• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

4. Lembaga Pembaru

2.7 Analisis Framing Dalam Pandangan Konstruksionis

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam pandangan konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini seringkali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma ini sering berlawanan dengan paradigma positivis (paradigma transmisi). (Eriyanto, 2002 : 37)

Dalam studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep analisis framing sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi ditinjau dari ilmu kognitif (psikologi). Analisis framing juga membuka peluang implementasi bagi

implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya. (Sudibyo dalam Sobur, 2001 : 162).

Paradigma konstruksionis melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana seseorang mengirimkan pesan, tetapi bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Disini diandaikan tidak ada pesan dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial di mana mereka berada. Fokus dari pendekatan ini adalah bagaimana pesan yang dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima. (Eriyanto, 2002 : 40). 2.7.1 Konsep Analisis Framing

Dalam perspektif komunikasi, analisi framing mewakili dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, dan penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih berarti atau lebih diingat. Dengan kata lain

framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara

pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan faktra apa

yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut. (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam Sobur, 2001 : 162)

Menurut Erving Goffman (Siahaan dalam Sobur. 2001 : 163), secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan member label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi.

Frame media adalah bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian, dari seleksi, penekanan, dan pengucilan dengan menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual. Berbeda dengan pendapat Todd Gitlin, adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Menurut Gitlin, frame adalah bagian yang pasti hadir dalam praktek jurnalistik. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategor kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. (Eriyanto, 2002 : 69)

Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung

dua kemungkinan apa yang dipilih (included) dan apa yang harus dibuang

(exclude). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas dan bagian mana yang

dalam realitas yang diberitakan? dan bagian mana yang tidak diberitakan?

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang

dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar untuk memperkuat fakta. Bagaimana fakta tersebut yang sudah dipilih ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang mencolok (menempatkan diheadline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan suatu peristiwa yang diberitakan dan sebagainya. (Eriyanto, 2002 : 70).

2.7.2 Model Analisis Framing

Ada beberapa model yang digunakan dalam analisis framing diantaranya adalah :

1. Model Murray Edelman 2. Model Robert Entman 3. Model William A. Gamson

Diantara nama-nama peneliti-peneliti tentang analisis framing diatas peneliti dalam penelitian kali ini menggunakan model Robert N. Entman dalam menganalisis berita kerusuhan antara massa dengan Jamaah Ahmadiyah pada situs berita okezone.com dan vivanews.com.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya.

Kata penonjolan di definisikan agar sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna dan berkesan. Sehingga pola penonjolan tersebut tidaklah dimaknai sebagai bias, tetapi secara ideologis sebagai strategi wacana yang disuguhkan kepada publik agar pandangannya lebih diterima.

Framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah

cara untuk mengungkap the power of a communication text. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks.

Konsepsi mengenai framing dari Entman di definisikan melalui empat cara, yaitu Define problems (pendefinisian masalah), Causal Interpretation (memperkirakan penyebab permasalahan), Make Moral Judgement (membuat pilihan moral dalam permasalahan) dan Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian permasalahan tersebut) Dalam konsepsi Robert

Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.

2.7.3 Efek Framing

Media massa pada dasarnya adalah media diskusi public tentang suatu masalah yang melibatkan tiga pihak yaitu wartawan, sumber berita dan khalayak. Ketiga pihak itu mendasarkan keterlibatannya pada peran social masing-masing dan hbungan diantara mereka terbentuk melalui operasionalisasi teks yang mereka konstruksi. Pendekatan analisis framing memandang wacana berita sebagai semacam arena perang simbolik antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pokok persoalan wacana. Media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-pihak dengan kepentingan, latar belakang dan sudut pandang yang berbeda-beda. Setiap pihak berusaha untuk menonjolkan basis penafsiran, klaim atau argumentasi masing-masing berkaitan denga persoalan yang diberitakan (Eriyanto, 2004 : 195)

Dampak perang simbolik ini menghasilkan efek mendukung atau menentang, yang dalam bentuk konkritnya berupa penggambaran positif mengenai diri sendiri dan penggambaran dengan nada negatif pihak lawan bicara. Dengan mempertajam kemasan (package) tertentu dari sebuah isu politik, mereka dapat mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan mereka atau sesuai dengan kebenaran versi mereka. (Eriyanto, 2004 : 196)

Hal demikian yang terjadi dalam suatu institusi media dalam mengkonstruksi suatu realitas dan memprosesnya ke dalam suatu bentuk pemberitaan yang akan di informasikan kepada khalayak. Pandangan wartawan yang akan menentukan mau dibawa kemana berita tersebut, termasuk didalam menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya dan dibuangnya. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideology para wartawan yang terlibat dalam proses produksi berita.

Sesuai dengan definisi framing oleh Entman yang dilihat dari dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek realitas, aspek pemilihan isu ini berkaitan dengan pemilihan fakta. Bagian mana yang akan diliput oleh wartawan dari suatu isu atau peristiwa. Aspek memilih fakta tidak dapat dilepaskan dari bagaiman fakta itu dipahami oleh media. Ketika dalam melihat suatu peristiwa wartawan selalu memakai konsep abstraksi dalam menggambarkan suatu realitas. Proses pemilihan fakta ini, tidak dapat dipahami semata-mata sebagai bagian dari teknis jurnalistik, tetapi juga politik pemberitaan. Bagaimana dan dengan cara dan strategi tertentu media secara tidak langsung telah mendefinisikan realitas.

Dalam mengkonstruksi suatu realitas, wartawan juga cenderung menyertakan pengalaman serta pengetahuannya yang sudah mengkristal menjadi schemata interpretasi (Schemata of Interpretation). Dengan schemata ini pula wartawan cenderung membatasi atau menyeleksi sumber berita, menafsirkan komentar-komentar sumber berita serta member porsi berbeda terhadap tafsir

atau perspektif yang muncul dalam wacana media. Sehingga wartawan bisa menerapkan standar kebenaran objektivitas, serta batasan-batasan tertentu dalam mengolah dan menyuguhkan berita. Pada dasarnya pekerjaan media massa adalah mengkonstruksi realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksiakan berbagai realitas yang dipilihnya. (Sobur, 2001 : 166)

2.7.4 Perangkat Framing

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari model Robert N. Entman. Alasan yang dipilihnya konsep Entman, pertama karena konsep Entman dipraktekkan dalam suatu studi kasus pemberitaan media. Kedua, digunakan pada praktek jurnalistik, melihat bagaimana frame mempengaruhi kerja wartawan dan bagaimana wartawan membuat satu informasi lebih penting dan menonjol dibandingkan cara lain. (Eriyanto, 2002 : 185)

Robert N. Entman adalah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep framing oleh Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi isu dan menonjolkan aspek media tertentu dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga mendapatkan alokasi lebih besar daripada peristiwa yang lain. Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab dibenak khalayak. Dengan

bentuk seperti itu sebuah ide atau gagasan dan informasi lebih mudah terlihat. Lebih mudah diperhatikan, diingat dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. (Eriyanto, 2004 : 186)

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

Robert N. Entman sendiri mendefinisikan framing sebagai seleksi dari realitas yang diterima dan membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam teks komunikasi, dalam banyak hal itu berarti menyajikan secara khusus defines terhadap suatu masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral, dan tawaran penyelesaian sebagaiman masalah itu diselesaikan dan digambarkan.

Entman membagi teknik framing menjadi empat bagian utama, yaitu: 1. Identifikasi Masalah (Problem Identification)

Yaitu bagaimana suatu peristiwa atau isu itu dilihat, sebagai apa, atau sebagai masalah apa. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Elemen ini adalah master frame atau bingkai yang paling utama, karena berhubungan dengan bagaimana peristiwa itu dipahami secara berbeda, dengan nilai positif atau negatif.

Dokumen terkait