• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil Temuan

1. Analisis Framing Pemberitaan Media Indonesia

lvi

Analisis sampel frame Media Indonesia kasus Pro Kontra Undang-undang Pornografi di Media Cetak edisi 31 Oktober 2008 dengan judul “PDIP, PDS, Dua Anggota Golkar dari Bali Walk Out”.

Kategorisasi: Tak setuju dengan Undang-undang Pornografi akhirnya meninggalkan ruang sidang.

Dalam rapat paripurna yang diadakan oleh DPR tanggal 31 Oktober 2008, diwarnai berbagai macam penolakan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi. Ini terbukti dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua DPR Bapak Agung Laksono, diwarnai dengan penuh intrupsi dan pertanyaan mengenai pengesahan Undang-undang Pornografi. Di dalam rapat terjadi perselisihan pendapat terutama dari F-PDIP dan F-PDS, mereka tidak menyetujui Undang-undang Pornografi disahkan karena secara prosedural dan substansinya tidak sesuai dengan tujuan pembuatan Rancangan Undang-undang ini. Di perlukan waktu yang secara signifikan karena dinilai Undang-undang ini terlalu terburu-buru dalam pengesahannya.

Sejumlah anggota DPR melakukan aksi walk out atau keluar dalam persidangan yakni dari F-PDIP dan F-PDS, disusul pula dengan dua anggota F-PG asal Bali, Gde Sumarjaya Linggih, dan Nyoman Tisnawati. Melihat Rancangan Undang-undang ini masih ada kekurangan dalam melakukan sosialisasi dan uji publik ke daerah-daerah yang menolak. Sehingga Rancangan Undang-undang, dinilai belum seoptimal yang tertuang dalam keinginan masyarakat terutama yang menolak adanya Undang-undang tersebut.

lvii

Frame Media Indonesia dengan judul “PDIP, PDS, Dua Anggota Golkar dari Bali Walk Out”.

Perangkat Frames Penjelasan Sumber Berita

Problem Identification Menolak dan melakukan aksi walk out

Tjahjo Causal Interpretation PDIP, PDS, dan kedua anggota

Golkar Walk Out

Tjahjo Moral Evaluation Secara procedural dan substansi

tidak sesuai

Tjahjo Treatment

Recommendation

Mendesak pemerintah melakukan sosialisasi

Tjahjo

Problem Identification/ Define Problems. Frame yang dikembangkan Media Indonesia dalam kasus Pro kontra Undang-undang Pornografi ini disebabkan kerena kedua fraksi, PDI-P dan PDS meninggalkan ruang sidang atau melakukan aksi walk out dalam penolakan Rancangan Undang-undang Pornografi. Sikap mereka menunjukkan atas penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi di gedung MPR/ DPR, tanggal 31 Oktober 2008. Ini merupakan aksi yang dilakukan oleh F-PDIP dan FPDS atas menolak disahkannya Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi.

Karena Rancangan Undang-undang ini, dianggap masih banyak kekurangan dari pasal-pasal yang ada. Walk out merupakan salah satu jalan yang dilakukan. Dalam menentukan pengesahan Undang-undang Pornografi anggota DPR dilihat masih bias dalam mempertimbangkan keinginan-keinginan fraksi tersebut. Selain itu, juga disusul dua anggota Golkar melakukan walk out yang senada menolak Rancangan Undang-undang ini. Dalam foto digambarkan, sebagian anggota DPR dari F-PDIP dan F-PDS keluar meninggalkan ruang sidang paripurna sebagai sikap penolakan pengesahan Undang-undang Pornografi.

lviii

Causal Interpretation/ Diagnose Causes. Rubrik ini Media Indonesia menunjuk rapat paripurna DPR diwarnai aksi keluar oleh F-PDIP, F-PDS, dan dua anggota Golkar sebagai penyebab melakukan walk out atas terjadinya pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi. Hal ini terlihat dalam judul yang ditampilkan Media Indonesia “PDIP, PDS, Dua Anggota Golkar dari Bali Walk Out”.

Dalam edisi ini Media Indonesia memaparkan kronologis kejadian pro kontra Undang-undang Pornografi ini, yang didasarkan atas penolakan sebagian anggota DPR dari F-PDIP, F-PDS, dua anggota Golkar. Sebelum keluar dari sidang mereka meminta agar pemerintah melakukan sosialisasi ke wilayah yang menolak adanya Rancangan Undang-undang Pornografi.

Moral Evaluation/ Make Moral Judgement. Media Indonesia menilai bahwa kasus kontroversi yang pro kontra terhadap Rancangan Undang-undang Pornografi ini merupakan wujud kurangnya kinerja pemerintah dan DPR yakni Pansus Rancangan Undang-undang Pornografi dalam melakukan sosialisasi ke daerah-daerah khususnya daerah yang menolak Rancangan Undang-undang Pornografi dalam mekanisme uji publik.

Sehingga banyak pasal yang ditentang seperti yang dikutip F-PDIP dan PDS “Secara prosedural dan substansial masih ada hal yang sangat tidak sesuai dengan tujuan pembuatan RUU ini,” ujar Tjahjo.

Treatment Recommendation/ Suggest Remedis. Secara prinsip Undang- undang Pornografi kami siap mendukung upaya pengaturan pornografi. Tetapi, disahkan takutnya Undang-undang ini malah dapat memecah belah masyarakat

lix

dan daerah. Oleh sebab itu, kami lebih ke arah mendukung masyarakat dan daerah yang menolak Undang-undang ini.

Sudah sangat jelas ketidaksesuaian secara prosedural dan substansial ini dengan tujuan pembuatan Rancangan Undang-undang ini. Dan juga pemerintah masih kurang dalam melakukan sosialisasi ke daerah-daerah khususnya yang menolak Undang-undang Pornografi.

Analisis sampel frame Media Indonesia kasus Pro Kontra Undang-undang Pornografi di Media Cetak edisi 31 Oktober 2008 dengan judul “RUU Pornografi Disahkan, DPR Ingkari Janji”.

Kategorisasi: Penolakan berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi tetap disahkan karena DPR yang ngotot untuk dapat menyepakati Rancangan Undang-undang ini. Namun harus dilakukan uji publik secara bijak dari daerah yang menolak Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi. Dan apabila dalam sosialisasi atau uji publik ini mengalami jalan buntu. Maka Undang-undang ini secara konsekuen akan dilakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pengesahan ini seakan DPR memaksakan untuk segera disahkannya Undang-undang tersebut.

Dan juga Undang-undang Pornografi tidak menghargai kebergaman budaya dan dapat memecah belah masyarakat dalam berbudaya. Ini juga DPR terlalu terburu-buru dalam melakukan pengesahan dan juga masih ada pasal-pasal yang belum di akomodir keinginan masyarakat.

lx

Ini menjadi bukti nyata hasil publik yang tidak dapat mengakomodir masyarakat yang menolak Undang-undang ini. Karena Undang-undang ini dinilai cacat dalam arti isi substansi dan proseduralnya. Dan sudah selayaknya masyarakat Bali menuntut dan menggugat Undang-undang pornografi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tabel 4

Frame Media Indonesia dengan berjudul “RUU Pornografi Disahkan, DPR Ingkari Janji”.

Perangkat Frames Penjelasan Sumber Berita

Problem Identification Menggugat UU ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Mike Verawati

Causal Interpretation DPR mengingkari aspirasi rakyat Mike Verawati Moral Evaluation Pornografi mendapat kecaman Mike Verawati Treatment

Recommendation

Rakyat Bali dan Pemerintah Bali tetap menolak

Made Mangku Pastika

Problem Identification/ Define Problems. Frame yang dikembangkan Media Indonesia dalam beritanya “RUU Pornografi Disahkan, DPR Ingkari Janji”. Tidak merasa puas dari hasil yang dilakukan oleh Pansus Rancangan Undang-undang Pornografi karena masih ada sejumlah pasal yang belum bisa disepakatinya. Oleh sebab itu, komponen masyrakat Bali (KMB) melakukan gugatan Undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam foto digambarkan, Pemerintah Bali khususnya Gubernur Bali menyatakan sikap penolakan terhadap pengesahan Undang-undang Pornografi.

Causal Interpretation/ Diagnose Causes. Dalam edisi ini dapat dilihat DPR tidak peduli atas penolakan Undang-undang Pornografi yang dilakukan oleh sejumlah orang yang menolak. Dan juga DPR terlalu memaksakan Undang-

lxi

undang ini untuk segera disahkan begitu pula aksi-aksi yang dilakukan seperti walk out, dan interupsi dari kalangan DPR tetap saja tidak diperhatikan namun Undang-undang ini tetap saja disahkan.

Moral Evaluation/ Make Moral Judgement. Media Indonesia menilai masih terlalu minim pemahaman sehingga timbul beberapa pertanyaan dan timbul pula masalah yang tidak menghargai keberagaman budaya karena menganggap seni budaya sebagai materi seksualitas dan produk pornografi yang dikecualikan. Padahal itu merupakan warisan leluhur kita yang harus dijaga tanpa harus dihilangkan. Sehingga Panja mendapat penolakan, kecaman, aksi walk out, dan adu fisik.

Treatment Recommendation/ Suggest Remedis. Rakyat Bali dan pemerintah Bali tetap menolak Undang-undang Pornografi bahkan dia akan segera menggugat undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi (MK) masih belum mengakomodasi aspirasi rakyat dalam melakukan uji publik yang dilakukan Panitia Khusus (Pansus). Secara terpisah, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menegaskan masyarakat Bali tetap menolak Undang-undang tersebut. “Sikap kita sudah jelas. Rakyat Bali dan pemerintah Bali tetap menolak dengan tegas disahkan UU Pornografi,” ujar Made Mangku Pastika.

Analisis sampel frame Media Indonesia kasus Pro Kontra Undang-undang Pornografi di Media Cetak edisi 4 November 2008 dengan judul “Pembangkangan Bayangi RUU Pornografi”.

Kategorisasi: Rancangan Undang-undang Pornografi terjadi Pembangkangan karena kurang mengakomodir.

lxii

Setelah dilaksanakan Rapat Paripurna DPR yang dilaksanakan pada Kamis 30 Oktober 2008 menyangkut masalah pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang. Tetap saja, penolakan terus berlangsung karena Undang-undang ini masih belum mengakomodasi aspirasi rakyat. Dari ratusan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat NTT menolak disahkannya Undang-undang Pornografi dan juga mereka berniat untuk melakukan pembangkangan dan tidak akan mematuhi Undang-undang ini yang telah disahkannya.

Tidak hanya itu, Komponen Rakyat Bali (KRB) berencana mengajukan uji materil Undang-undang Pornografi ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena Undang-undang ini belum tuntas melakukan uji publik ke daerah-daerah dan masih banyak masyarakat yang menolak Undang-undang Pornografi yang telah disahkannya ini.

Tabel 5

Frame Media Indonesia dengan berjudul “Pembangkangan Bayangi RUU Pornografi”.

Perangkat Frames Penjelasan Sumber

Berita Problem Identification RUU Pornografi kurang

mengakomodir

Filep YS Mayor Causal Interpretation Masyarakat NTT, Papua Barat, F-

PIDP berdemo

Agung Sasongko Moral Evaluation Mau mengajukan ke MK dan

melakukan pembangkangan

Jimmy Demianus Ijie Treatment Recommendation RUU itu perlu diuji lagi Agung

Sasongko Problem Identification/ Define Problems. Frame yang dikembangkan Media Indonesia dalam kasus Pro kontra Undang-undang Pornografi ini dilihat

lxiii

bahwa Undang-undang Pornografi kurang mengakomodir kepada masyarakat yang menolak. Pertama, masih ada masyarakat NTT yang melakukan unjuk rasa penolakan terhadap Undang-undang itu. Ini disebabkan DPR belum merata melakukan peninjauan kembali kepada masyarakat NTT.

Uji publik yang dilakukan itu semua belum mengakomodasi kenginan rakyat khususnya yang menolak terhadap Undang-undang Pornografi. Ditegaskan pula, bahwa DPRD NTT menolak Rancangan Undang-undang Pornografi sejak 2006 ”Jika ditetapkan, akan menimbulkan gejolak sosial yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia”. ujar Filep YS Mayor.

Kedua, Undang-undang ini bila dicermati masih mengalami kontroversi mengenai isi maupun proseduralnya. Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR RUU Pornografi Bapak Agung Sasongko tidak pernah menyepakati substansinya. Seperti yang tertuang dalam teks : “Perlu dipertegas kami tidak pernah menyepakati substansinya, terutama pasal 1, 20, 21, dan 22”.

Dalam foto digambarkan, Wakil Ketua Pansus Rancangan Undang-undang Pornografi menyatakan sikapnya menolak Undang-undang Pornografi dan mereka akan mengakomodasi terhadap penolakan yang terjadi.

Causal Interpretation/ Diagnose Causes. Dalam rubrik ini Media Indonesia memberitakan bahwa DPR bertanggung jawab dalam melakukan peninjauan kembali. Hal ini terlihat dalam judul yang diturunkan Media Indonesia “Pembangkangan Bayangi RUU Pornografi”. Dalam rubrik tersebut Media Indonesia memaparkan kronologi DPR tentang Rancangan Undang-undang Pornografi.

lxiv

Karena itu, apabila DPR tidak akan melakukan peninjauan kembali maka masyarakat NTT melakukan pembangkangan dan tidak mematuhi Rancangan Undang-undang tersebut. Keberadaan Rancangan Undang-undang Pornografi yang nantinya akan menjadi Undang-undang ini akan menyeru pembangkangan terhadap Rancangan Undang-undang itu. Mereka menyatakan penolakan terhadap RUU Pornografi dan menyerukan pembangkangan terhadap Rancangan Undang- undang itu.

Moral Evaluation/ Make Moral Judgement. Media Indonesia menilai bahwa kasus Pro kontra Undang-undang Pornografi ini merupakan wujud kurangnya sosialisasi informasi anggota khsusus (Pansus) DPR terhadap Rancangan Undang-undang Pornografi kepada masyarakat. Sehingga, penolakan tidak akan terjadi didaerah-daerah terhadap Rancangan Undang-undang itu.

Dalam hal ini, DPR dianggapnya terkesan tergesah-gesah dalam mengesahkan Rancangan Undang-undang Pornografi untuk diberlakukan secara nasional. Terlebih masih kurangnya anggota Pansus dalam melakukan uji publik ke daerah-daerah khususnya yang menolak Rancangan Undang-undang Pornografi. Dan hal itu terbukti masyrakat NTT akan melakukan pembangkangan terhadap Rancangan Undang-undang itu. Dijelaskan pula dalam teks berita : “Jika ditetapkan, akan menimbulkan gejolak sosial yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia”.

Dan ”Kami akan coba tempuh semua jalur legal. Tapi bila pengajuan judical review ditolak MK, barulah akan melakukan pembangkangan sipil.” Tandas salah satu pengurus KRB Wayan Juniartha di Denpasar, Bali.

lxv

Treatment Recommendation/ Suggest Remedis. Harus segera melakukan sosialisasi Rancangan Undang-undang Pornografi dengan melakukan uji publik atau judical review agar Rancangan Undang-undang Pornografi tidak menimbulkan berbagai argumen yang ada seperti tidak adanya kesalahpahaman dan kesimpangsiuran.

Maka selayaknya DPR harus lebih berhati-hati dalam melakukan uji publik ke daerah-daerah khususnya daerah yang menolak Rancangan Undang- undang Pornografi. Ketua Agung Laksono mendesak pemerintah untuk segera melakukan sosialisasi terhadap materi Rancangan Undang-undang Pornografi agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran dan kesalahpahaman.

Media Indonesia secara tidak langsung mengajukan bentuk penyelesaian masalah ini dengan meminta pertanggung jawaban dari DPR untuk memberikan sosialisasi yang merata ke setiap daerah-daerah agar semua aspirasi masyarakat dapat ditampung agar DPR bisa memperjuangkan masalah ini agar tidak terjadi kontroversi yang berkepanjangan.

Dokumen terkait