• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.2. Metode Analisis

4.2.3. Uji Unit Root

= log| | log( ) ) (p T N T SBC ...(4.6) dimana : T = jumlah observasi

|S| = determinan dari varian – varian matriks residual

N = jumlah parameter yang diestimasi dalam semua persamaan P = jumlah lag, dipilih sedemikian sehingga AIC dan SBC adalah

minimum.

4.2.3. Uji Unit Root

Uji akar unit dipandang sebagai uji stasionaritas, karena pada intinya uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dan model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Dalam kasus dimana data runtun waktu (time series) yang digunakan tidak stasioner, maka kesimpulan yang diperoleh akan menghasilkan pola hubungan regresi yang lancung/palsu (spurious regression relationship), selanjutnya langkah awal yang harus dilakukan dalam pengujian ini adalah menaksir model otoregresif dari

masing-masing variabel ya ng akan digunakan dalam penelitian dengan OLS (Ordinary Least Square).

Perbedaan lain antara data series yang stasioner dan yang non stasioner yaitu shock yang terjadi pada data series yang stasioner bersifat sementara. Sejalan dengan waktu, dampak dari shock akan berkurang dari series data akan kembali ke long run mean levelnya. Secara umum, prilaku dari data series yang stasioner adalah sebagai berikut : (Enders, 2004)

1. Mean dari data stationer menunjukkan perilaku yang konstan 2. Data stasioner menunjukkan variance yang konstan

3. Data stasioner menunjukkan correlogram yang menyempit (deminishing) seiring dengan penambahan waktu (lag).

Sebaliknya, data yang non stasioner adalah time dependent, atau cenderung mengalami perubahan yang mendasar seiring dengan jalannya waktu, secara umum, prilaku dari non stasioner time series adalah sebagai berikut (Enders, 2004):

1. Data series yang non stasioner tidak memiliki longrun mean

2. Data series yang non stasioner memiliki ketergantungan terhadap waktu, variance dari data semacam ini akan membesar tanpa batas seiring dengan waktu

3. Correlogram dari data ini cendrung akan melebar

Apakah suatu data series bersifat stasioner atau non stasioner dapat dilihat dari bentuk correlogramnya, apakah menyempit atau melebar. Pengamatan dengan cara ini sudah mulai ditinggalkan. Dewasa ini pendekatan yang lebih bersifat spurious mulai banyak digunakan. Pendekatan ini disebut unit root test. Pengujian unit root dilaksanakan untuk melihat apakah datanya mengandung unit

root atau tidak, apabila datanya mengandung unit root maka berarti data tersebut tidak stasioner. Salah satu bentuk pengujiannya adalah Dickey-fuller Test yang diperkenankan pada tahun 1979. Pengujian ini dilaksanakan melalui regresi suatu variabel terhadap lagnya.

Analisa stasionaritas pada persamaan Autoregressive 1 atau AR(1) ditunjukkan dengan:

t t

t a y

y = 01+ε ...(4.7) dimana et adalah white noise

Jika diasumsikan bahwa parameter ? akan positif (? = 1) maka variabel yt nonstasioner dan jika parameter ? lebih kecil dari 1 (? < 1) maka variabel yt stasioner yang diringkas melalui hipotesa berikut :

H0 : ? = 1 Nonstasioner, ada unit root HA : ? < 1 Stasioner, tidak ada unit root

Dengan aplikasi OLS maka didapat γˆ(estimasi dari ?) dan Sγˆ(estimasi standar error ) maka test statistik adalah :

    − = γ γ ˆ 1 ˆ S TS ...(4.8)

Apabila nilai tes statistik lebih kecil dari nilai kritis maka tolak H0, mengimplikasikan bahwa variabel tidak mengandung unit root artinya stasioner. Namun permasalahan yang muncul dalam proses tersebut adalah estimasi OLS untuk γˆakan bias jika jumah sampel kecil (Thomas, 1997).

Dickey-fuller menganjurkan untuk melakukan transformasi data ke dalam tiga persamaan regresi dibawah ini (Enders,2004):

yt – yt-1 = ? yt = a0 + ?yt-1 + et ...(4.10)

yt – yt-1 = ? yt = a0 + ?yt-1 + a2t + et...(4.11) dimana t = variabel trend, ? = a1 – 1.

Hipotesa menjadi :

H0 : ? = 0 Nonstasioner, ada unit root jika TS > t HA: ? < 0 Stasioner, tidak ada unit root jika TS < t Test statistik untuk hipotesis ini menjadi :

    = γ γ ˆ ˆ S TS ...(4.12)

Namun permasalahan bias juga direfleksikan pada γˆdan dengan null hyphotesis non stasioner, t rasio memiliki distribusi tidak standar bahwa untuk jumlah contoh yang besar, artinya bahwa tabel normal t tidak dapat digunakan untuk mendapatkan nilai kritis untuk t ratio.

Dickey dan Fuller (1997) dalam Thomas (1997) dan (Sedighi, 2000) berdasarkan simulasi Monte Carlo, jika hipotesis menunjukkan bahwa H0 tidak dapat ditolak artinya ada unit root dalam proses menghasilkan data, memiliki nilai kritis untuk TS yaitu t(tau) statistik. Nilai kritis ini telah digunakan oleh Mackinnon melalui simulasi Monte Carlo. Aplikasinya adalah jika data time series stasioner maka nilai TS harus lebih negatif dari nilai kritis.

Pengujian Dickey-Fuller (DF) mengasumsikan bahwa variabel diformulasikan sebagai proses first order AR dengan disturbance white noise. Namun jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka terjadi permasalahan autokorelasi pada error dari estimasi OLS sehingga Dickey Fuller Test tidak

valid. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu memodifikasi prosedur uji dengan menggenaralisasikan persamaan.

Modifikasi dari Dickey-Fuller Test itu adalah Augmented Dickey-Fuller Test (Enders, 2004). Disini dilaksanakan pengujian atas persamaan regresi yang memiliki order lebih dari first order difference, representasi matematis dari Augmented Dickey-Fuller Test ini adalah :

t i t r t t t a y a y a y y =α + 1 1+ 2 2 +...+ +ε …………....…..………(4.13) direparameterisasi menjadi :

= + + ∆ + + = ∆ p i t i t i t t y y y 2 1 1 0 γ β ε α ………...……….(4.14) dimana : ? = -[1-Sai]; i = 1,2,...,P dan ßi = Saj; j = 1,2,...,P Hipotesis

H0 : ? = 0 Nonstasioner, ada unit root jika TS > t HA: ? < 0 Stasioner, tidak ada unit root jika TS < t

Penyisipan dalam persamaan awal DF dengan Lagged dari variabel dependent (lagged difference) adalah untuk mengeliminasi kemungkinan autokorelasi pada error. Untuk menentukan lagged yang harus dimasukkan dalam persamaan maka digunakan kriteria Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Schwartz Criterion (SC) (Seddighi, 2000).

Philips-Perron Test merupakan pengembangan dari Dickey-Fuller Test. Dalam pengujian ini tidak diperlukan adanya asumsi error yang homogen dan independent seperti dalam Dickey Fuller Test, sehingga kondisi error yang dependent dan heterogen juga dapat diakomodasi dalam pengujian ini. Kelebihan lain dari Philips-Perron Test dibandingkan dengan Dickey-Fuller Test adalah

tidak adanya masalah dalam pemilihan jumlah lag, sementara dalam Dickey-Fuller Test jumlah lag merupakan hal yang kritis yang dapat mempengaruhi hasil pengujian kesalahan dalam penentuan jumlah lag bisa berakibat hasil pengujian menjadi bias.

Phillips-Perron Test juga mengadopsi adanya perubahan yang signifikan dalam data series seperti misalnya structural break sebagai akibat dari oil shock, financial deregulation, atau intervensi dari bank sentral terhadap kebijakan moneter, structural break ini seringkali mengakibatkan berubahnya struktur data secara permanen (Abimanyu, 1998). Model yang digunakan dalam Phillip-Perron Test adalah :

Yt – yt-1 = ? yt = ?*yt-1 + et ...(4.15) Pengujian kemudian dilakukan terhadap Ho : ?* = ? – 1 = 0. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan tabel yang disajikan oleh Mckinnon Critical Value.

Dokumen terkait