• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab - Test Repository"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT

AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR

AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH:

KHAMIDAH

NIM: 11111130

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)

ii

NILAI PENDIDIKAN HUMANISME DALAM SURAT

AL-HUJURAT AYAT 13 TELAAH TAFSIR

AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH:

KHAMIDAH

NIM: 11111130

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(4)
(5)
(6)

v

(7)

vi

MOTTO

Apa yang kamu lihat, kamu dengar, dan kamu rasakan adalah pendidikan (KH. Iman Zarkasyi)

Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia

atau direndahkan ( Haim Ginott)

Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini ku persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku yang telah menjadi semangatku

2. Seluruh keluargaku, yang tak henti-hentinya dalam mendoakan, mendukung, memotivasi, dan memberikan doa-doanya kepada penulis dalam menuntut ilmu

3. Sahabat serta teman-temanku yang banyak memberikan motivasi dan dukungan

(9)

viii

KATA PENGANTAR

ٍُحشٌا ّٓحشٌا الله ُغب

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkat taufiq, hidayah dan kebesaran-Nya yang selalu ditunjukkan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Nilai Pendidikan Humanisme dalam al-Qur’an surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir

al-Misbah Karya M. Quraish Shihab” ini, disusun untuk memenuhi salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menghadapi suatu kendala namun itu tidak terlalu berarti karena adanya dorongan dan bantuan dari banyak pihak, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, S.Pd. M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

(10)

ix

4. Ibu Eva Palupi, S.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi dukungan dan pengarahan selama masa perkuliahan di IAIN Salatiga.

5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengalaman berharga selama perkuliahan di jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

6. Teman-temanku seperjuangan IAIN SALATIGA angkatan 2011 khususnya PAI yang selama ini telah berjuang bersama.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka mendapat balasan yang lebih baik dari serta mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, serta penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembacanya.

Wassalamu‟alaikum wr. wb.

Salatiga, September 2016 Penulis

(11)

x

ABSTRAK

Khamidah. 11111130. 2016. Skripsi. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13 Telaah Tafsir al-misbah Karya M. Quraish Shihab. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.

Kata Kunci : Nilai Pendidikan Humanisme Surat al-Hujurat ayat 13

Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang makhluk lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus berpijak pada potensi yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan bisa berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar berupa pendidikanBagaimana penafsiran surat Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?. Bagaimana nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?

(12)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL... ... i

HALAMAN BERLOGO... ... ii

HALAMAN JUDUL... ... .. iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

MOTTO... ... vii

PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 10

F. Penegasan Istilah ... . 11

(13)

xii BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan ...…………... 16 B. Konsep Humanis... ... 19 C. Pendidikan Humanis... ...……..………….. ... 30 BAB III BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB

A. Sejarah Hidup M. Quraish Shihab... 36 B. Karya-karya M. Quraish Shihab ... 39 C. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab... 43 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 13 ……….…... 46 B. Nilai Pendidikan Humanisme dalam Surat al-Hujurat Ayat 13…….... 54 C. Relevansi Surat al-Hujurat Ayat 13... ... 62 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... . 64 B. Saran ... ..65 C. Penutup ... 66 DAFTAR PUSTAKA

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk yang dapat mendidik dan dididik, sedang makhluk lain tidak. Pada dimensi ini manusia memiliki potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Pendidikan pun harus berpijak pada potensi yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan bisa berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar berupa pendidikan (Assegaf, 2011:164). Manusia merupakan makhluk yang multidimensi bukan saja karena manusia sebagai subyek yang secara teologis memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupan, tetapi juga sekaligus menjadi obyek dalam keseluruhan macam dan bentuk aktivitas dan kreativitasnya. Firman Allah dalam surat al-jatsiyah ayat 13:

َُْٚشَّىَفَتٌَ ٍََْٛمٌِ ٍتاٌَلآَىٌَِر ًِف َِّْإ ُِِْٕٗ اًعٍَِّج ِضْسلأا ًِف اََِٚ ِتاَٚاََّّغٌا ًِف اَِ ُُْىٌَ َشَّخَعَٚ

Artinya:“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Al-Jatsiyah, 45: 13)

Dengan demikian, bentuk dan sistem aspek-aspek kehidupan senantiasa harus dikonstruksi di atas konsepsi manusia itu sendiri, sehingga diskursus mengenai manusia menjadi menarik tidak saja karena keunikan makhluk, akan tetapi juga karena kompleksitas daya yang memilikinya sangat luar biasa.

(15)

2

globalisasi. Dalam penyelenggaraan pendidikan hendaknya mampu melaksanakan proses pembelajaran yang mampu memberikan kesadaran kepada peserta didik untuk mau dan mampu belajar (learning know or learning to learn). Materi pembelajaran hendaknya dapat memberikan suatu pelajaran alternatif kepada peserta didiknya (learning to do) dan mampu memberikan motifasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be). Pembelajaran tidak cukup hanya diberi dalam bentuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, tidak ada perbedaan diantaranya (learning to live together).

Keempat pilar pembelajaran di atas harus dikembangkan baik dalam proses pendidikan umum maupun pendidikan agama. Jika hambatan dalam proses peningkatan mutu dan kualitas pendidikan dapat dipecahkan atau terselesaikan dengan baik, maka pendidikan akan mampu mewujudkan tujuannya yaitu terciptanya sumber manusia yang berkualitas yang menguasai IPTEK dan IMTAQ. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib diikuti oleh peserta didik seperti halnya pendidikan kewarganegaraan dan yang lainnya.

(16)

3

tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru dan murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen yang terdapat dalam sistem pendidikan seringkali berjalan apa adanya secara konvensional, tanpa adanya inovasi menuju hal yang lebih baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Akibat permasalahan tersebut mutu dan kualitas Pendidikan Agama Islam semakin rendah, tujuan dan visi misi Pendidikan Agama Islam tidak berhasil dicapai dengan baik. Tujuan Pendidikan Agama Islam seringkali diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya menguasai ilmu tentang Islam saja. Namun sebenarnya tujuan Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan metodologi pembelajaran merupakan hal yang paling penting bagi seorang guru, karena metodologi yang baik akan mampu mewujudkan tujuan pembelajaran. Sanjaya (2006:80) menyatakan bahwa:

“Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Namun pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Oleh sebab itu dalam pembelajaran, seorang guru hendaknya tidak hanya membangun aspek kognitif peserta didik namun aspek efektif dan psikomotor peserta didik harus dikembangkan”.

Menurut Zakiyah Drajat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam” (1996: 30-31) bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari beberapa tujuan

(17)

4

meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Apabila penyelenggaraan pendidikan Islam mampu mencapai tujuan umum ini, maka terwujudlah bentuk insan kamil dengan pola taqwa. Tujuan akhir dari pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 102:

ٍَُِّْْٛغُِ ُُْتَْٔأَٚ لاِإ َُّٓتَُّٛت لاَٚ ِِٗتاَمُت َّكَح َ َّالله اُٛمَّتا إَُِٛآ ٌَِٓزٌَّا اٌََُّٙأ اٌَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

sebenar-benartakwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu matimelainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imran, 3: 102).

Adapun tujuan sementara dari pendidikan Islam adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Sedangkan tujuan operasional dari pendidikan Islam adalah tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK), yang pada saat ini disebut standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara ideal betapa beratnya beban yang harus diemban dalam penyelenggaraan pendidikan Islam harus mampu mencapai tujuan tersebut di atas, yang intinya pendidikan Islam harus mampu memberikan bekal kepada peserta didik untuk melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai kholifah dalam rangka beribadah kepada Allah.

(18)

5

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Untuk itu, harus diadakan rekonstruksi konsep pendidikan Islam yang berangkat dan berorientasi pada potensi dasar manusia secara lebih sistematik dan realistik sebab bagaimanapun sederhananya suatu proses pendidikan, ultimate goal-nya haruslah diarahkan pada tujuan yang mulia, yakni membuat manusia benar-benar menjadi manusia dengan melaksanakan proses pendidikan yang memanusiakan manusia. Untuk mengoptimalkan serta mengaktualkan potensi dasar kemanusiaan itu menjadi inti kegiatan Tarbiyah Islamiyah. Untuk mencari serta menemukan paradigma baru, pendidikan Islam yang humanistik, pekerjaan paling awalnya adalah menelaah manusia itu sendiri baru kemudian menelaah konstelasi pendidikan Islam agar bisa menemukan hubungan keduanya. Menurut Mas‟ud (2002:193), menyatakan bahwa:

“Konsep humanisme merupakan sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hablum minallahdan hablum minannas. Yang jika konsep ini diimplementasikan dalam praktek dunia pendidik Islam akan berfokus pada akal sehat (commonsense), individualisme (menuju kemandirian), tanggung jawab (responsible), pengetahuan yang tinggi (first for knowledge), menghargai orang lain (pluralisme), kontektualisme (hubungan kalimat), lebih mementingkan fungsi dari simbol, serta keseimbangan antara reward dan punishment”.

(19)

6

Dalam proses pembelajaran seorang pendidik selain memberikan pengetahuan dan penguasaan ilmu yang setinggi-tingginya yaitu secara kognitif, seorang pendidik juga memberikan pengetahuan secara afektif dan psikomotor kepada peserta didik, sehingga dapat membantuk kepribadian, serta peradaban bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Akan tetapi dalam proses pembentukan watak kepribadian serta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa, berakhlak mulia dan berpengetahuan yang tinggi, serta mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini posisi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan hanya sebagai obyek pembelajaran yang pasif, yang hanya menunggu pemberian dari seorang guru. Akan tetapi dalam proses pembelajaran ini, peserta didik dituntut untuk lebihaktif, kreatif dan lebih bertanggung jawab sesuai firman Allah di sana telahdijelaskan dalam Q.S. Al-Ruum, 30: 30.

فٍَِٕح ٌِِّٓذٌٍِ َهَٙ ۡجَٚ ُِۡلَأَف

ٗ

َهٌِ ََٰر ِۚ َّللَّٱ ِكٍَۡخٌِ ًٌَِذۡبَت َلا ۚاٍٍَََٙۡع َطإٌَّٱ َشَطَف ًِتٌَّٱ ِ َّللَّٱ َتَشۡطِف ۚا

ٍََُّْٛ ۡعٌَ َلا ِطإٌَّٱ َشَث ۡوَأ َِّٓىٌَََٰٚ ٍَُُِّمٌۡٱ ٌُِّٓذٌٱ

(20)

7

Potensi dasar (fitrah) manusia yang terkandung dalam ayat tesebut merupakan salah satu predikat utama manusia sebagai makhluk pedagogik, yang dimana makhluk pedagogik merupakan makhluk Allah SWT yang sejak lahir sudah membawa potensi. Mereka dapat dididik sekaligus mendidik dan manusia dikaruniai oleh Allah SWT dengan potensi dasar yang dapat dikembangkan. Menurut Saleh Al-Jufri yang tertulis di buku Moh. Makin (2007: 10), bahwasannya potensi dasar (fitrah) manusia merupakan tabiat yang asli, yang perlu dikembangkan agar manusia menjadi baikserta tetap menduduki kedudukan sebagai makhluk Allah yang mulia, dan dalam mengembangkan potensi dasar ini, harus melalui proses pendidikan. Yang dimana dalam proses pendidikan tersebut mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pendidikan.

Selama ini metodologi pembelajaran agama Islam yang diterapkan masih mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah, menghafal, yang masih tampak kering dengan daya kritis siswa. Cara-cara seperti itu diakui telah membuat siswa menjadi bosan, jenuh, dan kurang bersemangat dalam belajar agama. Indikasinya adalah timbul rasa`tidak simpati siswa terhadap guru agama, dan lama kelamaan akan timbul sikap acuh tak acuh terhadap agamanya sendiri. Kalau kondisinya sudah demikian, sangat sulit mengharapkan siswa sadar dan mau mengamalkan ajaran agama.

Oleh karena itu, kita harus mulai melaksanakan strategi pendidikan agama Islam dengan menggunakan metode penyampaian yang menyenangkan dan tidak

mengekang serta tidak melupakan “belajar berfikir” pada peserta didik, agar materi

(21)

8

disampaikan kepada peserta didik juga tidak boleh keluar dari koridor nilai-nilai agama Islam yang menjadi tujuan dari agama itu sendiri (Ismail, 2008:4)

Menurut Ma‟arif (2006: 129), maka dari itu sudah saatnya kita harus

membongkar model pendidikan agama Islam yang masih mengikuti “gaya lama”

yang hanya menuntut peserta didik untuk “selalu patuh” dan tidak memberikan

kebebasan untuk bersikap kritis dan rasional menuju kepada pendidikan agama Islam yang mencerdaskan, memerdekakan, dan memanusiakan, sehingga pendidikan agama Islam yang humanis akan terwujud.

Dengan demikian pendidikan humanistik religius bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitment humaniter sejati yaitu insan manusia memiliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai insan manusia yang individual. Namun tidak terangkat dari kebenaran-kebenaran faktualnya bahwa dirinya hidup di tengah masyarakat, dengan demikian ia memiliki tanggung jawab moral kepada lingkungannya berupa keterpanggilannya untuk mengabdikan dirinya demi kemaslahatan masyarakat. Quraish Shihab (1994:269) dalam bukunya menyatakan bahwa, salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran islam adalah persamaan antara manusia, baika antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digaris bawahi yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul Nilai

Pendidikan Humanisme dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat Ayat 13 Telaah

(22)

9

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?

2. Bagaimana nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab?

3. Bagaimana relevansi surat al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab terhadap dunia pendidikan saat ini?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui penafsiran surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

2. Mengetahui nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 telaah tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

(23)

10

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritik

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia islam.

2. Manfaat praktik

a. Memberikan pemahaman dan pengetahuan tenang nilai pendidikan humanisme dalam surat Hujurat ayat 13 dalam tafsir Al-Misbah.

b. Sebagai bahan referensi sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan.

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa disebut dengan studi pustaka (library research) ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mustika Zed, 2004: 3).

2. Sumber data

(24)

11

a. Sumber data primer

Yaitu sumber data yang berkaitan dengan objek riset (Dhahara, 1980: 60). Diantaranya yaitu al-Qur‟an dan Tafsir al-Misbah. b. Sumber data sekunder

Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data sekunder yaitu sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur‟an, Membumikan Al-Qur‟an, politik Pendidikan, Ilmu Pendidikan Islam, dan lain-lain.

Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

(25)

12

F. PENEGASAN ISTILAH

1. Nilai humanisme

Fraenkel sebagaimana dikutip Kartawisastra (1981: 1) membuat definisi nilai adalah Standar tingkah laku keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia yang sepatutnya dijalankan dan dipertahankan. Pendapat lain menyatakan bahwa nilai a dalah sesuatu yang berharga, baik menurut standar logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika (adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan (Djahiri dkk, 1996: 22-23).

Sedang humanis berasal dari kata human (Inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiono (2005: 228) dalam Kamus Ilmiah Populer Internasional, menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia, cara manusia. Sedangkan humanis berarti seseorang yang human, penganut ajaran humanisme. Humanisme adalah suatu doktrin yang menekan kepentingan kemanusiaan.

(26)

13

yang tidak tahuapa-apa, sedangkan dalam Islam sendiri diajarkan bagaimana manusia harus menghormati hak orang lain termasuk dalam pendidikan.

2. Pendidikan

Menurut Purwadaminta (2006: 291), Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata “didik” yang berarti memelihara, materi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sehingga pendidikan berarti proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang, dengan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses; cara; perbuatan; mendidik. Yang dimaksud Ahmadi (1992: 28) dengan pendidikan di sini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya insani) menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal maupun nonformal.

3. Surat Al-Hujurat

(27)

14

4. Tasfir Al-Misbah

Masfuk (1997: 198) menyatakan, tafsir adalah penjelasan terhadap kalam Allah atau menjelaskan lafadz-lafadz Alquran dan pemahamannya.Ilmu tafsir sudah dikenal sejak zaman rasulullah dan berkembang sampai sekarang.. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, Keserasian al-Qur‟an adalah karya M. Quraish Shihab. Sebuah karya tafsir yang terdiri dari 15 Volume dengan mengulas tuntas semua ayat-ayat al-Qur‟an

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman dalam memahami dan membaca skripsi ini, maka disusunlah sistem penulisan skripsi secara garis besarnya, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Penegasan istilah

(28)

15

BAB II: M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH A. Sejarah hidup M. Quraish Shihab

B. Karya-karya M. Quraish Shihab C. Corak pemikiran M. Quraish Shihab

1. Bidang teologi 2. Bidang syari‟at Islam 3. Bidang tasawuf 4. Bidang tafsir

BAB III: KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan

B. Konsep tentang humanisme 1. Latar belakang humanisme 2. Pengertian Humanisme

3. Dasar dan Tujuan Humanisme C. Pendidkan Humanis

BAB IV : ANALISIS TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 13

A. Tafsir surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab

B. Nilai pendidikan humanisme dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab

(29)

16

(30)

17 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan

Pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya insani) menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Ahmadi, 2005: 28). Dewey mendefinisikan pendidikan sebagai berikut: “education is thus as fostering, a

nurturing, a cultivating, process”. (Pendidikan adalah memelihara, menjaga,

memperbaiki melalui sebuah proses). Menurut Mc. Donald dalam Education Psychology, pendidikan diartikan sebagai “process or activity, which is directed at producing desirable changes in the behavior of human being (Pendidikan adalah proses atau aktifitas yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan pada tingkah laku manusia).

(31)

18

Melalui pendidikan ini, warisan budaya ilmu pengetahuan dan nilai atau norma suatu kelompok sosial tertentu bisa dipertahankan dan keberlangsungan hidup mereka bisa dijamin, singkatnya pendidikan memberikan arti bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya mempertahankan pandangan dunia (worldview) yang dimilikinya.

Berdasarkan di atas, proses pendidikan memiliki potensi yang kuat dalam mengakselerasikan kebebasan, maka pendidikan harus mampu merangsang manusia (peserta didik) untuk berfikir mandiri dalam rangka menciptakan gagasan otentik, orisinil, sehingga tidak gampang terpengaruhi oleh berbagai tekanan dari pihak manapun. Proses pendidikan yang dipaksakan tergantung kepada keputusan pihak lain berarti telah menempatkan manusia pada posisi yang terserabut dari akar kemanusiaannya dan tidak mengembangkan kesadaran kritisnya.

(32)

19

kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya sebagai suatusi sistem pemanusiaan manusia yang unik, mandiri, dan kreatif

Dalam hal ini Mas‟ud (2002: 134) memaparkan, tujuan akhir

pendidikan adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dari potensi yang dimilikinya secara maksimal (Bahridjamarah, 2005: 155). Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha seseorang yang sistematis, terarah, yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal maupun non formal.

Dari uraian di atas bahwasannya watak manusia itu berkembang. Yang membedakan adalah konsep fitrah itu sendiri. Fitrah adalah pembawaan manusia yang tetap. Semua orang yang dilahirkan dengan pembawaan asal berupa fitrah tersebut, seumur hidupnya manusia memilikinya tidak ada perubahan dalam fitrah Allah yang dikaruniakan kepada hambanya.

(33)

20

tidak berdaya. Hampir semua hidupnya tergantung pada orang tuanya. Mereka sangat memerlukan pertolongan dan bantuan orang tuanya dalam segala hal.

Demikian pula, jika dia tidak diberi bimbingan atau pengetahuan, baik jasmaniah maupun ruhaniah berupa pendidikan intelek, susila, sosial agama, dan sebagainya. Maka anak tersebut tidak akan dapat berbuat sesuatu secara maksimal. Dari sini jelaslah bahwa manusia dalam rangka melaksanakan tugas kehidupannya sangat membutuhkan apa yang disebut pendidikan, dengan demikian pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Jadi manusia memerlukan pendidikan.

B. Konsep Humanisme

1. Latar Belakang Humanisme

Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (1), penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting (2), penganut paham humanisme (3) (KBBI, 1994: 361). Arti istilah “humanisme” lebih mudah dipahami kalau ditinjau dari sisi historis dan sisi aliran-aliran di dalam filsafat. Dari sisi pertama, humanisme berarti suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 Masehi. Pada gerakan ini bisa dikatakan sebagai motor penggerak kebudayaan modern.

(34)

21

sampai ke-16 M. Gerakan yang berawal di Italia ini kemudian menyebar ke segenap penjuru Eropa, dimaksudkan untuk membangunkan umat manusia dari tidur panjang abad pertengahan, yaitu dikuasai oleh dogma-dogma agamis gerejani. Abad pertengahan adalah abad dimana otonomi kreativitas, kemerdekaan berpikir manusia dibelenggu oleh kekuasaan gereja. Abad ini sering disebut “abad kegelapan” karena cahaya akal budi

manusia tertutup kabut dogma-dogma gereja. Kuasa manusia dipatahkan oleh pandangan gereja yang menganggap bahwa hidup manusia telah digariskan oleh kekuatan-kekuatan Ilahi, dan akal budi manusia tidak akan pernah sampai pada misteri dari kekuatan-kekuatan itu. Pikiran-pikiran manusia yang menyimpang dari dogma-dogma tersebut adalah pikiran-pikiran sesat dan karenanya harus dicegah dan dikendalikan.

Dalam zaman seperti itulah, gerakan humanisme muncul. Gerakan kaum humanis ini bertujuan untuk melepaskan diri dari belenggu dari kekuasaan gereja dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang mengikat, melalui pendidikan liberal, mereka mengajarkan bahwa manusia pada prinsipnya adalah makhluk bebas dan berkuasa penuh atas eksistensinya sendiri dan masa depannya. Istilah “humanisme” sendiri berasal dari kata Latin “humanitas” (pendidikan manusia) dan dalam

(35)

22

sejarah, etika dan politik) adalah kenyataan bahwa hanya dengan seni liberal, manusia akan tergugah untuk menjadi manusia, menjadi makhluk bebas yang tidak terkungkung oleh kekuatan-kekuatan dari luar dirinya (Abidin, 2006: 41).

Seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Friere (1991: 26), seorang pakar pendidikan dari Brazil, telah berhasil melihat fenomena pendidikan dalam karyanya yang terkenal “Pendidikan Kaum Tertindas”. Menurut Friere bahwasannya pendidikan yang dimulai dengan kepentingan egoistis kaum penindas dan menjadikan kaum tertindas sebagai objek humanitarianisme, mereka justru memprahaturkan dan menjelmakan penindas itu sendiri.

Friere (1991: 50) mengatakan dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, para murid menjadi celengan dan guru menjadi penabungnya. Dan yang terjadi bukanlah proses komunikasi, akan tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi tabungan yang diterima dan dituangkan dengan patuh oleh para muridnya. Aktivitas pendidikan hanya sekedar sebuah mekanisme otomatik dan lebih bersifat formalistik belaka. Pada pola pendidikan semacam ini nilai kreativitas dan progresivitas individu menjadi sangat terpasung.

(36)

23

totheir students” dalam kata lain bahwasannya pendidikan hanyalah memindahkan ilmu dari otak (yang satu) ke otak yang lain. Untuk itu dengan adanya konsep humanisme, kebebasan berfikir merupakan tema terpenting dari pendidikan humanis. Akan tetapi kebebasan yang dimaksudkan bukan kebebasan yang absolut, atau kebebasan sebagaian antitesis dari deferminisme abad pertengahan. Kebebasan yang mereka perjuangkan adalah kebebasan yang berkarakter manusiawi, kebebasan manusia dalam batas-batas alam, sejarah dan masyarakat.

Dengan demikian, bahwa humanisme yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu paham di dalam aliran-aliran filsafat yang hendak menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia serta menjadikan manusia sebagai ukuran dari segenap penilaian, kejadian dan gejala di atas muka bumi ini. Dengan kata lain, manusia merupakan pusat kontrol dari realitas. Realitas manusia adalah hak milik manusia sehingga setiap kejadian, gejala dan penilaian apapun harus dikaitkan dengan keberadaan, kepentingan atau kebutuhan manusia.

(37)

24

2. Pengertian Humanisme

Humanis berasal dari kata Human (Echols, 1998: 326) (Inggris) yang berarti manusiawi. Menurut Budiono, dalam Kamus Ilmiah Populer Internasional, menyebutkan bahwa Human berarti mengenai manusia, cara manusia, sedangkan humanis sendiri berarti seorang yang human, penganut ajaran huminisme. Sedangkan Budiono (2005: 228) memaparkan, humanisme sendiri adalah suatu doktrin yang menekankan kepentingan kemanusiaan dan ideal (humanisme di zaman Renaissan didasarkan atas peradaban Yunani purba. Sedangkan humanisme modern menempatkan manusia secara eksklusif). Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa human: bersifat manusiawi, (seperti manusia yang dibedakan dengan binatang, jin, dan malaikat) berperikemanusiaan, baik budi, budi luhur dan sebagainya.

(38)

25

Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa human: bersifat manusiawi, (seperti manusia yang dibedakan dengan binatang, jin, dan malaikat) berperi kemanusiaan, baik budi, budi luhur dsb. Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik berdasarkan asas-asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (1), penganut paham yang menganggap manusia sebagai obyek terpenting (2), penganut paham humanisme (3).

Dengan demikian manusia merupakan pemegang kebebasannya dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya saat ini, dan juga bagi masa depannya yang akan datang. Sehingga bisa dikatakan bahwa kedudukan manusia dalam dunia ini sangatlah tinggi, karena dibekali dengan potensi-potensi kebebasan dalam melakukan hal terbaik bagi dirinya.

Manusia merupakan makhluk yang multidimensi bukan saja karena manusia sebagai subyek yang secara teologis memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupan, Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 13:

َنوُرَّكَفَ تَ ي ٍمْوَقِل ٍتاَيلآَكِلَذ ِفِ َّنِإ ُهْنِم اًعيَِجَ ِضْرلأا ِفِ اَمَو ِتاَواَمَّسلا ِفِ اَم ْمُكَل َرَّخَسَو

(39)

26

Bagi sebagian orang, pendidikan seringkali dicerna sebagai suatu kegiatan pengisian otak dengan pengetahuan-pengetahuan tertentu tersebut diyakini akan menghasilkan keterampilan-keterampilan tertentu pula seseorang akan dikatakan berpendidikan apabila dia memiliki potensi kognitif yang dikontrol oleh institusi-institusi yang menyelenggarakannya. Seorang guru profesional memiliki kemampuan kognisi dari lembaga dimana dia melakukan proses belajar (pendidikan). Seorang dokter, tentara, bankir, bahkan seorang pelukis memperoleh kemampuan dari institusi pendidikannya masing-masing. Itulah kesan yang sering muncul dari kebanyakan kaum awam saat mereka berbicara mengenai pendidikan.

Proses pemikiran yang demikian dapat mempengaruhi minat dan motivasi, baik secara internal maupun eksternal, untuk memiliki kesadaran berpendidikan. Bagi mereka yang terlalu berpegang pada doktrin ini apabila tidak memiliki kemampuan untuk memasuki lembaga-lembaga pendidikan tertentu maka pintu pendidikan sudah tertutup selamanya bagi mereka padahal pendidikan bukan hanya sekedar proses transformasi pengetahuan saja.

(40)

27

yang bisa dikembangkan, sehingga manusia dinamakan makhluk pedagogik. Makhluk pedagogik adalah makhluk yang dapat dididik sekaligus makhluk yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan aktivitas pendidikan.

Dalam terminologi yang praktis, hal itu dinamakan pendidikan dalam makna yang luas. Firman Allah SWT surat an-Nahl ayat 78:

ًَۡش ٍََُّْٛ ۡعَت َلا ُُۡىِتَََُِّٰٙأ ُِْٛطُب ِِّۢٓ ُُىَجَش ۡخَأ ُ َّللَّٱَٚ

َع َّّۡغٌٱ ُُُىٌَ ًََعَجَٚ ا

ٗ

ٔ

ۡفَ ۡلأٱَٚ َش ََٰصۡبَ ۡلأٱَٚ َُْٚشُى ۡشَت ُُۡىٍََّعٌَ َةَد ِٔ ٔ

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan dari memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (Q.S. An-Nahl, 16: 78).

Dalam pernyataan Al-Qur‟an di atas, dapat dibingkai sebuah pengertian bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi yang bisa dikembangkan (fitrah) seperti dalam hadist yang telah dijelaskan di atas yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah di muka “dan manusia

dilahirkan dengan tidak membawa pengetahuan apapun”. Namun

demikian, manusia dibekali alat untuk mencapai pengetahuan seperti indra pendengaran, penglihatan, dan hati (Makin, 2007:105-107).

(41)

28

makhluk yang mulia, dan prinsip-prinsip yang didasarkannya didasarkan atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bisa membentuk species manusia.

Pendidikan yang di dalamnya mengandung unsur manusia, baik sebagai pelaku atau objek, dengan demikian tidak terpisahkan dari orientasi humanistik. Sejauhmana humanisme itu berperan dalam pendidikan, adalah tergantung dari persepsi para pendidik itu sendiri tentang manusia (human). Ada sebagian para ahli mengatakan bahwasannya watak manusia itu “berkembang” sesuai dengan perkembangan pribadi dan lingkungan yang melingkupinya. Hal itulah yang mengindikasikan bahwa sifat dan pembawaan, termasuk di didalamnya watak dan insting pada anak-anak itu berbeda-beda. Karena itu dapat dikatakan bahwa kewajiban seorang pendidik bila hendak memilihkan bidang pekerjaan buat seorang anak, meneliti terlebih dahulu sifat-sifatnya dan menguji kepintarannya kemudian dipilihkan jurusan pekerjaan yang sesuai. Perbedaan sifat pembawaan, watak dan insting manusia tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungannya. Dengan pengaruh itu seluruh kondisi batin di atas dapat berkembang, bisa menjadi baik, bisa pula sebaliknya, menjadi buruk. Sabda Rasulullah :“Lingkungan mempengaruhi hidup manusia mempunyai dampak atau pengaruh didalam kehidupan dan perjalanannya dan berpengaruh di dalam

(42)

29

ditemukan perbuatan yang dapat memotivasi dan dampaknya akan buruk”.

Dengan demikian, lingkungan dimana manusia itu berada berpengaruh besar bagi hidup dan perkembangan kehidupannya, mampu membentuk watak, kebiasaan, dan kecenderungan-kecenderungannya. Jika lingkungannya baik, dapat memotivasi untuk mendatangkan pengaruh yang baik, sebaliknya, jika lingkungannya buruk, tak seorang (ulama‟) pun

mampu membendung atau membantu akses buruknya. Sebenarnya manusia itu lahir dalam keadaan fitrah yaitu pembawaan asal untuk siap menerima agama Islam. Kemudian lingkungannya mempengaruhinya untuk menjadi baik atau buruk. Untuk mengendalikan dan mengarahkan pengaruh tersebut, pendidikan berperan aktif.

3. Dasar dan Tujuan Humanisme

Syariati (1996:47-49), mendiskripsikan tujuh asas dalam humanisme.

a. Manusia adalah makhluk asli, artinya manusia memiliki substansi yang mandiri dan berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya dengan substansi fisik sekaligus ruh yang dimiliki. Substansi fisik membedakan manusia dengan malaikat yang ghaib, dan substansi ruh membedakannya dengan binatang dan tumbuhan.

(43)

30

berkehendak memberi kesempatan pada manusia untuk menentukan sendiri arah hidupnya dengan kemudian harus dipertanggungjawabkan pada Yang Maha Kuasa.

c. Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir). Dengan kesadaran yang dimiliki memungkinkan manusia memahami realitas. Potensi berpikir menjadi modal paling penting bagi manusia untuk mempertahankan eksistensinya karena dengan berpikir, manusia selalu mampu mencari jalan untuk bertahan hidup dan berkembang menuju kehidupan yang lebih baik. Ketika sebuah ancaman hadir, maka secara otomatis manusia memikirkan bagaimana menanganinya.

d. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri. Ini memungkinkan manusia mempelajari dirinya sendiri sebagai subyek yang berbeda dengan hal-hal selain dirinya. Dengan begitu manusia memahami kebutuhannya, apa yang semestinya dilakukan, dan ke arah mana dia berjalan. Kepentingannya adalah tentu saja manusia harus memastikan bahwa dirinya berjalan ke arah yang lebih baik.

(44)

31

f. Manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal. Visi tentang sebuah masa depan membuatnya tidak akan puas dengan keadaan kekinian dan membawa manusia selalu bergerak dinamis menuju perubahan positif. Bahkan ini dapat menegaskan bahwa perubahan itu ditentukan oleh manusia itu sendiri. g. Manusia adalah makhluk moral yang memiliki nilai-nilai. Nilai-nilai

diartikan sebagai ungkapan tentang hubungan manusia dengan fenomena, cara atau kondisi yang di dalamnya terdapat motif yang lebih luhur dari pada keuntungan.

Potensi dasar yang paling dominan dalam diri manusia adalah potensi akal yang memungkinkan dia sadar dan berpikir. Ali Syari‟ati mengurutkan

orientasi pemikiran manusia, bahwa berpikir yang benar adalah jalan menuju pengetahuan yang benar, dan pengetahuan yang benar adalah pengantar menuju keyakinan. Keyakinan akan ketuhanan menjadi tujuan utama sekaligus modal bagi kehidupan manusia. Karena pemikiran manusia yang tanda disadari kesadaran ketuhanan akan melahirkan kesimpulan yang dangkal dan membentuk kebudayaan yang timpang karena manusia tidak mampu mengenal dirinya sendiri dengan benar.

C. Pendidikan Humanis

1. Pendidikan Humanis

(45)

32

Namun, kata obyek di sini bukan berarti sebagai penderita, melainkan menempatkan manusia sebagai salah satu subyek (pelaku) yang sebenarnya dalam pendidikan itu sendiri. Hal itu seperti yang dicitacitakan oleh Freire bahwa manusia adalah pelaku dalam pendidikan.

Pendidikan humanis berarti pendidikan yang didalamnya selalu mengutamakan kepentingan manusia sebagai seseorang yang senantiasa harus mendapatkan segala haknya sebagai manusia yang merdeka. Hak yang dimaksud adalah hak untuk dihargai sebagai manusia yang mempunyai potensi, hak untuk dihormati, hak untuk diperlakukan sebagai manusia yang merdeka.

(46)

33

manusia yang mempunyai potensi, hak untuk dihormati, hak untuk diperlakukan sebagai manusia yang merdeka.

Dari uraian di atas jelas bahwa sesungguhnya manusia memegang peranan penting dalam kehidupannya. Dalam hal itu, manusia merupakan pemegang kebebasannya dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya saat ini, dan juga bagi masa depannya yang akan datang. Sehingga bisa dikatakan bahwa kedudukan manusia dalam dunia ini sangatlah tinggi, karena dibekali dengan potensi-potensi kebebasan dalam melakukan hal terbaik bagi dirinya.

Dalam hal ini jelas sekali bahwa yang melandasi dan mendasari adanya pendidikan humanis adalah adanya kesamaan kedudukan manusia. Ini berarti bahwa manusia satu dengan yang lain adalah sama, tidak ada yang sempurna, semua individu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lebih-lebih dalam Islam di ajarkan bahwa kedudukan manusia adalah sama yang membedakan hanyalah derajat ketaqwaannya saja. Sebagaimana tersebut dalam al-Qur'an surat al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

ْكَأ َّنِإ اوُفَراَعَ تِل َلِئاَبَ قَو اًبوُعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ىَثْ نُأَو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اَّنِإ ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي

ِهَّللا ََْنِِ ْمُكَمَر

ٌيِبَخ ٌميِلَِ َهَّللا َّنِإ ْمُكاَقْ تَأ

(47)

34

antara kamu sekalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah maha

mengetahui lagi maha melihat”. (QS. Al- Hujuraat: 13).

Dengan melihat gambaran ayat di atas semakin jelas bahwa, manusia diciptakan di dunia ini untuk saling mengenal. Mengenal di sini bukan hanya sebatas tahu nama, tetapi lebih dari itu, harus saling mengerti hak, dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing untuk hidup di dunia ini. Di samping itu, manusia juga dituntut untuk saling menghargai, menghormati dan saling tolong-menolong antar sesamanya. Untuk itulah dalam kehidupan ini manusia dituntut untuk saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Karena bagaimana pun juga manusia itu tidak ada yang sempurna, hanya dengan saling melengkapilah manusia itu dapat menjadikan suatu kekurangan yang dimiliki satu orang dapat ditutupi dengan kelebihan saudaranya, dan sebaliknya juga begitu. Karena itulah diperintahkan kepada manusia agar satu dengan yang lain saling mengisi dan saling memahami serta saling melengkapi. Dan yang tak kalah pentingnya dalam kehidupan ini harus saling membantu satu dengan yang lainnya. Dari sinilah tampak jelas bahwa nilai-nilai humanisme dalam kehidupan ini sangat ditekankan untuk selalu dimiliki oleh setiap orang.

(48)

35

إ

َنوَُحَْرُ ت ْمُكَّلَعَل َهَّللا اوُقَّ تاَو ْمُكْيَوَخَأ َْيَْ ب اوُحِلْصَأَف ٌةَوْخِإ َنوُنِمْؤُمْلا اََّنَّ

Artinya:“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara maka pergaulilah dengan baik di antara saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu termasuk orangorang yang

mendapatkan kasih sayang” (QS. Al-Hujarat: 10).

jika ditarik dalam dunia pendidikan, maka ayat-ayat di atas mengandung satu proses pendidikan humanis yang sangat mulia sekali. Di sana dijelaskan bukan hanya umat Islam saja yang dituntut untuk saling mengenal, menghormati, menghargai, saling membantu serta saling tolong-menolong, tetapi lebih dari itu seluruh umat manusia dianjurkan untuk melakukan ajaran tersebut.

(49)

36

Allah, semua orang tidak hanya sama derajat (secara formal), bahkan mereka bersaudara mempunyai kodrat yang sama.

Islam memandang dengan bersungguh-sungguh baik kodrat jasmani maupun kodrat rohani pribadi manusia. Karena kodratnya yang rangkap itu, pribadi adalah pengada yang dialektik dan dinamis. Islam adalah agama realistis dan mencintai alam, kekuatan, keindahan, kekayaan, kemajuan dan kepenuhan segala kebutuhan manusia. Pendidikan sebagai proses yang didasarkan pada nilai-nilai Islam secara benar dan proporsional seharusnya meletakkan kebebasan manusia sebagai dasar pijakan operasionalnya sekaligus sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri (Khan, 2002: 1).

(50)

37 BAB III

BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB

A. Sejarah Hidup M. Quraish Shihab

Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, beliau dilahirkan di Rapang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944. Ayahnya adalah Prof. KH. Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah di Malang, sambil “nyantri”

di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah. Pada 1958 setelah selesai menempuh pendidikan menengah, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-azhar. Kemudian beliau meneruskan studinya pada fakultas yang sama. Pada 1969 beliau meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur‟an dengan tesis yang berjudul al-I‟jaz al-Tashri‟iy li al-Qur‟an al-Karim

(kemukjizatan al-Qur‟an al-Karim dari Segi Hukum).

(51)

38

diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaa mental.selama di Ujung Pandang ini, beliau juga sempat melakukan penelitian antara lain, penelitian dengan tema “Penerapan

Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah

Wakaf Sulawesi Selatan” (1978).

Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab menuntut ilmu kembali ke almamamternya dulu di al-azhar, dengan spesialisasi studi tafsir al-Qur‟an. Untuk meraih doctor dalam bidang ini, hanya ditempuh dalam waktu dua tahun yang telah selesai pada tahun 1982. Dengan disertasi yang berjudul “Nazm al-Durar li al-Biqa‟I Tahqiq wa Dirasah (suatu kajian terhadap Kitab

Nazm al-Durar karya al-Baihaqi” berhasil dipertahankannya dengan predikat Summa Cum Laude serta penghargaan Mumtaz ma‟ani Martabah al-saraf al-Ula (sarjana teladan dengan prestasi istimewa) (Shihab, 1998:6).

Pendidikan tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, al-Azhar, Kairo sampai mendapatkan gelar M.A dan Ph.D-nya. Atas prestasinya, beliau tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut (Shihab, 2000:).

(52)

39

menduduki berbagai jabatan, antara lain: Ketua Majlis Ulama Indonesia Pusat (MUI) sejak tahun 1984, Anggota Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen Agama sejak tahun 1989, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak tahun 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan. beliau juga berkecimpung dibeberapa organisasi professional, antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996) dan (1997-1998). Setelah itu beliau dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan diawal tahun 1998, kemudian beliau diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Negara Republik Arab Mesir merangkap Negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.

Di sela-sela kesibukannya itu, beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. M. Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu beliau menulis dalam rubrik “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur‟an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. Selain

(53)

Al-40

Misbah, Keistimewaan dan Kelemahannya Filsafat Hukum Islam dan Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat Al-Fatihah) (Shihab, 1998:6-7).

B. Karya-karya M. Quraish Shihab

Diantara karya-karya M. Quraish Shihab adalah sebagai berikut:

1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);

2. Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1998);

3. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998); 4. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999); 5. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999); 6. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);

7. Panduan Puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, Nopember 2000);

8. Panduan Shalat bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, September 2003);

9. Anda Bertanya,Quraish Shihab Menjawab Berbagai Masalah Keislaman (Mizan Pustaka)

10.Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan, 1999);

(54)

41

12.Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung: Mizan, 1999);

13.Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999);

14.Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al Quran (Bandung: Mizan, 1999);

15.Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987); 16.Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);

17.Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990);

18.Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departemen Agama);

19.Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);

20.Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994); 21.Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);

22.Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996);

23.Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);

24.Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur'an (Bandung; Mizan, 1999)

(55)

42

27.Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume, Jakarta: Lentera Hati, 2003);

28.Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT. (Jakarta: Lentera Hati, 2003)

29.Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);

30.Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);

31.Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);

32.Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005);

33.Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

34.Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

35.Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

36.Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks) (Jakarta: Lentera Hati);

37.Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?; Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007); 38.Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fâtihah dan Juz 'Amma

(56)

43

39.40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati);

40.Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);

41.M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008);

42.Doa Harian bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2009);

43.Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

44.Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

45.Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

46.M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010);

47.Al-Qur'ân dan Maknanya; Terjemahan Makna disusun oleh M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010);

48.Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011);

49.Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Quran dan Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011);

(57)

44

51.Tafîr Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur'ân (Boxset terdiri dari 4 buku) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012)

C. Corak pemikiran M. Quraish Shihab

1. Bidang teologi

M. Quraish Shihab adalah termasuk salah satu generasi pengkaji Islam yang menempuh pendidikannya sampai bergelar Doktor, beliau dikenal sebagai sosok yang moderat atau yang menyelaraskan antara akal dan wahyu. Dalam hal ini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al-Qur‟an, di dalam buku ini dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan potensi-potensi tertentu yang meliputi:

a. kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan segala macam benda.

b. akal dan pikiran serta panca indra, dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan dunia ini.

c. potensi untuk terjerrumus dalam godaan hawa nafsu dan setan. d. ditundukannya bumi, langit, dan segala isinya oleh Allah kepada

makhluk.

(58)

45

baginya (Shihab, 1996: 233). Dari keterangan diatas dapat diambil dua kesimpulan yaitu :

a. Didalam kehidupan manusia terdapat suatu hal yang tidak dibutuhkan campur tangan pemikiran manusia untuk pengaturannya dan tidak dapat mengalami perubahan dalam kondisi dan situasi apapun, dan semuanya itu hanya dapat dijangkau dengan wahyu.

b. Suatu hal yang di dalamnya manusia diberi wewenang untuk memikirkannya.

2. Bidang Syariat Islam

Dalam hal Syariat M. Quraish Shihab sependapat dengan para Ulama yang mengatakan: “bahwa ulama yang hanya mengajukan satu

pendapat saja bisa menimbulkan kesan hanya pendapat itu saja yang benar”. Dan beliau kalau ditanya orang, beliau paling suka menjawab

bahwa si-A berkata itu, si-B berkata ini, dan si-C berkata begini. Oleh karena itu dia sering dinilai orang sebagai orang yang bukan pengikut faham Muhammadiyah dan bukan pula NU.

3. Bidang tasawuf

(59)

46

kurang lebih 11 kali yang semuanya didahului oleh perintah melakukan sesuatu baru kemudian disusul dengan perintah tawakal.

4. Bidang tafsir

Dalam bidang tafsir, M. Quraish Shihab lebih cenderung menggunakan metode tahlili (analitis). Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam mushaf. Namun disisi lain M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlili memiliki berbagai kelemahan, maka dari itu beliau juga menggunakan metode maudhu‟i (tematik), yang menurutnya metode ini memiliki beberapa

(60)

47 BAB IV PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13 dalam Tafsir al-Misbah Karya M.

Quraish Shihab

Pemahaman pengertian tafsir secara umum adalah menjelaskan makna lafadz dalam al-Qur‟an yang belum jelas atau yang sulit dijelaskan agar menjadi jelas. Seperti yang diungkapkan Al Jurjany dalam buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an atau Tafsir karya M. Hasbi Ash Shiddieqy (1990:179) tafsir pada dasarnya adalah membuka dan melahirkan. Secara istilah syara‟ yaitu menjelaskan makna ayat,

urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafadz yang menunjuk kepadanya secara terang. Untuk itu ayat-ayat al-Qur‟an perlu untuk ditafsirkan agar dalam memahaminya bisa jelas tanpa ada keraguan.

(61)

48

ْوَأ َِّْإ اُٛفَساَعَتٌِ ًَِئاَبَلَٚ اًبُٛعُش ُُْوإٍََْعَجَٚ ىَثُْٔأَٚ ٍشَوَر ِِْٓ ُُْوإَْمٍََخ أَِّإ ُطإٌَّا اٌََُّٙأ اٌَ

ُُْىََِش

ٌشٍِبَخ ٌٍٍَُِع َ َّالله َِّْإ ُُْواَمْتَأ ِ َّالله َذِْٕع

Artinya:”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu slain kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat:13)

Yaa‟ayyuha Wahai

An-nasu Manusia

In naa Sesungguhnya

Kholaqnaakum Kami menciptakan kamu

Min zakarin Dari seorang laki-laki

Wa untsa Dan seorang perempuan

Waja‟alnaakum Dan kami jadikan kamu

Syu‟uuban Berbangsa-bangsa

Waqabaa‟ila Dan bersuku-suku

Lita‟aarafuu Supaya kamu saling mengenal

Akhramakum Paling mulia diantara kamu

„indallahi Disisi Allah

Atqaakum Paling bertaqwa diantara kamu

Aliimun Maha mengetahui

(62)

49

Penggalan pertama ayat di atas sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan suku yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi

Allah ialah yang paling bertakwa”. Karena itu berusahalah untuk

meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah.

(63)

50

lagi yang berkomentar: “Apakah Muhammad tidak menemukan selain

burung gagak ini untuk berazan?”.

Apa pun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat di atas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari pada yang lain, bukan saja antara satu bangsa, suku, atau warna kulit dan lainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Karena kalaulah seandainya ada yang berkata bahwa Hawwa, yang perempuan itu, bersumber daripada tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki, dan sumber sesuatu lebuh tinggi derajatnya dari cabangnya, sekali lagi seandainya ada yang berkata demikian itu hanya khusus terhadap Adam dan Hawwa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka berdua kecuali Isa as. Lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan.

Dalam konteks ini, sewaktu haji wada‟ (perpisahan), Nabi

saw.berpesan antara lain: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit)

merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yangpaling

takwa.” (HR. al-Baihaqi melalui Jabir Ibn „Abdillah)

(64)

51

diterjemahkan suku yang merujuk kepada satu kakek. Qabilah/suku pun terdiri dari sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai imarah, dan yang ini terdiri lagi dari sekian banyak kelompok yang dianmai bathn. Di bawah bath nada sekian fakhdz hingga akhirnya sampai pada himpunan keluarga yang terkecil. Terlihat dari penggunaan kata sya‟b bahwa ia bukan menunjuk kepada pengertian bangsa sebagaimana dipahami dewasa ini. Memang, paham kebangsaan sebagaimana dikenal dewasa ini pertama kali muncul dan berkembang di Eropa pada abad XVIII itu. Namun, ini bukan berarti bahwa paham kebangsaan dalam pengertian modern tidak disetujui oleh al-Qur‟an. Bukan di sini tempatnya menguraikan hal itu. Rujuklah antara lain buku penulis Wawasan al-Qur‟an untuk memahami persoalain ini.

Kata ta‟arafu terambil dari kata „arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.

(65)

52

mengenal yang digaris bawahi oleh ayat di atas adalah” pancing” nya bukan “ikannya”. Yang ditekankan adalah caranya bukan manfaatnya

karena, seperti kata orang, memberi “pancing” jauh lebih baik daripada

memberi “ikan”.

Demikian juga halnya dengan pengenalan terhadap alam raya. Semakin banyak pengenalan terhadapnya, semakin banyak pula rahasia-rahasianya yang terungkap, dan ini pada gilirannya melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menciptakan kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Dari sini pula sejak dini al-Qur‟an menggarisbawahi dalam firman Allah surat al-Alaq ayat 6-7:

َٰٓىَٕ ۡغَت ۡعٱ ُٖاَءَّس َْأَٰٓىَغۡطٌٍََ َٓ ََٰغِٔ ۡلۡٱ َِّْإ ٓ َّلََّو

Sekali-kali tidak! Sungguh manusia, itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup!” (QS.Al-“Alaq(96): 6 -7).

Salah satu dampak ketidakbutuhan itu adalah keengganan menjalin hubungan, keengganan saling mengenal dan ini pada gilirannya melahirkan bencana dan perusakan di dunia.

(66)

53

Manusia memiliki kecenderungan untuk mencari bahkan bersaing dan berlomba menjadi yang terbaik. Banyak sekali manusia yang menduga bahwa kepemilikan materi, kecantikan, serta kedudukan sosial karena kekuasaan atau garis keturunan merupakan kemuliaan yang harus dimiliki dan karena itu banyak yang berusaha memilikinya. Tetapi, bila diamati, apa yang dianggap keistimewaan dan sumber kemuliaan itu sifatnya sangat sementara bahkan tidak jarang mengantar pemiliknya kepada kebinasaan. Jika demikian, hal-hal tersebut bukanlah sumber kemuliaan. Kemuliaan adalah sesuatu yang langgeng sekaligus membahagiakan secara terus-menerus. Kemuliaan abadi dan langgeng itu di sisi Allah swt.dan untuk mencapainya adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya, menjauhi larangan-Nya, melaksanakan perintah-Nya, serta meneladani sifat-sifat-Nya sesuai kemampuan manusia. Itulah takwa dan, dengan demikian, yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Untuk meraih hal tersebut, manusia tidak perlu merasa khawatir kekurangan karena ia melimpah, melebihi kebutuhan bahkan keinginan manusia sehingga tidak pernah habis. Allah berfirman surat an-nahl ayat 96, yang artinya:

(67)

54

Sifat „alim dan Khabir keduanya mengandung makna kemahatahuan Allah swt. Sementara ulama membedakan keduanya dengan menyatakan bahwa „Alim menggambarkan pengetahuan-Nya yang menjangkau sesuatu. Di sini, di sisi penekanannya bukan pada dzat-Nya Yang Maha Mengetahui tetapi pada sesuatu yang diketahui itu. Penutup ayat di atas inna Allah „Alim(un) Khabirl sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal, yakni menggabung dua sifat Allah yang bermakna mirip itu, hanya ditemukan tiga kali dalam al-Qur‟an. Konteks ketiganya adalah pada hal-hal yang mustahil atau amat sangat sulit diketahui manusia.

Pertama tempat kematian seseorang, yakni firman-Nya dalam QS. Luqman 31:34 yang berbunyi:

ض ۡسَأ ِّيَأِب ُۢظۡفَٔ يِس ۡذَت اََِٚ

ٗ

ُۢشٍِبَخ ٌٍٍَُِع َ َّللَّٱ َِّْإ ُۚتَُّٛت

Dan tidak seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia akan mati, sesunggunya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Referensi

Dokumen terkait

1) Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tapi tetap terkendali. 2) Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan

59 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk kedalam kelompok perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2008- 2012

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.22 Tahun 1998 tanggal 14 Desember 1998 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa

12 Rumah Sakit; selanjutnya akan dibahas Hukum Keselamatan Pasien; selanjutnya di dalam Subbab C akan dituliskan tentang Asas Perlindungan, dimulai dengan penulisan

(3) Rencana Detail Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rencana yang memuat perhitungan detail teknis dari semua prasarana dan sarana pengelolaan air limbah yang layak

Seiring dengan terbitnya KMA Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah, maka Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal

Misalnya sikap segan terhadap pekerjaan yang bersifat “melayani orang lain,” mungkin dipengaruhi oleh sistem nilai budaya, yang menganggap bahwa mencapai kedudukan

Adanya variasi suhu spray dryer yang digunakan dalam proses pengeringan ekstrak buah mahkota dewa pada penelitian ini dapat berpengaruh terhadap bentuk, sifat