• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil Temuan

3. Analisis Perbandingan Framing Media Indonesia dan Republika

3.2. Perbedaan Bingkai Media Indonesia dan Republika

Dalam perbedaan frame Media Indonesia dan Republika dilihat dari permasalahan yang ada mengenai pemberitaan pro kontra Undang-undang Pornografi di media cetak menuai kontroversi yang beragam. Di mana media menyoroti soal berita yang ditampilkan setiap kasusnya atau peristiwa yang sama dikemas dan didefinisikan secara berbeda.

Penulis melihat perbedaan yang ditampilkan dari kedua media tersebut memiliki perbedaan dalam menempatkan suatu berita yang mana menurut mereka penting atau tidak terhadap berita pengesahaan Undang-undang Pornografi. Seperti halnya dalam penekanan pemberitaan pro kontra Undang-undang pornografi yang ditampilkan Media Indonesia selalu mengkedepankan Headline atau kepala berita terpenting mengenai pro kontra Undang-undang pornografi.

Karenanya, berita ini banyak mengalami pertentangan yang beragam dari semua kalangan terutama LSM dan seniman. Berbeda pula dengan Republika memandang berita itu tidak menempatkan berita sebagai Headline karena masih ada berita yang dianggap terpenting dari pro kontra Undang-undang Pornografi.

Di mana pendefinisian Media Indonesia berbeda dengan Republika dengan faktor penyebab dan dampaknya suatu masalah. Kemanusian yang menjadi sebuah masalah yang diangkat ke dalam berita dimana Undang-undang Pornografi

lxxxiii

telah menyalahi aturan hak asasi manusia yang dinilai isi substansi dan proseduralnya berbeda dengan keinginan masyarakat dan juga memiliki perbedaan sudut pandang.

Tabel 11

Perbedaan Bingkai Media Indonesia dan Republika

Elemen Media Indonesia Republika

Problem Identification

1. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- Permasalahannya terjadi karena kedua fraksi meninggalkan ruang sidang dalam pengesahan Undang-undang

Pornografi dan menolak secara prosedural dan substansi .

Edisi Jum’at, 31 Okt 2008 - Mendukung dan perlu

adanya hukum dalam dalam pelaksaaan Undang-undang

Pornografi.

2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- Tidak puas dengan hasil yang dilakukan Pansus Rancangan Undang- undang Pornografi oleh

sebab itu KMB

melakukan gugatan Undang-undang ke MK.

Edisi Sabtu,1 November 2008 - Bahwa Undang-undang Pornografi dilaksanakan dengan sistem domokratis. 3. Edisi Minggu, 4 November 2008 - Rancangan Undang- undang Pornografi masih belum mengakomodir kepada masyarakat yang menolak.

Edisi Minggu, 2 November 2008

- Menentang aksi walk out yang dilakukan F- PDIP dan F-PDS.

Edisi Senin, 3 November 2008

- Kesalapahaman dalam pengertian Undang-

lxxxiv

undang Pornografi. Jadi, Undang-undang

Pornografi harus lebih dipahami lagi.

Edisi Rabu, 5 November 2008

- Gubernur Bali tidak memahami aturan hukum Undang-undang Pornografi.

Causal Interpretation

1. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- F-PDIP, F-PDS dan kedua

anggota Golkar

melakukan walk out atas penolakan Undang- undang Pornografi.

Edisi Jum’at, 31 Okt 2008 - Undang-undang ini

cukup mengakomodasi semua kepentingan.

2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- DPR dinilai telah mengingkari aspirasi rakyat.

Edisi Sabtu, 1 November 2008

-

Pemerintah (Wapres JK) mendukung atas pengesahan Undang- undang Pornografi. 3. Edisi Minggu, 4 November 2008 - Masyarakat NTT, Papua Barat, F-PIDP berdemo.

Edisi Minggu, 2 November 2008

- Bahwa dalam hal ini mengecam atas aksi walk out yang dilakukan oleh F-PDIP dan F-PDS. Edisi Senin, 3 November 2008

- Dalam hal ini Menkoinfo menegaskan tidak usah khawatir dengan Undang-undang

Pornografi.

Edisi Rabu, 5 November 2008

- Dalam Hal ini Hengcky menanggapi pernyataan Gubernur Bali.

Moral Evaluation 1. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- Undang-undang

Pornografi dianggap secara

Edisi Jum’at, 31 Oktober2008

- Mendukung Undang- undang Pornografi

lxxxv prosedural dan substansi tidak sesuai.

segera dilaksanakan.

2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- Undang-undang Pornografi mendapat kecaman dari berbagai pihak yang mengecam adanya Undang-undang Pornografi.

Edisi Jum’at, 1 Oktober 2008 - Sudah secara demokratis. 3. Edisi Minggu, 4 November 2008 - Undang-undang Pornografi mau diajukan ke MK dan melakukan pembangkangan.

Edisi Jum’at, 2 Oktober 2008

- Menggalang pemilu 2009 dalam pengesahan Undang-undang

Pornografi

Edisi Jum’at, 3 Oktober 2008

-

Sudah melakukan uji publik.

Edisi Jum’at, 5 Oktober 2008

-

Tidak mengerti Undang- undang Pornografi sehingga tidak bisa menjalankan dengan sepenuhnya.

Treatment Recommendation

1. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

- Mendesak pemerintah untuk melakukan sosialisasi kembali.

Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008

-

Mensyahkan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi. 2. Edisi Jum’at, 31 Oktober

2008

- Rakyat Bali dan Pemerintah Bali tetap menolak Undang- undang pornografi.

Edisi Jum’at, 1 Oktober 2008

- Mendukung Undang- undang Pornografi untuk segera dilaksanakan.

3. Edisi Minggu, 4 November 2008

Edisi Jum’at, 2 Oktober 2008

lxxxvi - Rancangan Undang-

undang untuk menjadi Undang-undang

Pornografi itu perlu diuji lagi.

-

Undang-Undang

Pornografi dilakukan sosialisasi secara bijak dan tepat.

Edisi Jum’at, 3 Oktober 2008

- Bahwa Undang-undang Pornografi untuk menyelamatkan moral bangsa.

lxxxvii

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penulis pada tulisan di harian Media Indonesia dan Republika yang berjudul Pro Kontra Undang-undang Pornografi di Media Cetak (Analisis Framing terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika), terlihat cara pandang atau perspektif komunikator yang digunakan dalam menyeleksi suatu berita dan menonjolkan isu yang tertuang dalam teks berita. Cara pandang atau perspektif isu dan akhirnya menentukan fakta apa yang dikedepankan, bagian mana yang ditonjolkan terhadap isu yang ada dan sebaliknya mau dibawa ke mana berita tersebut.

Dalam frame menentukan bagaimana fakta ditonjolkan, siapa yang diwawancarai, bagaimana hasil wawancara itu diperlakukan, bagaimana berita ditulis dan ditempatkan pada posisi bagian berita.

Setelah mempelajari dari permasalahan yang dihadapi dan juga mencari solusi dalam pemecahan suatu permasalahan, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Media Indonesia mendefinisikan masalah dalam pemberitaan pro kontra Undang-undang Pornografi dilihat bahwa Undang-undang Pornografi dapat memecah belah masyarakat dan juga dapat menimbulkan gejolak sosial. Sedangkan Republika melihat Undang-undang ini tidak mengekang kebebasan berekspresi dan tidak membatasi atau mengatur privacy pribadi justru melindungi warga Indonesia dari kejahatan pornografi.

lxxxviii

b. Media Indonesia memperkirakan sumber masalah masih menyoroti Rancangan Undang-undang Pornografi secara substansi atau isi dan prosedural dari Rancangan Undang-undang Pornografi yang dibuat masih bias dan juga tidak menyentuh akar persoalan pornografi dan pornoaksi yang ada di Indonesia. Sedangkan Republika melihat Rancangan Undang-undang ini sudah lama terkatung-katung dan dinilai sangat lamban dalam mengesahkan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi dan sekarang sudah saatnya Undang-undang ini disahkan dan diberlakukan kembali.

c. Media Indonesia dalam menekankan penyelesaian pemberitaan pro kontra Undang-undang Pornografi agar Rancangan Undang-undang Pornografi ditinjau kembali karena masih perlu untuk ditinjau apalagi jika akan dijadikan Undang-undang Pornografi. Sedangkan Republika sebaliknya agar Rancangan Undang-undang Pornografi segera disahkan menjadi sebuah Undang-undang Pornografi.

d. Media Indonesia dalam menekankan penyelesaian bahwa Undang-undang ini

perlu untuk dikaji dan disosialisasikan ke daerah-daerah karena masih ada daearah yang menolak adanya Undang-undang Pornografi. Sedangkan Republika menginginkan setelah disahkan agar Undang-undang ini dapat diterapkan sesuai dengan aturan yang berlaku.

lxxxix B. Saran

Setelah penulis membuat skripsi ini yang berjudul Pro Kontra Undang- undang Pornografi di Media Cetak (Analisis Framing terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika) masyarakat dapat menerima keadaan Undang- undang Pornografi dan mengetahui tentang pengaturan pornografi dalam bentuk hukum yaitu berupa Undang-undang. Karena itu, Undang-undang ini cukup mengakomodasi semua kepentingan baik itu budaya, seniman, maupun LSM Perempuan dan juga menjaga, mempertahankan, dan melestarikan nilai budaya dan adat istiadat maka penulis memberikan saran, meskipun dalam pembuatan skripsi ini di sadari masih banyak kekurangan di bawah ini ada beberapa hal yang dapat disarankan:

b. Penulis menyarankan Media Indonesia sebaiknya melihat ke depan soal perbaikan moral bangsa agar tidak terjadi keterpurukan atau rusaknya moral bangsa Indonesia. Di sisi lain Republika sudah memberikan aspirasi ke masyarakat mengenai moral bangsa yang sebagian besar umat Islam.

c. Agar anggota DPR RI memberikan pengertian yang cukup kepada masyarakat mengenai Undang-undang Pornografi dari substansi dan prosedural Rancangan Undang-undang Pornografi kepada seluruh elemen masyarakat khususnya seniman dan LSM Perempuan. Penulis mengharapkan setelah disahkannya menjadi Undang-undang Pornografi, semoga ini dapat berjalan sesuai keinginan masyarakat agar tidak vacum dikemudian hari.

d. Undang-undang Pornografi tidak akan berguna selama aparat penegak hukumnya tidak diperkuat. Karena kesulitan dalam memberantas pornografi

xc

dan juga masih kurangnya jumlah polisi ditambah dengan kurangnya biaya operasional polisi. Itu yang dapat menjadi tidak terlaksananya hukum yang akan diterapkan selama hukum ini telah ditetapkan menjadi sebuah Undang- undang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pemerintah atau birokrat dan anggota DPR harus bisa mengatasi semua itu. Dan semoga Undang-undang Pornografi dalam berjalan sesuai dengan aturan yang ada.

xci

Dokumen terkait