• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gramatikal Terjemahan M. Quraish Shihab

BAB IV ANALISIS TERJEMAHAN AYAT-AYAT HUKUM

B. Analisis Gramatikal Terjemahan M. Quraish Shihab

Seorang penerjemah adalah seorang penulis. Tentu saja, ia bukan pengarang bukunya sendiri. Gagasan-gagasan yang ada dalam terjemah tetap merupakan gagasan-gagasan pengarang. Meskipun dia menulis gagasan pengarang itu, dan dia ingin menyampaikan gagasan pengarang seefektif mungkin. Oleh karena itu, penerjemah harus mampu menyusun kalimat-kalimat yang efektif dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) yang dipakainya, sesuai dengan kalimat efektif.

Dari sini penulis akan mencoba menganalisis terjemahan M. Quraish Shihab pada bukunyaTafsir al- Misbahyang sangat terkenal dan merupakan karya terbesar. Penulis akan menganalisis terjemahan tersebut

secara gramatikal khususnya yang berhubungan dengan kalimat efektif, dan kalimat efektif ini pembahasannya sangat luas dan banyak, maka penulis akan membatasi pada:

1. Kesalahan penggunaan kata depan dan kata sambung 2. Kesalahan penggunaan kata ganti dalam kalimat 3. Kesalahan ejaan

4. Pengulangan kata yang tidak perlu

Seperti pada analisis sebelumnya, penulis akan menampilkan terlebih dahulu teks Bsu kemudian teks Bsa.

Ayat pertama adalah firman Allah dalam surah an-Nisa’[4 ]: 7:

”Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabat, dan bagi wanita ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan para kerabat, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”83

Dalam menerjemahkan teks tersebut penerjemah tidak begitu saja menerjmahkan. Ia juga memberikan beberapa penjelasan yang berkaitan dengan term yang Ia terjemahkan.

Kata rijal yang diterjemahkan ’lelaki’, dan nisa’ yang diterjemahkan ’perempuan’, menurut Shihab ada yang memahaminya dalam arti mereka yang dewasa, dan ada pula yang memahaminya mencakup dewasa dan anak-anak. Menurut Shihab pendapat kedua ini lebih tepat apabila dikaitkan

83

dengan sebab nuzul ayat ini. Menurut salah satu riwayat, bahwa seorang wanita bernama Ummu Kuhah yang dikaruniai dua orang anak perempuan hasil perkawinannya dengan Aus ibn Tsabit yang gugur dalam perang Uhud. Ummu Kuhhah datang kepada Rasulullah saw. mengadukan paman putri itu yang mengambil semua peninggalan Aus, tidak menyisakan sedikitpun untuknya dan kedua anaknya. Maka Rasulullah menyuruh mereka menanti, dan tidak lama kemudian maka turunlah ayat ini dan ayat kewarisan lainnya.

Jika dilihat dari keefektifan bahasa maka pada ayat pertama ini, belum memenuhi keefektipan bahasa hal ini disebabkan karena, penerjemah masih menggunakan kata depan ’bagi’di depan subjek. Jika ingin mencapai kalimat yang efektif maka kalimat tersebut harus menghindari pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.

Penggunaan kata depan ’bagi’ dalam kalimat di atas, membuat kalimat itu tidak efektif karena tidak jelas lagi mana subjek kalimat jika dilihat dari segi predikatnya. Jadi kata ’bagi’ tidak perlu digunakan dalam kalimat tersebut.

Penghilangan kata ’bagi’ dalam kalimat di atas tidak akan mempengaruhi makna kalimat secara keseluruhan. Menurut hemat penulis penerjemahan yang efektif akan menjadi: Laki-laki memperoleh bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan para kerabat.

Terjemahan di atas masih terdapat kata yang tidak baku, yaitu pada kata ’bapa’karena dalam KBBI kata yang baku adalah ’bapak’.

Penempatan kata ’dan’ pada kalimat ”...dan bagi wanita ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan para kerabat....”, adalah pemborosan kata. Penempatan ’dan’ pada kalimat tersebut bisa diganti dengan tanda baca koma (,).

Kata mafrudhan yang terambil dari kata faradha yang berarti ’wajib’. Kata faradha adalah kewajiban yang bersumber dari yang tinggi kedudukannya, dalam konteks ayat ini adalah Allah swt. Sedangkan kata wajib tidak harus bersumber dari yang tinggi, karena bisa saja seseorang mewajibkan sesuatu atas dirinya. Dengan demikian, hak warisan yang ditentukan itu bersumber dari Allah swt. Dan jika demikian tidak ada alasan untuk menolak atau mengubahnya.84

Ayat kedua adalah firman Allah dalam surah an-Nisa’[4 ]:8:

”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka sebagian dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”85

Jika kita perhatikan dari semua bahasa yang terdapat dalam konteks bahasa sumber di atas, penerjemah telah mencantumkan makna asli dalam penerjemahannya, meskipun terdapat penyesuian makna dalam bahasa sasaran.

84

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 336.

85

Pada terjemahan ayat di atas, penulis menemukan terjemahan ’waw’ yang kurang tepat cara pemakaiannya atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan. Huruf’waw’ pada ayat di atas adalah ’waw’ ibtida, (yaitu huruf pembuka kalimat). Huruf ini berpadanan dengan kata ’dan’, dalam bahasa Indonesia. Kata ’dan’ disebut sebagai konjungtor. Menurut kaidah bahasa Indonesia yang disempurnakan penggunaan konjungtor ’dan’tidak boleh di awal kalimat.

Konjungtor adalah kata atau gabungan kata yang berfungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang mungkin berupa kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, maupun kalimat dengan kalimat.

Dalam bahasa Arab, konjungtor termasuk ke dalam kategori partikel (huruf), yang dapat digunakan untuk mengkoordinasikan mufrad (kata atau frasa) dengan mufrad, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat. Konstituen yang terletak sebelum kata penghubung disebut dengan ma’tuf alaih atau konjungta I, dan yang terletak sesudahnya disebut ma’tuf atau konjungta II. Konjungtor tidak termasuk dalam klausa manapun, tetapi merupakan konstituensi sendiri.

Selain itu, menurutTata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, apabila suatu kalimat sudah diakhiri oleh titik (.) maka kalimat selanjutnya baru.

Pada analisis di atas, maka terlihat bahwa terjemahan tersebut telah mengikuti terjemahan leksikal dan gramatikal secara umum, meskipun dalam teks terjemahan terdapat penambahan dan pengurangan.

Perlu diketahui bahwa tidak semua huruf atau kata dalam bahasa sumber harus diterjemahkan secara keseluruhan dalam bahasa sasaran. Penerjemah boleh memodifikasi terjemahan dengan tujuan untuk menghasilkan terjemahan yang enak dibaca dengan syarat pesan yang ada dalam teks sumber tersampaikan dengan baik kepada pembacanya.

Ayat ketiga adalah firman Allah dalam surah an-Nisa’[4 ]:11:

Allah mewasiatkan kamu untuk anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah. Dan untuk dua orang ibu-bapaknya, bagi masing-masing dari keduanya seperenam dari yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika ia tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian pembagian tersebut) sesudah (dipenuhi) wasiat atau hutangnya. Orang tua kamu dan anak-anak kamu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagi kamu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”86

86

Pada ayat 11 surah an-Nisa’ kata ْﻢ ُﻛ diterjemahkan ’kamu’ padahal kata tersebut mengacu pada orang kedua jamak. Seharusnya diterjemahkan dengan kata ’kalian’. Sehingga terjemahan tersebut menjadi “Allah mewasiatkan kalian untuk anak-anak kalian.Kata ْﻮ َﻓ َق diterjemahkan dengan kata ’lebih’ meskipun arti kata itu sendiri adalah ’di atas’. Sehingga kata tersebut dengan diterjemahkan ’lebih’ pesan yang terkandung dalam teks sasaran tersampaikan dengan baik. Dibanding jika disampaikan atau diterjemahkan dengan terjemahan aslinya.

Katadzakaryang diterjemahkan di atas dengan ’anak lelaki’, dan bukan rajulyang berarti ’lelaki’ untuk menegaskan bahwa usia tidak menjadi faktor penghalang bagi penerima warisan, karena kata dzakar dari segi bahasa berarti ’jantan’, lelaki baik kecil maupun besar, binatang maupun manusia. Sedangkan kata rajul adalah ’pria dewasa’. Demikian juga halnya dengan katauntsayainyang diterjemahkan ’dua anak perempuan’. Bentuk tunggalnya adalahuntsayang berarti ’perempuan’, baik besar atapun kecil.

Dan bagi kamu seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isteri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika Isteri-isteri-isteri kamu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang mereka tinggalkan sesudah wasiat yang mereka wasiatkan atau (dan) hutang. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah (dibayarkan) hutang kamu. Jika seseorang lelaki mati, tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, atau perempuan tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenah harta. Tetapi jika saudara-saudar seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, dengan tidak memberi mudharat. (Itulah) wasiat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”87

Pada teks terjemahan ayat 12 surah an-Nisa’ini terdapat beberapa kata yang tidakbaku, diantaranya adalah kata ’isteri’. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia kata yang benar adalah ’istri’. Kemudian pada penulisan pronomina ’kamu’ masih belum baku, seperti frasa ’bagi kamu’ menurut penulis frasa yang tepat adalah ’bagimu’. Karena jika kata ’bagi’ dilebur dengan kata ’kamu’ maka secara morfosintaksis, suku kata ’ka’ akan melesup sehingga menjadi ’bagimu’.

Kemudian penggunaan kata ’mati’ pada klausa ’jika seorang laki-laki mati’ menurut hemat penulis kurang tepat, karena terjadi pergeseran makna menjadi konotatif (negatif), kata yang bermakna positif adalah kata ’meninggal dunia’.

87

Penerjemah juga masih menggunakan konjungtor ’dan’, di awal kalimat. Masih menggunakan kata ’bagi’ di depan subjek. Maka menurut hemat penulis terjemahan ayat al-Qur’an tersebut akan lebih efektif jika menjadi ’Kamu (suami) memperoleh seperdua dari harta yang ditinggalkan. Ada penambahan kata ’suami’ tetapi tidak merubah pesan yang ingin disampaikan oleh teks sumber.

Ayat kelima adalah firman Allah dalam surah an-Nisa [4 ]:33:

”Bagi setiap (harta peninggalan) yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah mereka bagian mereka. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”88

Pada terjemahan ayat ke 33 surah an-Nisa di atas masih terjadi ketidak teraruran stuktur SPOK pada kalimat ’Bagi setiap (harta peninggalan) yang ditinggalkan ibu bapa dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya’

karena masih terpengaruh dengan stuktur tata gramatikal teks sumber. Menurut hemat penulis kalimat yang lazim adalah

Kami jadikan pewaris untuk setiap harta peninggalan kedua orang tua dan karib kerabat.’

Kemudian terjadi redudansi pada klausa berikut ini ’Maka berilah

mereka bagian mereka’ unsur segmental pada klausa itu terkesan

berlebih-88

lebihan. Tepatnya pada pronomina ’mereka’ menurut penulis klausa yang lazim adalah’maka berikanlah kepada mereka bagiannya.’

Ayat keenam adalah firman Allah dalam surah an-Nisa’[4 ]:176:

“Mereka meminta fatwa kepadamu. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepada kamu tentang kalalah: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka baginya seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakainya, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan kepada kamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Terjemahan ayat 176, ayat terakhir dari surah an-Nisa’ ini, secara umum belum bisa dikatakan sebagai kalimat efektif. Hal ini dikarenakan masih terdapat kalimat yang diawali dengan konjungtor ’dan’. Kemudian penulisan yang tidak sesuai dengan EYD dan KBBI, yaitu kata-kata yang tidakbaku seperti kata ’bahagian’karena dalam KBBI kata yang baku adalah ’bagian’ bukan ’bahagian’.

Kemudian masih ada penulisan kata ganti (pronomina) yang kurang efektif seperti ”kepada kamu” yang selazimnya adalah”kepadamu.”

Dokumen terkait