• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hasil Berdasarkan Subyek Eksperimen

Dalam dokumen Bab IV Pengujian dan Analisis Sistem (Halaman 30-38)

Analisis yang dipaparkan sebelumnya berbeda dengan analisis berdasarkan subyek. Pada analisis ini, modulasi otonomik ditelusuri dalam setiap subyek. Hal tersebut secara efisien ditunjukkan dengan hasil keluaran respons otonomik. Oleh karena itu, pada setiap subyek berikut ini terdapat grafik respons otonomik pada keempat tahap ditambah dengan interpretasi singkat terhadap perubahan nilai

95

komponen LF dan HF. Interpretasi ditunjang oleh data sebaran karakteristik subyek yang telah diterangkan sebelumnya dalam bab ini. Secara lebih jelas, hal tersebut diterangkan dalam matriks berikut ini.

Faktor A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06

Lantunan Quran = 0 jam/hr Kekerapan musik ≥ 2 jam/hr IMT tidak normal Non muslim Kemampuan bermusik Kekurangan tidur Gangguan fisik Mood negatif subyektif Preferensi stimulus Rendah (1 – 3): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Sedang (4 – 7): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Tinggi (8 – 10): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Poin total 6 5 7 8 5 7 10 6 9 6 7 8

96

Dari kiri ke kanan dalam semua gambar dalam subbab berikutnya adalah grafik tahap 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan. Untuk pemilihan subyek yang dianalisis dilakukan penapisan berdasarkan sebaran karakteristik. Faktor yang dikaji adalah hal-hal yang dinilai cukup berbeda dari semua subyek serta setiap faktor diberi bobot satu poin. Subyek yang dipilih adalah 2 subyek yang memiliki poin terbesar dari semua faktor tersebut, yakni subyek B01 dan B03; 2 subyek dengan poin terkecil, yakni subyek A02 dan A03; serta ditambah dua subyek khusus A03, yakni seorang musisi dan A04, yakni non muslim.

IV.4.2.1 Subyek A02

Gambar IV.16. Grafik keluaran respons otonomik subyek A02

Subyek A02 adalah perempuan, berusia 29 tahun, IMT 23,62 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 0,14 jam sehari dan lantunan Quran 0,25 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 25 – 72 (jarak garis). Hal tersebut mungkin disebabkan kekerapan subyek dalam mendengarkan musik yang rendah, yakni hanya 0,14 jam sehari. Respons subyek baik terhadap musik bertipe lembut maupun keras adalah penurunan kedua komponen simpatik dan parasimpatik. Hal tersebut bermakna bahwa walau preferensi subyek sedang dan tinggi namun kedua tipe musik memberikan dampak yang sama pada subyek yakni dominan inhibisi parasimpatik, yang juga ditunjukkan dengan peningkatan komponen LF/HF dan rerata HR. Penurunan simpatik mungkin adalah kompensasi dari inhibisi parasimpatik. Respons subyek pada perubahan musik bertipe lembut menjadi keras secara drastis berupa dominan simpatik namun diawali oleh nilai parasimpatik yang rendah. Pada saat mendengarkan Quran justru terjadi aktivitas

97

parasimpatik lebih besar namun simpatik lebih kecil. Oleh karena itu, pada subyek ini dapat disimpulkan bahwa musik dari kondisi senyap dan lantunan Quran mungkin dapat digunakan sebagai terapi anti stress.

IV.4.2.2 Subyek A05

Gambar IV.17. Grafik keluaran respons otonomik subyek A05

Subyek A05 adalah laki-laki, berusia 23 tahun, IMT 21,80 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 2 jam sehari dan lantunan Quran 0,14 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 18 – 98 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut berupa penurunan komponen parasimpatik dan peningkatan simpatik. Hal tersebut berbeda pada musik bertipe keras yang ditunjukkan dengan peningkatan parasimpatik. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras serupa dengan pola stimulus pertama. Hal tersebut dapat dimaknai subyek pada dasarnya lebih menyenangi musik bertipe keras daripada lembut hanya jika berawal dari kondisi senyap. Preferensi subyek ini untuk semua stimulus bernilai sedang. Dampak stimulus Quran adalah komponen parasimpatik lebih rendah dan simpatik lebih tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa musik dan lantunan Quran tidak mampu sebagai terapi anti stress yang tepat, sebab semua aktivitas simpatik justru meningkat.

IV.4.2.3 Subyek B01

Subyek B01 adalah laki-laki, berusia 25 tahun, IMT 17,30 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 4 jam sehari dan lantunan

98

Quran 0,25 jam sehari. Subyek ini memiliki poin terbesar dan preferensi yang merata pada semua tahap sehingga dapat dijadikan sampel yang cukup baik. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 15 – 41 (jarak garis).

Gambar IV.18. Grafik keluaran respons otonomik subyek B01

Nilai daya yang cukup kecil mungkin disebabkan subyek diberikan stimulus instrumental. Respons subyek baik terhadap musik bertipe lembut maupun keras berupa penurunan komponen parasimpatik. Penurunan simpatik ditemukan pada stimulus musik bertipe keras. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras secara drastis terdapat pola yang serupa dengan tahap sebelumnya. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa subyek selama ini terbiasa dengan mendengarkan musik bertipe keras dan bukan instrumental. Dampak stimulus Quran adalah komponen parasimpatik lebih rendah dan simpatik lebih tinggi dari kondisi senyap. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka mungkin musik bertipe keras yang tepat.

IV.4.2.4 Subyek B03

99

Subyek B03 adalah laki-laki, berusia 31 tahun, IMT 15,06 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 3 jam sehari dan lantunan Quran 0 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 28 – 235 (jarak garis). Rentang daya yang besar mungkin disebabkan subyek dalam kondisi mood cemas secara subyektif. Respons subyek terhadap musik bertipe lembut bertolak belakang dengan tipe keras. Peningkatan simpatik dan parasimpatik ditemukan pada stimulus musik bertipe lembut, dan demikian sebaliknya pada musik tipe keras. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras secara drastis terdapat penurunan simpatik saja. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa subyek dapat menerima musik tipe keras asalkan juga mendengarkan musik tipe lembut sebelumnya. Nilai daya yang cukup besar mungkin disebabkan kekerapan subyek dalam mendengarkan musik yang tinggi dan peminatan subyek terhadap musik instrumental. Hal yang sangat menarik adalah pada tahap terakhir, yakni walaupun preferensi subyek rendah namun secara obyektif komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah daripada kondisi senyap setelahnya. Oleh karena itu, pada subyek ini dapat disimpulkan bahwa musik bertipe keras dan lantunan Quran mungkin dapat digunakan sebagai terapi anti stress.

IV.4.2.5 Subyek A03

Gambar IV.20. Grafik keluaran respons otonomik subyek A03

Subyek A03 adalah laki-laki, berusia 25 tahun, IMT 22,04 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 2 jam sehari dan lantunan Quran 0,14 jam sehari. Hal yang istimewa pada subyek ini adalah nilai daya yang sangat besar, sebab subyek adalah seorang musisi. Musisi memiliki

100

kepekaan lebih besar dari orang normal dalam merespons suatu musik atau nada. Preferensi subyek terhadap musik tidak ada yang bernilai rendah. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 709 – 1400 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut menurunkan kedua komponen simpatik dan parasimpatik. Hal tersebut juga berlaku pada musik bertipe keras dengan perbedaan nilai yang serupa. Akitivitas saraf simpatik pada subyek ini lebih rendah dari parasimpatik yang ditunjukkan dengan penurunan komponen LF/HF pada tahap 1 dan 2. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang musisi terbiasa dalam kondisi rileks atau memiliki tingkat stress yang lebih rendah dari orang awam. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras sehingga simpatik menjadi dominan. Hal tersebut mungkin disebabkan subyek lebih sensitif terhadap perubahan situasi dari kondisi senyap dan preferensi subyek terhadap musik jazz cukup besar. Dampak stimulus Quran berupa komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah daripada kondisi senyap setelahnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka mungkin musik dari kondisi senyap yang tepat, namun ternyata lantunan Quran mampu memberikan kekuatan respons terbesar.

IV.4.2.6 Subyek A04

Gambar IV.21. Grafik keluaran respons otonomik subyek A04

Subyek A04 adalah laki-laki, berusia 30 tahun, IMT 20,55 kg/m2, beragama Katolik, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 1 jam sehari dan lantunan Quran 0 jam sehari. Hal yang istimewa pada subyek ini pada tahap 4, sebab subyek adalah non muslim. Selain itu, nilai daya tidak sebesar A03 walaupun subyek ini juga memiliki kemampuan bermusik. Subyek merespons

101

semua tahapan stimulus dengan rentang daya 22 – 45 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut menurunkan kedua komponen simpatik dan parasimpatik seperti subyek A02 dan A03. Hal tersebut juga berlaku pada musik bertipe keras dengan perbedaan nilai yang serupa dengan penurunan simpatik lebih dominan. Akitivitas saraf simpatik pada subyek ini lebih rendah dari parasimpatik yang ditunjukkan dengan penurunan komponen LF/HF, namun hanya pada musik bertipe keras. Hal tersebut mungkin disebabkan subyek lebih senang terhadap musik lembut terutama dari dentingan piano. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras berbeda dengan pola sebelumnya yakni peningkatan simpatik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa subyek merespons positif musik bila berawal dari kondisi senyap. Hal yang sangat menarik adalah pada tahap terakhir, yakni walaupun preferensi subyek rendah dan subyek beragama Katolik namun secara obyektif komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah bila mendengarkan lantunan Quran. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka musik dari kondisi senyap yang tepat, namun ternyata lantunan Quran mampu memberikan dampak ketenangan yang tidak disadari.

Keenam subyek tersebut memberikan respons otonomik yang berbeda-beda. Gambar yang termuat dalam lampiran D laporan ini merupakan rekapitulasi nilai-nilai tersebut yang ditempatkan pada satu skala yang sama dan runut. Dimulai dengan label ‘Awal’ kemudian ditarik garis per tahap eksperimen hingga diakhiri dengan label ‘Akhir’ pada setiap grafik. Garis berwarna hijau adalah jeda antar tahap, sedangkan garis merah adalah sama dengan garis yang dibentuk pada keluaran respons otonomik program. Grafik tersebut bukanlah keluaran dari program melainkan hasil pengolahan menggunakan Microsoft Excel. Selain itu, tabel IV.13. berikut yang berisi penulisan kembali kekerapan dan preferensi subyek untuk mencari hubungan hal tersebut dengan respons otonomik.

102

Tabel IV.13. Sebaran data kekerapan mendengar musik, kekerapan mendengar Al-Quran dan preferensi subyek untuk analisis metode individual

ID Kekerapan musik (jam / hari) Kekerapan Al-Quran (jam / hari) Preferensi Tahap 1 2 3a 3b 4 rerata preferensi A02 0,14 0,25 7 7 8 9 8 7,8 A05 2,00 0,14 7 5 6 6 6 6 B01 4,00 0,25 3 5 5 8 6 5,4 B03 3,00 0 8 8 7 5 3 6,2 A03 2,00 0,14 8 8 8 7 7 7,6 A04 1,00 0 5 4 6 6 4 5

Dari grafik yang dihasilkan (pada Lampiran E) ditarik sebuah garis regresi disertai persamaan regresi secara linier, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel IV.14. Hasil persamaan regresi linier dengan analisis metode individual

ID Persamaan Regresi Linier Nilai R2

A02 y = 0,293x + 59,35 0,079 A05 y = -0,084x + 196,6 0,024 B01 y = 0,621x + 23,67 0,148 B03 y = 1,644x - 47,56 0,799 A03 y = 0,362x + 243,5 0,338 A04 y = -0,130x + 74,13 0,000

Persamaan tersebut merupakan fungsi komponen daya LF (axis-y) terhadap HF (axis-x) dan R adalah derajat kecenderungan data mendekati nilai regresi, sehingga bila semakin besar nilai R maka respons otonomik yang dihasilkan oleh subyek semakin linier. Penempatan sumbu tersebut ditujukan agar dapat menilai prediksi perubahan simpatik terhadap parasimpatik sebab pada hasil-hasil sebelumnya diperoleh fakta bahwa perubahan parasimpatik sama yakni menurun. Nilai R dan koefisien arah regresi linier terbesar dimiliki oleh subyek B03 = 1,644, sedangkan terkecil dimiliki oleh subyek A04 = -0,130. Kedua subyek tersebut memiliki kesamaan karakteristik, yakni kekerapan mendengarkan lantunan Quran adalah nihil, namun subyek B03 lebih banyak mendengarkan musik daripada subyek A04. Konstanta terbesar dimiliki oleh subyek A05 dan A03 dengan kesamaan karakteristik berupa kekerapan mendengarkan musik dan lantunan Quran. Subyek B01 dan B03 memiliki koefisien arah regresi lebih besar daripada yang lainnya mungkin disebabkan oleh stimulus musik secara instrumental atau mood negatif (cemas, depresif) secara subyektif.

Dalam dokumen Bab IV Pengujian dan Analisis Sistem (Halaman 30-38)

Dokumen terkait