupun sektor riil. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menjadi sangat besar pada awal penerapan sistem tersebut. Hal ini membuat meningkatnya derajat ketidakpastian pada aktivitas bisnis dan ekonomi di Indonesia. Banyak faktor, baik yang bersifat non ekonomi maupun ekonomi, yang diduga menjadi penyebab dari bergejolaknya nilai tukar tersebut.

Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar Amerika merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian Indonesia, karena dampaknya yang luas terhadap makroeko nomi agregat, seperti pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan tingkat inflasi, oleh karena itu pergerakan nilai tukar selalu menjadi perhatian serius oleh otoritas moneter untuk selalu memantau dan mengendalikannya. Oleh karena itu untuk mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan, bank sentral sebagai otoritas moneter merasa perlu untuk melaksanakan stabilisasi agar dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha, dan pada gilirannya dapat memberikan kemantapan bagi pengendalian perekonomian secara makro (Samiun, 1998).

Dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi dibidang moneter, dan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian single objective-nya.

Menurut Haryono (2000), Kestabilan nilai rupiah tersebut mencakup pengertian; (1) kestabilan secara internal, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi, dan (2) kestabilan secara eksternal, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain yang diukur dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain tersebut. Karenanya undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pengendalian inflasi dan nilai tukar harus dilakukan sebagai suatu paket kebijakan.

Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dan lain-lain) sepenuhnya berada diluar pengendalian Bank Indonesia.

Namun demikian, pencapaian laju inflasi yang rendah dan stabil melalui kebijakan mo neter bukanlah hal yang sederhana. Adanya ketidakpastian yang tinggi mengenai jenis dan besarnya shock yang dihadapi dimasa mendatang, serta ketidakpastian mengenai mekanisme transmisi dan parameter yang membentuknya menjadi permasalah utama dalam perumusan kebijakan moneter.

Memahami kebijakan moneter merupakan suatu pengetahuan yang sangat penting karena kebijakan moneter tersebut mempengaruhi variabel – variabel nominal seperti jumlah uang beredar, suku bunga, nilai tukar dan output yang kesemuanya itu kemudian mempengaruhi inflasi dan tingkat aktivitas perekonomian. Semakin besar pengaruh suatu variabel moneter terhadap perilaku perekonomian secara runtun waktu, maka kebijakan moneter akan semakin efektif.

Dengan telah ditentukan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan harga, maka proses selanjutnya adalah menentukan sasaran antara, apakah menggunakan aggregat moneter ataukah tingkat suku bunga. Kebutuhan akan variabel sasaran antara semakin meningkat, karena instrumen dan sasaran akhir dari suatu kebijakan mo neter tidak memiliki hubungan secara langsung. Hal ini berarti bahwa otoritas moneter tidak memiliki kemampuan langsung untuk mengontrol pencapaian sasaran kebijakan moneter oleh karena itu muncul kebutuhan akan adanya variabel sasaran antara yang memadai untuk melakukan berbagai kebijakan moneter.

Sasaran operasional sebaiknya memiliki pengaruh yang lebih dapat diprediksi terhadap sasaran antara yang dipilih. Apabila sasaran antara yang dipilih adalah tingkat suku bunga, maka sasaran operasional yang lebih tepat adalah variabel tingkat suku bunga seperti bunga overnight. Hal tersebut karena suku bunga memiliki ikatan yang sangat kuat antara suku bunga dengan suku bunga lainnya. Sebaliknya apabila sasaran antara yang dipilih adalah aggregat moneter. Maka besaran moneter merupakan sasaran operasi yang tepat. Dengan demikian terdapat beberapa variabel yang dapat dijadikan sebagai besaran antara kebijakan moneter seperti uang beredar, kredit domestik, pendapatan nominal, tingkat inflasi, nilai tukar dan suku bunga. Berkaitan dengan pemilihan sasaran

antara, terdapat suatu fitur utama dari strategi kebijakan moneter yakni nominal anchor. Nominal anchor adalah suatu variabel nominal yang dipergunakan oleh pembuat kebijakan sebagai sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir.

Pada tahun 1999 hingga sekarang, Bank Indonesia mulai menentapkan suatu kerangka Inflation targetting di Indonesia. Inflation targetting adalah kebijakan moneter dengan menjadikan inflasi sebagai sasaran tunggal atau sasaran akhir. Maksud dari Inflation targetting adalah bahwa Bank Indonesia mempunyai tujuan tunggal yaitu mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil sehingga diharapkan dapat mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Disisi lain, framework inflation targetting yang bersifat forward looking, mensyaratkan kemampuan bank sentral untuk memprediksi perkembangan inflasi kedepan. Dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi dan analisis terhadap sejuml ah indikator yang paling dominan (the best indicator) mempengaruhi tingkat inflasi kedepan. Berdasarkan hasil studi Yuda Agung (2002), nilai tukar merupakan the best indicator. Nilai tukar memberikan efek langsung terhadap inflasi oleh karena itu volatilitas nilai tukar merupakan salah satu tantangan utama bagi Indonesia yang menjalankan kebijakan inflation targetting.

Tingkat inflasi yang tinggi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional diantaranya dapat menurunkan daya beli masyarakat berpendapatan tetap dan rendah, dapat menurunkan gairah investor untuk berinvestasi, dapat menimbulkan alokasi sumber daya yang tidak efisien dan lain sebagainya. Inflasi ini tidak hanya berasal dari faktor dalam negeri (internal pressure) namun juga faktor luar negeri (external pressure), faktor eksternal dapat bersumber dari kenaikan harga-harga komoditi diluar negeri (world price)

maupun dari fluktuasi nilai tukar misalnya dengan adanya depresiasi rupiah akan mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal didalam negeri.

Perkembangan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir terutama setelah terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997 di tandai dengan terjadinya depresiasi rupiah yang sangat besar sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Dari gambar dibawah terlihat bahwa nilai tukar Indonesia sejak pertengah tahun 1997 diwarnai dengan gejolak yang sangat tajam dan disertai dengan tekanan depresiasi yang sangat kuat. Menyebarnya pengaruh krisis nilai tukar di Thailand ke negara-negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia menyebabkan merosotnya kepercayaan asing terhadap Indonesia sehingga terjadi pelarian modal ke luar negeri. Akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Exchange Rate Rp/Dollar US Tahun

Gambar 1. Perkembangan Nilai Tukar Bulan Juli Tahun 1993 – Desember Tahun 2006

Selain itu memburuknya kondisi fundamental ekonomi dalam negeri dan munculnya krisis kepercayaan terhadap perbankan juga menjadi pemicu utama merosotnya rupiah hingga menembus batas atas kisaran intervensi Bank Indonesia yang menyebabkan semakin maraknya kegiatan spekulatif, semakin kuatnya tekanan terhadap rupiah menyebabkan pemerintah memutuskan untuk mengubah sistem nilai tukar dari sistem mengambang terkendali menjadi sistem mengambang bebas.

Dengan sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar rupiah terlihat semakin bergejolak hingga me ncapai titik terendah Rp. 15 000 per US$ pada bulan Juni 1998, Meskipun kemudian mulai bergerak menguat kembali karena adanya bantuan finansial dari International Monetary Fund dan lembaga internasional lain serta mulai membaiknya kondisi makro ekonomi, namun kondisinya masih sangat rawan terhadap berbagai sentimen negatif dipasar.

Pada tahun 1999 Indonesia melakukan Pemilihan Umum. Gejolak nilai tukar selama periode tersebut cenderung apresiatif. Nilai tukar rupiah dari Januari sebesar Rp 8 000/US$ menguat terus hingga mencapai Rp 6 500/US$. Setelah itu nilai tukar mengalami depresiasi yang cukup besar pada akhir tahun 1999 hingga tahun 2000. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang tajam mempunyai dampak yang luas terhadap kondisi perekonomian. Hal tersebut juga mempengaruhi kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia mengingat dampak pergerakan nilai tukar terhadap inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung (direct and indirect pass-through effect).

Secara implisit undang-undang memerintahkan agar Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya mengusahakan pencapaian sasaran inflasi yang rendah dan stabil. Selaras dengan tujuan tersebut, maka stabilisasi inflasi dalam

jangka panjang merupakan agenda utama yang perlu diupayakan secara sungguh-sungguh oleh Bank Indonesia hal tersebut bertolak dari argumen bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh perekonomian. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

70 80 90 100 110 120 130 140 150 99 00 01 02 03 04 05 06 CPI Tahun index

Gambar 2. Perkembangan Consumer Price Index Bulan Januari Tahun 1999 - Desember Tahun 2006

Framework inflation tergetting yang diterapkan, masih menggunakan besaran moneter sebagai sasaran antara, dalam praktek, sasaran inflasi yang diumumkan tersebut digunakan untuk menghitung target uang primer dengan menggunakan quantity theory of money (MV=PY) secara spesifik implementasi kebijakan moneter Bank Indonesia dilakukan dengan mene tapkan sasaran operasional, yaitu uang primer dan mengendalikan jumlah uang beredar (M1 dan M2) sebagai sasaran antara. Langkah selanjutnya adalah mengamati perkembangan indikator-indikator yang memberikan tekanan terhadap tingkat harga dan nilai tukar rupiah melalui piranti instrumen moneter seperti operasi

pasar terbuka (OPT) penentuan tingkat diskonto dan penetapan Giro Wajib Minimum bagi perbankan (Haryono, 2000).

Berkaitan dengan penawaran uang, otoritas moneter melalui instrumen kebijakan moneter mempunyai kekuasaan dalam mengendalikan jumlah uang beredar, kebijakan moneter yang ekspansif, menyebabkan tingkat inflasi domestik meningkat dan jumlah uang beredar meningkat, selanjutnya nilai tukar rupiah mengalami penurunan sedangkan berkaitan dengan permintaan uang pendapatan dan tingkat bunga merupakan faktor yang mempengaruhui nilai tukar. Aktivitas ekonomi domestik yang meningkat dapat menyebabkan permintaan uang domestik meningkat dan selanjutnya rupiah menguat sementara kenaikan dalam tingkat bunga menyebabkan jumlah uang beredar menurun dan selanjutnya tingkat inflasi domestik menurun.

Studi dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai tukar dan inflasi selama periode tahun 1999-2006 dimana model yang lebih tepat untuk ini adalah menggunakan pendekatan moneter. Perubahan dalam variabel moneter menyebabkan efek penting terhadap nilai tukar dan inflasi. Kebijakan pengendalian terhadap pergerakan nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh pemerintah melalui otoritas moneter. Sejak pemerintah menetapkan penggunaan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate).

1.2. Perumusan Masalah

Dalam perekonomian terbuka ini, memungkinkan terjadinya mobilisasi modal yang tinggi antar negara. Persepsi investor tentang kondisi kesehatan ekonomi suatu negara sangat berpengaruh terhadap aliran modal masuk ataupun keluar di suatu negara. Sejak tahun 1997 Bank Indonesia menerapkan regim nilai

tukar mengambang sebagai pengganti regim nilai tukar terkendali (crawling peg). Perubahan sistem nilai tukar tersebut, diikuti dengan ketidakstabilan nilai tukar dan berakibat pada pergerakan indeks harga di dalam negeri yang tajam. Dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap laju inflasi tercermin pada perkembangan inflasi kelompok barang yang diperdagangkan secara internasional (traded) yang terus mengalami peningkatan seiiring depresiasi rupiah. Selain itu fluktuasi perubahan nilai tukar (nominal dan riil), suku bunga maupun inflasi di Indonesia kurun waktu bulan Januari 1999 sampai Desember 2000 masih sangat tinggi dibandingkan dengan Korea, Malaysia dan Thailand. Begitu juga, dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap inflasi tahun 2001 mengalami depresiasi sebesar 17.7 persen, index harga traded mencapai 11.73 persen (y-o-y) (Bank Indonesia, 2002).

Menurut Winata (2006) Indonesia sebagai salah satu small open economy masih memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dibanding negara – negara disekitarnya. Rata-rata inflasi Indonesia selama periode tahun 2000-2004 adalah sekitar 8.08 persen. Sementara itu, pada periode yang sama tingkat inflasi rata-rata di Malaysia, Singapura dan Thailand adalah masing-masing 1.62 persen, 1.23 persen dan 1.66 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengendalian tingkat inflasi dan stabilitas makroekonomi merupakan tantangan bagi pemerintah dan bank sentral.

Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin,

bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainly) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Dokumen terkait