• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

G. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri infra-merah adalah sangat penting dalam kimia

alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan

analisis campuran. Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk

penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis

kuantitatif, seperti analisa kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon

monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2003).

Radiasi gelombang elektromagnetik adalah energi yang dipancarkan

menembus ruang dalam bentuk gelombang-gelombang atau paket-paket

energi. Tiap tipe radiasi gelombang elektromagnetik (mulai dari radiasi

gelombang radio hingga radiasi gamma) dicirikan oleh panjang gelombang

(λ) atau frekuensi (υ) dari gelombang tersebut. Ketika suatu radiasi gelombang elektromagnetik mengenai suatu materi, akan terjadi suatu

interaksi yang berupa penyerapan energi (absorbsi) oleh atom-atom atau

molekul-molekul dari materi tersebut (Petrucci,1987).

Pancaran infra-merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang

mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di

antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 m). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra-merah dekat, 14.290 – 4000 cm-1 (0,7 –2,5 m)

dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm-1 (14,3 – 50 m) (Silverstein., 1986).

Absorbsi sinar ultraviolet dan cahaya tampak oleh suatu materi akan

tingkat-tingkat energi yang lebih tinggi. Pada absorbsi radiasi infra merah

oleh suatu materi, radiasi yang diserap tersebut tidak cukup mengandung

energi untuk mengeksitasi elektron, namun akan menyebabkan

membesarnya amplitudo getaran (vibrasi) dari atom-atom yang terikat satu

sama lain yang membentuk suatu ikatan molekul. Keadaan ini disebut

dengan vibrasi tereksitasi (Fessenden, 1997).

Salah satu metode spektroskopi yang sangat populer digunakan adalah

metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), yaitu metode

spektroskopi inframerah modern yang dilengkapi dengan teknik transformasi

Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode

spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu

metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi

inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu

materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara

frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel

dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).

Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu

teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul

suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer

Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi

inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan

dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode

spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat

diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi).

Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk

mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi

FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan

metode spektroskopi yang lain (Harmita, 2006).

Sistim optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar 2 dilengkapi

dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan

demikian radiasi infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang

ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam

(F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya

disebut sebagai retardasi ( δ ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang

diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferog. Sistem optik

dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer

Gambar 6. Sistem optik Fourier Transform Infra Red (Harmita, 2006).

Pada sistim optik FT-IR digunakan radiasi LASER (Light

Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai

radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi

infra-merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. Detektor

yang digunakan dalam Spektrofotometer FT-IR adalah TGS (Tetra

Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor

MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada

frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh

temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi

Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan

melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang

menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan

berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2.

A = log (Io/I) = a c l ………..….. (2)

Keterangan :

A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan

a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1)

c = konsentrasi zat (M)

l = panjang lintasan (cm).

Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap

puncak absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah

harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4, I dan Io ditentukan sebagai

intesitas transmisi pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang

diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 3.

Keterangan :

AC = Io = intensitas sinar masuk

AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan

Gambar 7 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri

menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H

stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH

stretching. Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan

deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan

Tan, 2009). Adapun karakteristik serapan dari kitosan ditunjukkan dengan

puncak di sekitar 1559,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari

gugus amino kitosan dan di sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan

vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi

simetrik dari amina NH. Adanya puncak disekitar daerah 2927,41 cm-1

menunjukkan vibrasi C-H. Adanya puncak disekitar daerah 896,73 cm-1 dan

1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari kitosan. Adanya

puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1 menunjukkan vibrasi

Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 7. menunjukkan

contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan.

Gambar 7. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan (Anicatura, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010)

Berdasarkan Gambar 7, maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan

dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam

menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan.

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah pada selulosa dan kitosan Bilangan Gelombang Selulosa (cm-1) Keterangan kode dari pembacaan gelombang selulosa Bilangan Gelombang Kitosan (cm-1) Keterangan kode dari pembacaan gelombang kitosan Referensi 3430 -OH stretching 3430 -OH and –NH stretching Stefanescu, Daly, Negulescu (2011) 2919 -CH stretching 2919 -CH stretching 1659 C=O stretching 1637 C=O stretching - - 1597 -NH bending (amide II) 1422 -CH bending vibration 1422 -CH and –NH bending vibrations 1374 -CH bending vibration 1378 -CH bending vibrations 1158 Anti-symetric stretching of the C-O-C bridge 1154 Anti-symetric stretching of the C-O-C bridge 1067 Skeletal vibrations involving the C-O stretching 1072 Skeletal vibrations involving the C-O stretching

Dokumen terkait