• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hak Narapidana Wanita Hamil 1. Menurut Hukum Positif

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HAK NARAPIDANA WANITA HAMIL

A. Analisis Hak Narapidana Wanita Hamil 1. Menurut Hukum Positif

7 733

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN HAK NARAPIDANA WANITA HAMIL DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Analisis Hak Narapidana Wanita Hamil

7 744

2. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

3. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP

4. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan

Sistem pemasyarakatan di Indonesia merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat.1 Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar

1 Tirsa D.G. Ticoalu. Perlindungan Hukum…., hlm. 127

7 755

sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pidana penjara merupakan salah satu sanksi pidana pokok yang diterapkan di Indonesia.

Pidana pokok yang lain adalah pidana denda, pidana kurungan, dan pidana mati. Seperti yang tercantum dalam KUHP Pasal 10 Pidana penjara merupakan pidana pokok yang sering di jatuhkan kepada terpidana dalam putusan pidana. Pidana penjara dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan. Pidana penjara merupakan jenis sanksi pidana yang paling banyak diterapkan dalam peraturan perundang-undangan pidana selama ini. Dari seluruh ketentuan KUHP yang memuat delik kejahatan yaitu sejumlah 587, pidana penjara tercantum di dalam 575 perumusan delik, baik secara tunggal maupun dirumuskan secara alternatif dengan jenis-jenis pidana lainnya. 1 Ada hubungan keterkaitan dan saling mempengaruhi antara berbagai komponen narapidana, alat penegak hukum, dan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan sistem pemasyarakatan. Adapun komponen komponen yang saling mempengaruhi dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan meliputi:

a. Narapidana

b. Alat Negara penegak hukum beserta masyarakat c. Lingkungan hidup sosial dengan segala aspeknya.2

2 Tirsa D.G. Ticoalu, Perlindungan Hukum Pada Narapidana Wanita Hamil….Hlm.

127

7 766

Prinsip pelaksanaan pemasyarakatan tercantum dalam Pasal 5 Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem pembinaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas asas:

1) Pengayoman; maksudnya adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan mengulangi tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan agar menjadi menjadi warga yang berguna di masyarakat.

2) Persamaan perlakuan dan pelayanan; Seluruh warga binaan diperlakukan dan dilayani sama tanpa membeda-bedakan latar belakang nya.

3) Pendidikan dan bimbingan; Pelayanan ini dilandasi dengan penanaman jiwa kekeluargaan, budi pekerti, pendidikan rohani, kesempatan menunaikan ibadah dan ketrampilan dengan berlandaskan Pancasila.

4) Penghormatan harkat dan martabat manusia; maksudnya adalah Warga Binaan harus tetap diberikan penghormatan terhadap harkat dan martabatnya sebagai manusia.

5) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;

maksudnya adalah Warga Binaan harus berada di Lembaga

7 777

Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu untuk mendapat rehabilitasi dari negara. Seorang Narapidana hanya kehilangan kemerdekaan bergerak, jadi hak-hak perdatanya seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga, rekreasi dan hak untuk tidak disiksa/dianiaya tetap dilindungi dan dipenuhi.

6) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu; maksudnya adalah walaupun Warga Binaan berada dalam Lembaga Pemasyarakatan haknya untuk tetap berhubungan dengan keluarga, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya tidak hilang. Warga binaan tidak boleh di asingkan dari dunia luar karena setelah selesai menjalani masa hukumannya Warga Binaan akan kembali ke masyarakat, jadi ia tidak boleh terasingkan dari dunia luar.

7) Sistem Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan terpidana yang didasarkan atas asas Pancasila, yaitu memandang terpidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam membina terpidana dikembangkan hidup kejiwaan, jasmaniahnya, pribadi serta kemasyarakatannya dan di dalam penyelenggaraannya mengikutsertakan secara langsung dan tidak melepaskan hubungan dengan masyarakat.1

7 788

Pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan digolongkan atas hal-hal tertentu yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa penggolongan pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan atas dasar:

a) Umur;

b) Jenis kelamin;

c) Lama pidana yang dijatuhkan d) Jenis kejahatan, dan

e) Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.3

Berdasarkan penggolongan pidana, narapidana wanita hamil berada di lembaga pemasyarakatan wanita. Narapidana/warga binaan wanita hamil atau menyusui adalah seseorang perempuan/wanita yang dapat hamil, melahirkan dan menyusui, yang sedang tidak merdeka, hidup didalam lembaga pemasyarakatan karena terbukti melakukan tindak pidana sama seperti Warga Binaan lainnya. Warga binaan wanita hamil memiliki hak dan kewajiban. Yang membedakan adalah Warga Binaan wanita hamil/menyusui harus memiliki hak khusus serta perhatian khusus yang diberikan Negara untuknya di dalam LAPAS.

3 Pasal 12 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

7 799

Hak-hak narapidana lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, antara lain pada pasal 2 sampai dengan pasal 4 memuat mengenai perihal ibadah, bahwasanya setiap narapidana berhak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya Pada pasal 5 sampai dengan pasal 8 memuat Perawatan Rohani dan Perawatan Jasmani, yang mana perawatan rohani meliputi bimbingan rohani dan pendidikan budi pekerti. Sedangkan perawatan jasmani meliputi kesempatan melakukan olahraga dan rekreasi, pemberian perlengkapan pakaian, tidur, dan mandi. Selanjutnya Pendidikan dan Pengajaran, terdapat dalam pasal 9 sampai dengan pasal 13, dimana disebutkan bahwa setiap LAPAS wajib melaksanakan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pelayanan Kesehatan terdapat dalam pasal 14 sampai dengan pasal 18, dimana disebutkan bahwa setiap narapidana berhak memperoleh kesehatan yang layak dan disediakannya poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakannya tenaga kesehatan, dan juga dilakukan pemeriksaan secara rutin paling sedikit sebulan sekali. Pada pasal 19 yang mengatur mengenai makanan menyebutkan bahwa:1

8 800

(1) Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan makanan dan minuman sesuai dengan jumlah kalori yang memenuhi syarat kesehatan.

(2) Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang berkewanegaraan asing bukan penduduk indonesia, atas petunjuk dokter dapat diberikan makanan jenis lain sesuai dengan kebiasaan di negaranya.

(3) Harga makanan jenis lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak melampaui 1 ½ (satu satu perdua) kali dari harga makanan yang telah ditentukan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Pasal 20 yang juga mengatur mengenai makanan yang menyebutkan bahwa:

(1) Narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil atau menyusui, berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter;

(2) Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekerjaan tertentu;

(3) Anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalam Lembaga Pemasyarakatan ataupun yang lahir di Lembaga Pemasyarakatan

8 811

dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai anak berumur 2 (dua) tahun

(4) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah mencapai umur (2) dua tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara

(5) Untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berdasarkan pertimbangan dokter.

Adapun yang dimaksud dengan makanan tambahan yang tertera dalam ayat 1 pasal 20 adalah penambahan jumlah kalori diatas rata-rata jumlah kalori yang ditetapkan. Bagi wanita yang sedang hamil ditambah 300 (tiga ratus) kalori seorang sehari. Bagi wanita yang sedang menyusui dapat ditambah antara 800 (delapan ratus) sampai dengan 1000 (seribu) kalori seorang sehari. Dan diatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan makanan bagi narapidana pada pasal 21 sampai dengan pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Selanjutnya mengenai keluhan secara lisan maupun tertulis terdapat dalam pasal 26.

Bahan Bacaan dan Siaran Media Massa terdapat dalam pasal 27 dan 28.

8 822

Upah dan Premi khususnya bagi narapidana yang bekerja terdapat dalam pasal 29. Kunjungan terdapat dalam pasal 30 sampai dengan pasal 33.

Remisi terdapat dalam pasal 34 dan pasal 35. Asimilasi dan Cuti terdapat dalam pasal 36 sampai dengan pasal 42. Pembebasan bersyarat terdapat dalam pasal 43 sampai dengan pasal 48. Cuti Menjelang Bebas, terdapat dalam pasal 49 dan pasal 50.4

Jadi anak yang dilahirkan narapidana wanita hamil selama di Lembaga Pemasyarakatan tidak membuat narapidana wanita hamil tersebut ditunda penahanannya. Pelaksanaan pidana tetap di laksanakan, anak dari narapidana wanita hamil di rawat dan dibesarkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai umur 2 (dua) tahun, setelah mencapai umur 2 (dua) tahun pengasuhannya diberikan kepada pihak keluarga. 1 Hal ini juga dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan dalam Pasal 28 berikut5 :

(1) Setiap tahanan berhak mendapatkan makanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Tahanan warga negara asing, diberikan makanan yang sama seperti tahanan yang lainnya, kecuali atas petunjuk dokter dapat

4 Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

5 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan

8 833

diberikan makanan jenis lain sesuai dengan kebiasaan di negaranya yang harganya tidak melampaui harga makanan seorang sehari.

(3) Setiap tahanan yang sakit, hamil, atau menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.

(4) Anak dari tahanan wanita yang dibawa ke dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan diberi makanan dan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter paling lama sampai anak berumur 2 (dua) tahun

(5) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) telah berumur 2 (dua) tahun harus diserahkan kepada bapak atau sanak keluarganya, atau pihak lain atas persetujuan ibunya.

Dalam penjelasan Pasal 28 ayat (5) disebutkan alasan mengapa anak tahanan wanita di lembaga pemasyarakatan ikut di tahan dalam lembaga pemasyarakatan sampai berumur 2 (dua) tahun. Alasannya adalah agar anak narapidana wanita tersebut tetap dapat kasih sayang ibunya, karena sejatinya anak tersebut sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang ibunya. Selama anak tersebut dirawat di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pihak Lembaga Pemasyarakatan memiliki kewajiban untuk memberikan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Sehingga, keadaan serta kesehatan warga binaan di dalam Lembaga

8 844

Pemasyarakatan terkontrol dan terpantau dengan baik. Hal ini diatur dalam Pasal 23 dalam Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan yang menyatakan1 :

1. Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dan dicatat dalam kartu kesehatan

2. Dalam hal ada keluhan mengenai kesehatan, maka dokter atau tenaga kesehatan RUTAN atau Cabang RUTAN atau Lembaga Pemasyarakatan atau Cabang Lembaga Pemasyarakatan wajib melakukan pemeriksaan terhadap tahanan

3. Dalam hal pemeriksaaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditemukan adanya penyakit menular atau yang membahayakan, maka tahanan tersebut wajib dirawat secara khusus.

4. Perawatan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penjelasan ayat (3) Pasal 23 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dirawat secara khusus adalah dengan yang menempatkan ditempat tertentu untuk mencegah penularan kepada tahanan yang lain atau menempatkan di rumah sakit dengan pengawalan

8 855

oleh petugas kepolisian. Jadi narapidana yang diperiksa oleh petugas kesehatan lembaga pemasyarakatan dalam pemeriksaan kesehatan rutin setelah diperiksa ternyata memiliki penyakit menular atau membahayakan maka ia harus mendapat pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit dengan pengawalan dari petugas kepolisian. Prosedur pemeriksaan kesehatan jika ada penyakit yang diderita dan tidak dapat ditangani oleh dokter di lembaga pemasyarakatan, menurut Pasal 24 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999, pelayanan kesehatan dapat dilakukan di luar klinik Lembaga Pemasyarakatan. Tetapi harus mendapat perizinan dari instansi yang menahan dan kepala lembaga pemasyarakatan. Biaya yang ditimbulkan dari perawatan narapidana di luar klinik lembaga pemasyarakatan di bebankan kepada Negara. Untuk lebih jelasnya, berikut redaksi Pasal 24 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999, yaitu:

a. Dalam hal tahanan yang sakit memerlukan perawatan lebih lanjut, maka dokter atau tenaga kesehatan rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan memberikan rekomendasi kepada Kepala rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit di luar rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan.

8 866

b. Pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat izin dari instansi yang menahan dan kepala rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan

c. Dalam hal keadaan darurat, Kepala rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan dapat mengirim tahanan yang sakit ke rumah sakit tanpa izin instansi yang menahan lebih dulu.

d. Dalam jangka 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, petugas pemasyarakatan memberitahukan pengiriman tahanan sebagaimana dimaksud ayat (3) kepada instansi yang menahan.

e. Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dibawa dan dirawat di rumah sakit harus dikawal oleh petugas kepolisisan.

f. Biaya perawatan kesehatan di rumah sakit dibebankan kepada Negara. Jadi jika dalam proses persalinannya narapidana wanita hamil yang sedang menjalani masa pidananya di lembaga pemasyarakatan mengalami kondisi dimana persalinannya tidak bisa dilakukan di klinik yang ada di lembaga pemasyarakatan maka tenaga kesehatan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan bisa merekomendasikan

8 877

kepada kepala rumah tahanan agar narapidana wanita hamil tersebut bisa menjalani persalinannya di rumah sakit di luar lembaga pemasyarakatan dengan pengawaan oleh petugas kepolisian. Dengan izin yang dikeluarkan oleh instansi yang menahan. Biaya persalinan narapidana wanita hamil selama di rumah sakit di luar lembaga pemasyarakatan ditanggung oleh Negara.6

Selain itu, jika anak narapidana wanita tersebut juga mengalami kondisi kesehatan dimana mengalami penyakit yang tidak bisa di tangani oleh tenaga kesehatan di lingkungan lembaga pemasyarakatan, maka tenaga kesehatan lembaga pemasyarakatan bisa merekomendasikan kepada kepala lembaga pemasyarakatan agar memberikan perawatan kesehatan untuk anak narapidana wanita di rumah sakit di luar lembaga pemasyarakatan.

Hak kesehatan atas narapidana sendiri juga telah diatur di dalam pasal 14 ayat (1) Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, segala kebutuhan dan perlindungan narapidana wajib dipenuhi oleh Lapas/Rutan, termasuk narapidana wanita hamil dan melahirkan. Pemenuhan hak tersebut baik dalam bidang kesehatan,

6 Pasal 24 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan

8 888

makanan hingga cuti menurut aturan berlaku. Mengenai hak-hak yang diperoleh oleh narapidana wanita yang sedang berada dalam kondisi khusus, yakni hamil.1 Hak-hak kesehatan yang diperoleh oleh Narapidana wanita tidak dapat terhalangi dan dibatasi hanya karena wanita tersebut berstatus sebagai narapidana, hak atas kesehatan kepada narapidana wanita yang sedang berada dalam kondisi khusus, harus diberikan secara penuh karena menyangkut dua individu, yakni sang ibu dan anak.

Narapidana wanita memiliki hak sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni preventif,

kuratif, dan Rehabilitatif, yang seharusnya disebutkan secara tegas dalam Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.

Dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan tidak ada aturan yang dikhususkan tentang perlindungan hukum terhadap narapidana wanita, karena dalam undang-undang tersebut hanya disebutkan narapidana saja, tidak dibedakan antara narapidana laki-laki dan wanita, padahal karakter narapidana wanita dan narapidana laki-laki sungguh berbeda baik dari segi fisik maupun psikologis. Narapidana wanita dan narapidana laki=laki dalam penempatannya harus dipisah hal ini dilakukan sebagai bentuk jaminan keamanan secara psikis dan menghindari terjadinya pelanggaran secara seksual terhadap narapidana

8 899

wanita. Di beberapa daerah di Indonesia penempatan narapidana masih dicampur antara narapidana wanita dan narapidana laki-laki karena terbatasnya jumlah rumah tahanan dan atau lembaga pemasyarakatan.

2. Menurut Hukum Islam

Dalam siklus wanita menstruasi, mengandung, melahirkan, dan menyusui merupakan kodrat alami yang khusus Allah anugerahkan kepada wanita bukan kepada makhluk lain. Sehingga dengan adanya siklus ini narapidana wanita hamil selama dalam proses pertanggung jawaban pidananya, narapidana ini memerlukan hak-hak istimewa dibandingkan dengan narapidana lain terlebih narapidana laki-laki.

Pelaksanaan hukuman terhadap narapidana wanita pernah terjadi di zaman Rasulullah Saw, dimana ada seorang perempuan hamil yang mendatangi Rasulullah Saw dan mengaku telah berbuat zina dan meminta Rasulullah Saw untuk menghukumnya. Rasulullah Saw tidak lantas menghukumnya, Rasulullah Saw malah menyuruhnya kembali kerumahnya dan datang kembali kepada beliau saat melahirkan. Setelah perempuan tersebut melahirkan ia datang kembali kepada Rasulullah

9 900

Saw. Lalu Rasulullah Saw, menyuruhnya pulang kembali dan kembali lagi saat anaknya telah disapih. Saat anak perempuan tersebut sudah disapih perempuan tersebut datang kembali kepada Rasulullah Saw baru Rasulullah menghukumnya. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadist yang berbunyi7 :

ْ

ُ، زَﻧَ ﺪْ ْﻗَ إِﻧِّ ﻠَّﻪِ اﻟ لَ ﻮْ ُ رَ ﻳَﺎ ْ: ﻟَ ﻘَﺎ ﻓَ ، ﺔُ ﻳَّ ﺪِ ﻣِ ﻐَ ت ِاﻟ ءَ ﺠَ ﻓَ : لَ ﻗَ ﻪُ ﻨْ ﻋَ ﻠَّﻪُ َاﻟ ﺿ ِﻲ رَ ةَ ﺪَ ﻳْ ﺑُﺮَ ﻦْ ﻋَ

ْﺗَ

ﺮُ

دَّ

ﻧِ

ْ ﻢَ ﺗَﺮُ دُّ ﻧِ ْ؟ ﻟَﻌَ ﻠَّ َأَ ن ﻟَ ْ: ﻳَﺎ رَ ُﻮْ لَ اﻟﻠَّ ﻪِ اﻟِ َﺎ ﻓَﻠَ ﻤَّﺎ ﻛَ نَ اﻟْ ﻐَ ﺪُ ، ﻗَ ﻓَ َﻬِّ ﺮْﻧِ ْوَ إِﻧَّ ﻪُ رَ دَّ

َﺎ ﻓَﻠَ : لَ ﻗَ ( ( يْ ﺪِ ﺗَﻠِ َّﻰ

ﻤّ ﺣَ ْ ﺒِ ﻫَ ﺎذْ ﻓَ ، ﻻَ ﻣَّ إِ ) َ) ل ﻗَ . ﺒْﻠَ ﺤُ ْﻟَ إِﻧَّ ﻪِ ﻟﻠَّ ا ﻮَ ﻓَ ، ﺰًا ﻋِ ت َﻣَ دْ دَ رَ ﻤَﺎ ﻛَ

ذْ

ﻫَ

ﺒِ

ْﻓَ

ﺄَرْ

ﺿ

ِﻌِ

ﻴْ

ﻪِ

ﺣَ

ﺘَّ

اِ ) ) : لَ ﻗَ ﻪُ ﺗُ ﻟَﺪْ وَ ﺪْ ﻗَ َا ﻫَ ْ: ﺎﻟَ ﻗَ ، ﺔِ ﻗَ ﺮْ ﺧِ ْ ِﻓِ ّ َّﺒِ ﺑِﺎ ﻪُ ﺗَﺘْ ت ْ،أَ ﻟَﺪَ وَ

ﻟﻠَّ

ﻪِ ا لَ ُﻮْ رَ ﻳَﺎ ا ﺬَ ﻫَ ْ: ﻟَ َﻘَﺎ ، ﺒْﺰٍ ﺧُ ةُ ْﺮَ ﻛِ هِ ﺪِ ْﻳَ ﻓِ ِّ َّﺒِ ﺑِﺎ ﻪُ ﺗَﺘْ ،أَ ﻪُ ﺘْ ﻤَ َ ﻓَ ﻤَّﺎ ﻓَﻠَ . ( ( ﻪِ ﻴْ ِﻤِ ﺗَﻔْ

ِﻴْ

ﻦَ

،ﺛُ

ﻢَّ

أَ

ﻣَ

ﺮَﺑِ

ﻬِﺎ

، ْﻠِﻤ ﻤُ اﻟْ ﻦَ ﻣَ ﻞٍ ﺟُ رَ َإِﻟَ ّ َّﺒِ اﻟ ﻊَ ﻓَ ﺪَ ﻓَ . مَ َّﻌَ اﻟ ﻞَ أَﻛَ ﺪْ ﻗَ وَ ، ﻪُ ﺘُ َﻤْ ﻓَ ﺪْ ﻗَ

ﻟِﻴْ

ﺪِ

ﺑِ

ﺤَ

ﺠَ

ﺮٍ،

ﻓَ

ﺮَ

ﻣَ

ﻮَ اﻟْ ﻦُ ﺑْ ﺪُ ﺎﻟِ ﺧَ ﻞُ ﻘْﺒِ ﻴُ ﻓَ . ﻫَ ﻮْ ﻤُ ﺟَ ﺮَ َﻓَ ﻨِّ اﻟ ﺮَ ﻣَ أَ وَ ﺎ، ﻫِ رِ َﺪْ إِﻟَ ﻬَﺎ ﺮَﻟَ ﻔِ ﺤُ ﻓَ

َﺎ لَ

اﻟﻠَّ

ﻪُ

ﻋَ

ﻠَﻴْ

ﻪِ

وَ

َﻠَ

ﻢَ ﻠَّﻪِ ُّاﻟ ﻧَﺒِ ﻊَ َﻤِ ﻓَ َﺎ، َﺒَّﻬ ﻓَ ، ﺪٍ ﺎﻟِ ﺧَ ﻪِ ﺟْ وَ ﻠَ ﻋَ مُ ﺪّ َاﻟ َّﺢ ﺘَﻨَ ﻓَ ، َﻬَﺎ رَأْ

َﺎ

ﺣِ

ُ َﺎﺑَ ْﺗَ ﻮْ ﺑَ ﺔً ﻟَﻮْ ﺗَﺎ ﺑَﻬَ يْ ﻧَﻔْ ِﻲ ْﺑِ ﻴَ ﺪِ هِ ،ﻟَ ﻘَ ﺪْ ) ﻣَ ﻬْ ﻞً ﻳَﺎ ﺧَ ﻠِ ﺪً ا ﻓَ ﻮَ اﻟَّ ﺬِ َﺒَّ ﻪُ إِﻳَ ﻫَ ﺎ، ﻓَ ﻘَﺎ لَ : )

، وَ

دُ

ﻓِ

ﻨَ

ْ أَ ﻣَ ﺮَﺑِ ﻬَﺎ ﻓَ َﻠَّ ﻋَ ﻠَﻴْ ﻬَﺎ ﻣَ ﻜْ ٍ،ﻟَ ﻐُ ﻔِ ﺮَﻟَ ﻪُ ( ( . ﺛُ ﻢَّ

7 Imam Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 575

9 911

Dari hadist diatas diambil kesimpulan bahwa dalam hukum pidana Islam pelaksanaan hukuman terhadap wanita hamil ada penundaan kontemporer. Maknanya dalam pelaksanaan hukuman dalam hukum pidana Islam juga memerhatikan kondisi terpidananya. Jika yang menjadi terpidana adalah wanita hamil maka hukumannya ditunda sementara sampai anak yang dalam kandungan terpidana wanita hamil tersebut lahir dan kondisi anak tersebut mampu makan sendiri tanpa bergantung kepada ibunya (ASI).

Islam menjamin keselamatan janin secara menyeluruh. Islam sangat menghargai hak hidup setiap makhluk. Karenanya setiap yang bernyawa pasti akan mendapatkan perlindungan dan penghargaan atas hak-hak yang dimilikinya. Janin yang ada dalam kandungan narapidana wanita hamil juga memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan keselamatan. Janin yang berada dalam kandungan narapidana wanita

9 922

hamil dianggap tidak bersalah sehingga dalam hukum Islam hukuman bagi wanita hamil pelaksanaannya di tangguhkan sampai janin yang di kandungannya lahir. Janin yang ada dalam kandungan narapidana wanita hamil tidak bisa dihukum karena asas praduga tidak bersalah, dimana janin tersebut tidak bisa dihukum sampai ada keputusan yang mampu membuktikan bahwa janin tersebut ikut bersalah. Sedangkan kondisi alami atau kodrat janin tersebut adalah suci.

Dalam , Imam Nawawi berpendapat, bahwa

dengan hadist tersebut berarti wanita yang sedang hamil tidak boleh dirajam sehingga ia melahirkan, baik wanita itu hamil karena perzinahan ataupun karena hal lain. Hukum ini berdasarkan yang bertujuan agar pelaksanaan hukuman atau eksekusi hukum itu tidak mengakibatkan terbunuhnya janin. Demikian juga, jika hukumannya berupa atau hukum cambuk, maka pelaksanaan hukumannya atau eksekusi hukum cambuk tidak boleh dilakukan terhadap wanita yang hamil sampai dia melahirkan, hal yang sama juga berlaku pada pelaksanaan hukuman atau eksekusi hukuman bagi wanita hamil, harus ditunda sampai ia melahirkan.1

Jadi secara hukum Islam pelaksanaan hukuman bagi wanita hamil, eksekusi ditunda hingga wanita hamil tersebut melahirkan anak yang dikandungnya serta telah selesai masa menyusuinya atau menyapihnya.

9 933

Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT yang terkandung dalam surah Al Ahqaf ayat 15 yang berbunyi:

ٌ ُﻛُ ﺮْ ﻫً وَ ﺣَ ﻤْﻠُ ﻪُ وَ ﻓِ َﻠُ

ﺘْ ﺿ َﻌَ وَ وَّ ﻫً ﺮْ ﻛُ ﻪٌ ﻣُّ ُاُ ﺘْ ﻤَﻠَ ﺣَ َﺎﻧً ﺣْ اِ ﻪِ ﻳْ ﺪَ اﻟِ ﻮَ ﺑِ نَ َﺎ ﻧْ ﻻِْ ﺎا َّﻴْﻨَ وَ وَ

ْﻤَ

ﺘَ

َ اَ وْ زِ ﻋْ ﻨِ ْاَ نْ اَ ْﻜُ ﺮَ ﻧِﻌ رْﺑَ ﻌِ ﻴْ ﻦَ َﻨَ ﺔً ﻗَ لَ رَ ب ِّ اﺑَ ﻠَﻎَ اَ ُﺪَّ هُ وَ ﺑَﻠَ ﻎَ اَ ﺛَﻠَ ﺜُ ﻮْ نَ َﻬْ ﺮًا ﺣَ ﺘَّ اِذَ

ْ ْﻟِ ﻓِ ذُ رِّ ﻳَّﺘِ ْاِﻧِّ

ْﻠِ اَ وَ ﺿ َﻪُ ﺮْ ﺎﺗَ ﺤً َﺎﻟِ ﻞَ ﻤَ ﻋْ اَ نْ اَ وَ يَّ ﺪَ اﻟِ وَ ﻠَ ﻋَ َّوَ ﻠَ َﻋَ ﻤْ ﻌَ ْاَﻧْ ﺘِ اﻟَّ

اﻟْ

ﻤُ

ْﻠِﻤِ

ﻴْ

ﻦَ ﻦَ ْﻣِ اِﻧِّ َوَ ﻴْ ُاِﻟَ ﺗُﺒْ

Artinya: “

Dalam ayat itu diterangkan bahwa masa menyusui bayinya selama dua tahun, jadi selama masa kehamilan dan masa menyusuinya seorang ibu bebas dari eksekusi hukuman. Karena jika tetap melaksanakan hukuman terhadap wanita hamil tersebut meskipun ia telah melakukan perbuatan zina, akan berakibat pada janin yang dikandungnya. Hukuman untuk wanita yang berzina adalah hukum rajam dan jika hukum tersebut dilaksanakan saat wanita tersebut hamil, yang menanggung kesalahan dosa itu bukan hanya wanita tersebut tetapi juga bayi yang dikandungnya.

8 ., AL-JUMANATUL ALI.. hlm. 508

9 944

Hadist riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi menilai hadist ini shahih, dari Ali ra. Ia berkata

”.

Kemudian hal itu aku sampaikan kepada Rasullulah Saw maka jawabnya, “

”.1

Pelaksanaan hukuman kepada pelaku zina itu harus dalam kondisi kesehatan yang baik, juga terhadap pelaku zina yang sedang hamil harus ditunda sampai ia melahirkan dan memberikan ASI sepenuhnya.

Ketentuan ini memberikan perlindungan terhadap anak yang dikandung pelaku zina. Hal lain adalah mengenai pelaksanaan hukuman cambuk tidak dapat dilaksanakan kepada pelaku zina yang sedang sakit. Karena, jika pelaksanaan hukuman itu dilakukan pada waktu pelaku zina sakit di khawatirkan akan mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu, Ali bin Abi Thalib ra. Menunda pelaksanaan hukuman cambuk kepada pelaku zina untuk menghindari agar pelaksanaan hukuman itu tidak mengakibatkan matinya pelaku zina.9

Sejak awal keberadaannya, hukum Islam telah menetapkan aturan (prinsip) tidak melaksanakan hukuman terhadap wanita hamil, sebagaimana tampak jelas dalam peristiwa tentang seorang wanita

9 , hlm. 168

9 955

Ghamidiyah. Wanita tersebut datang menghadap Rasulullah Saw dang mengaku melakukan perzinahan, sedangkan ia dalam keadaan hamil.

Rasulullah Saw bersabda Kasus

serupa juga terdapat dalam hadist Mu’adz di mana Rasulullah Saw bersabda, “jika engkau memiliki alasan (menjatuhkan hukuman) atas perempuan, engkau tidak memiliki alasan atas apa yang berada di dalam kandungannya.1

Dari kedua hadist diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dilarang terhadap wanita hamil adalah pelaksanaan hukuman yang dapat membahayakan kandungannya, seperti hukuman qishash, rajam, dan cambuk. Jadi, dalam hukum pidana Islam tidak akan melaksanakan hukuman pidana bagi seorang wanita hamil yang sedang mengandung sampai ia melahirkan.

Hukuman hudud atas perempuan hamil tidak boleh dilakukan karena dapat membinasakan orang yang maksum, yaitu janin yang ada dalam kandungannya. Jadi, tidak ada alasan untuk menghukumnya.

Disini berlaku aturan pokok bahwa seseorang tidak boleh menanggung dosa orang lain dan suatu hukuman tidak boleh mengenai selain pelaku.

Apabila perempuan terpidana rajam telah melahirkan, hukuman rajam tidak boleh dilakukan hingga menyusui anaknya. Apabila ada orang yang menyusui anaknya atau menanggung penyusuan anaknya, perempuan

Dokumen terkait