1 Oleh DINI NUR’AENI
103024027538
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
DINI NUR’AENI
Metode Terjemahan Ayat-Ayat Hukum Waris Dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab
Al-Qur’an secara empiris merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun demikian, hendaklah dipahami bahwa al-Qur’an berbeda dengan teks sastra maupun teks lainnya. Kekhususan ini karena sifat hakikat bahasa yang terkandung di dalam al-Qur’an memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa lainnya. Perbedaan ini terletak pada hakikat makna, fungsi bahasa al-Qur’an yang khas, Universal, dan mengatasi ruang dan waktu.
Allah swt. sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta adalah sumber segala pengetahuan yang menurunkan al-Qur’an untuk menjadi petunjuk dan pegangan bagi hidup manusia tidak mungkin tidak menjelaskan segala-galanya. Begitu juga dengan hukum waris, hukum waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. telah mengubah hukum waris Arab pra-Islam dan sekaligus merombak struktur hubungan kekerabatannya, bahkan merombak sistem kepemilikan masyarakat tersebut atas harta benda, khususnya harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak diperkenankan memiliki harta benda, kecuali wanita dari kalangan elite, bahkan wanita menjadi sesuatu yang diwariskan.
”Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, serta pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya aku seorang yang bakal meninggal, dan ilmu ini pun bakal sirna hingga akan muncul fitnah. Bahkan akan terjadi dua orang yang akan berselisih dalam hal pembagian (hak yang mesti ia terima), namun keduanya tidak mendapati orang yang dapat menyelesaikan perselisihan tersebut”.(HR Daruquthni)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat pemilik alam raya dan segenap isinya (Allah swt). Tanpa kekuatan dan pancaran Dzatnyalah, sesungguhnya penulis tidak yakin untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada tokoh pembaharu sepanjang masa Nabi Muhammad saw.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Namun, alhamdulillah berkat rahmat dan pertolongan Allah swt., serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga:
1. Bapak Dr. H. Abd. Chair, selaku Dekan Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Abdullah, M.Ag., Pembantu Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora yang telah membuat citra Jurusan Tarjamah baik di mata Jurusan lain.
3. Bapak Drs. H. Ahmad Syatibi, M. Ag., selaku Pembimbing Akademik. 4. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, M.A., selaku Ketua Jurusan Tarjamah,
5. Bapak H. Ahmad Syaekhudin, M. Ag., selaku Sekertaris Jurusan Tarjamah.
6. Ibu Karlina Helmanita, M. Ag., selaku Dosen Seminar Skripsi.
7. Seluruh Dosen di Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah mencurahkan segenap kemampuannya dalam memberikan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, penulis selalu berdoa semoga semua ilmu yang telah diserap penulis dari mereka menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi bekal kelak di masa depan. Amin.
8. Penulis juga menyampaikan secara khusus kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Ahmad Shaleh dan Ibunda Hj. Ai Nuroh. Terimakasih yang tak terhingga, karena merekalah yang telah memberi dukungan lahir batin kepada penulis untuk terus belajar hingga dapat menyeleseikan studi di Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora. Serta tak henti-hentinya mendoakan dengan tulus untuk kesuksesan penulis. Buat satu-satunya adik tersayang Hani Tahliani yang sedang ”menimba” ilmu di Pesantren.
Perjuangan kamu masih panjang ’Dik’ jangan pernah lelah untuk
menggapai mimpi.
10. Untuk melengkapi ucapan terima kasih ini tak puas untuk menyertakan sahabat-sahabat penulis Ceu Na2, te2 Naj, Ayoe si nyit-nyit yang centil yang ga’ pernah kehilangan ide untuk lawakannya. Mpo Goday Zinta, dan te’ Entis. Doa Bom2 selalu menyertai kalian, he..he..!
11. Ucapan terima kasih ini juga disampaikan untuk semua teman-teman tarjamah angkatran 2003. Terima kasih kawan atas semuanya. Semoga suka dan duka yang kita jalani bersama selama menuntut ilmu akan menjadi kenangan terindah yang tak pernah terlupakan. Saat KKN, waktu itulah kita mengenal pribadi masing-masing yang ternyata semua Gokil Abiiizzzz! itu adalah kenangan yang tak akan pernah terdeletdalam dalam ingatan penulis.
Atas semua bantuan dari berbagai pihak, penulis hanya bisa mengembalikan kepada Allah swt, dan semoga segala bantuannya dibalas sebagai amal baik dengan balasan yang berlipat ganda. Amin!
”Tak ada gading yang tak retak.” Penulis merasa skripsi ini masih banyak
kekurangan, tapi penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya, baik sebagai rujukan penulisan skripsi, penulisan makalah dan lainnya. Akhirnya penulis berharap semoga Allah swt, senantiasa meridoi semua langkah kita. Amin!
Jakarta, 22 Juni 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
D. Metode Penelitian ... 6
E. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II KERANGKA TEORI ... 8
A. Teori Penerjemahan ... 8
1. Definisi Penerjemahan ... 8
2. Metode Penerjemahan ... 12
3. Proses Penerjemahan... 18
4. Prosedur penerjemahan ... 22
B. Pengertian Kalimat Efektif ... 24
1. Definisi Kalimat Efektif ... 24
2. Stuktur Kalimat Efektif ... 25
BAB III M. QURAISH SHIHAB DANTAFSIR AL-MISBAH .... 38
A. Biografi dan Perjalanan Karier M. Quraish Shihab... 38
B. Latar Belakang PenulisanTafsir Al-Misbah ... 43
C. Karya-Karya Ilmiah M. Quraish Shihab ... 44
BAB IV ANALISIS TERJEMAHAN AYAT-AYAT HUKUM WARIS ... 47
A. Analisis Metode Terjemahan M. Quraish Shihab... 47
B. Analisis Gramatikal Terjemahan M. Quraish Shihab ... 54
C. Keunggulan dan Kelemahan Terjemahan M. Quraish Shihab... 64
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan... 67
B. Rekomendasi... 69
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi huruf Arab-Latin dalam skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasiyang disusun oleh Tim Penulis CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan tahun 2007.
A. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا
Tidak dilambangkanب
b beت
t teث
ts te dan esج
j jeح
h ha dengan garis di bawahخ
kh ka dan haد
d deذ
dz de dan zetر
r erز
z zetس
s esش
sy es dan yeص
s es dengan garis di bawahض
d de dengan garis di bawahط
t te dengan garis di bawahHuruf Arab Huruf Latin Keterangan
ع
‘
Koma terbalik di atas hadap kananغ
gh ge dan haف
f efق
q kiك
k kaل
l elم
m emن
n enو
w weھ
ـ
h haء
´
apostrofي
y yeB. Tanda Vokal
Tanda Vokal Arab (Tunggal) Tanda Vokal Latin Keterangan
ـ
َ◌
ـ
a fathahـِـ
i kasrahTanda Vokal Arab (Rangkap) Tanda Vokal Latin Keterangan
ـَـ
ي
ai a dan iـَـ
و
au a dan uTanda Vokal Arab (Panjang) Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎ ـَ ـ
â a dengan topi di atasْﻲـِ ـ
î i dengan topi di atasْﻮـُ ـ
û u dengan topi di atasC. PenulisanTa Marbûtah
1. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi/h/, jika terdapat pada kata yang berdiri sendiri.
Kata Arab Alih Aksara
ﺔﹶﻘﻳﹺﺮﹶﻃ
tarîqah2. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /h/, jika diikuti oleh kata sifat (na’t).
Kata Arab Alih Aksara
ﺔﻴﻣﹶﻼﺳِﻹﺍ ﺔﻌﻣﺎﹶﳉﺍ
al-jâmi’ah al-islâmiyyah3. Hurufta marbûtahdialihaksarakan menjadi/t/, jika diikuti kata benda (ism).
Kata Arab Alih Aksara
ﺣﻭ
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu, kitab yang mengandung firman Allah swt. diturunkan kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw. dengan perantara Jibril, untuk menjadi petunjuk dan pegangan bagi hidup manusia sekarang maupun di akhirat kelak.
Al-Qur’an secara empiris merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun demikian, hendaklah dipahami bahwa al-Qur’an berbeda dengan teks sastra maupun teks lainnya. Kekhususan ini karena sifat hakikat bahasa yang terkandung di dalam al-Qur’an memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa lainnya. Perbedaan ini terletak pada hakikat makna, fungsi bahasa al-Qur’an yang khas, Universal, dan mengatasi ruang dan waktu.1
Al-Qur’an secara teks memang tidak berubah tetapi penafsiran atas teks selalu berubah, sesuai dengan konteks dan waktu manusia. Karenanya al-Qur’an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya.2
1
Sahiron Syamsuddin, dkk., Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 69-70.
2
Allah swt. sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta adalah sumber segala pengetahuan yang menurunkan al-Qur’an untuk menjadi petunjuk dan pegangan bagi hidup manusia tidak mungkin tidak menjelaskan segala-galanya.3Begitu juga dengan hukum waris, hukum waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. telah mengubah hukum waris Arab pra-Islam dan sekaligus merombak struktur hubungan kekerabatannya, bahkan merombak sistem pemilikan masyarakat tersebut atas harta benda, khususnya harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak diperkenankan memiliki harta benda, kecuali wanita dari kalangan elite, bahkan wanita menjadi sesuatu yang diwariskan.4
Islam merinci dan menjelaskan melalui al-Qur’anbagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian, sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata, di samping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan oleh kekurangtahuan ahli waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya.
Kekurang pedulian umat Islam terhadap disiplin ilmu ini memang tidak kita pungkiri, bahkan Imam Qurtubi telah mengisyaratkannya: “Betapa
banyak manusia sekarang mengabaikanilmu faraid.”5
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan waris sering kali menjadi krusial yang terkadang memicu pertikaian dan menimbulkan
3
Harun Nasution,Islam Rasional(Bandung: Mizan), h. 26.
4
http://media.isnet.org/islam/waris/index.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2008.
5
keretakan hubungan keluarga. Penyebab utamanya ternyata keserakahan dan ketamakan manusia, di samping karena kekurang-tahuan pihak-pihak yang terkait mengenai hukum pembagian waris. Padahal, Allah swt. di dalam al-Qur’an mengatur pembagian waris secara lengkap. Sementara itu, di sisi lain, kita jumpai kenyataan bahwa beberapa kalangan, termasuk para pelajar di sekolah-sekolah Islam, menganggap faraid (ilmu yang mengatur pembagian harta pusaka) sebagai momok yang menakutkan.6
Allah swt. dalam surah an-Nisa', menegaskan dan merinci bagian setiap ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Perlu kita ketahui bahwa ayat 11,12, dan 176 dalan surah an-Nisa’ merupakan asas ilmu faraid, di dalamnya berisi aturan dan tatacara yang berkenaan dengan hak dan pembagian waris secara lengkap. Oleh sebab itu, orang yang dianugerahi pengetahuan dan hafal ayat-ayat tersebut akan lebih mudah mengetahui bagian setiap ahli waris, sekaligus mengenali hikmah Allah Yang Maha Bijaksana.
Allah Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan hak setiap ahli waris. Bahkan dengan aturan yang sangat jelas dan sempurna. Allah menentukan pembagian hak setiap ahli waris dengan adil serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah. Dia menerapkan hal ini dengan tujuan mewujudkan keadilan dalam kehidupan manusia, meniadakan kezaliman di kalangan mereka, menutup ruang gerak para pelaku kezaliman, serta tidak
6
membiarkan terjadinya pengaduan yang terlontar dari hati orang-orang yang lemah.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa ketiga ayat tersebut merupakan salah satu rukun agama, penguat hukum, dan induk ayat-ayat Ilahi. Oleh karenanya faraid memiliki martabat yang sangat agung, hingga kedudukannya menjadi separo ilmu. Hal ini tercermin dalam hadits berikut, dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda:7
ﻌﺗ
ﱠﻠ
ﺍﻮﻤ
ﹶﻥﺁﺮﹸﻘﹾﻟﺍ
ﻩﻮﻤﱢﻠﻋﻭ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﺍﻮﻤﱠﻠﻌﺗﻭ
ﺾﺋﺍﺮﹶﻔﹾﻟﺍ
ﺎﻫﻮﻤﱢﻠﻋﻭ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﹺﺈﹶﻓﻧ
ﻲ
ﺅﺮﻣﺍ
ﺽﻮﺒﹾﻘﻣ
ﱠﻥﹺﺇﻭ
ﻢﹾﻠﻌﹾﻟﺍ
ﺳ
ﻴ
ﺾﹺﺒﹾﻘ
ﺮﻬﹾﻈﺗﻭ
ﻦﺘﻔﹾﻟﺍ
ﻰﺘﺣ
ﻒﻠﺘﺨﻳ
ﻥﺎﻨﹾﺛﻻﺍ
ﻰﻓ
ﺔﻀﻳﹺﺮﹶﻔﹾﻟﺍ
ﹶﻻ
ﻥﺍﺪﹺﺠﻳ
ﻦﻣ
ﺎﻤﻬﻨﻴﺑ ﹸﻞﺼﹾﻔﻳ
)
ﻩﺍﻭﺭ
ﲏﻄﻗﺭﺍﺪﻟﺍ
(
”Pelajarilah al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, serta pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya aku seorang yang bakal meninggal, dan ilmu ini pun bakal sirna hingga akan muncul fitnah. Bahkan akan terjadi dua orang yang akan berselisih dalam hal pembagian (hak yang mesti ia terima), namun keduanya tidak mendapati orang yang dapat menyelesaikan perselisihan tersebut.”(HR Daruquthni)8
Oleh karena itu, al-Qur’an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat al-Qur’an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk
7
Imam ad-Daruquthni,Sunan al-Daruquthni,Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1966. Jilid 4, h. 81.
8
kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah swt. di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.9
Sebagaimana telah penulis ungkapkan di atas bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang Universal yang menembus ruang dan waktu. Sehingga dalam memahami satu makna kata saja dalam al-Qur’an dapat timbul berbagai macam pendapat. Selain itu juga dalam memahami makna al-Qur’an banyak metode yang digunakan. Dengan melihat serta menganalisis beberapa terjemah al-Qur’an yang diterjemahkan dalam berbagai metode serta tipe yang berbeda-beda, akhirnya dapat dijadikan sebuah perbandingan analisis, serta untuk memfokuskan pembahasan, maka tulisan ilmiah ini mencoba mengangkat judul Metode Terjemahan Ayat-Ayat Hukum Waris Dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian, menghindari terlalu melebarnya jangkauan penelitian dan untuk dapat menemukan sebuah pengertian secara lebih mendalam, maka penulis mencoba membatasi penelitian seputar analisis terjemahan ayat-ayat al-Qur’an tentang hukum waris. Adapun perumusan dan pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa motode terjemahan ayat-ayat hukum waris dalamTafsir al-Misbah? 2. Apakah terjemahan ayat-ayat hukum waris dan Tafsir al-Misbah sudah
memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar?
9
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui motode terjemahan ayat-ayat hukum waris dalam Tafsir al-Misbah.
2. Mengetahui terjemahan ayat-ayat hukum waris dalam Tafsir al-Misbah dengan tolak ukur bahasa Indonesia yang baik dan benar.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library researct) dari buku-buku, majalah-majalah, karya ilmiah serta media elektronik atau internet yang memiliki hubungan erat dengan skripsi ini, guna mengumpulkan sebanyak mungkin data-data yang diperlukan. Data pustaka yang digunakan terbagi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Tafsir al-Misbah menjadi data primer dalam penelitian ini, sedangkan data sekundernya adalah sumber-sumber lain yang mendukung data primer. Kemudian di dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu terlebih dahulu mendeskripsikan data-data atau bahan-bahan yang akan dipergunakan sebagai sumber primer, kemudian dianalisis secara proporsional lalu dituangkan dalam skripsi ini.10
Untuk menghindari penulisan yang keliru, maka dalam tekhnik penulisan, penulis sepenuhnya berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)tahun 2007 yang diterbitkan oleh
10
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dan sub bab. Adapun susunannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka teori yang berisikan mengenai seputar penerjemahan, mulai definisi penerjemahan, metode penerjemahan, proses penerjemahan, prosedur penerjemahan, definisi kalimat efektif, stuktur kalimat efektif, dan ciri kalimat efektif.
BAB III : M. Quraish Shihab dan Tafsir al-Misbah yang berisikan mengenai, biografi dan perjalanan karier M. Quraish Shihab, latar belakang penulisan Tafsir al-Misbah, dan karya-karya ilmiah M. Quraish Shihab.
BAB IV : Analisis terjemahan ayat-ayat hukum waris, berisikan mengenai analisis metode penerjemahan ayat-ayat hukum waris, analisis gramatikal, dan keunggulan dan kelemahan terjemahan ayat-ayat hukum waris dalamTafsir al-Misbah.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan
Penerjemahan merupakan salah satu unsur terpenting dalam kajian kebahasaan.Dalam bahasa Indonesia istilah ‘terjamah’ diambil dari bahasa Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri mengambil istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman. Kata turjuman serupa dengan tarjamah dan tarjumanyang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lainnya.11
Banyak sekali definisi terjemahan yang dikemukan oleh para ahli. Namun dalam pandangan Ibnu Burhan, apapaun definisi yang digunakan, sebaiknya dipertimbangkan prinsif operasional akomodatif. Akomodatif dalam arti mempertimbangkan definisi-definisi yang pernah dikemukakan oleh para pengkaji pendahulu. Ini dimaksudkan sebagai sikap apresiatif menghargai terhadap hal-hal yang dihasilkan oleh para pengkaji sebelumnya. Sedangkan prinsif operasional memiliki maksud, bahwa definisi yang digunakan sekalipun akomodatif terhadap hasil-hasil sebelumnya harus tetap berpijak pada pertimbangan, apakah definisi tersebut dapat dioperasikan pada tahap yang lebih praktis atau tidak.12
11
Syihabuddin,Penerjemahan Arab Indonesia; Teori dan Praktek (Jakarta: Humaniora, 2005), h. 7.
12
Ibnu Burhan, Menjadi Penerjemah; Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
Tanslation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Meskipun sangat tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini.13
Terjemahan secara etimologis berasal dari bahasa Arab‘Tarjama’ yang artinya penjelasan, bila dikatakan ‘Tarjama kalamuhu’ artinya ia menerangkan ucapannya dan ia mengalih-bahasakan satu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.14
Kata terjemah berasal dari bahasa Arab tarjamah. Kata tersebut kedudukannya sebagai mashdar yaitu Fi’il Madhi Ruba’i al-Mujarrad
‘tarjamah’yang bentuknya terjadi sebagai berikut
ﺗﺮ
ﺟ
ﻢ،
ﻳﺘ
ﺮ
ﹺﺟ
ﻢ،
ﺗﺮ
ﺟ
ﻤﹰﺔ
،
ﺗﻭ
ﺮ
ﺟ
ﻤﺎ
،
ﻣ ﻮﻬﻓ
ﺘﺮ
ﹺﺟ
ﻢ،
ﻣ ﻙﺍﺫﻭ
ﺘﺮ
ﺟ
ﻢ،
ﺗﺮ
ﹺﺟ
ﻢ،
ﹶﻻ
ﺗﺘ
ﺮ
ﹺﺟ
ﻢ،
ﻣﺘ
ﺮ
ﺟ
ﻢ،
ﻣﺘ
ﺮ
ﺟ
ﻢ
Dalammuradifyang lain katatarjamabisa berartiﺮ ﺴ ﻓ menafsirkan atau menginterpretasikan. Kata ﻢ ﺟ ﺮ ﺗ juga berarti حﺮ ﺷ menerangkan, menjelaskan, atauﻢ ﺟ ﺮ ﺗ juga berarti ﺎﯿﻠﻤﻋ menerjemahkan (ide pikiran) ke dalam tindakan mengoperasionalkan.15
Sedangkan secara terminologis terdapat beberapa definisi diantaranya adalah sebagai kegiatan memindahkan suatu amanat dari
13
Rochayah Machali,Pedoman Bagi Penerjemahan(Jakarta: Gramedia, 2000), h. 4 dan 5.
14
Ahcmad Satory Ismail, Dasar-Dasar Menterjemah (Diktat Mata Kuliah Terjemah), Fakultas Adab & Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bagian I, h. 2.
15
bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.16
Ada beberapa pengertian terjemahan menurut para ahli antara lain:17 Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti terjemahan yaitu menyalin (memindahkan) dari satu bahasa ke dalam bahasa lain, atau mengalih bahasakan.18
Sedangkan menurut Ibnu Burhan, bahwa penerjemahan sebagai usaha memindahkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.19
Catford (1965), seorang profesor Universitas Michigan mengatakan dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation ia mendefinisikannya sebagai “the reflacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language”, (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran).20
Begitu juga Newmark (1988), seperti yang dikutip Rochayah Machali, memberikan definisi serupa, yaitu: “rendening the meaning of a teks into another language in the way that the author intenden the teks” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang).21
16
Satory Ismail,Dasar-Dasar Menterjemah, h. 2.
17
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan (flores: Nusa Indah, 1986), Cet. Ke- 1, h. 23.
18
Depdikbud,KBBI (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), Cet. Ke-1, h. 903.
19
Ibnu Burhan,Menjadi Penerjemah(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), Cet. Ke-1, h. 10.
20
Rochayah Machali,Pedoman Bagi Penerjemah(Jakarta: Gramedia, 2000), h. 5.
Eugene A. Nida dan Crarles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and Practice of Translation, memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut: “translating consists in reproducing in the receptor language massage, first in terms of meaning and secondly in term of style” (menerjemahkan berarti menciptakan paduan yang paling dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua kesesuaian pada gaya bahasanya).”22
Sedangkan menurut Savory (1968) mengemukakan hakikat penerjemahan di dalam bukunya The Art of Translations dengan “penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan di
balik ungkapan verbal yang berbeda.”23
Lain halnya dengan definisi yang dikemukakan Brinslin (1973) dalam bukunya Translation Application and Research: ”penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari suatu bahasa (sumber) ke dalam bahasa sasaran, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem ataupun belum, baik salah satu atau keduanya didasarkanpada isyarat orang tuna rungu.”24
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua gaya bahasanya.
22
A. Widyamartaya,Seni Menerjemahkan(Yogyakarta: Kanisius, 1989), Cet. Ke-1.
23
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto,Translation, Bahasa Penuntun Praktis Menerjemahkan(yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 12.
24
Melihat kilas definisi tersebut menurut penulis nampak berbeda-beda namun, mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu adanya persamaan dan penyesuaian pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan pesan yang diterima oleh pembaca.
2. Metode Penerjemahan
Di dalam literatur penerjemahan banyak ragam yang diterapkan. Agar penilaian pembaca tetap baik terhadap penerjemah, perlu kiranya memiliki pengetahuan tentang ragam penerjemahan tersebut, penerjemah dapat mengetahui dengan ragam apa yang harus digunakan untuk menerjemahkan teks yang bersangkutan.
Penulis akan memaparkan delapan metode yang digunakan oleh Newmark, yaitu (1) metode yang memberikan penekanan pada bahasa sumber (BSu); (2) metode yang memberikan penekanan pada bahasa sasaran (BSa). Dalam metode jenis yang pertama, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual teks sumber (Tsu), meskipun dijumpai hambatan-hambatan sintaksis dan semantis pada teks sasaran (TSa) (yakni hambatan bentuk dan makna). Dalam metode kedua, penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi BSu.25
Metode-metode yang memberikan penekakan terhadap bahasa sumber yaitu:
25
a. Penerjemahan Kata Demi Kata
Dalam metode penerjemahan jenis ini biasanya kata-kata teks sasaran langsung diletakan di bawah versi teks sumber. Kata-kata dalam teks sumber diterjemahkan di luar konteks, dan kata- kata yang bersifat kultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan pra-penerjemahan (sebagai gloss) pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami mekanisme bahasa sumber.26
ﹸﺔﹶﺛﹶﻼﹶﺛ ﻯﺪﻨﻋﻭ
ﹸﻛﺘ
ﹴﺐ
Dan di sisisku tiga buku-buku.b. Penerjemahan Harfiah
Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal bahasa sumber dicarikan padanannya yang terdekat dalam bahasa sasaran, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Dalam proses penerjemahan, metode ini dapat digunakan sebagai metode pada tahap awal pengalihan, bukan sebagai metode yang lazim. Sebagai proses penerjemahan awal, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi.27
ﺟ
َﺀﺎ
ﺭ
ﺟ
ﹲﻞ
ﻣ
ﻦ
ﹺﺭ
ﺟ
ﹺﻝﺎ
ﹺﺒﻟﺍ
ﺮ
ﻭ
ِﻹﺍ
ﺣ
ﺴ
ﻥﺎ
ﹶﻟﺇ
ﻳ ﻰ
ﹶﺎﻴﻏﻮ
ﹶﻛ
ﺮ
ﹶﺎﺗِ
ﹸﳌ
ﺴ
ﻋﺎ
ﺪﺓ
ﺿ
ﺤ
ﹶﺎﻳﺎ
ﺰﻟﺍ
ﹾﻟﺰ
ﹺﻝﺍ
Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban gempa bumi.
26
Ibid.,h. 50-51.
27
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual teks sumber dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan budaya dialih bahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks sumber, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang sering terasa kaku dan seringkali asing.28
ﻫ
ﻮ
ﹶﻛﺜ
ﻴﺮ
ﺮﻟﺍ
ﻣ
ﺩﺎ
Dia (laki-laki) dermawan karena banyak abunya.d. Penerjemahan Semantis
Apabila dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis lebih luwes, sedangkan penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah teks sasaran. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis harus pula mempertimbangkan unsur estetika teks bahasa sumber dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Bila dibandingkan dengan penerjemahan setia penerjemahan semantis lebih fleksibel, sedangkan penerjemahan setia lebih terikat oleh bahasa sumber.29
28
Ibid.,h.51-52.
29
ﺭﹶﺃ
ﻳ
ﺖ
ﹶﺫ
ﻮﻟﺍ ﺍ
ﺟ
ﻬﻴ
ﹺﻦ
ﹶﺃﻣ
ﻡﺎ
ﹶﻔﻟﺍ
ﺼ
ﹺﻞ
Saya melihat si muka dua di depan kelas.
Selain melalui penekanan kepada bahasa sumber seperti dijelaskan diatas, metode penerjemahan dapat lebih ditekankan kepada bahasa sasaran. Ini berarti bahwa selain pertimbangan kewacanaan, penerjemah juga mempertimbangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan bahasa sasaran. Berikut ini adalah keempat metode tersebut.
a. Penerjemahan Adaptasi (termasuk saduran)
Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan bahasa sasaran. Istilah “saduran” dapat dimasukan di sini asalkan penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam teks sumber, misalnya tema, karakter atau alur. Biasanya metode ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi, yaitu yang mempertahankan tema, karakter dan alur. Tetapi dalam penerjemahan, terjadi peralihan budaya bahasa sumber ke budaya bahasa sasaran, serta teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan ke dalam teks sasaran. Sebagai contoh adalah penerjemahan (lebih tepat penyaduran) drama Shakespeare berjudul ‘Macbeth’ yang disadur oleh
asli, dan alur cerita juga dipertahankan, tetapi dialognya sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Indonesia.30
ﺣ
ﻴﻨ
ﻤ
ﹶﺍ ﺎ
ﻧ
ﺭﺎ
ﻧﺎ
ﺎﻧﺭﺪﺑ
Ketika bulan purnama bersinar
b. Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna.31
ﻭﻣ
ﹶﻠﻟﺍ ﺎ
ﱠﺬﹸﺓ
ﹺﺇﱠﻻ
ﺑﻌ
ﺪ
ﺘﻟﺍ
ﻌ
ﹺﺐ
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian.
c. Penerjemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi teks sasarannya juga langsung berterima. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi
30
Ibid.,h. 53.
31
teks sumber dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi teks sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip di atas.32
ﻧﺘ
ﹶﻄ
ﻮ
ﺭ
ﻣ
ﻧ ﻦ
ﹾﻄ
ﹶﻔﺔ
ﹸﺛﻢ
ﻣ
ﻦ
ﻋﹶﻠ
ﹶﻘﺔ
ﹸﺛﻢ
ﻣ
ﻦ
ﻣ
ﻀ
ﻐﺔ
Kita tumbuh dari mani, segumpal darah, dan kemudian segumpal daging(awam)
Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio (berpelajar)
d. Penerjemahan Bebas
Terjemahan bebas meliputi terjemahan yang tidak memperdulikan aturan tata bahasa dan bahasa sumber. Orientasi yang paling menonjol adalah pemindahan makna.33 Yang dimaksud dengan terjemanahan bebas bukan berarti penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya sehingga esensi terjemah itu sendiri hilang. Bebas di sini berarti ”penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah berbahasa sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti secara jelas oleh pembacanya.”34 Metode ini lebih mengutamakan isi dan seakan-akan mengorbankan struktur gramatikal bahasa sumber. Metode ini sering dipakai di kalangan media masa. Terjemahan bebas, pada umumnya, lebih banyak diterima ketimbang terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi baik
32
Ibid.,h. 55.
33
Burhan,Menjadi Penerjemah, h. 16.
34
penyimpangan makna, maupun pelanggaran norma-norma bahasa sasaran. Terkadang metode ini berbentuk para frasa yang lebih panjang atau pendek dari naskah aslinya. Kekurangan teknik terjemahan bebas ini ialah bahwa yang disampaikan oleh terjemahan bebas ke dalam teks bahasa sasaran bukan padanan makna teks bahasa sumber, tapi gambaran situasi, yang menghasilkan perolehan padanan situasi.35
ﺟ
ﻤﻴ
ﻊ
ﻣ
ﻳ ﺎ
ﻨ
ﺸ
ﺮ
ﻓ
ﹶﳌﺍ ﻰ
ﺠ
ﱠﻠﺔ
ﻳﻌ
ﺒﺮ
ﻋ
ﻦ
ﺭﹾﺃ
ﹺﻱ
ﻛ
ﺗﹶﺎﹺﺒ
ﻬ
ﻭ ﺎ
ﹶﻻ
ﻳﻌ
ﺒﺮ
ﹺﺑ
ﻀﻟﺎ
ﺮ
ﺭﻭ
ﺓ
ﻋ
ﻦ
ﺭﹾﺃ
ﹺﻱ
ﹶﳌﺍ
ﺠ
ﱠﻠﺔ
Terjemahnya: Isi di luar tanggung jawab percetakan.36
3. Proses Penerjemahan
Penerjemahan sebagai suatu proses, memilki beberapa tahap sehingga menghasilkan terjemahan yang diinginkan. Terlebih lagi hasil terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu menghadirkan isi atau pesan yang akan disampaikan oleh penulis. Dalam penerjemahan ini, setidaknya ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh penerjemah untuk mendapatkan hasil yang dianggap baik.
a. Tahap Analisis
Bila kita dihadapkan pada sebuah teks, maka langkah pertama yang akan kita lakukan yaitu menganalisis teks bahasa sumber tersebut
35
Salihen Moentaha, Bahasa dan terjemahan, Language and Translation The New Millennium Publication(Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. 52-53.
36
sebelum diterjemahkan. Analisis ini meliputi apa maksud pengarang menuliskan teks tersebut, apakah untuk menjelaskan sesuatu, bercerita atau untuk mempertahankan pendapatnya?37
Semua hal diatas tersebut merupakan pertanyaan dasar yang harus jelas jawabannya bagi penerjemah, sebelum ia menerjemahkan teks sumber tersebut ke dalam bahasa sasaran. Untuk menganalisis bahasa sumber hendaknya penerjemah memperhatikan aspek tata bahasa dan emosi yang terkandung dalam kata.38
Setelah mempunyai gambaran yang jelas barulah penerjemah dapat memulai proses selanjutnya, yakni memindahkan atau mengalihkan teks sumber tersebut ke dalam teks bahasa sasaran.
b. Tahap Pengalihan
Pada tahap ini, seorang penerjemah berupaya untuk menggantikan unsur teks bahasa sumber dengan unsur teks bahasa sasaran yang sepadan. Sepadan pada segala unsur dalam teks baik bentuk maupun isinya.39
Dalam upaya pengalihan ini, terdapat beberapa pertanyaan yang harus dikaitkan dengan pertanyaan dalam analisis dan dipertimbangkan oleh penerjemah dalam kegiatan pengalihan diantara pertanyaan tersebut adalah: apakah pesan penulis dalam naskah asli harus tetap dipertahankan dalam terjemahan? Dapatkah penerjemah
37
Machali,Pedoman Bagi Penerjemah,h. 33.
38
Hanafi,Teori dan Seni Menerjemahkan,h. 63.
39
mengubah pesan yang terdapat dalam naskah asli? Jika boleh, seberapa banyak atau seberapa jauh dan mengapa? Inilah pertanyaan yang kerap kali muncul di sela-sela proses penerjemahan. Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan pada definisi penerjemahan, seorang penerjemah harus mempertahankan maksud yang ingin disampaikan pengarang.40 Karena pada dasarnya terjemahan bukan sekedar mengalihkan huruf atau kata yang terdapat dalam bahasa sumber, tetapi lebih kepada pengalihan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber, tetapi lebih kepada pengalihan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber kepada bahasa sasaran. Tidak heran bila seorang penerjemah yang telah memasuki tahap ini harus kembali ke tahap analisis atau sebaliknya sampai ia yakin betul bahwa pemahaman dan analisisnya sudah cukup baik.41
c. Tahap Penyerasian
Setelah tahap analisis dan pengalihan dilalui dengan baik, tahap terakhir yang harus dilakukan ialah tahap penyerasian. Pada tahap ini, penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang masih terasa ’kaku’ untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di samping itu mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya apakah menggunakn istilah yang umum ataukah yang baku.42
Tahap penyerasian ini adalah tahap akhir, ini berarti tahap-tahap sebelumnya sudah diselesaikan dengan baik. Pada tahap-tahap
40
Machali,Pedoman Bagi Penerjemah(Jakarta: Grasindo, 2000), h. 35.
41
Ibid.,h. 38.
42
penyerasian ini, penerjemah dapat melakukan tahap ini sendiri, atau bisa meminta bantuan orang lain untuk mengoreksi. Ada dua hal yang mendasari ungkapan ini. Pertama penerjemah kerap merasa kesulitan mengoreksi kerjaan sendiri, karena secara psikologis ia akan menganggap terjemahna sudah baik. Hal ini karena didorong latar belakang yang ia miliki. Maka penyerasian yang dilakukan orang lain cukup membantu dalam menghasilkan terjemahan yang baik dan komunikatif. Kedua, penerjemah sebaiknya merupakan kerja tim;43ada yang menerjemahkan dan ada pula yang ’mengedit’. Hal ini menyangkut faktor keterbacaan, karena terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mengadopsi pesan yang dimuat dalam naskah asli kedalam bahasa sasaran, serta menyajikan komunikatif sehingga terkesan naskah asli dengan naskah terjemahan tidak jauh berbeda.
Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah yang telah punya niatan untuk menggeluti bidangnya, secara moral ia terikat dengan kenyataan bahwa ia harus menampilkan apa yang terbaik bagi pembacanya. Untuk itulah baik buruknya suatu produk terjemahan merupakan refleksi dan pencerminan pembuatnya sendiri di masyarakat. Sebab produk terjemahan bukanlah milik penulis naskah asli, tapi ia milik sejati penerjemah sendiri.44
43 Ibid. 44
4. Prosedur Penerjemahan
Menurut Syihabuddin dalam bukunya yang berjudulPenerjemahan Arab Indonesia (teori dan praktek), istilah prosedur dibedakan dari metode. Konsep yang pertama merujuk pada proses penerjemahan kalimat dan unit-unit terjemahan yang lebih kecil, sedangkan konsep kedua mengacu pada proses penerjemahan secara keseluruhan.45
Perbedaan antara metode dan prosedur terletak pada objeknya. Objek metode adalah nas secara keseluruhan,46 sedangkan objek prosedur penerjemahan berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frasa, kata dan sebagainya.47
Dalam Diktat Teori dan Permasalahan Terjemahanyang disususn oleh Moch. Syarif Hidayatullah, prosedur penerjemahan terbagi menjadi empat kelompok.
a. TaqdimdanTa’khir
Mendahulukan kata dalam BSu yang diakhirkan dalam BSa dan mengakhirkan kata dalam BSu yang didahulukan dalam BSa.
ﹶﻗﺪ
ﺣ
ﺪ
ﺩ
ِﻹﺍ
ﺳ
ﹶﻼ
ﻡ
ﺘﻟﺍ
ﻌ
ﺪ
ﺩ
ﺰﻟﺍ
ﻭﺍ
ﹺﺝ
5 4 3 2 1
Islam telah membatasi poligami 3 1 2 45
45
Syihabuddin,Penerjemahan Arab-Indonesia(Bandung: Humaniora, 2005), h.73.
46 Ibid. 47
b. Ziyadah
Menambah unsur kalimat yang tidak terlihat dalam BSu.
ﺻ
ﻨﻊ
ﹶﻘﻟﺍ
ﻣﺎ
ﹺﺱﻮ
ﻋ
ﻤ
ﹲﻞ
ﻋ
ﻈﻴ
ﻢ
4 3 2 1
Menyusun kamus merupakan pekerjaan yang berat 1 2 h 3 h 4
c. Hadzf
Tidak menerjemahkan beberapa kata dalam BSu untuk alasan kelaziman atau kelogisan kalimat.
ﻓ
ﻲ
ﻳﻮ
ﹴﻡ
ﻣ
ﻦ
ﻷﺍ
ﱠﺎﻳ
ﹺﻡ
ﹶﺫ
ﻫ
ﺐ
ﹶﺃ
ﺣ
ﻤ
ﺪ
ﻟ
ﺼ
ﻴﺪ
ﺴﻟﺍ
ﻤ
ﻚ
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Suatu hari, Ahmad memancing 1234 6 89
d. Tabdil
Mengganti stuktur kata dalam BSu dengan memperhatikan makna dalam BSu.
ﻳﻮ
ﺯ
ﻉ
ﻣ
ﺠ
ﹰﺎﻧﺎ
ﻭ
ﹶﻻ
ﻳﺒ
ﻉﺎ
5 4 3 2 1 Gratis atau tidak diperjualbelikan
B. Pengertian Kalimat Efektif 1. Definisi Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan informasi secara sempurna.48 Sedangkan Arifin dan Tasai menuturkan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.49
Kalimat efektif haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai kalimat yang baik, stukturnya teratur, kata yang digunakan mendukung makna secara tepat dan hubungan antar bagiannya logis. Susunan kata yang tak teratur, penggunaan kata yang berlebih, penggunaan kata yang tak tepat makna, penggunaan kata yang tepat dalam kalimat, semuanya membuat kalimat tidak efektif.
Secara garis besar pengertian kalimat efektif dikenal dalam hubungan fungsi kalimat selaku alat komunikasi. Hubungan itu dijabarkan dengan adanya keterlibatan setiap kalimat dalam proses penyampaian dan penerima. Apa yang disampaikan dan diterima itu mungkin berupa ide, gagasan, pesan atau informasi. Jadi, setiap kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan atau berlangsung secara sempurna, kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran si penerima (pembaca),
48
Ida Bagus Putrayasa,Kalimat Efektif (Diksi, Stuktur, dan Logika) (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 66.
49
persis seperti apa yang disampaikan pada teks atau ide dasar. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin.50
Menurut Ida Bagus dalam bukunya kalimat efektif (diksi, stuktur, dan logika), bahwa kalimat dikatakan efektif jika memenuhi dua syarat utama; yaitu (a) stuktur kalimat efektif dan (b) ciri kalimat efektif.
2. Stuktur Kalimat Efektif a. Stuktur Kalimat Umum
Ida bagus menuturkan bahwa unsur-unsur yang membangun sebuah kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: unsur wajib dan unsur takwajib (unsur manasuka). Unsur wajib adalah unsur yang harus ada dalam kalimat (yaitu unsur S/subjek dan P/predikat), sedangkan unsur takwajib atau unsur manasuka adalah unsur yang boleh ada dan boleh pula tidak ada (yaitu kata kerja bantu: harus, boleh; keterangan aspek:sudah, akan; keterangan: tempat, waktu, cara dan sebagainya) unsur-unsur tersebut bisa diikhtisarkan sebagai berikut:
(Aux) (W)
K = FSb + (Asp) + FPr + (T)
(Pnd) (C)
50
Keterangan: K : Kalimat
FSb : Frasa Subjek = FB (Frasa Benda) FPr : Frasa Predikat = FB (Frasa Benda) FK (Frasa Kerja) FS (Frasa Sifat) FD (Frasa Depan) FBil (Frasa Bilangan) Aux : Auxilary : harus, boleh, mau;
Asp : Aspek : sudah, akan, sedang; Pnd : Pendesak : memang, tidak, hanya; W : Waktu : sebelum, sesudah, ketika; T : Tempat : di….., ke….., dari…..; C : Cara : sebab, akibat, syarat,
perlawanan, keadaan, dan lain-lainnya.
Unsur-unsur yang diapit tanda kurung disebut unsur manasuka, sedangkan yang lainnya disebut unsur wajib. Untuk menyusun sebuah kalimat sempurna, unsur wajib harus ada, sedangkan unsur manasuka boleh digunakan atau tidak.51
Misalnya:
Dia memang sudah harus pergi pagi ini ke kampus untuk ujian.
FSb Pnd Asp Aux FPr W T C
51
Unsur wajib kalimat di atas adalahdiadanpergi. Kedua unsur wajib tersebut membentuk kalimat inti:Dia pergi.
Tidak selamanya, unsur-unsur yang membangun kalimat dalam bentuk yang sederhana seperti kalimat contoh. Hal ini berarti pada hakikatnya akan sering kita jumpai bentuk kalimat yang unsur-unsurnya sudah dikembangkan lebih jauh.
b. Stuktur Kalimat Pararel
Yang dimaksud kesejajaran (pararelisme) dalam kalimat menurut Ida Bagus adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frasa (kelompok kata), maka ide-ide yang sederajat harus dinyatakan dengan frasa. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata benda (misalnya bentukpe-an,ke-an), maka ide lain yang sederajat harus dengan kata benda juga. Demikian juga halnya bila sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me-kan, di-kan), maka ide lainnya yang sederajat harus dinyatakan dengan jenis kata yang sama. Kesejajaran (pararelisme) akan membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.52Contoh:
Penyakit Alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan dan berbahaya, sebab pencegahan dan cara pengobatannya tak ada yang tau.
52
Dalam kalimat tersebut, ide yang sederajat adalah kata
“mengerikan dan berbahaya” dan kata “pencegahan dengan cara
mengobatinya.” Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam kalimat tersebut harus sama (pararel) sehingga kalimat tersebut ditata kembali menjadi kalimat.
Penyakit Alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahannya dan cara pengobatannya tak ada yang tau.
Hal serupa dapat kita lihat pada contoh berikut:
Ibu meminang mesra si cilik Raminra, menyanyikan lagu, mengajak bicara, mengajak bercanda dengan senang hati.
Pada kalimat tersebut, ide-ide yang sederajat dinyatakan dalam bentuk kelompok kata (frasa). Kalimat tersebut memakai awalan me-dalam satuan kelompok kata (frasa), seperti pada meminang mesra, menyanyikan lagu,mengajak bicara, danmengajak bercanda.53
Sementara itu, Sugono (2003) yang dikutif oleh Ida Bagus menyatakan, bahwa stuktur pararel dapat dilihat dari segi kesejajaran satuan dalam kalimat. Yang dimaksud dengan satuan di sini adalah satuan bahasa. Unsur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan sebagainnya dapat disebut satuan.54Contoh:
Saya akan mengambil roti, mentega dan kacang.
53
Ibid., h. 49.
Kalimat tersebut terdiri atas tiga satuan fungsional, yaitu subjek, predikat, dan objek. Subjek saya terdiri atas satu satuan; predikat akan mengambil terdiri atas dua satuan; serta objek roti, mentega, dan kacang terdiri atas tiga satuan. Jika kita membicarakan tentang kesejajaran satuan dalam kalimat, yang dibahas adalah keadaan sejajar atau tidaknya satuan-satuan yang membentuk kalimat, baik dari segi bentuk maupun dari segi makna. Tentu saja pengertian kesejajaran mengandaikan bahwa unsur pembentukan kalimat itu lebih dari satu. Kaitan bentuk dan makna sangatlah erat dan tidak terpisahkan, tetapi demi kemudahan pembicaraan, tulisan ini akan berbagi menurut aspek yang menonjol.55
1. Kesejajaran Bentuk
Imbuhan digunakan untuk membentuk kata berperan dan menentukan kesejajaran. Berikut ini contoh yang memperhatikan ketidak sejajaran bentuk.
Kegiatannya meliputi pembelian buku, membuat katalog, dan mengatur peminjaman buku.
Ketidaksejajaran itu ada pada kata pembelian (buku) yang disejajarkan dengan kata membuat (katalog) dan mengatur (peminjaman buku). Agar sejajar, ketiga satuan itu dapat dijadikan nomina semua, menjadi:
Kegiatannya meliputi pembelian buku, pembuatan katalog, dan pengaturan peminjaman buku.
55
Jika dijadikan verba semua, ubahannya menjadi:
Kegiatannya ialah membeli buku, membuat katalog, dan mengatur peminjaman buku.
2. Kesejajaran Makna
Seperti telah dinyatakan, bentuk dan makna berkaitan erat. Keduanya dapat diumpamakan sebagai dua sisi dari kepingan uang yang sama. Berikut ini akan diuraikan makna yang terkandung dalam satuan fungsional. Satuan fungsional adalah unsur kalimat yang berkedudukan sebagai subjek, predikat, objek dan sebagainya. Status fungsi itu ditentukan oleh relasi makna antar satuan.56Contoh:
Dia berpukul-pukulan.
Kalimat tersebut tidak ada kesejajaran subjek dan predikat dari segi makna. Kata berpukul-pukulan bermakna ‘saling pukul’. Hal itu berarti pelakunya harus lebih dari satu. Karena kata Dia bermakna tunggal, subjek kalimat itu harus diubah misalnya menjadi mereka, atau kalimat tersebut perlu ditambahkan keterangan komitatif (penyerta)dengan temannya, misalnya.
Kalimat berikut tidak memiliki kesejajaran makna predikat dan objek.
Adik memetiki setangkai bunga.
Kata memetiki mempunyai makna ‘berulang-ulang’ yang tentunya tidak dapat diterapkan pada setangkai bunga. Perbaikannya dapat dilakukan dengan mengubah predikat menjadi memetik atau
menghilangkan satuan setangkai pada objek. Tentu saja kalimat itu bergantung pada informasi yang akan disampaikan.
3. Kesejajaran Dalam Perincian Pilihan
Kadang-kadang, soal ujian dibuat bentuk pilihan ganda. Soal yang baik harus memuat perincian pilihan yang sejajar sehingga memberi peluang yang sama untuk dipilih. Berikut ini contoh perincian pilihan yang tidak sejajar.57
(1)Pemasangan telepon akan menyebabkan .... a. Melancarkan tugas
b. Menambah wibawa
c. Meningkatkan pengeluaran
Pada contoh tersebut, jawaban yang diharapkan adalah (a), tetapi kalimat pemasangan telepon akan menyebabkan melancarkan tugas bukanlah kalimat yang baik. Pilihan (b) meskipun memang bukan jawaban yang tepat, tidak mempunyai peluang untuk dipilih karena kalimat pemasangan telepon akan menyebabkan untuk menambah wibawa bukanlah kalimat baik. Kalimat yang memuat pilihan (c) justru paling baik, tetapi pilihan itu bukan jawaban yang diharapkan. Soal(1)dapat diubah sebagai berikut:
(1a)Pemasangan telepon akan meningkatkan .... a. kelancaran
b. wibawa c. pengeluaran
57
c. Stuktur Kalimat Periodik
Kalau pada kalimat umum, unsur-unsur yang dikemukakan cenderung unsur intinya, tetapi pada kalimat periodik sebaliknya, yaitu unsur-unsur tambahan yang terlebih dahulu dikemukakan kemudian muncul bagian intinya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian para pembaca atau pembicara terhadap pendengarnya. Misalnya:58
1) Oleh mahasiswa kemaren jenazah yang busuk itu dikuburkan (O-K-S-P).
2) Oleh awan panas yang tersembur dari kepundan, dengan bantuan angin yang berkecepatan tinggi, hutan lindung di lereng bukit itu terbakar habis (O-K-S-P)
3) Kemaren rombongan mahasiswa PKL UIN disambut oleh mahasiswa jurusan kedokteran UI (K-S-P-O).
3. Ciri-ciri Kalimat Efektif
a. Mengandung Kesatuan Gagasan
Untuk menjaga kesatuan gagasan penerjemah harus selalu mengupanyakan berbagai hal, diantaranya adalah:
1) Subjek/predikat kalimat jelas
(Menghindari pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut)
58
Kalimat di bawah ini tidak efektif karena ada kata berlebih yang menggunakan subjek, misalnya:
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah59
Penggunaan kata depan ’bagi’ dalam kalimat di atas, membuat kalimat itu tidak efektif karena tidak jelas lagi mana subjek kalimat jika dilihat dari segi predikatnya. Jadi kata ’bagi’ tidak perlu digunakan dalam kalimat tersebut.
Penghilangan kata ’bagi’ dalam kalimat di atas tidak akan mempengaruhi makna kalimat secara keseluruhan. Jadi, kalimat tersebut dapat diganti sebagai berikut:
Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah
2) Tidak terdapat subjek yang ganda Soal itu saya kurang jelas(salah) Soal itu kurang jelas(benar)
3) Kata penghubung intra kalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal.
Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.(salah)
4) Predikat kalimat tidak didahului olehyang.
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.(salah)
b. Kepararelan
Paralisme (kesejajaran) ialah penggunaan bentuk gramatikal yang sama untuk unsur-unsur yang sama fungsinya. Jika satu gagasan dinyatakan dengan kata kerja bentuk ’me-’60 dan sebagainya, maka gagasan lain yang sejajar harus dinyatakan pula dengan kata kerja bentuk ’me’ seperti kalimat terjemahan berikut ini:
ﻭﺁ
ﺗﻮ
ﻴﻟﺍ ﺍ
ﺘ
ﻣﺎ
ﹶﺃ ﻰ
ﻣﻮ
ﹶﻟﺍﻬ
ﻢ
ﻭ
ﹶﻻ
ﺗﺘﺒ
ﺪﹸﻟ
ﻮ
ﹶﳋﺍ ﺍ
ﹺﺒﻴ
ﹶﺚ
ﹺﺑ
ﱢﻄﻟﺎ
ﻴ
ﹺﺐ
ﻭ
ﹶﻻ
ﺗ
ﹸﻛﺄ
ﹸﻠﻮ
ﺍ
ﹶﺃﻣ
ﻮﹶﻟﺍ
ﻬ
ﻢ
ﹺﺇﹶﻟ
ﹶﺃ ﻰ
ﻣﻮ
ﻟﺍ
ﹸﻜ
ﻢ
”Berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartanya.”
c. Ketegasan(Penekanan ide pokok kalimat) 1) Diletakan di depan kalimat
Mahasiswa itu ingin pergi ke kampus.
2) Membuat urutan bertahap
Bukan seratus, seribu, sejuta, tapi milyaran rupiah telah
disumbangkan.
3) Melakukan repitisi
Saya suka akan kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan
mereka.
60
4) Melakukan pertentangan
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan pintar.
5) Menggunakan partikel penegas Saudaralah yang bertanggung jawab.
d. Kehematan
1) Tidak mengulang subjek
Karena ia tidak diundang, ia tidak datang ke tempat itu.
2) Tidak mengulang subordinat pada hiponim Ia memakai baju warna merah
3) Tidak mengulang sinonim Sejak dari pagi ia berenang
4) Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak Para tamu-tamu sudah datang
e. Kecermatan(Tidak menimbulkan tafsir ganda)
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu sedang berdemontrasi
f. Kepaduan
1) Bertele-tele
2) Memperhatikan stuktur aspek + agen + verba Surat itu saya sudah baca(salah)
4) Kelogisan (ide kalimat dapat diterima oleh akal dan ejaan sesuai dengan yang berlaku)
Waktu dan tempat kami persilahkan(salah)
g. Kalimat Baku
Kalimat adalah gugusan yang berstuktur atau bersistem yang mampu menimbulkan makna sempurna. Makna sempurna adalah makna yang dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan maksud yang dimiliki pembuat kalimat.61
Kalimat baku adalah kalimat yang mengikuti kaidah/ragam bahasa yang telah ditentukan atau dilazimkan. Kalimat tidak baku adalah kalimat yang dari segi bentuknya tidak memenuhi persyaratan sebuah kalimat, sedangkan dari segi isinya tidak mampu menjadi sarana komunikasi yang sempurna. Kalimat yang tidak baku dapat saja berupa kalimat yang tidak efektif, tidak normatif, dan tidak logis.
Dikatakan tidak efektif apabila kalimat itu tidak memberikan pengertian kepada pembaca sesuai dengan maksud penulis dan penutur. Kalimat tidak normatif adalah kalimat yang tidak memenuhi norma-norma pembuat kalimat, misalnya unsur minimal tidak terpenuhi. Sedangkan kalimat yang tidak logis adalah kalimat yang hubungan antar makna gramatikal dan makna leksikal tidak logis.62
61
Kusno Budi Santoso,Problematika Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktik Bahasa Baku,(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 128.
(1) Buku itu diberi ke saya.
(2)Buku itu diberikan kepada saya.
BAB III
M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL MISBAH
A. Biografi Singkat dan Perjalanan Karier M. Quraish Shihab
Pada saat ini, bisa dikatakan cendikiawan muslim yang sangat mendalam ilmunya dalam studi ilmu-ilmu al-Qur’an (Tafsir) di Indonesia adalah Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab. Dengan kedalaman, keluasan, dan ketinggian ilmunya di bidang Tafsir al-Qur’an telah mengangkat namanya menjadi salah satu ikon gerakan pemikiran Islam di Indonesia. Apalagi pendapat atau pandangan-pandangan keagamaan beliau yang moderat, menyebabkan beliau bisa diterima oleh berbagai kalangan. Sehingga tidak mengherankan, Shihab menjabat posisi penting dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan (akademis) sampai politik, dari non formal sampai formal. Walaupun tidak bisa dinafikan masih ada beberapa kalangan yang tidak sepakat dengan pendapat-pendapatnya.
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dilahirkan di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944.63 Ia berasal dari keturunan Arab yang terpelajar. Sosok Quraish Shihab berperawakan tegap dan kharismatik dengan tinggi 172 cm, berat 69, warna rambut hitam, muka lonjong, dan kulit berwarna putih.64
Kini Beliau menjabat sebagai Direktur Pusat Studi al-Qur’an (PSQ) dan Guru Besar sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
63
Lihat M. Quraish Shihab, Logika Agama; Batas-Batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam Islam(Jakarta: Lentera Hati, 2005)
64
Kusmana, “Membangun Citra” dalam Badri Yatim dan Hasan Nasuhi, (ed),
Jakarta.65 Beliau adalah kakak kandung mantan Menko Kesra pada Kabinet Indonesia Bersatu, Alwi Shihab. Sekarang beliau bersama istri bernama Fatmawati telah dianugerahi lima orang anak, yaitu, Najla, Najwa, Naswa, Ahmad, dan Nahla.
Ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986), seorang guru besar dalam bidang Tafsir.66 Abdurrahman seringkali mengajak Quraish Shihab bersama saudaranya yang lain untuk duduk bercengkrama bersama dan sesekali memberikan petuah-petuah keagamaan. Dari sinilah rupanya mulai bersemi cinta dalam diri Quraish Shihab terhadap studi al-Qur’an.67
Pengkajian terhadap al-Qur’an dan Tafsirnya, kemudian lebih beliau dalami di Universitas Al-Azhar Kairo, setelah melalui pendidikan dasarnya yaitu SD dan SLTP di Ujung Pandang dan pendidikan menengahnya di Malang (1956-1958) sekaligus menjadi santri di Pondok Pesantren Darul Hadist al-Faqihiyyah, Malang.68
Pada tahun 1958, beliau berangkat ke Kairo, Mesir, untuk melanjutkan pendidikan dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadist Universitas Al-Azhar.69 Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi
65
Shihab, Logika Agama;Batas-batas Akal dan kedudukan Wahyu dalam Islam. 66
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 2001), Cet. Ke-XXII,h.14.
67
Ibid., h. 14.
68
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish/htmldiakses pada tanggal 1 Juni 2008
69
bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudulAl-I’jazal-Tasyri’iy li al-Qur’an al-Karim.70
Dengan rasa suka cita Shihab kembali ke Ujung Pandang, 71 dengan membawa gelar megisternya. Rasa rindu yang sudah lama dipendamnya untuk bersua dan berbakti kepada ayah bunda, bercengkraman ria dengan saudara-saudaranya dan berkasihsayang dengan segenap handai taulan di kampung halamannya, dengan ini dapat terobati.72
Di Ujung Pandang beliau dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung Pandang. Selain menjabat jabatan tersebut, beliau juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang, beliau juga sempat melakukan berbagai penelitian. Penelitian tersebut antara lain, penelitian dengan tema ”Penerapan Kerukunan
Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan ”Masalah Wakaf Sulawesi
Selatan” (1978).73
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikan di almamater yang lama, yaitu Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982, dengan disertasi berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa’iy, Tahqiq wa
70
http://media.isnet.org/islan/Quraish/Quraish/html diakses pada tanggal 1 Juni 2008
71
Ujung Pandang adalah nama lain untuk Makasar dan dipakai kira-kira tahun 1950-an sampai tahun 2000. Alasan mengganti nama Makasar menjadi Ujung Pandang adalah alasan politik. Antara lain karena Makasar adalah nama sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk kota Makasar adalah anggota dari etnik Makasar.
72
Shihab,Membumikan Al-Quran, h. 14.
73
Dirasah, dia berhasil meraih gelar doktor dalam meraih ilmu al-Qur’an dengan yudisiumSumma Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz
ma’a martabat al-syaraf al-’ula).74 Yang artinya dengan pujian tingkat pertama.
Beliau merupakan orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor di bidang ilmu Tafsir. Sementara dalam lingkup keluarganya merupakan doktor keempat dari anak-anak Shihab yang berjumlah 12, terdiri dari enam putra dan enam putri.75
Sekembalinya ke Indonesia, sejak tahun 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta dan pada tahun 1992-1998 beliau diangkat menjadi Rektor pada Universitas tersebut. Selain itu, di luar kampus, beliau juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (1984), anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan.
Selain jabatan-jabatan dalam bidang akademis (pendidikan) tersebut, Quraish Shihab juga pernah menduduki jabatan politik. Antara lain tahun 1998, beliau dipercayakan untuk menduduki jabatan Menteri Agama dalam kabinet Pembangunan VII. Setelah itu beliau diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Mesir, Jibouti, Somalia. Pada tahun 1995-1999 beliau dipilih sebagai Anggota Dewan Riset Nasional. Dari tahun 1989 sampai sekarang beliau
74
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish/htmldiakses pada tanggal 1 Juni 2008
75
diangkat sebagai Anggota Dewan Pentashih al-Qur’an Departemen Agama RI.
Beliau juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional. Antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Di sela-sela kesibukannya itu, beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya dan pasti semua orang tahu, Quraish Shihab adalah salah seorang yang aktif dan produktif dalam kegiatan tulis menulis. Di surat kabar Pelita, beliau pernah mengasuh rubrik “Pelita Hati” setiap hari Rabu. Dia juga mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Lalu mengasuh rubrik “Quraish Shihab Menjawab” di
harian Republika. Selain itu, dia juga pernah tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi Jurnal Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di
Jakarta.
Quraish Shihab juga sering muncul di layar televisi untuk mengisi acara- acara yang terkait dengan dakwah Islam. Pada tahun 1996, beliau mengisi acara bertajuk ‘Sahur Bersama Quraish Shihab’ di layar televisi
oleh penerbit Mizan menjadi buku yang sangat laris dengan judul yang sama: Sahur Bersama Quraish Shihab. Saat ini pun Quraish Shihab masih mengasuh acara keagamaan di layar MetroTV.
B. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah
Pada akhir dari “sekapur sirih” M. Quraish Shihab yang terdapat pada setiap volume, tercantum keterangan bahwa awal penulisanTafsir al-Misbah ini bertempat di Kairo, Mesir pada hari jumat. 4 Rabiul Awal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 Juni 1999 M dan kemudian untuk pertama kalinya pada bulan Sya’ban 1421 H, bertepatan pada bulan November 2000 M, oleh penerbit Lentera Hati di Jakarta.
Latar belakang penulisan Tafsir al-Misbah ini didasarkan pada keinginan Quraish melayani semua masyarakat pembacanya yang ingin memahami al-Qur’an. Sebagaimana tulisan-tulisannya yang lain, beliau ingin bahwa al-Qur’an menjadi hudan (petunjuk) yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh semua kalangan masyarakat Islam. Di samping karena memang usaha menafsirkan al-Qur’an adalah usaha yang sangat mulia sekaligus merupakan kewajiban para ulama yang punya kemampuan di bidang itu untuk menyuguhkan pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an sesuai dengan harapan dan kebutuhan.
al-Misbah ini paling tidak mencakup dua hal 76, yaitu: pertama pemilihan nama itu didasarkan pada fungsinya.al-Misbahartinya lampu yang fungsinya untuk menerangi kegelapan. Menurut Hamdan, dengan memilih nama ini, penulisnya berharap agar karyanya itu dapat dijadikan sebagai pegangan bagi mereka yang berada dalam suasana kegelapan dalam mencari petunjuk yang dapat dijadikan pedoman hidup. Kedua pemilihan namaal-Misbahini berasal dari kumpulan tulisan pada rubrik “Pelita Hati” yang diterbitkan dengan judul “Lentera Hati”. Lentera merupakan padanan kata dari pelita yang arti dan fungsinya sama. Dalam bahasa Arab, lentera, pelita, atau lampu itu disebut Misbah, dan kata inilah yang kemudian dipakai oleh Quraish untuk dijadikan nama karyanya itu. Penerbitnya pun menggunakan nama serupa yaituLentera Hati.
C. Karya-karya Ilmiah M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab adalah