• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.

Teknik Pelarutan Protein

Ekstraksi protein curd merupakan tahapan untuk melarutkan protein curd agar dapat dianalisis menggunakan elektroforesis. Pelarutan protein didefinisikan sebagai pemutusan interaksi antara protein dengan zat pengganggu, menghilangkan zat pengganggu dan mencegah protein mengalami agregasi kembali selama pemisahan. Intinya proses ini bertujuan memecah gaya agregasi antara protein dengan komponen lain (Rabilloud 1996).

Kekerasan L1 Kerapuhan L2 Elastisitas = L2/L1 Kohesivitas = B/A Adesivitas

18

Umumnya rantai polipeptida tidak terikat dalam kompleks biologis oleh ikatan kovalen, kecuali ikatan disulfida, dan ikatan yang dibentuk oleh transglutaminase (TAG). TAG menginisiasi terbentuknya ikatan amida yang secara kimia tak dapat dibedakan dari ikatan peptida. Ikatan ini tidak dapat dipecah selain dengan mendegradasi protein tersebut menjadi bentuk asam aminonya. Sementara itu, ikatan disulfida merupakan ikatan kovalen yang dapat dengan mudah dirusak tanpa harus mendegradasi protein. Sebagai ikatan kovalen, ikatan disulfida dapat diputus secara kimiawi, namun reagen perusak harus dapat masuk dan kontak dengan ikatan disulfida tersebut. Sementara itu, ikatan disulfida terletak di dalam struktur protein sehingga dibutuhkan proses denaturasi untuk membuka sebagian struktur protein (unfold) dan reagen perusak pun dapat menyerang ikatan disulfida. Reagen perusak yang dapat memutus ikatan disulfida, antara lain merkaptoetanol, tiogliserol, sisteamin, ditiotreitol (DTT), atau ditioeritritol (DTE) (Rabilloud 1996).

Prinsip dasar memutus ikatan disulfida adalah dengan menambahkan tiol bebas secara berlebih. Alkil tiol seperti 2-mercaptoethanol biasanya digunakan pada konsentrasi yang cukup tinggi (0.2 M) untuk memastikan kecukupan penggantian tiol yang berasal dari protein (Rabilloud 1996). Mekanisme pemutusan ikatan disulfida dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Mekanisme pemutusan ikatan disulfida dengan tiol bebas, a) reduksi dengan monotiol bebas (2-mercaptoethanol) dan b) reduksi dengan siklik ditiol (DTT) (Rabilloud 1996)

2.

Teknik Elektroforesis Dalam Analisis Protein

Elektroforesis didefinisikan sebagai migrasi molekul atau partikel bermuatan di dalam larutan atau medium melalui pengaruh medan listrik (Nielsen 2003). Migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel (Pomeranz dan Meloan 1994). Metode analisis elektroforesis protein merupakan metode analisis yang memisahkan molekul protein berdasarkan berat molekulnya (Bolag dan Edelstein 1991).

Teknik elektroforesis telah banyak digunakan dalam analisis protein untuk menentukan tingkat kemurnian sampel, berat molekul maupun titik isoelektrik (Copeland 1994), untuk menentukan komposisi protein dari suatu produk pangan (Nielsen 2003).

19

Pemisahan protein berdasarkan muatannya tergantung pada karakter asam dan basa protein. Hal ini ditentukan oleh jumlah dan jenis rantai samping (gugus R) yang dapat terionisasi dalam rantai polipeptida serta pH lingkungan. Pada pH lingkungan yang lebih besar daripada pH isoelektriknya (pI), protein akan memiliki muatan negatif sehingga migrasi protein akan menuju anoda yang bermuatan positif. Sebaliknya, bila pH lingkungan di bawah pI, muatan protein menjadi positif yang membuatnya akan bermigrasi menuju katoda yang bermuatan negatif (Autran 1996). Hal inilah yang menjadi dasar pemisahan protein dengan elektroforesis.

Metode elektroforesis protein yang paling umum dan banyak dilakukan adalah SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electropho-resis). SDS-PAGE merupakan teknik elektroforesis dalam sistem buffer diskontinyu yang menggunakan dua tipe gel sebagai medianya, yaitu stacking gel dan separating gel. Sistem buffer yang diskontinyu membuat sampel terkonsentrasi dalam stacking gel sehingga menghasilkan resolusi yang lebih baik ketika pemisahan protein terjadi di separating gel (Garfin 1990). Skematik Elektroforesis SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Skematik electroforesis SDS-PAGE (Anonimb)

Gel poliakrilamid dibentuk dari hasil ko-polimerisasi monomer akrilamid (CH2=CH-CO-NH2)

dengan bantuan senyawa yang bertindak sebagai cross-linking agentyaitu N,N‟-metilen-bisakrilamid (CH2=CH-CO-NH-CH2-NH-CO-CH=CH2). Mekanisme polimerisasi akrilamid tersebut dikatalisis oleh TEMED (tetrametiletilendiamin) dan APS (amonium persulfat). TEMED akan menyebabkan pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat yang mengakibatkan reaksi pembentukan akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini akan bereaksi dengan akrilamid lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Hasil dari polimerisasi ini adalah terbentuknya gel dengan struktur jala dari rantai akrilamid. Ukuran pori dan jala gel tersebut ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan per unit volumenya dan derajat ikatan silangnya (Garfin 1990; Autran 1996).

Sodium dodecyl sulfate (SDS) adalah detergen anionik yang paling umum digunakan dalam elektroforesis. SDS memiliki dua fungsi, yaitu : (1) untuk memisahkan protein-protein yang beragregasi, hidrofobik atau memiliki kelarutan yang rendah, seperti membran protein; dan (2) memisahkan protein berdasarkan bentuk, ukuran dan berat molekulnya. SDS menyelimuti protein dengan muatan negatif serta mengikat protein dengan rasio yang konstan, yaitu 1.4 g SDS per gram polipeptida (Garfin 1990; Autran 1996).

Interaksi SDS dengan protein akan merusak seluruh ikatan non-kovalen protein sehingga struktur protein akan terbuka. Selanjutnya, penggunaan reducing agent seperti 2-merkaptoetanol atau

20

ditiothreitol akan membantu mendenaturasi protein melalui pemutusan ikatan disulfida pada protein sehingga memecahnya menjadi subunit-subunit protein. Akibatnya, mobilitas elektroforetik dari kompleks detergen-polipeptida hanya merupakan fungsi dari berat molekul protein (Garfin 1990).

Penggunaan buffer dalam elektroforesis gel dapat digunakan dengan dua sistem, yaitu kontinyu (homogenous) dan diskontinyu (multiphasic) (Copeland 1994). Perbedaan mendasar pada sistem diskontinyu adalah penggunaan dua gel dalam satu slab, yaitu stacking gel dan separating gel. Buffer dan konsentrasi akrilamid yang digunakan pada kedua jenis gel tersebut berbeda (Boyer 1993). Pada stacking gel digunakan buffer dengan pH 6.8 dan konsentrasi akrilamid yang lebih rendah (ukuran pori besar) sedangkan pada separatinggel digunakan buffer dengan pH 8.8 dan konsentrasi akrilamid yang tinggi (ukuran pori kecil) (Wilson dan Walker 2000). Hal ini akan menghasilkan pemisahan yang baik dengan pita yang tajam karena protein terkonsentrasi pada stacking gel dan mengalami resolusi yang tinggi pada separating gel.

3.

Interpretasi Pita Protein

Gel hasil elektroforesis menunjukkan pita-pita protein dengan berat molekul yang berbeda. Protein dengan berat molekul yang lebih besar akan tertahan diatas, sedangkan protein dengan berat molekul yang lebih kecil akan berada dibawah. Penentuan berat molekul pita protein sampel berdasarkan pita protein marker yang digunakan dapat menggunakan persamaan regresi antara mobilitas relatif (Rf) protein marker dengan logaritma dari berat molekul marker yang telah diketahui. Nilai Rf tersebut dirumuskan sebagai :

jarak migrasi protein

Persamaan regresi marker tersebut dapat digunakan untuk menentukan berat molekul pita protein sampel ( dengan y = log BM protein dan x = nilai Rf pita protein). Contoh persamaan regresi marker dapat dilhat pada Gambar 17.

Gambar 17. Contoh persamaan regresi marker

Interpretasi pita protein berdasarkan berat molekul ini umumnya dibandingkan dengan profil protein sejenis yang berasal dari pustaka lain. Profil protein kedelai dengan SDS-PAGE baik total protein maupun hasil pengisolasian protein 11S dan 7S sudah banyak dipublikasikan. Proses isolasi protein 11S dan 7S yang sering digunakan adalah metode Thanh dan Shibasaki (1976). Hasil publikasi Mujoo et al. (2003) mengenai profil protein isolasi 11S dan 7S dapat dilihat pada Gambar 18.

21

Gambar 18. Profil protein 11S dan 7S dari tujuh varietas kedelai dengan SDS-PAGE

Angka ganjil = 11S dan angka genap = 7S

Berdasarkan profil protein isolasi 11S dan 7S tersebut dapat digunakan untuk menginterpretasikan pita protein sejenis. Gambar diatas menunjukkan baik protein 11S maupun 7S memiliki beberapa pita protein yang sama dengan intensitas yang berbeda. Sehingga penentuan subunit pada masing-masing fraksi protein berdasarkan pita protein yang dominan (pita yang lebih tebal). Dimana protein 11S memiliki subunit golongan Asam (A1, A2 ,A3, A4, A5) dan Basa

(B1,B2,B3,B4) dan protein 7S memiliki subunit α΄, α dan . Namun berat molekul subunit-subunit

pada protein 11S maupun 7S merupakan suatu kisaran, sehingga ada beberapa literatur yang menyatakan berat molekul yang berbeda-beda.

22

III.

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait